Klien yang melakukan Pelanggaran dalam bimbingan BAPAS Kelas I Medan selama 2013 sd 201

sama seperti orang lain pada umumnya yang tidak pernah menjalani hukuma lapasrutan : - Klien dapat meneruskan sekolahnya kembali - Klien dapat kembali bekerja - Klien dapat meningkatkan keterampilannya b. Ikut berperan aktif dalam kegiatan masyarakat Klien dapat melakukan perannya kembali sebagai warga masyarakat yang dan warga negara Indonesia, ikut serta dalam pembangunan diantaranya klien taat hukum serta taat dalam membayar pajak. 4. Klien yang melakukan Pelanggaran dalam bimbingan BAPAS Kelas I Medan selama 2013 sd 2014. Balai Pemasyarakatan BAPAS Kelas I Medan selama melakukan pembimbingan banyak menemukan pelanggaran yang dilakukan klien. Pelanggaran yang dimaksud tersebut adalah mulai dari pelanggaran kecil yang menurut pembimbing kemasyarakatan masih dapat dimaklumi sehingga hanya dilakukan peringatan saja, seperti terlambat melakukan kewajiban wajib lapor, jarang atau bahkan tidak pernah datang melakukan kegiatan pembimbingan di BAPAS Medan. 45 45 Ibid. Tetapi karena pelanggaran seperti itu tidak masuk dalam catatan registrasi BAPAS Medan, maka yang diambil dan diuraikan adalah setiap pelanggaran berat, seperti mengulangi tindak pidana atau melakukan tindak pidana baru. Pelanggaran ini diuraikan bertujuan untuk dapat mengetahui gambaran atau keadaan yang sesungguhnya dalam proses Universitas Sumatera Utara pembimbingan terhadap klien yang mendapat programkesempatan pembebasan bersyarat. Tabel 4 Jumlah Klien yang melakukan pelanggran selama Tahun 2014 NO BULAN JUMLAH JENIS PELANGGARAN T.P BARU T.P LAMA 1 JANUARI 4 1 3 2 FEBRUARI - - - 3 MARET 3 2 1 4 APRIL 3 1 2 5 MEI 1 - 1 6 JUNI 1 - 1 7 JULI 2 - 2 8 AGUSTUS - - - 9 SEPTEMBER - - - 10 OKTOBER 3 3 - 11 NOVEMBER 4 - - 12 DESEMBER - - - Sumber : Data diolah dari data registrasi BAPAS Kelas I Medan Tahun 2014 terlampir Berdasarkan penguraian terhadap jumlah klien yang melakukan pelanggaran terdapat 2 dua jenis pelanggaran, yaitu pengulangan tindak pidana sebelumnya dan melakukan tindak pidana baru. Hal inilah yang menjadi salah satu inti permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Dimana jika diperhatikan Universitas Sumatera Utara tabel 3 jumlah klien yang mendapat program pembebasan bersyarat selama 2014 adalah sekitar 4335 orangklien. Hal ini dapat diartikan bahwa presentase klien yang melakukan pelanggaran tidaklah begitu besar. Ketika diwawancarai salah satu pembimbing kemasyarakatan BAPAS Medan Ibu Peristiwa Sembiring S.H hal ini juga dibenarkan bahwa, klien yang melakukan pelanggaran tersebut sebenarnya sangat banyak jika pengertian pelanggaran tersebut diperluas sampai kepada pelanggaran administrasi, tetapi yang menjadi catatan bagian regitasi adalah pelanggaran yang cukup besar sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. 46 Pelanggaran yang dilakukan oleh klien dapat dikatakan sebagai gambaran bahwa proses pembimbingan terhadap klien sebenarnya harus ditangani lebih serius, tetapi jika diperhatikan jauhnya tempat tinggal klien dari BAPAS Medan merupakan salah satu alasan terhambatnya pembimbingan, sedangkan pembimbing kemasyarakatan yang disebutkan didalam tabel diatas hampir seluruhnya berada di BAPAS Medan. Pelanggaran yang dilakukan oleh klien juga diperparah jika klien memang tidak secara betul memahami kondisi yang sedang dialaminya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya klien yang melakukan tindak pidana yang sama dengan sebelumnya. Berdasarkan hasil kuisioner yang disebarkan pada tanggal 9 April 2015 di BAPAS Medan Tabel 2 yang disebarkan kepada beberapa klien, tidak sedikit yang menyatakan bahwa respon masyarakat atas kembalinya mereka adalah kurang baik. Sebagaimana yang diterang pada pembahasan peran masyarakat dalam pembebasan bersyarat sebelumnya adalah penting, oleh karena itu hal ini juga merupakan suatu alasan 46 Hasil wawancara dengan Ibu Peristiwa Sembiring S.H Pada tanggal 7 April 2015 di BAPAS Kelas I Medan. Universitas Sumatera Utara yang dapat membuat klien melakukan kejahatan lagi karena merasa diasingkan oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES

PEMBEBASAN BERSYARAT A. Peran Kejaksaan Dalam Pengawasan Klien Pemasyarakatan Kejaksaan merupakan suatau lembaga penegak hukum yang melaksanakan kewenangan dan fungsinya berdasarkan ketetapan Undang- Undang. Kewenangan utama atau yang lebih dikenal sebagai lembaga penuntutan terhadap kasus-kasus pidana di Pengadilan. Tetapi di lain sisi, kewenangan lain yang tidak kalah pentingnya juga, antara lain sebagai eksekutor atau pelaksana suatu keputusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, seperti yang diatur dalam pasal 30 ayat 1 undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Kewenangan eksekutor itu juga bertujuan untuk mengawasi narapidana yang menerima pembebasan bersyarat. Hal ini tidak banyak disinggung dalam berbagai literatur atau perundang-undangan yang berkaitan. Di sisi lain pembebasan bersyarat sangat diharapkan sebagai proses pembinaan bagi narapidana diluar lembaga pemasyarakatan agar dapat lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan sebagai tujuan paling akhir agar narapidana klien pembebasan bersyarat dapat diterima dan bersosialisi kembali dengan masyarakat. Pembebasan bersyarat dilator belakangi oleh pandangan modern sistem pemidanaan yang tidak lagi berprinsip sebagai “pembalasan” tetapi menjadi sebaliknya yaitu menghendaki kemanfaatan dan 72 Universitas Sumatera Utara pembinaan terhadap narapidana yang dinilai telah memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat tersebut. Pembebasan bersyarat secara rinci diatur dalam Pasal 15 sd 17 KUHP dan juga dalam Pasal 12 dan 13 Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.Dl.PK.04-10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Keputusan pemberian pembebasan bersyarat merupakan wewenang Menteri Hukum dan HAM atau pejabat yang ditunjuk olehnya. Pasal 30 ayat 1 huruf c UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, menyebutkan Kejaksaan sebagai sebagai salah satu lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pembebasan bersyarat. Tetapi dalam melaksanakan tugasnya tersebut belum dapat dilakukan dengan maksimal. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain adanya kendala administrasi, kurangnya petunjuk baku berupa juklak atau juknis pelaksanaan pengawasan pembebasan bersyarat dan belum adanya koordinasi antar Kejaksaan dalam pengawasan pembebasan bersyarat tersebut. Kendala administrasi yang dimaksud, seperti halnya dalam setiap pembebasan bersyarat dicatat dalam suatu register, namun dalam praktek tidak semua Kejaksaan memiliki daftar tersebut. Hal ini disebabkan oleh perbandingan antara jumlah petugas dengan jumlah tugas yang diberikan undang-undang adalah berbanding terbalik. Di sisi lain aturan internal Kejaksaan yang mengatur bagaimana pelaksanaan pengawasan sangat kurang bahkan dapat dikatakan tidak ada. Hal-hal yang diterangkan sebelumnya menyebabkan Kejaksaan tidak dapat dengan leluasa melakukan tindakan lain Universitas Sumatera Utara terhadap terpidana yang tidak melapor diri sebagai pengawasan terhadap terpidana. Dalam penulisan skripsi ini, karena konsentrasi penelitian adalah dalam kewenangan BAPAS Kelas I Medan, maka mengenai kewenangan kejaksaan dalam pengawasan Klien Pemasyarakatan yang dibahas hanya gambaran secara umum. Secara umum yang dimaksudkan disini adalah, penulis hanya menguraikan mengenai kewenangan dalam proses pembimbingan klien pemasyarakatan hanya berdasarkan informasi umum seperti yang didapat dalam buku atau peraturan perundang-undangan lainnya dan disertai juga informasi yang bisa didapat dari BAPAS Kelas I Medan dalam hal koordinasi dan proses pembinaan dan pembimbingan klien Pemasyarakatan. Fungsi pembimbingan terhadap narapidana yang memperoleh Pembebasan Bersyarat selain dilakukan oleh BAPAS Kelas I Medan juga di bantu oleh Kejaksaan melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM Sumatera Utara, namun pelaksanaan koordinasi terkait pembimbingan terhadap narapidana yang memperoleh Pembebasan Bersyarat dilaksanakan pula oleh Kepala Kelurahan dimana narapidana bersangkutan berdomisili, sehingga secara langsung Kepala Kelurahan tersebut turut serta melakukan pengawasan. Hal ini akan dipastikan melalui hasil penelitian kemasyarakatan LITMAS oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP BAPAS Kelas I Medan. 47 47 Hasil wawancara dengan Ibu Peristiwa Sembiring S.H., pada tanggal 7 April 2015 di Gedung BAPAS Kelas I Medan. Pengawasan tersebut semata-mata guna membantu tugas BAPAS Kelas I Medan dan Kejaksaan, sehingga Kepala Kelurahan setempat mempunyai kewajiban untuk Universitas Sumatera Utara lapor kepada pihak berwajib apabila narapidana yang memperoleh Pembebasan Bersyarat tidak memenuhi ketentuan Pembebasan Bersyarat, utamanya apabila melakukan tindak pidana kembali. Pemberitahuan kepada BAPAS dan Kepala Kelurahan setempat berdasarkan tembusan surat pelaksanaan Pembebasan Bersyarat narapidana dari LAPAS. Koordinasi antara Kejaksaan dan BAPAS dengan instansi terkait tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 48 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Namun dalam pelaksanaan dilapangan bentuk koordinasi lintas lembaga terkait pelaksanaan Pembebasan Bersyarat sejauh ini hanya dilakukan secara administratif saja, yakni hanya melalui surat tembusan pelaksanaan Pembebasan Bersyarat narapidana. Berdasarkan hasil penelitian di BAPAS Kelas I Medan, dalam prosedur atau tahapan pemberian izin bersyarat terhadap warga binaan, kejaksaan hanya memiliki tugas atau kewewangan pada tahap sebelum pihak LAPAS mengajukan permohonan kepada BAPAS untuk melakukan Penelitian Kemasyarakat, yaitu pihak Lapas memohonkan pihak kejaksaan untuk memeriksa catatan bersih perkara warga binaan yang bersangkutan dalam permohonan agar diperiksa catatan tentang ada atau tidaknya perkara lain yang sedang dihadapi klien, dan berkas balasan dari kejaksaan merupakan kelengkapan berkas yang akan dikirimkan kepada BAPAS. 48 48 Hasil wawancara dengan Ibu Peristiwa Sembiring S.H., pada tanggal 7 April 2015 di Gedung BAPAS Kelas I Medan. Hal ini juga diterangkan secara ringkas dalam Pasal 50 ayat 1 huruf d Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan tat cara Universitas Sumatera Utara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat yaitu kejaksaan diberitahukan mengenai rencana pemberian pembebasan bersyarat.

B. Pandangan Klien terhadap Program Pembebasan Bersyarat

Klien pemasyarakat merupakan pihak unsur yang sangat penting perannya dalam suksesnya program pembebasan bersyarat. Oleh karenanya, bagaimanapun alasan atau kondisi pelaksanaan program tersebut, pembimbing kemasyarakatan harus lebih mengutamakan klien dari pada pihak manapun. Hal ini bertujuan agar pembimbing kemasyarakatan mengetahui secara pasti apa yang dibutuhkan oleh klien agar program pembimbingan dapat berjalan sesuai perencanaan sebagaimana yang telah ditentukan dalam sidang TPP. Klien memiliki pandangan tersendiri terhadap program pembebasan bersyarat. Pandangan tersebut tergantung siapa dan bagaimana latar belakang klien pemasyarakatan tersebut. Selama penelitian dilapangan, penulis menemukan beragam latar belakang klien pemasyarakatan, mulai dari yang tua sampai yang muda, sarjana maupun masih pelajar, perempuan dan laki- laki, dan bahkan seorang ibu dengan anaknya dapat ditemukan dalam kegiatan bimbingan kelompok yang dilakukan setiap bulannya sebagai kegiatan rutin. Berdasarkan hasil kuisuioner angket data yang disebarkan kepada bebarapa klien yang hadir pada hari Kamis tanggal 9 April 2015 di Bapas Kelas I Medan Tabel 2, dapat ditemukan tanggapan atau pendangan klien pemasyarakatan yang beragam mengenai program pembebasan bersyarat, dari merasa senang sampai sangat senang, tetapi dapat disimpulkan bahwa klien Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN KENDALA BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I YOGYAKARTA DALAM MENJALANKAN PEMBIMBINGAN TERHADAP KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MEMPEROLEH PEMBEBASAN BERSYARAT.

0 3 10

PENUTUP KENDALA BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I YOGYAKARTA DALAM MENJALANKAN PEMBIMBINGAN TERHADAP KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MEMPEROLEH PEMBEBASAN BERSYARAT.

0 2 5

PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (Studi Di Balai Pemasyarakatan Klas Ii Pekalongan).

0 1 12

PENDAHULUAN Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (Studi Di Balai Pemasyarakatan Klas Ii Pekalongan).

0 1 15

PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (Studi Di Balai Pemasyarakatan Klas Ii Pekalongan).

0 1 18

Peranan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Pekalongan terhadap Klien Pembebasan Bersyarat dalam reintegrasi sosial.

0 0 2

Efektivitas Pembebasan Bersyarat Dalam Pembimbingan Klien Pemasyarakatan (Studi di Balai Pemasyarakatan Klas 1 Semarang).

0 0 2

BAB II PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PEMBIMBINGAN BAPAS (Balai Pemasyarakatan) KELAS I MEDAN. A. Pembebasan Bersyarat - Pembebasan Bersyarat dan Tingkat Pelanggaran yang Dilakukan Klien Pemasyarakatan (Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan)

0 0 46

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pembebasan Bersyarat dan Tingkat Pelanggaran yang Dilakukan Klien Pemasyarakatan (Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan)

0 0 25

PEMBIMBINGAN DAN PENGAWASAN REINTEGRASI KLIEN PEMASYARAKATAN OLEH BALAI PEMASYARAKATAN (STUDI DI BALAI PEMASYARAKATAN KELAS II MATARAM) - Repository UNRAM

0 0 18