Morfologi Landak Jawa Status Konservasi dan Potensi Budidaya Landak Jawa

2.2 Morfologi Landak Jawa

Landak Jawa H. javanica atau Javan porcupine atau biasa dikenal juga sebagai landak ekor pendek Jawa Javan short-tailed porcupine merupakan satwa endemis pulau Jawa. Landak Jawa ditemukan oleh F. Cuvier pada tahun 1823 di Jawa. Landak Jawa memiliki rata-rata bobot badan seberat 10 kg dengan panjang tubuh berkisar antara 45,5-73,5 cm dan panjang ekornya berkisar antara 6-13 cm Gale 2004. Hewan ini memiliki kaki-kaki yang pendek, berjalan menumpu pada telapak plantigradi, baik pada kaki depan dan belakang memiliki lima buah jari, namun digit pertama pada kaki depan mengalami rudimenter Nowak 1999. Landak Jawa memiliki karakteristik bagian tubuh atas yang ditutupi oleh rambut-rambut yang sangat keras berbentuk silinder yang menyerupai duri tajam, berwarna hitam yang melingkarinya atau coklat gelap dan putih. Duri-duri tajam ini digunakan sebagai alat pertahanan diri. Sedangkan pada bagian bawah terlihat tubuhnya tertutupi oleh rambut-rambut pendek berwarna hitam dan terasa agak kasar Farida dan Roni 2011. Landak dewasa dapat memiliki kurang lebih 30.000 batang duri pada tubuhnya. Menurut Sheila 2011 duri landak Jawa dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu duri pipih, duri sejati, duri transisi, dan duri berderak. Berdasarkan pola distribusi, duri pipih terdapat pada regio kepala dan leher, dorsal scapula, thoraks bagian kranial, dan ventral abdomen. Pada duri sejati terdapat di regio thoraks bagian kaudal, lumbal, dorsal femur, pangkal coccygeal, dan median coccygeal. Sedangkan duri transisi hanya terdapat di lumbal, pangkal coccygeal, dan median coccygeal serta duri berderak yang hanya terdapat pada regio apical coccygeal dan dapat berderik seperti halnya ular derik. Bunyi derik tersebut berfungsi untuk mengancam predator landak Findlay 1977.

2.3 Status Konservasi dan Potensi Budidaya Landak Jawa

Menurut Lunde dan Aplin 2008 dalam IUCN International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources landak Jawa termasuk ke dalam kategori least concern yang berarti populasinya dianggap masih banyak di Indonesia. Begitu pula CITES Convention on International Trade in Endangered Species yang mengatur perdagangan spesies satwa dan tumbuhan yang terancam punah, memasukkan landak Jawa ke dalam daftar appendix III yang artinya dianggap belum termasuk kategori terancam punah CITES 2008. Landak Jawa bagi beberapa masyarakat di Indonesia dapat dikonsumsi karena perdagingannya yang tebal, dagingnya bertekstur lembut, seratnya halus, dan rendah lemak Aripin dan Mohammad 2008. Meskipun belum terbukti secara ilmiah, daging landak juga dipercaya sebagai obat tradisonal untuk mencegah keropos tulang; hati dan empedunya berkhasiat menghilangkan sakit asma, dan gerusan duri untuk obat sakit gigi dan bisul Wardi et al. 2011. Bahkan landak Jawa telah menjadi salah satu menu khas di daerah Karanganyar, Jawa Tengah yaitu sate landak disamping sate kelinci yang sudah populer terlebih dahulu. Namun, hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging landak Jawa tersebut masih banyak diperoleh melalui perburuan liar. Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka kelestarian populasi landak Jawa di alam akan semakin menurun dan dapat terancam punah. Dari segi kehalalan, landak Jawa dapat ditinjau dari aspek morfologinya yaitu tidak memiliki gigi taring dan tidak bercakar. Selain itu, kehalalannya dapat didasarkan pada Surat Al Baqarah: 29 “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu ”, dan dalam Surah Al Baqarah: 168 “Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi ”, serta Surat Al Anam: 110 “Mengapa kamu tidak mau memakan binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya ”. Dari ketiga Surat dapat dipahami bahwa semua yang ada di bumi ini dapat dimakan kecuali terdapat pengecualian tertentu. Apabila tidak ada dalil yang mengecualikan suatu makanan dari keumumannya bahwa makanan itu haram, maka makanan tersebut tetap pada hukum asalnya, yaitu mubah atau boleh dikonsumsi. Sebagai contoh, pemerintah Malaysia dengan penduduknya mayoritas muslim, sejak tahun 2005 telah menggalakkan peternakan landak raya H. brachyura dan pada tahun 2008 tepatnya di Banting, Selangor, Malaysia landak raya telah berhasil diternakkan secara komersial. Akibatnya jumlah dan populasi landak raya dapat dipertahankan dan ditingkatkan secara signifikan. Peningkatan populasi landak raya ini tentunya dilakukan oleh pihak Malaysia dengan cara sistem pembiakan teratur dan aplikasi bioteknologi pembiakan terkini sehingga dapat meningkatkan kegunaan spesies ini secara lestari Aripin dan Mohammad 2008. Didasarkan pada contoh tersebut maka dapat dimungkinkan pula jika usaha pelestarian dan pemanfaatan yang sama dapat diterapkan pada landak Jawa. Pemanfaatan landak tidak hanya terbatas pada pemanfaatan dagingnya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Namun, duri-duri yang diperoleh dari landak dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan yang indah dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan dari corak duri landak seperti hitam putih, belang putih hitam, dan belang putih hitam putih yang sangat menarik Vaughn et al. 2000. Contoh kerajinan tangan yang dapat dibuat adalah dekorasi lampu, kaca, tempat tissue, gelang, kalung, dan sebagainya. Pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan sehingga usaha pengelolaan dan pelestarian jumlah populasi landak Jawa dapat dilakukan dengan baik.

2.4 Habitat dan Penyebaran Landak Jawa