TUJUAN MANFAAT PENELITIAN KEASLIAN PENULISAN TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menguraikan lebih dalam mengenai pelaksanaan pembebasan bersyarat dan selanjutnya mencari dampak yang signifikan terhadap pelanggaran yang sering terjadi baik dalam masa pembebasan bersyarat maupun sesudahnya, singkatnya penulis merasa perlu menelaah lebih dalam lagi mengenai pembebasan bersyarat tersebut melalui judul : “ Pembebasan bersyarat dan Tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh Klien Pemasyarakatan Riset BAPAS Kelas I Medan ” B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Pemberian Penetapan Pembebasan Bersyarat Bagi Klien Pemasyarakatan dalam pembimbingan Bapas Kelas I Medan ? 2. Faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi proses Pembebasan Bersyarat ?

C. TUJUAN MANFAAT PENELITIAN

Adapun tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pemberian penetapan Pembebasan Bersyarat di wilayah kewenangan BAPAS Kelas I Medan. 2. Untuk mengeahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses berjalannya pembebasan bersyarat, baik dari Pembimbing Kemasyarakaan maupun dari Klien Pemasyarakatan. Universitas Sumatera Utara Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis dan teoritis. 1. Secara Praktis : Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum tentang hal atau materi yang berkaitan dengan pembebasan bersyarat. 2. Secara Teoritis : a. Bagi Peneliti Penulis berharap, skripsi ini dapat menjadi media untuk menambah wawasan berpikir dalam hal mendalami ilmu hukum khusus hukum pidana. b. Bagi Instansi Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan sumbangan tambahan ilmu tentang cara membangun citra yang baik dalam upaya peningkatan mutu sistem pemidanaan di Indonesia, khususnya dalam pengawasan terhadap pembebasan bersyarat.

D. KEASLIAN PENULISAN

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh penulis terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah ada dan secara khusus di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian penulis mengenai “Manfaat Pembebasan bersyarat dan tingkat pelanggaran yang dilakukan Universitas Sumatera Utara oleh Klien Pemasyarakatan Riset BAPAS Kelas I Medan ” belum pernah dilakukan penelitian pada topik yang sama. Objek penelitian yang dilakukan merupakan suatu kajian ilmiah yang belum pernah dianalisis secara komprehensif dalam suatu penelitian, sehingga penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan azas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan transparan maupun kritik bersifat membangun sesuai dengan topik dan permasalahan.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. PENGERTIAN PEMBEBASAN BERSYARAT Pembebasan bersyarat adalah suatu cara melepaskan narapidana kepada masyarakat sebelum masa bebas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan. Narapidana diberikan pembebasan bersyarat karena telah memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan oleh Perundang-undangan. Artinya, tidak semua narapidana dapat diberikan pembebasan bersyarat karena ada ketentuan yang membatasi pemberian kebijakan tersebut, baik dari segi tingkah laku atau sikap dari narapidana selama menjalani pembinaan di LAPAS Lembaga Pemasyarakatan maupun dari hasil penelitian Balai Pemasyarakatan mengenai keadaan masyarakat. Pasal 15a ayat 4 KUHP menyebutkan kemungkinan diadakannya suatu pengawasan yang sifatnya khusus, yang semata-mata dimaksudkan untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada klien Pemasyarakatan dalam hal pembebasan bersyarat, sedangkan pada Universitas Sumatera Utara pasal 15a ayat 5 KUHP telah menyebutkan kemungkinan untuk menyerahkan pengawasan seperti itu kepada orang lain. 8 a. Berdasarkan Pasal 1 PP Nomor 32 Th.1999 tentang Syarat dan Tata Cara pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan istilah yang dipakai adalah “Pembebasan Bersyarat”. Perlu diketahui bahwa istilah Pembebasan bersyarat adalah istilah yang termasuk lama, karena pada masa kini sudah banyak lembaga terkait mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan yang memakai terminologi “Pelepasan Bersyarat” seperti yang dipakai dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan . Dalam skripsi ini istilah yang digunakan adalah istilah lama yakni “Pembebasan Bersyarat” yang telah ada sejak KUHP berlaku pada Tahun 1918, karena menurut penulis istilah itu lebih mudah diterima, disamping itu hal ini juga didukung dengan anjuran dari petugaspegawai Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Sumatera Utara dan BAPAS Kelas I Medan. Mengenai perbedaan istilah antara Pelepasan dan pembebasan bersyarat, banyak peraturan perundang- undangan mengartikan sendiri arti dari pembebasanpelepasa bersyarat ini dengan istilah istilah atau terminologi berbeda, sebagai berikut : “Pembebasan bersyarat PB adalah proses pembinaan Narapidana di luar LAPAS setelah menjalani sekurang-kurangnya 23 dua pertiga masa pidananya minimal 9 sembilan bulan” 8 P.A. F. Lamintang ,S.H. Hukum Panitensier Indonesia. Armico. Bandung. Hlm. 262. Universitas Sumatera Utara b. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1995, tentang pemasyarakatan istilah yang dipakai adalah “Pembebasan Bersyarat”. Pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang- kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 sembilan bulan. Pengertian ini terdapat dalam Penjelasan Pasal 12 huruf k UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan” c. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.2. PK.04.10 Tahun 2010 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pemebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat Pasal 1 butir 2 istilah yang dipakai adalah “Pembebasan Bersyarat”. “Pembebasan Bersyarat adalah proses Pembinaan Narapidana dan anak didik pidana di luar LAPAS stelah menjalani sekurang-kurangnya 23 dua pertiga masa pidananya minimal 9 Sembilan bulan.” d. Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesi, istilah yang dipakai adalah “Pelepasan Bersyarat”. 2. PENGERTIAN PELANGGARAN Hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang- orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di Universitas Sumatera Utara dalam masyarakat. 9 Maka, pelanggaran dapat diartikan sebagai akibat dari perealisasian kepentingan atau hak dari saetiap anggota atau kelompok masyarakat dalam Setiap anggota masyarakat memiliki kepentingan dan hak masing-masing, yang sangat beraneka ragam dan dapat menimbulkan bentrokan satu sama lain, jika antara masyarakat melakukan atau menunutut apa yang menjadi haknya tanpa memperhatikan hak dari orang lain. Untuk hal seperti ini, hukum menciptakan berbagai hubungan tertentu di dalam masyarakat. Hubungan ini ada diantara orang-orang perseorangan, atau berbagai kelompok orang, atau antara suatu kelompok dengan seorang oknum tertentu, atau antara masyarakat seluruhnya di satu pihak dan orang-orang perseorangan atau kelompok orang lain di lain pihak. Dalam pembahasan skripsi ini, hubungan yang dimaksud adalah bagaimana hukum atau peraturan yang berlaku mengatur hubungan antara klien dengan kewajibannya dalam mewujudkan kesuksesan program pembebasan bersyarat yang diterimanya. Dalam mengatur segala hubungan ini, hukum bertujuan mengadakan suatu perbandingan diantara berbagai kepentingan. Perbandingan yang dimaksud adalah bagaimana agar setiap kepentingan tidak bertabrakan dan menimbulkan konflik yang lebih sulit untuk diperbaiki. Dan hubungan yang diadakan oleh hukum tersebut merupakan langkah untuk menghindari atau mengurangi pelanggaran atas hukum atau aturan yang berlaku. 9 Wirjono Projodikoro. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Jakarta. Refika Aditama. Hlm. 15. Universitas Sumatera Utara hal ini klien pemasyarakatan atau warga binaan, yang menimbulkan kepentingan atau hak pihak lain menjadi terganggu dan dirugikan. Oleh karena itu, hukum dengan sanksinya perlu untuk membatasi setiap perealisasian dari setiap hak atau kepentingan yang ada. Klien pemasyarakat memiliki hak dan kepentingan masing-masing, tetapi hak dan kepentingan tersebut telah dibatasi dengan kewajiban yang diterimanya sebelum beralih dari warga binaan menjadi klien pemasyarakatan. Oleh karena itu ketika klien melakukan tindakan yang mengakibatkan kewajibannya tidak terlaksana, maka tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggaran. Pelanggaran ini dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat ada 2 dua, yaitu ; pelanggaran ringan yang dapat ditolerir seperti terlambat melapor, tidak mengikuti kegiatan-kegiatan yang dijadwalkan; dan pelanggaran yang tidak dapat di tolerir, seperti mengulangi tindak pidana sebelumnya atau melakukan tindak pidana yang baru. 10 10 Hasil wawancara dengan Ibu Peristiwa Sembiring S.H., pada tanggal 7 April 2015 di Gedung BAPAS Kelas I Medan. Terminologi pelanggaran merupakan salah satu hasil dari penelitian di BAPAS Kelas I Medan, dimana jika dibandingkan dengan pemaknaan yang terletak di dalam KUHP, isitilah yang seharusnya digunakan adalah “Kejahatan”. Tetapi dalam proses penelitian penulis menemukan bahwa istilah yang dipakai dengan makna yang sama adalah pelanggaran, jadi pada kesimpulannya, istilah tersebut tidak dapat dirubah karena akan memperngaruhi isi dan hasil penelitian secara keseluruhan. Universitas Sumatera Utara Terkait dengan pelanggaran ringan, dapat ditolerir bukan berarti menjadi pelanggaran yang dapat di ulangi, tetapi ada batasan sebagaimana teknis prosedur yang berlaku, dalam arti bahwa jika sudah diperingati dalam waktu tertentu dan diulangi maka pelanggaran ringan tersebut dapat mengakibatkan penangguhan izin bebas bersyarat dari klien yang bersangkutan. 3. PENGERTIAN KLIEN PEMASYARAKATAN Klien Klien Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS yang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Setiap klien yang masuk didalam BAPAS wajib didaftar tetapi bukan dalam rangka merubah status tetapi untuk memenuhi tertib administrasi. Klien sebagai mana dimaksud adalah terdiri dari 11 1. Terpidana bersyarat; : Narapidana, anak pidana, dan anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat bebasnya narapidana setelah menjalani pidananya sekurang-kurangnya 23 masa pidananya dengan ketentuan 23 tersebut tidk kurang dari 9 bulan atau cuti menjelang bebas cuti yang diberikan kepada narapidana yang telah menjalani hukuman sekurang-kurangnya 23 masa pidananya dengan ketentuan harus berkelakuan baik dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 bulan 11 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN. Modul III Bab II, tentang Unsur- unsur Pembimbingan. Hlm. 106. Universitas Sumatera Utara 2. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaan diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; 3. Anak Negara yang berdasarkan keputusan menteri atau pejabat dilingkungan Direktorat jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan social; 4. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya; 5. Anak yang diputus menjalani pidana pengawasan. Dalam hal bimbingan anak Negara dilakukan oleh orang tua asuh atau badan sosial, maka orang tua asuh atau badan sosial tersebut wajib mengikuti secara tertib pedoman pembimbingan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM. Upaya pembinaan dan bimbingan yang menjadi inti dari kegiatan sistem pemasyarakatan, merupakan suatu sarana perlakuan yang baru terhadap warga binaan dan klien untuk mendukung pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara mengeluarkan warga binaan dan klien untuk dapat kembali menjadi anggota masyarakat. Bimbingan klien adalah suatu pelaksanaan dalam rangka penegakan hukum, sama halnya dengan pembinaan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan akan tetapi sebagai salah satu pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang dilakukan di luar Lembaga pemasyarakatan. Jadi dalam hal ini kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembinaannya hampir sama tetapi hanya berbeda lokasinya saja. Bimbingan klien pemasyarakatan pada hakekatnya adalah pembinaan klien di luar Lembaga sebagai salah satu sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Untuk membimbing klien tidak lepas dari Undang-Undang Universitas Sumatera Utara Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang bertujuan untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali di masyarakat. Secara singkat bimbingan klien adalah daya upaya yang bertujuan untuk memperbaiki klien dengan maksud secara langsung dapat menghindarkan diri atas terjadinya pengulangan tingkah laku atau perbuatan yang melanggar norma atau hukum yang berlaku. Bimbingan klien ini dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat, di dalam keluarga tidak di dalam Lapas. Bimbingan yang diberikan harus dapat mendorong dan memantapkan hasrat klien untuk sembuh dan memiliki kedudukan sosial serta dapat melaksanakan peran sosialnya secara wajar dalam masyarakat. 12 4. Balai Pemasyarakatan BAPAS BAPAS adalah singkatan dari Balai Pemasyarakatan, yang menjadi salah satu lembaga yang memabantu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dalam membina narapidanawarga binaan dalam hal ini untuk menerima laporan perkembangan dari tiap klien pembebasan bersyarat yang diawasi dan yang dibantu juga oleh kejaksaan. Balai Pemasyarakatan BAPAS mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan sebagian dari tugas pokok Direktoral Jendral Pemasyarakatan dalam menyelenggarakan pembimbingan klien 12 Di kutip dari Skripsi PICTA DHODY PUTRANTO, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta CM Marianti Soewandi, 2003:31 Universitas Sumatera Utara pemasyarakatan didaerah. Bentuk dari bimbingan yang diberikan macam- macam, mulai dari pemberian pembinaan tentang agama, keterampilan, sampai pada pembinaan kepribadian. Bimbingan ini diberikan dengan tujuan agar klien dapat hidup dengan baik didalam masyarakat sebagai warga negara serta bertanggung jawab, untuk memberikan motivasi, agar dapat memperbaiki diri sendiri, dan tidak mengulangi kejahatan residive. Pada dasarnya peran BAPAS ini tidak hanya berlaku pada narapidana yang dibina di luar LAPAS, tetapi juga memiliki kewenangan atau bahkan kewajiban untuk membina warga binaan atau narpidana didalam LAPAS. Berdasarkan sistem hukum pidana Indonesia maka, BAPAS berperan dalam menangani tiap narapidana maupun mantan narpidana yang baru dibebaskan, agar tiap orang yang dibina tersebut dapat diyakinkan tidak melakukan kejahatan lagi. Karena selain yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan, tujuan pemidanaan yang sekarang dipergunakan dalam praktek hukum adalah melakukan pengayoman dan pembinaan. Seperti yang diutarakan oleh para ahli seperti; Protagoras, Seneca dan Jeremy Bentham, dimana jika disimpulkan dari pemahaman mereka, tujuan pemidanaan adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan, dan jika sudah terjadi untuk menangani agar tidak tercipta dendam dalam tiap pidak yang bermasalah.walaupun dalam kenyataanya selalu ada pertentangan juga. 13 Selain BAPAS, dikenal juga suatu lembaga yang berfungsi hampir sama yakni BISPA. Istilah BISPA merupakan singkatan dari bimbingan kemasyarakatan dan Pengentasan anak, yang pertama sekali dicetuskan oleh 13 Ibid. Hlm. 23. Universitas Sumatera Utara R. Waliman Hendrasusilo. 14 3. Ruang Kasi. Bimbingan Klien Dewasa. Tujuan dari pendirian badan ini adalah untuk pembinaan diluar penjara atau LAPAS yang menangani anak sebagai klien pemasyarakatannya. Bapas Kelas I Medan mempunyai wilayah kerja yang meliputi kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan, Kota Tanjung Balai, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Tanah Karo, Dairi, Kota Rantau Parapat. Sasaran garapan Bapas Kelas I Medan Meliputi : a. Klien Pembebasan Bersyarat PB b. Klien Asimilasi c. Klien Cuti Menjelang Bebas CMB d. Klien Cuti Bersyarat CB Bapas Kelas I Medan terdiri dari 2 bangunan lantai dengan beberapa ruangan. Bangunan lantai I terdiri dari 4 ruangan yaitu : 1. Ruangan Kepala Bagian Tata Usaha. 2. Ruangan Urusan Umum. 3. Ruangan Kepegawaian. 4. Ruangan Aula. Bangunan lantai II terdiri dari 8 ruangan yaitu : 1. Mushola. 2. Ruang Rapat. 14 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN, MODUL II. BAB II. Sejarah Perkembangan Pembimbingan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemnetrian Hukum dan Ham Republik Indonesia.Hlm. 49. Universitas Sumatera Utara 4. Ruangan Kasi. Bimbingan Klien Anak. 5. Ruangan Keuangan. 6. Ruangan PK I 7. Ruangan PK II 8. Ruangan PK I Jumla PetugasPegawai Bapas Medan ada 53 Orang yang terdiri dari : Laki-laki :34 Orang Perempuan`:19 Orang

F. METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN KENDALA BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I YOGYAKARTA DALAM MENJALANKAN PEMBIMBINGAN TERHADAP KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MEMPEROLEH PEMBEBASAN BERSYARAT.

0 3 10

PENUTUP KENDALA BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I YOGYAKARTA DALAM MENJALANKAN PEMBIMBINGAN TERHADAP KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MEMPEROLEH PEMBEBASAN BERSYARAT.

0 2 5

PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (Studi Di Balai Pemasyarakatan Klas Ii Pekalongan).

0 1 12

PENDAHULUAN Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (Studi Di Balai Pemasyarakatan Klas Ii Pekalongan).

0 1 15

PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (Studi Di Balai Pemasyarakatan Klas Ii Pekalongan).

0 1 18

Peranan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Pekalongan terhadap Klien Pembebasan Bersyarat dalam reintegrasi sosial.

0 0 2

Efektivitas Pembebasan Bersyarat Dalam Pembimbingan Klien Pemasyarakatan (Studi di Balai Pemasyarakatan Klas 1 Semarang).

0 0 2

BAB II PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PEMBIMBINGAN BAPAS (Balai Pemasyarakatan) KELAS I MEDAN. A. Pembebasan Bersyarat - Pembebasan Bersyarat dan Tingkat Pelanggaran yang Dilakukan Klien Pemasyarakatan (Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan)

0 0 46

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pembebasan Bersyarat dan Tingkat Pelanggaran yang Dilakukan Klien Pemasyarakatan (Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan)

0 0 25

PEMBIMBINGAN DAN PENGAWASAN REINTEGRASI KLIEN PEMASYARAKATAN OLEH BALAI PEMASYARAKATAN (STUDI DI BALAI PEMASYARAKATAN KELAS II MATARAM) - Repository UNRAM

0 0 18