Pengukuran Massa Karbon HASIL DAN PEMBAHASAN
43 logam menjadi semakin kasar, sehingga apabila terjadi kontak atau gesekan antara
dua permukaan logam yang telah terkorosi, akan mengakibatkan keausan lebih tinggi. Itulah sebabnya pada saat penggunaan bahan bakar minyak nyamplung,
tingkat keausan logam yang terkandung di dalam pelumas cenderung lebih tinggi dibandingkan solar.
Kandungan logam Cu pada pelumas mengalami kenaikan dari kondisi awal 2 ppm menjadi 7 ppm untuk bahan bakar solar dan 42 ppm untuk bahan bakar
minyak nyamplung seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 27b, sedangkan ambang batas yang diizinkan untuk logam Cu sebesar 35 ppm PT Petrolab
Services. Penggunaan bahan bakar minyak nyamplung melewati ambang batas kandungan Cu, ini mengindikasikan terjadi keausan yang cukup tinggi.
Nilai kandungan logam Cu yang tinggi menunjukkan keausan pada komponen journal bearing, bushing, thrust washer, valve guides, dan wrist pin-
bushing. Tabel 8. Indikator keausan komponen motor bakar diesel
Logam Indikasi keausan komponen
cam shaft, crank shaft, cylinder wall, exhaust valve, oil pump, piston, ring, gears
journal bearing, bushing, thrust washer, valve guides, wrist pin-bushing
piston, bearing, thrust washer, housingcastings, oil pump, oil pump bushing, wrist pin-bushing
Cromium Cr cylinder wall, exhaust valve, rings
Besi Fe Tembaga Cu
Alumunium Al
Sumber: Oil Analyzers Inc.
5 10
15 20
25 30
35 40
45
10 20
30 40
50
A l
ppm
Jam ke-
P-1 P-2
5 10
15 20
25 30
10 20
30 40
50
C r
pp m
Jam ke-
P-1 P-2
Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung
Max = Ambang batas maksimum PT Petrolab Services
Gambar 28. Kandungan Al dan Cr pada pelumas a
b
Max Max
44 Gambar 28a menunjukkan kandungan logam pada pelumas motor bakar
diesel. Logam Al mengalami kenaikan dari kondisi awal sebesar 4 ppm menjadi 17 ppm untuk bahan bakar solar dan 40 ppm untuk bahan bakar minyak
nyamplung, dengan ambang batas maksimum sebesar 25 ppm PT Petrolab Services. Peningkatan kandungan logam Al pada penggunaan bahan bakar
minyak nyamplung melebihi ambang batas yang diizinkan. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi keausan cukup tinggi pada komponen piston, bearing, thrust
washer, housingcasting, oil pump, oil pump bushing, dan wrist pin-bushing. Pada Gambar 28b terlihat bahwa logam Cr mengalami kenaikan dari 2 ppm
menjadi 26 ppm untuk bahan bakar solar dan 13 ppm untuk bahan bakar minyak nyamplung dengan batas maksimum 15 ppm PT Petrolab Services. Kandungan
logam Cr melebihi ambang batas yang diizinkan pada penggunaan bahan bakar solar, ini mengindikasikan terjadinya keausan pada komponen cylinder wall,
exhaust valve, dan piston rings. Dari keempat jenis logam tersebut dapat dikatakan bahwa bahan bakar
minyak nyamplung secara umum menghasilkan tingkat keausan yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Keausan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah tingkat kekasaran permukaan logam yang masih sangat tinggi, kontaminasi kotoran dan air, serta korosi pada permukaan logam.
Minyak nyamplung memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang sangat dominan asam oleat dan asam linoleat, dimana asam lemak tersebut sangat
rentan terhadap reaksi oksidasi yang menyebabkan terbentuknya asam organik. Kandungan asam organik hasil pembakaran dan oksidasi minyak nyamplung
berpengaruh terhadap tingkat keasaman pH pelumas. Hasil pengukuran pH pelumas diperlihatkan oleh Gambar 28.
Pelumas mengalami penurunan pH dari kondisi awal sebesar 7.35 menjadi 5.90 untuk bahan bakar solar dan 5.66 untuk bahan bakar minyak nyamplung.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa penurunan pH yang terjadi pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan bahan bakar solar.
45
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
10 20
30 40
50
pH
Jam ke-
P-1 P-2
Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung
Gambar 29. Penurunan pH pelumas Menurut hasil penelitian Mitsutake et al 1991 pada Gambar 29, semakin
rendah pH pelumas maka semakin tinggi juga tingkat keausan pada komponen- komponen motor diesel. Hal tersebut terlihat dari kandungan logam Fe pada
pelumas yang semakin meningkat seiring dengan menurunnya nilai pH.
Keterangan: TBN = Total Base Number SAN = Strong Acid Number
Gambar 30. Hubungan antara pH pelumas dengan kandungan logam Fe pada pelumas Mitsutake et al, 1991
Pelumas yang bersifat asam dapat meningkatkan laju reaksi oksidasi permukaan logam yang menjadi awal terjadinya proses korosi. Peristiwa korosi