Hubungan masyarakat dengan Taman Hutan Raya

sebagian kecil saja yang dipergunakan sebagai lahan persawahan dan palawija Tabel 5 Peraturan Desa 2010. Tabel 5 Pola penggunaan tanah oleh masyarakat No Spesies Lahan Tanah Jumlah Ha 1. Tanah perkebunan rakyat 400 2. Tanah tegalanladang 5 3. Tanah persawahan 8.2 4. Tanah pemukiman penduduk 1813 5. Tanah lahan perkantoran 0.0375 6. Tanah hutan lindung 68 7. Tanah pemakaman 4 8. Lainnya 201 Total 2500

4.7.5 Sarana dan prasarana desa

Kondisi sarana dan prasana umum Desa Gebang secara garis besar adalah sebagaimana tersaji pada Tabel 6 Peraturan Desa 2010. Tabel 6 Sarana dan prasarana desa No Prasarana Desa Jumlah 1. Jalan desa 67 Km 2. Balai desa 1 Unit 3. Sekolah SD 3 Unit 4. Sekolah MI 3 Unit 5. Puskesmas pembantu 1 Unit 6. Masjid 8 Unit 7. Musholla 5 Unit 8. Air bersih 1 Unit

4.7.6 Hubungan masyarakat dengan Taman Hutan Raya

Hubungan masyarakat suku Lampung Pesisir dengan Taman Hutan Raya Wan Abdul achman WAR merupakan hubungan antara sistem sosial dan sistem alam, keduanya terdapat hubungan interaksi dalam hal pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat sekitarnya. Hubungan pemanfaatan ini sudah lama berlangsung secara alami semenjak masyarakat berada di sekitar kawasan sebagai alam lingkungannya. Interaksi antara masyarakat dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan dan peduli dengan masyarakat sekitar hutan. Sumberdaya hutan merupakan potensi lokal yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tentunya dengan pemanfaatan sumberdaya hutan tersebut secara lestari. Menurut Supriyatno 2008, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, sesungguhnya, dapat menjadi pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka merupakan komponen yang paling krusial dalam mengelola dan melestarikan hutan. Perilaku masyarakat yang positif dalam berinteraksi dengan hutan akan mengarah pada terciptanya kondisi hutan yang lestari. Sedangkan, bentuk perilaku yang negatif akan mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan secara tidak bertanggung jawab yang berujung pada kerusakan hutan yang pada akhirnya juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri. Pemanfaatan dan pengembangan tumbuhan pangan dan obat sesuai dengan penegtahuan lokal yang dimiliki, dapat menjadi sarana penghubung mengenai perbedaan nilai kepentingan terhadap upaya melestarikan nilai-nilai alam yang ada di sekitar dan di dalam Tahura WAR dengan kepentingan peningkatan taraf hidup masyarakat lokal. Nilai-nilai keselarasan dan pengetahuan tradisional merupakan potensi yang harus dihargai. Tahura WAR juga mengalami permasalahan-permasalahan sehubungan dengan menurunnya keanekaragaman hayati. Interaksi masyarakat dengan Tahura WAR semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan penduduk terkait dengan mayoritas mata pencaharian masyarakat sebagai petani secara tidak langsung penduduk membutuhkan lahan untuk pengembangan dan menambah hasil produksi dan dengan kondisi lahan yang terbatas, maka sangat mungkin adanya pembukaan lahan dan perambahan kawasan Tahura WAR baik yang dilakukan oleh masyarakat lokal maupun pendatang, kegiatan ini tentunya akan mengancam kelestarian. Hal ini menjadikan masyarakat sekitar sebagai pemegang peran sosial yang selalu berinteraksi dengan sumberdaya alam yang ada baik di dalam maupun di sekitar Tahura WAR, harus memiliki peran yang besar dalam tiap kegiatan yang behubungan dengan pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam yang ada. Masyarakat Dusun Margadalom bekerjasama dengan Dinas Kehutanan membentuk Gabungan Kelompok Tani Gapoktan dalam kegiatan usaha tani yang dilakukan. Terdapat 10 kelompok tani yang dibentuk, yaitu Pematang Kalam, Pematang Mangsa, Sodong, Pelinsian, Perintis, Khago Mufakat, Bakti Lestari, Gunung Batu, Seganti Setumbuan, dan Cinta Damai. Gapoktan tersebut di atas dibentuk sebagai sarana pemenuhan kebutuhan informasi, penerapan pengetahuan sebagai sarana pembelajaran, dan pengembangan kemampuan bertani tiap-tiap anggota yang terlibat. Selain itu diadakannya Gapoktan dapat menjadikan kegiatan usaha tani yang ada lebih terstruktur dalam pengelolaan dan pelaksanaannya. Menurut Syahyuti 2007, pengembangan Gapoktan dilatar belakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian, serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi- fungsi lainnya. Pengembangan Gapoktan merupakan salah satu komponen kelembagaan pedesaan, saling terkait secara fungsional dengan konsep otonomi daerah, pemberdayaan, dan kemandirian lokal, yaitu menciptakan ruang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya, dan mengupayakan pemberdayaan masyarakat agar mampu memanfaatkan ruang yang tercipta. Penyuluhan yang pernah diberikan dari pihak kawasan kepada masyarakat, yaitu penyuluhan mengenai pengelolaan spesies-spesies tanaman keras untuk di tanam di kebun, konservasi tajuk rendah atau tajuk tinggi, bahaya kebakaran hutan, bahaya penebangan pohon, pembukaan lahan di kawasan, dan lain-lain. Selain penyuluhan adanya bantuan yang diterima oleh masyarakat, diantaranya yaitu bantuan bibit melinjo Gnetum gnemon, durian Durio zibethinus, dan lain- lain untuk ditanam di kebun yang berada di wilayah kawasan. Bentuk larangan dari pihak Tahura WAR yang berada baik di dalam maupun sekitar kawasan, yaitu adanya larangan dalam bentuk papan larangan dan teguran langsung dari pihak Polisi Hutan terhadap masyarakat yang melanggar aturan. Bentuk larangan tersebut, diantaranya yaitu dilarang membakar hutan, membuka lahan, penebangan pohon sembarangan, dilarang masuk tanpa izin, serta dilarang melakukan penelitian, menebang, menduduki, mengambil hasil hutan, satwa liar tanpa izin. Harapan dari masyarakat, diantaranya yaitu dipermudahnya akses masyarakat untuk masuk, mengolah, dan menggarap lahan kebun mereka di kawasan. Masyarakat-masyarakat yang tetap taat peraturan baik dari Pemerintah Daerah, Desa maupun Dusun, dan dari pihak Tahura WAR dan kepedulian terkait kelestarian kawasan dan lingkungan sekitar. Masyarakat berharap hutan lestari bermanfaat bagi masyarakat secara turun-temurun, sesuai dengan semboyan masyarakat Dusun Margadalom “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera”.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Potensi Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Pangan Fungsional

5.1.1 Keanekaragaman spesies

Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara dengan responden, ditemukan jumlah spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan sebanyak 45 spesies dari 25 famili dan jumlah terbanyak dari famili Fabaceae sebanyak 9 spesies. Famili Solanaceae dan Poaceae banyak pula dimanfaatkan, masing-masing sebanyak 4 spesies dan 3 spesies. Daftar famili selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan daftar spesies selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa famili Fabaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan famili lainnya. Menurut Bennet 2006, Fabaceae terdiri dari kacang-kacangan dan merupakan sumber makanan penting. Teridentifikasi jumlah spesies tumbuhan yang memiliki kegunaan lain sebagai pangan, yaitu kegunaan sebagai obat, sering disebut dengan pangan fungsional. Pemanfaatan tumbuhan pangan fungsional sebanyak 46 spesies dari 28 famili. Jumlah famili yang paling mendominasi yaitu famili Euphorbiaceae dan Zingiberaceae, masing-masing sebanyak 4 spesies. Selanjutnya famili Arecacea dan Solanaceae masing-masing sebanyak 3 spesies. Daftar famili selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan daftar spesies selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan identifikasi tumbuhan dan wawancara dengan responden, tumbuhan pangan yang dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat sebanyak 5 spesies, vitamin dan mineral sebanyak 66 spesies, protein dan bahan minuman masing-masing sebanyak 4 spesies dan 6 spesies, serta bahan pelengkaprempahpenyedap bumbu dan rempah sebanyak 15 spesies Tabel 7. Menurut Suhardjo 1989, zat-zat gizi dapat ditemukan dalam bentuk makanan pokok sumber karbohidrat, sayur-sayuran dan buah-buahan sumber vitamin dan mineral, kacang-kacangan sumber protein, dan lain-lain. Keterangan lengkap