Analisis Perbandingan Pendapatan dan RC Ratio Usahatani Padi

64 Hasil perhitungan tersebut menggambarkan bahwa biaya usahatani padi semi organik per kilogram outputnya lebih besar dibandingkan biaya usahatani padi anorganik. Jika dilihat dari biaya per kilogram output, komponen biaya pupuk kimia usahatani padi semi organik sebesar Rp 66,67 3,46 . Biaya tersebut lebih kecil dibandingkan biaya pupuk kimia usahatani padi anorganik yaitu Rp 192,30 10,16 . Namun, usahatani padi semi organik harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 98,71 5,13 untuk menyediakan pupuk kompos sebagai input yang memberikan unsur hara alami pada lahan pertaniannya, baik dengan cara memproduksinya sendiri dan bisa juga dengan membelinya di koperasi atau toko pertanian.

6.2.2. Analisis Perbandingan Pendapatan dan RC Ratio Usahatani Padi

Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan yang didapatkan dari penjualan output dan semua biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan usahatani. Pendapatan dikatakan mengalami keuntungan jika nominal penerimaan lebih besar dari biaya usahatani. Pendapatan juga biasa dijadikan sebagai indikator keberhasilan usahatani. Tabel 26. Analisis Pendapatan dan RC Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik 1 Penerimaan Rp 14.838.263,76 Rp 12.096.533,33 2 Biaya - Biaya tetap Rp 875.000,00 Rp 875.000,00 - Biaya variabel Rp 10.494.765,86 Rp 9.183.508,25 3 Biaya total Rp 11.369.765,86 Rp 10.058.508,25 4 Pendapatan Rp 3.468.497,91 Rp 2.038.025,08 5 RC ratio 1,31 1,20 Sumber : Data Primer, 2011 65 Tabel di atas menggambarkan jumlah penerimaan dan pendapatan usahatani semi organik dan anorganik. Pendapatan biasanya dijadikan indikator keberhasilan dari suatu usahatani. Usahatani semi organik menghasilkan penerimaan sebesar Rp 14.838.263,76 dan usahatani padi anorganik yaitu sebesar Rp 12.096.533,33. Penerimaan usahatani padi anorganik menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan penerimaan pada usahatani padi semi organik. Penerimaan dipengaruhi oleh total produksi dan harga output dari usahatani, penerimaan semi organik lebih besar karena harga rata-rata produksi yang lebih besar yaitu sebesar Rp 2.489,29 dibandingkan harga rata-rata output padi anorganik yaitu sebesar Rp 2.220, rata-rata total produksi yang dihasilkan usahatani semi organik yaitu 5960,84 kgha yang sedikit lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu hanya 5448,89 kgha. Penerimaan usahatani akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani semi organik dan anorganik. Besarnya pendapatan usahatani semi organik yaitu sebesar Rp 3.468.497,91, sedangkan pada usahatani padi anorganik pendapatan yang dihasilkan yaitu sebesar Rp 2.038.025,08. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dibandingkan anorganik. Berdasarkan analisis RC ratio maka terlihat kedua usahatani merupakan kegiatan yang layak untuk dijalankan. Nilai RC ratio atau perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik yaitu 1,31. Rasio tersebut lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yang hanya 1,20. Petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu dengan nominal Rp 1.310.000 dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.200.000 untuk setiap biaya sebesar Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka. 66 Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan H0 yaitu pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per hektar per musim tanam dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Std. Deviation Std. Error Mean Sig. 2-tailed Semi Organik 3.468.497,9053 1.570.395,81669 405.474,45633 .024 Anorganik 2.038.025,0800 1.712.910,44680 442.271,57560 .024 Sumber : Data Primer, 2011 Nilai signifikansi 2-tailed adalah sebesar 0,024 dan 0,024, nilai sig. 2- tailed tersebut lebih kecil dari taraf nyata sebesar sepuluh persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik. Dalam hal ini berarti pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Tabel 28. Analisis Pendapatan dan RC Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik 1 Penerimaan Rp 2.489,29 Rp 2.220 2 Biaya - Biaya tetap Rp 154,73 Rp 154,73 - Biaya variabel Rp 1.770,33 Rp 1.737,97 3 Biaya total Rp 1.925,07 Rp 1.892,70 4 Pendapatan Rp 564,22 Rp 327,30 5 RC ratio 1,29 1,17 Sumber : Data Primer, 2011 67 Kesimpulan analisis pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram outputnya sama dengan analisis per hektar per musim tanam bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan dan RC ratio yang lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik. Nilai pendapatan yang didapatkan usahatani padi semi organik yaitu sebesar Rp 564,22, sedangkan usahatani padi anorganik yaitu Rp 327,30. RC ratio dari usahatani padi semi organik yaitu 1,29 dan usahatani padi anorganik 1,17. Ratio tersebut mengartikan bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi per kilogram outputnya, petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu sebesar Rp 1.290.000 dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.170.000 untuk setiap biaya yaitu sebesar Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka. Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram output juga akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan sama yaitu H0 bahwa pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik per kilogram outputnya, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani penggarap per Kilogram per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Std. Deviation Std. Error Mean Sig. 2-tailed Semi Organik 564,22467 130,35577 33,65771 .000 Anorganik 327,29867 147,78966 38,15913 .000 Sumber : Data Primer, 2011 68 Dari hasil olahan data di atas terlihat bahwa nilai signifikansi 2-tailed adalah sebesar 0,000 dan 0,000. Nilai sig. 2-tailed tersebut lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu lima persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik. Pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Berdasarkan wawancara di lapang, beberapa petani yang masih menggunakan sistem pertanian anorganik mengaku enggan untuk beralih menjadi sistem pertanian yang mengarah pada organik karena kerumitan proses yang harus dihadapi mereka nantinya, terutama saat proses pemupukan. Namun bagi petani semi organik, hal itu sudah menjadi rutinitas yang sudah menjadi hal biasa yang dilakukan mereka. Jika penyediaan pupuk organik diproduksi sendiri oleh petani, secara umum pengurangan pupuk kimia tersebut dan penambahan pupuk organik bisa menghemat proporsi biaya pupuk yang harus dikeluarkan petani untuk usahataninya. Berdasarkan teori, pada dasarnya penerapan sistem pertanian ke arah organik akan membutuhkan pengorbanan yang besar terutama pada tenaga kerja karena biasanya hal itu berpengaruh pada rentannya tumbuhan terhadap hama, sehingga perlu perlakuan yang menyita tenaga kerja yang lebih besar dari usahatani anorganik. Saat penggunaan sistem usahatani semi organik pada petani di Desa Ciburuy, lahan usahatani mereka tidak pernah terserang wabah hama dalam skala besar yang mungkin nantinya akan merugikan petani. Hama tikus menyerang Desa Ciburuy pada tahun 1958, 1985 dan 1991, hama wereng di tahun 69 1978 dan ulat garayak di tahun 1983. Namun, semenjak saat itu lahan usahatani di desa ini sudah tidak diserang lagi oleh hama tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja tidak terlalu tinggi atas perubahan sistem pertanian ini. Pengeluaran biaya usahatani sebenarnya sangat bisa untuk diminimalkan jika petani bisa mengeluarkan biaya dengan efektif serta efisien, dan keuntungan yang optimal pun bisa didapatkan. Harga hasil output semi organik di Desa Ciburuy mendapatkan harga jual yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Hal itu sangat beralasan mengingat padi semi organik ini sudah memiliki pemasaran yang cukup baik. Beras semi organik akan dibeli dari para petani dan dikumpulkan oleh Koperasi yang dikelola oleh desa, nantinya padi tersebut akan mengalami pengolahan pasca panen hingga menjadi beras yang siap dikonsumsi. Koperasi juga akan melakukan proses packaging hingga beras terlihat menarik untuk dijual nantinya. Pemasaran beras semi organik ini sudah mencapai target beberapa daerah perumahan, perkantoran bahkan rumah sakit. Oleh karena itu padi sawah semi organik ini dihargai sedikit lebih tinggi karena sistem pemasaran yang sudah cukup baik. Keunggulan yang didapat dari penerapan sistem pertanian semi organik yaitu akan mendapatkan bahan pangan yang lebih baik dari sisi kesehatan karena telah menghindari pemakaian pestisida berbahaya, bahkan beras produksi Desa Ciburuy ini telah dinyatakan bebas residu pestisida kimia oleh Departeman Kesehatan. Kondisi tanah perlahan juga mulai diperbaiki tingkat kesuburannya, pada jangka panjang diharapkan kondisi tanah berada pada tingkat kesuburan yang sudah tidak membutuhkan pemakaian pupuk kimia. 70 Berdasarkan teori, produksi pertanian dengan menggunakan input organik biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pertanian anorganik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Departemen Agronomi di Filiphina tahun 2002, output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu 1.253 kgha dan 1.489 kgha dengan anorganik. Output padi yang dihasilkan pada kawasan Baco Oriental, Mindoro dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu 1.175 kgha dan 1.706 kgha dengan anorganik. Sedangkan, Output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian LEISA yaitu 1445 kgha dan kawasan Baco Oriental, Mindoro sebesar 1378 kgha. Jadi dapat disimpulkan output yang dihasilkan dari sistem pertanian organik lebih rendah dari anorganik dan LEISA Department of Agronomy, College of Agriculture, 2002. Teori tersebut tidak terjadi pada sistem pertanian semi organik, perubahan sistem pertanian ini tidak menyebabkan penurunan hasil produksi mereka karena usahataninya masih tetap menggunakan tunjangan pupuk kimia, walaupun kadarnya dikurangi namun sepertinya hal itu tetap menjaga daya produktivitas lahan sehingga produksi tidak menurun. Penggunaan sistem pertanian semi organik ini juga telah berlangsung sekitar tujuh tahun yang lalu, sehingga kesuburan lahan secara perlahan mulai diperbaiki dengan penggunaan kompos pada lahan pertanian dan berpengaruh terhadap daya produktivitasnya. 71 Tabel 30. Analisis Pendapatan dan RC Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam dengan Harga Output yang Sama No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik 1 Penerimaan Rp 13.233.068,69 Rp 12.096.533,33 2 Biaya - Biaya tetap Rp 875.000,00 Rp 875.000,00 - Biaya variabel Rp 10.494.765,86 Rp 9.183.508,25 3 Biaya total Rp 11.369.765,86 Rp 10.058.508,25 4 Pendapatan Rp 1.863.302,83 Rp 2.038.025,08 5 RC ratio 1,16 1,20 Sumber : Data Primer, 2011 Tidak semua produk dihasilkan usahatani yang mengarah pada sistem organik dapat diterima dengan harga yang baik oleh pasar. Pemasaran pada output produk beras semi organik Desa Ciburuy telah menerima harga yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Namun, jika perhitungan penerimaan menggunakan harga output yang sama maka usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1.863.302,83 dan usahatani padi anorganik menghasilkan pendapatan sebesar Rp 2.038.025,08. Nilai pendapatan usahatani padi semi organik lebih kecil dari usahatani padi anorganik. Oleh karena itu pemasaran hasil pertanian sangat perlu diperhatikan agar kesejahteraan petani bisa ditingkatkan lagi dengan sistem penjualan output pertanian yang baik.

6.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi