Ketersediaan Pangan SITUASI DAN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN DI KAWASAN TIMUR INDONESI
51 konsumsi kalorinya tercukupi. Tingkat kerentanan terhadap kerawanan pangan
yang tinggi ini perlu diwaspadai dan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Sebab, suatu masyarakat yang dikategorikan rentan terhadap rawan
pangan, jika terjadi goncangan sedikit saja bisa membuat masyarakat tersebut berubah menjadi kategori rawan pangan.
Tabel 14 Derajat Ketahanan Pangan Persen
Kategori 2008
2009 2010
K D
K+D K
D K+D
K D
K+D
Tahan Pangan 48,75
25,08 31,88
2,68 35,11
30,62 45,40
24,68 30,63 Rentan Pangan
27,14 52,65
45,32 31,85
44,44 42,69
27,56 51,56 44,67
Kurang Pangan 14,10
6,23 8,49
15,94 9,26
10,18 15,70
6,71 9,29
Rawan Pangan 10,02
16,04 14,31
49,53 11,19
16,51 11,35
17,05 15,41
Sumber: Susenas Panel 2008-2010 diolah Berdasarkan klasifikasi tempat tinggal, pada tahun 2008 dan 2010
sebagian besar rumah tangga di perkotaan termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Hal yang menarik terjadi pada tahun 2009, dimana penduduk di
perkotaan beralih sebagian besar menjadi kategori rawan pangan. Pergeseran kategori penduduk perkotaan pada tahun 2009 dari sebagian besar tahan pangan
menjadi rawan pangan ini menunjukkan bahwa krisis PEF lebih berdampak terhadap penduduk perkotaan dibandingkan penduduk perdesaan.
Sebagian besar penduduk perdesaan termasuk ke dalam kategori rentan pangan, yang artinya konsumsi kalorinya tercukupi namun lebih dari 60 persen
pendapatannya digunakan untuk konsumsi makanan. Sebagian besar aktivitas penduduk perdesaan membutuhkan energi yang besar sehingga asupan kalorinya
juga tinggi, namun dilihat dari tingkat kesejahteraan ekonominya, penduduk perdesaan masih lebih rendah dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Selain
itu, terbatasnya sarana di perdesaan menyebabkan tingginya kerentanan pangan di perdesaan bila dibandingkan dengan perkotaan. Akses pangan di perkotaan
cenderung lebih mudah dibandingkan dengan akses pangan di perdesaan. Berdasarkan perhitungan provinsi, pada tahun 2008 hampir semua
provinsi di KTI termasuk ke dalam kriteria rentan pangan kecuali Kalimantan Timur dan Maluku Utara yang termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Menurut
data Susenas 2008, Kota Balikpapan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap ketahanan pangan di Kalimantan Timur dan Kota Ternate memberikan kontribusi
52 tertinggi terhadap ketahanan pangan di Maluku Utara. Sebagian besar kotamadya
di KTI memberikan kontribusi yang besar terhadap ketahanan pangan di KTI. Hal ini disebabkan karena dukungan infrastruktur baik berupa sarana transportasi,
gedung, pertokoan, sekolah dan lain-lain lebih banyak ditemukan di kotamadya dibandingkan di kabupaten.
Derajat ketahanan pangan kabupatenkota di KTI disajikan dalam bentuk peta spasial seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9. Peta dasar yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan peta dasar yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik untuk kondisi terakhir tahun 2010 dengan master file desa sebanyak 497
kabupatenkota di Indonesia. Sedangkan untuk Kawasan Timur Indonesia, berdasarkan master file desa tersebut ada sebanyak 219 kabupatenkota. Namun
terkait dengan ketersediaan data, penelitian ini hanya menganalisis 190 kabupatenkota saja di KTI, sehingga 29 kabupatenkota sisanya ditampilkan
dengan warna merah di peta. Derajat ketahanan pangan yang diklasifikasikan menjadi empat kategori
digambarkan dalam bentuk warna yang kontras, yaitu warna hijau untuk kategori tahan pangan, merah muda untuk kategori rentan terhadap rawan pangan, kuning
untuk kategori kurang pangan, dan abu-abu untuk kategori rawan pangan. Sedangkan warna merah pada peta tersebut menunjukkan bahwa kabupatenkota
tersebut tidak dianalisis. Perbandingan warna pada peta tematik tersebut dapat memudahkan untuk menggambarkan situasi ketahanan pangan antardaerah dan
dinamika ketahanan pangan antarwaktu. Gambar 9 menunjukkan bahwa pada tahun 2008, 2009 maupun 2010,
Pulau Kalimantan merupakan pulau dengan kabupatenkota yang sebagian besar rumah tangganya dikategorikan tahan pangan. Provinsi Kalimantan Timur
merupakan provinsi dengan jumlah kabupatenkota tahan pangan terbesar di KTI. Apabila dilihat dari tingkat pendapatannya, Provinsi Kalimantan Timur memiliki
PDRB per kapita tertinggi di KTI yang artinya tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk Kalimantan Timur tinggi. Sebaliknya, Pulau Papua merupakan pulau
dengan sebagian besar rumah tangganya dikategorikan sebagai rawan pangan. Beberapa kabupaten yang tidak dianalisis dalam penelitian ini paling banyak
53 dijumpai di Pulau Papua. Hal ini disebabkan karena memang banyak kabupaten
yang mengalami pemekaran di Papua. Kabupatenkota yang dikategorikan sebagai kurang pangan sangat sedikit.
Hal ini wajar, sebab jarang ditemukan rumah tangga yang sebagian besar pendapatannya digunakan untuk belanja non makanan namun ketercukupannya
kalorinya rendah. Suatu rumah tangga yang pangsa pengeluaran pangannya rendah cenderung memiliki pendapatan yang tinggi, sehingga tentu saja
pemenuhan kebutuhan kalorinya tercukupi. Rumah tangga yang dikategorikan kurang pangan ini bisa disebabkan karena sebagian besar masyarakatnya
mengkonsumsi makanan yang rendah kalori atau kuantitas pangannya rendah. Dinamika ketahanan pangan tahun 2008 dan 2010 tidak banyak
mengalami perubahan. Klasifikasi ketahanan pangan 146 kabupatenkota di KTI sama antara tahun 2008 dan 2010. 146 kabupatenkota tersebut meliputi 39
kabupatenkota yang tetap dikategorikan sebagai tahan pangan dan 107 kabupatenkota yang tetap dikategorikan sebagai rentan pangan.
Kabupatenkota yang kondisi ketahanan pangannya membaik antara tahun 2008 dan 2010 ada sebanyak 21 kabupatenkota, yaitu 2 kabupaten dari rawan
pangan menjadi tahan pangan, 14 kabupatenkota dari rentan pangan menjadi tahan pangan, 4 kabupaten dari rawan pangan menjadi rentan pangan, dan 1 kota
dari kurang pangan menjadi tahan pangan. Kabupatenkota yang kondisi ketahanan pangannya memburuk ada sebanyak 23 kabupatenkota, yaitu 15
kabupatenkota dari tahan pangan menjadi rentan pangan, 1 kota dari tahan pangan menjadi kurang pangan, 4 kabupaten dari rentan pangan menjadi rawan
pangan, dan 1 kabupaten dari kurang pangan menjadi rawan pangan Lampiran 9.