Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

6 petani yang mulai mencari jalan tengah dari persoalan tersebut yaitu menerapkan sistem pertanian yang mengurangi pemakaian pupuk kimia, kemudian mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik dan membebaskan lahan pertanian mereka dari pemakaian pestisida kimia. Harapannya bahwa di masa mendatang pemakaian pupuk kimia dapat dilepaskan seutuhnya dan terjadi peningkatan tingkat kesuburan tanah. Pendapatan merupakan unsur yang terpenting untuk dipertimbangkan dalam berbagai kegiatan termasuk pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menelaah kelayakan dan besarnya nilai perbedaan pendapatan antara petani anorganik dengan petani semi organik atau petani yang telah mengurangi pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya menggunakan pupuk organik. Penelitian ini juga akan melihat faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia dan menggunakan pupuk organik tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan permintaan pertanian organik dunia mencapai 15 - 20 pertahun, namun pangsa pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar 0,5 - 2 dari keseluruhan produk pertanian. Meskipun di Eropa penambahan luas areal pertanian organik terus meningkat dari rata-rata dibawah 1 dari total lahan pertanian pada tahun 1987 menjadi 2 - 7 di tahun 1997, namun tetap saja belum mampu memenuhi pesatnya permintaan. Inilah kemudian yang memacu permintaan produk pertanian organik dari negara-negara berkembang Suyono dan Hermawan, 2006. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang 7 menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20 per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. 1 Perkembangan pertanian organik sedang mendapat perhatian yang besar dari masyarakat. Banyak masyarakat yang sengaja beralih untuk mengkonsumsi pangan yang diproduksi menggunakan sistem pertanian organik. Perkembangan informasi mengenai pertanian organik juga sedang ditingkatkan diantara para petani di Indonesia, agar pertanian Indonesia bisa menerapkan sistem pertanian yang berkelanjutan dan tetap menghasilkan produksi yang baik pada masa mendatang. Kecamatan Cigombong merupakan daerah di Kabupaten Bogor yang memiliki luas lahan pertanian cukup besar. Hasil komoditasnya berupa padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian yang mengarah kepada pertanian berkelanjutan mulai diterapkan pada Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong. Usahatani padi sawah pada desa ini masih ditunjang oleh pemakaian pupuk kimia, namun kadar pemakaiannya dalam proses produksi dikurangi secara bertahap dan memasukkan input pupuk organik pada usahatani tersebut untuk memperbaiki unsur hara dalam tanah, diharapkan kedepannya ketergantungan lahan pada pupuk kimia dapat dihilangkan sepenuhnya. Penggunaan berbagai pestisida yang membahayakan dilarang pada usahatani ini dan digantikan dengan penggunaan pestisida nabati. Komoditas padi di desa ini telah menghasilkan produk dengan merk SAE Sehat, Aman, Enak. Jumlah komoditas padi sawah 1 Litbang Pertanian. http:www.litbang.deptan.go.idberitaone17. Diakses 26 Mei 2011 8 yang dihasilkan pada Kecamatan Cigombong selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong tahun 2008 No Desa Luas Panen Ha Hasil per Hektar TonHa Produksi Ton 1. Tugu Jaya 190 5,20 1.244 2. Cigombong 27 5,10 183 3. Wates Jaya 13 5,00 92 4. Srogol 37 5,00 247 5. Ciburuy 88 4,90 555 6. Cisalada 197 5,10 1.256 7. Pasir Jaya 86 4,50 468 8. Ciburayut 146 4,50 798 9. Ciadeg 324 4,00 1.667 Jumlah 1.108 5,88 6.510 Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2009 Tabel diatas menggambarkan jumlah produksi padi sawah yang dihasilkan Kecamatan Cigombong tahun 2008. Total kesuluruhan produksi dari seluruh desa pada tahun tersebut yaitu 6.510 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Desa Ciadeg dengan total produksi 1.667 ton dengan luas panen 324 ha dan produksi terendah yaitu 92 ton pada Desa Wates Jaya dengan luas panen 13 ha. Desa Ciburuy dengan luas panen sebesar 88 ha mampu menghasilkan produksi padi sawah sebesar 555 ton, sedangkan Desa Cisalada dengan luas panen sebesar 197 ha menghasilkan produksi padi sawah sebesar 1.256 ton. Peralihan sistem pertanian yang digunakan petani dari sistem anorganik menjadi semi organik juga mempengaruhi besaran pendapatan yang dihasilkan oleh petani. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini mengkaji apakah penerapan usahatani semi organik dapat meningkatkan keuntungan yang dilihat dari indikator pendapatan yang dihasilkan para petani. Menurut Sutanto 2002, sistem usahatani yang berkelanjutan dapat diukur berdasarkan keuntungan yang diperoleh dan resiko yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. 9 Dalam sistem usahatani, tanah dapat ditingkatkan produktivitasnya melalui penggunaan bahan organik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan, konservasi sumberdaya tanah dan air serta dihindarkan dari terjadinya pencemaran. Sistem usahatani harus direncanakan dan disusun sesuai dengan kebutuhan unsur hara dan selanjutnya akan membantu dalam mempertahankan produktivitas tanah. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1 Apakah sistem usahatani padi semi organik atau anorganik petani penggarap yang lebih layak diusahakan petani? 2 Bagaimana tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap? 3 Apa faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia?

1.3. Tujuan Penelitian