4.2 Pembahasan
Landak merupakan mamalia yang unik terutama kemampuannya dalam mempertahankan diri. Landak memertahankan diri dengan menggunakan duri-
duri yang ada di sekujur tubuhnya. Ketika merasa terancam landak akan menegakkan duri yang ada di tubuhnya dan menghasilkan suara berderak yang
berasal dari duri yang ada di ekor Roze 1989; Wardi et al. 2011. Jika ancaman berlanjut maka landak akan bertindak agresif dengan membalikkan badannya dan
bersiap menyerang dengan cara berusaha menancapkan duri-duri tajamnya ke dalam tubuh musuh Sastrapradja et al. 1982; Wardi et al. 2011. Selain itu
perilaku menegakkan duri pada landak juga terlihat pada saat sebelum dan sedang berlangsungnya kopulasi. Perilaku ini terlihat pada landak betina saat menegakkan
duri di bagian belakang tubuh dan mengangkat ekornya sehingga daerah urogenital terekspos kepada landak jantan Gambar 12. Aktivitas ini akan
memudahkan landak jantan untuk menaiki landak betina mounting dan melakukan penetrasi penis ke dalam vagina intromission Felicioli et al. 1997.
Aktivitas landak Jawa dalam menggali dan membuat lubang juga dilakukan sebagai bentuk adaptasinya di dataran rendah. Landak membuat lubang dengan
cara menggali tanah pada gua-gua, celah bebatuan, daerah berbukit, dan tanah lapang dengan kondisi tanah yang beragam Michael et al. 2003. Aktivitas
menggali dilakukan secara cepat menggunakan kaki depan untuk menguraikan tanah, kemudian tanah akan dibuang dan dikeluarkan dari lubang penggalian
dengan menggunakan kaki belakang Feldhamer et al. 1999. Kombinasi gerakan kaki depan dan kaki belakang secara abduksi, adduksi, protraksi, dan retraksi ke
arah kaudal dan lateral dilakukan sehingga tanah dapat dbuang dan dikeluarkan dari lubang penggalian. Aktivitas-aktivitas landak Jawa dalam mempertahankan
diri, kopulasi, adaptasi terhadap lingkungan dengan membuat lubang, dan aktivitas lainnya tersebut perlu melibatkan struktur anatomis, salah satunya oleh
struktur dan susunan perototan daerah panggul dan paha pada kaki belakang. Landak Jawa memiliki musculus cutaneous yang sangat lebar dan tebal.
Otot kulit ini menutupi permukaan daerah panggul dan paha lateral dengan arah serabut kaudodorsal. Pada landak Jawa ditemukan bahwa duri-duri pertahanan
yang menempati sebagian besar daerah panggul dan paha menancap hingga m.
cutaneous ini. Menurut Grzimek 1975 otot kulit pada landak berfungsi sebagai tempat melekat dan menarik duri ke atas penegang ketika ada ancaman yang
mendekat. Beberapa spesies hewan seperti anjing, babi, kuda, dan pemamah biak tidak memiliki struktur m. cutaneous pada daerah panggul dan paha Pasquini et
al. 1989. Selain itu, arah serabut kaudodorsal pada otot ini diduga akan menegakkan duri ke arah dorsokaudal dan kaudolateral. Arah tegak duri tersebut
menyebabkan landak akan selalu berusaha memertahankan dirinya dari arah belakang dan lateral tubuhnya, sehingga posisi menyerang dominan landak adalah
dalam keadaaan membelakangi musuhnya Gambar 11. Struktur m. cutaneous pada daerah gluteal juga dapat ditemukan pada spesies beruk Macaca
nemestrina yang disebut dengan m. panniculus carnosus, namun memiliki fungsi berbeda yaitu sebagai penggerak kulit daerah punggung saat menyingkirkan
kotoran dan serangga yang menggigit Husein 2012. Secara umum landak Jawa memiliki kelompok otot gelang panggul yang
tidak jauh berbeda dengan anjing, babi, dan pemamah biak. Namun dengan ukuran ruas pada ossa vertebrae lumbales yang lebih pendek, maka otot pada
gelang panggul menjadi relatif lebih pendek pada landak Jawa. Secara umum otot-otot gelang panggul memiliki fungsi utama sebagai fleksor collumna
vertebralis ke ventral dan lateral serta mencuramkan sikap pelvis. Kelompok otot gelang panggul pada landak Jawa tersusun atas m. psoas minor, m. iliopsoas m.
iliacus venter lateral et medial, m. psoas major, dan m. quadratus lumborum. Musculus psoas minor berukuran relatif kecil dan pendek pada landak Jawa.
Otot ini memiliki origo yang berupa serabut muskularis, sedangkan insersionya berupa serabut urat yang panjang dan tipis. Struktur otot ini mirip dengan hewan
lain seperti anjing, babi, dan pemamah biak Sisson 1975, namun pada landak Jawa m. psoas minor memiliki ukuran yang relatif lebih kecil dan pendek
disebabkan oleh ukuran ossa vertebrae lumbales yang lebih pendek. Menurut Sisson 1975 otot ini berfungsi sebagai fleksor collumna vertebralis ke ventral
dan mencuramkan sikap pelvis. Pada landak terdapat gerakan mendorong dan memasukkan penis ke dalam vagina intromission ketika kopulasi Felicioli et al.
1997. Gerakan pelvis ini sangat efektif dengan bentuk m. psoas minor berupa serabut muskularis pada origonya dan berbentuk pita urat tipis dan panjang pada
insersionya. Dengan bentuk ini, sedikit kontraksi pada m. psoas minor akan dapat menarik pelvis ke arah kranial sehingga sangat menghemat energi pada saat
kopulasi Supratikno 2002. Musculus iliopsoas terdiri atas tiga otot yaitu m. psoas major, m. iliacus
venter lateral, dan m. iliacus venter medial. Struktur m. iliopsoas pada landak Jawa memiliki ukuran yang tebal dengan origo yang hampir mirip dengan pada
anjing yaitu pada os vertebrae thoracales XIII serta corpus dan processus transversus dari ossa vertebrae lumbales. Sedangkan pada babi, kuda, dan
pemamah biak otot ini berorigo pada dua costae terakhir serta corpus dan processus transversus ossa vertebrae lumbales Sisson 1975. Secara keseluruhan
otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian paha, fleksor collumna vertebralis ke lateral jika bekerja monolateral, dan fleksor collumna vertebralis ke ventral jika
bekerja bilateral Pasquini et al. 1989. Pada anjing, babi, dan pemamah biak otot
ini terutama berfungsi untuk meneruskan kekuatan dorongan kaki belakang ke sumbu tubuh pada saat berjalan atau berlari. Sedangkan pada landak Jawa, otot
ini diduga berpengaruh pada kemampuan memertahankan dirinya dengan cara menghempaskan ekor serta tubuh bagian belakang untuk menyerang musuhnya
Vaughan et al. 2000. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara memfleksorkan collumna vertebralis ke lateral secara kuat terutama oleh m. psoas major yang
berukuran lebih tebal. Selain itu aktivitas ini juga membutuhkan kelenturan gerakan collumna vertebralis yang ditunjang oleh m. iliacus venter lateral et
medial yang berukuran lebih tipis dan pendek. Landak Jawa memiliki m. quadratus lumborum yang berbeda
dibandingkan pada anjing, babi, dan pemamah biak. Pada landak Jawa otot ini unik karena terbagi menjadi venter medial dan venter lateral yang tidak dimiliki
oleh struktur m. quadratus lumborum pada hewan lainnya Gambar 2. Sehingga diduga m. quadratus lumborum pada landak Jawa berfungsi memperkuat kerja
dari m. iliopsoas untuk memfleksor collumna vertebralis ke lateral dan menghempaskan daerah panggul dan ekor untuk menyerang musuh. Sedangkan
pada anjing, babi, dan pemamah biak otot ini berorigo pada dua atau tiga ossa vertebrae thoracales terakhir dan processus transversus lumbales, serta
berinsersio pada ala ossis ilii Budras et al. 2007; Sisson 1975. Sehingga pada
anjing, babi, dan pemamah biak otot ini lebih berperan sebagai fiksator ossa vertebrae lumbales dan dua atau tiga costae yang terakhir Pasquini et al. 1989.
Kelompok otot paha lateral pada landak Jawa terdiri atas m. tensor fasciae latae, m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. piriformis, m. gluteus
profundus, m. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, m. quadriceps femoris, mm. gemelli, m. obturatorius externus, dan m. obturatorius
internus. Landak Jawa memiliki kelompok otot panggul dan paha lateral yang sangat berkembang. Otot-otot yang berperan sebagai abduktor, protraktor dan
retraktor kaki belakang mendominasi dengan ukurannya yang relatif lebar dan tebal yaitu m. tensor fasciae latae, m. quadriceps femoris, m. gluterus medius, m.
biceps femoris, dan m. semitendinosus. Musculus tensor fasciae latae pada landak Jawa berukuran sangat lebar dan
tebal, serta bersatu dengan m. sartorius pars cranialis. Ukurannya yang sangat lebar dan tebal menyebabkan otot ini mampu memfleksor persendian paha dan
mengekstensor persendian lutut secara maksimal. Keadaan ini menguatkan dugaan bahwa otot ini berperan dalam aktivitas menggali dengan gerakan
protraksi kaki belakang secara maksimal. Gerakan protraksi ini kemudian dilanjutkan oleh otot-otot retraktor dan abduktor kaki belakang, sehingga tanah
dapat dikeluarkan ke arah kaudolateral dari lubang penggalian. Selain itu, kemampuan memrotraksikan kaki belakang juga berperan pada saat meninggikan
daerah panggul landak dalam posisi menungging untuk mengarahkan duri pertahanan ke arah musuhnya Compion 2010. Pada anjing, babi, dan pemamah
biak otot ini terutama berfungsi untuk gerakan ketika berlari. Fungsi keseluruhan dari otot ini adalah memfleksor persendian paha, meregangkan fascia lata, dan
ekstensor persendian lutut Pasquini et al. 1989. Untuk fungsi meregangkan fascia lata, otot ini dibantu oleh m. sartorius pars cranialis.
Gambar 12 Perilaku mempertahankan diri pada landak Compion 2010.
Musculus gluteus superficialis pada landak Jawa merupakan otot yang relatif besar dan tebal serta terletak profundal dari m. tensor fasciae latae. Landak
Jawa memiliki m. gluteus superficialis yang tidak bersatu dengan otot lainnya sama seperti pada anjing. Otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian paha
yang menyebabkan kaki belakang tertarik ke kaudal. Berdasarkan fungsinya, maka otot ini diduga bekerja sinergis dengan otot-otot retraktor kaki belakang
memberikan kontribusi pada perilaku landak dalam menggali tanah dan berjalan. Sedangkan pada babi dan pemamah biak otot ini bersatu dengan m. biceps femoris
membentuk m. gluteobiceps Pasquini et al. 1989. Pada babi dan pemamah biak hal ini bertujuan untuk memperkuat retraksi kaki belakang sehingga mendapatkan
gaya dorong yang lebih kuat Supratikno 2002. Landak Jawa memiliki musculus gluteus medius yang relatif panjang dan
tebal dengan insersio yang membulat. Otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian paha dan abduktor kaki belakang. Penebalan otot ini diduga berkaitan
dengan tuntutan gerakan retraksi yang kuat pada saat landak menggali dan
mengeluarkan tanah dari lubang penggalian. Pada anjing keadaan otot ini berukuran lebih pendek diduga lebih banyak berkontribusi pada saat anjing berlari
dan membutuhkan gaya dorong yang kuat. Pada pemamah biak m. gluteus medius relatif tidak terlalu subur karena tidak banyak melakukan gerakan retraksi kaki
belakang Nurhidayat et al. 2009. Pada bagian profundal otot ini sebagian bersatu dengan insersio dari m. gluteus profundus. Sedangkan pada bagian kaudal
otot ini terdapat musculus piriformis yang memiliki ukuran lebih kecil, sehingga diduga berfungsi menunjang m. gluteus medius dalam melakukan gerakan
ekstensor persendian paha dan abduktor kaki belakang. Musculus gluteus profundus untuk sebagian bersatu dengan m. gluteus
medius di bagian insersionya. Pada landak otot ini mirip dengan anjing namun berukuran relatif lebih kecil. Pada anjing otot ini berfungsi sebagai penunjang
gerak abduksi kaki belakang oleh m. gluteus medius Budras et al. 2007. Berdasarkan analogi ini maka pada landak Jawa otot ini diduga berfungsi untuk
menunjang m. gluteus medius dalam gerakan abduksi kaki belakang. Gerakan abduksi kaki belakang penting bagi perilaku menggali tanah karena menyediakan
gaya dorong kaki belakang ke lateral sehingga tanah bisa dikeluarkan ke lateral
dari lubang penggalian. Kelompok otot gluteal bekerjasama secara sinergis untuk menghasilkan gerakan retraksi yang kuat, ekstensor persendian paha, dan abduksi
kaki belakang terutama pada perilaku landak dalam menggali tanah yang kemudian mengeluarkannya ke arah kaudolateral dari lubang penggalian.
Landak Jawa memiliki struktur musculus biceps femoris yang berbeda dengan anjing, babi, dan pemamah baik. Pada landak otot ini sangat lebar dan
tebal serta terbagi menjadi dua kepala caput pada origonya. Keunikan dari otot ini pada landak Jawa adalah origonya yang mencapai hingga ke processus
spinosus dari ossa vertebrale sacrale dan ossa coccygea I-III, sama seperti pada origo m. semitendinosus. Origo yang mencapai ke daerah sakrum dan ekor pada
kedua otot ini diduga berperan sebagai mekanisme pertahanan diri dengan cara menghempaskan daerah panggul dan ekor secara aktif untuk menyerang musuh.
Apabila otot ini bekerja sama dengan m. iliopsoas, m. quadratus lumborum, dan m. semitendinosus maka diduga serangan yang dihasilkan oleh landak dapat
berakibat pada luka tusukan duri yang fatal pada musuh. Selain itu diduga otot ini juga berperan sebagai penghasil suara duri berderak pada saat mengancam musuh
dengan cara menggerakkan ekor secara cepat dan ritmis. Secara keseluruhan otot ini berfungsi sebagai ekstensor pesendian paha, fleksor persendian lutut pada saat
tungkai diangkat dari tanah, dan abduktor kaki belakang Budras et al. 2007; Pasquini et al. 1989. Selain itu, pada landak Jawa otot ini memiliki insersio yang
melebar dan tidak terbagi hingga ke daerah distal os tibia. Sehingga otot ini diduga berperan memperkuat gerakan fleksor persendian lutut, namun membatasi
kemampuan landak Jawa dalam melakukan posisi bipedal. Musculus abductor cruris caudalis memiliki ukuran yang relatif panjang
dan tipis pada landak Jawa. Otot ini juga dimiliki oleh anjing dengan ukuran yang lebih panjang dan tebal dibandingkan dengan landak Jawa Evans dan Alexander
2010. Sedangkan pada babi dan pemamah biak otot ini tidak ditemukan Sisson 1975. Menurut Budras et al. 2007 otot ini berfungsi sebagai penunjang yang
kurang signifikan bagi fungsi abduksi dari m. biceps femoris. Musculus semitendinosus merupakan otot yang relatif panjang dan tebal
dengan origo yang lebar dan membulat. Pada landak Jawa otot ini memiliki origo yang terletak pada processus spinosus dari ossa vertebrale sacrale dan ossa
vertebrae coccygea I-III sama seperti origo dari m. biceps femoris caput sacrale. Sehingga diduga otot ini berperan untuk menunjang kerja m. biceps femoris dalam
mekanisme pertahanan diri dengan cara menghempaskan ekor dan bagian belakang tubuhnya untuk menyerang serta menghasilkan suara berderak untuk
mengancam musuhnya. Sedangkan insersionya terbagi pada bagian lateral dan medial di distal os tibia. Keadaan otot yang terpisah pada insersionya diduga
dapat meningkatkan daya retraksi dan abduksi untuk memperkuat dorongan kaki belakang ke kaudal dan lateral pada saat menggali tanah dan berjalan. Selain itu,
pada perilaku landak terdapat aktivitas menjilati regio inguinal untuk merangsang perkemihan Norsuhana et al. 2009. Sehingga ketika otot ini bersinergi dengan
otot-otot abduktor kaki belakang lainnya maka diduga dapat menunjang gerakan abduksi kaki belakang untuk mempermudah mencapai regio inguinal. Keadaan
otot ini berbeda pada anjing, babi, dan pemamah biak karena memiliki origo yang terletak pada tuber ischii dengan insersio yang tidak terpisah dan terletak lebih ke
distal dari os tibia. Selain itu pada babi otot ini memiliki dua kepala mirip seperti pada kuda Sisson 1975. Secara umum fungsi m. semitendinosus pada anjing,
babi, dan pemamah biak adalah sebagai ekstensor persendian paha, fleksor persendian lutut, dan abduktor kaki belakang Budras et al. 2007; Sisson 1975.
Musculus semimembranosus merupakan otot yang tebal pada landak Jawa. Keadaan otot ini mirip seperti pada anjing, babi, dan pemamah biak dengan origo
pada tuber ischii dan insersio pada condylus medialis dari os femoris dan os tibia Budras et al. 2007; Sisson 1975. Fungsi dari otot ini adalah sebagai ekstensor
persendian paha, fleksor persendian lutut, dan adduktor kaki belakang Nurhidayat et al. 2009; Pasquini et al. 1989. Hal ini diduga pada landak Jawa otot ini
berperan memperkuat fungsi retraksi kaki belakang yang dilakukan oleh m. biceps femoris dan m. semitendinosus.
Musculus quadriceps femoris terdiri atas empat otot pada landak Jawa yaitu m. vastus lateralis, m. rectus femoris, m. vastus intermedius, dan m. vastus
medialis. Otot ini memiliki ukuran yang relatif lebar, tebal, dan cembung di bagian dorsalnya. Menurut Pasquini et al. 1989 otot ini berfungsi sebagai
ekstensor utama persendian lutut dan fleksor persendian paha. Selain itu otot ini juga berfungsi sebagai adduktor kaki belakang pada saat m. vastus medialis
berkontraksi. Ukurannya yang relatif tebal pada keempat venter menghasilkan kontraksi yang kuat untuk melakukan fungsi ekstensor lutut. Sehingga otot ini
diduga berperan pada saat landak mengekstensikan persendian lutut semaksimal mungkin untuk mencapai posisi menungging dan menyerang musuhnya Compion
2010. Selain itu otot ini juga diduga berperan untuk mencapai posisi bipedal pada saat landak jantan menaiki betina dan melakukan kopulasi Felicioli et al.
1997. Posisi bipedal dapat dicapai dengan fungsi ekstensi persendian lutut secara maksimal oleh m. quadriceps femoris yang ditunjang oleh m. tensor fasciae latae,
serta fungsi ekstensi persendian paha secara maksimal yang dilakukan oleh kelompok otot gluteal.
Gambar 13 Perilaku kawin pada Hystrix cristata. A. landak betina
memperlihatkan daerah inguinal display behavior, B. landak jantan menaiki betina dan intromisi
Felicioli et al. 1997
. Musculi gemelli pada landak Jawa memiliki keadaan yang hampir mirip
dengan pada anjing dibandingkan pada babi dan pemamah biak. Hal ini dikarenakan pada landak Jawa dan anjing otot ini dipisahkan oleh insersio m.
obturatorius internus menjadi m. gemellus superior et inferior Budras et al.
2007. Sedangkan pada babi dan pemamah biak otot ini merupakan otot yang tidak dipisahkan oleh otot lainnya Sisson 1975. Menurut Pasquini et al. 1989
otot ini berfungsi untuk memutar kaki belakang ke lateral. Pada landak Jawa otot ini diduga berperan terutama untuk menunjang dan memperkuat gerakan abduksi
kaki belakang seperti pada saat aktivitas menggali tanah dan menjilati regio inguinal. Aktivitas menjilati regio inguinal yang dilakukan oleh landak bertujuan
untuk merangsang perkemihan Norsuhana et al. 2009. Musculus obturatorius externus pada landak Jawa memiliki keadaan yang
hampir mirip seperti pada anjing, babi, dan pemamah biak. Menurut Pasquini et al. 1989 otot ini berfungsi untuk memutar kaki belakang ke lateral. Sehingga
pada landak Jawa otot ini diduga menunjang fungsi mm. gemelli dan m.
A B
obturatorius externus untuk memperkuat gerakan abduksi kaki belakang seperti pada saat aktivitas menggali tanah dan menjilati regio inguinal untuk merangsang
perkemihan. Musculus obturatorius internus pada landak Jawa memiliki keadaan yang
mirip dengan anjing dibandingkan pada babi dan pemamah biak. Hal ini dikarenakan pada landak Jawa dan anjing, otot ini keluar dari ruang panggul
melalui insicura ischiadica minor untuk mencapai insersionya di fossa trochanterica Pasquini et al. 1989. Selain itu pada landak Jawa dan anjing otot
ini juga memisahkan mm. gemelli menjadi m. gemellus superior et m. gemelli inferior Budras et al. 2007. Sedangkan pada babi dan pemamah biak, otot ini
keluar dari ruang panggul melalui foramen obturatorium untuk mencapai insersionya di fossa trochanterica Nurhidayat et al. 2009; Sisson 1975.
Menurut Sisson 1975 otot ini berfungsi memutar kaki belakang ke lateral. Sehingga pada landak Jawa otot ini juga diduga berperan terutama untuk
menunjang gerakan abduksi kaki belakang seperti pada saat aktivitas menggali tanah dan menjilati regio inguinal untuk merangsang perkemihan.
Musculus sartorius pada landak Jawa terdiri atas dua otot yaitu m. sartorius pars cranialis yang menempati sebagian besar dorsal femur dan m. sartorius pars
caudalis yang terletak lebih ke medial femur. Struktur otot ini mirip dengan anjing dengan otot yang terbagi dua, namun keduanya lebih banyak terletak di
dorsal femur Pasquini et al. 1989. Pada anjing bentuk ini sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai fleksor persendian paha dan ekstensor persendian lutut.
Hal ini berkaitan dengan adaptasi untuk menarik kaki belakang ke depan pada saat berlari mengejar mangsanya Supratikno 2002. Sedangkan pada landak Jawa,
terutama m. sartorius pars cranialis, diduga lebih banyak berperan sebagai protraktor kaki belakang pada saat aktivitas menggali tanah atau meninggikan
daerah panggul dalam posisi menungging untuk mengarahkan duri dan menyerang musuhnya. Berbeda dengan landak dan anjing, pada babi dan pemamah biak otot
ini hanya terbagi di bagian proksimal dan menyerupai bentuk huruf Y yang berfungsi memfiksir arteria dan vena femoralis
Sisson 1975; Pasquini et al. 1989. Pada landak Jawa dengan adanya m. sartorius pars caudalis yang terletak
lebih ke medial femur sekaligus berfungsi sebagai adduktor kaki belakang.
Musculus gracilis merupakan otot yang lebar dan menutupi sebagian besar bidang medial paha pada landak Jawa. Struktur m. gracilis memiliki keadaan
yang hampir sama dengan hewan lainnya. Secara keseluruhan otot ini berfungsi sebagai adductor kaki belakang dan ekstensor persendian lutut Budras et al.
2007; Pasquini et al. 1989. Pada landak Jawa otot ini diduga menunjang gerakan retraksi kaki belakang dalam perilakunya menggali tanah. Sedangkan pada anjing
otot ini memperkuat gaya dorong kaki belakang pada saat berlari terutama pada anjing yang digunakan untuk pacuan Budras et al. 2007.
Musculus pectineus memiliki keadaan yang hampir sama dalam hal origo dan insersio dengan hewan lain. Pada landak Jawa otot ini berbentuk segitiga dan
tebal karena otot ini berfungsi memperkuat kerja m. adductor dalam mengadduksi kaki belakang. Gerakan adduksi kaki belakang diduga bekerja pada saat menggali
dan membuang tanah dari lubang penggalian. Landak Jawa memiliki musculus adductor yang dapat dipisahkan menjadi
dua otot yaitu m. adductor magnus et brevis dan m. adductor longus. Struktur otot ini yang terpisah menjadi dua juga ditemukan pada anjing, namun tidak
ditemukan terpisah pada babi dan pemamah biak Budras et al. 2007; Sisson 1975. M. adductor magnus et brevis memiliki ukuran yang relatif lebih besar
dan mendominasi paha medial lapis profundal, sehingga otot ini lebih banyak berfungsi sebagai adduktor utama paha dan ekstensor persendian paha Pasquini
et al. 1989. Sedangkan pada m. adductor longus yang berukuran lebih panjang dan tipis berfungsi sebagai penunjang fungsi dari m. adductor magnus et brevis.
Gerakan ekstensi persendian paha dan adduksi kaki belakang berperan pada saat landak menggali tanah.
Pengamatan yang dilakukan terhadap otot-otot daerah panggul dan paha landak Jawa menunjukkan bahwa hewan ini memiliki proporsi perdagingan yang
cukup tebal, namun memiliki jaringan lemak intermuskular yang sangat sedikit dan struktur serabut otot-ototnya yang sangat halus. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Aripin dan Mohammad 2008; Storch 1990 yang menyatakan bahwa landak atau porcupine berasal dari kata porcus
‘babi’ dan pine ‘duri’ sehingga disebut sebagai babi berduri, karena potensi perdagingannya yang tebal
seperti babi. Meskipun landak disebut sebagai babi berduri, hewan ini tidak memiliki hubungan filogenetik dengan babi.
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan