Pola Pengeluaran Kawasan Timur Indonesia
61 Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 15, dapat diketahui bahwa terdapat
empat variabel bebas yang secara statistik signifikan memengaruhi ketahanan pangan di KTI yaitu persentase penduduk miskin, PDRB per kapita, persentase
perempuan buta huruf, dan rata-rata lama sekolah. Sedangkan variabel yang secara statistik tidak signifikan memengaruhi ketahanan pangan antara lain
produksi pangan dan rasio panjang jalan kualitas baik dan sedang. Berikut ini merupakan penjelasan masing-masing variabel yang digunakan dalam analisis
regresi model tobit.
Produksi Pangan
Variabel produksi pangan tidak signifikan memengaruhi ketahanan pangan di KTI. Beberapa hal yang bisa menjelaskan temuan ini antara lain data produksi
pangan menurut kabupatenkota kurang reliable digunakan. Priyarsono 2011 menyatakan bahwa data produksi padi cenderung overestimate. Namun berapa
besar overestimate tersebut bervariasi menurut lokasi dan kurun waktu. Data produksi pangan didapatkan dari hasil perkalian produktivitas pangan dengan
luas panen. Dengan demikian, untuk memperbaiki statistik padi dengan menerapkan faktor koreksi saja kurang efektif. Tindakan yang lebih fundamental
seperti perbaikan pencatatan luas sawah dan pengukuran produktivitas perlu dilakukan. Salah satu yang perlu ditelaah adalah pengukuran luas sawah dengan
bantuan satelit. Sedangkan untuk memperbaiki data produktivitas, pelaksaanaan ubinan perlu dikelola petugas netral yang bebas conflict of interest, misalkan
dengan cara sepenuhnya melimpahkan pekerjaan ini kepada Badan Pusat Statistik dan tanpa melibatkan petugas dari Kementerian Pertanian.
Hal lain yang bisa menjelaskan tidak signifikannya produksi pangan yaitu masyarakat KTI justru tidak menikmati produksi pangan mereka. Kontribusi
Raskin cukup besar terhadap konsumsi masyarakat KTI terhadap beras sebagaimana ditunjukkan data pada Tabel 8, sehingga masyarkat KTI lebih
mengandalkan bantuan Raskin dibandingkan dengan produksi pangan mereka sendiri. Selain itu, produksi pangan yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi
tujuh komoditas yaitu padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Produksi pangan lokal seperti sagu, talas, gaplek, dan
62 lain-lain belum dimasukkan ke dalam analisis regresi ini dikarenakan keterbatasan
data pada level kabupatenkota. Tidak signifikannya variabel produksi pangan memengaruhi ketahanan pangan di KTI ini menjadi salah satu penjelasan dari
latar belakang penelitian ini yaitu adanya kontradiksi beberapa kabupaten yang sebenarnya surplus pangan namun dikategorikan sebagai rentan pangan.
Rasio Panjang Jalan terhadap Luas Wilayah
Variabel rasio panjang jalan digunakan sebagai proksi dari pilar aksesibilitas pangan. Hipotesis dari variabel ini adalah semakin besar rasio panjang jalannya
maka semakin memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap pangan mereka sehingga ketahanan pangannya juga semakin tinggi. Namun,
berdasarkan hasil estimasi regresi model tobit, rasio panjang jalan tidak signifikan memengaruhi ketahanan pangan di KTI. Wilayah KTI merupakan daerah yang
masih banyak dijumpai gunung, hutan, dan lautan. Sarana transportasi yang digunakan di sana tidak hanya mengandalkan jalur darat saja, namun peranan jalur
udara maupun air sangat penting di KTI. Transportasi udara dan air juga berfungsi mempercepat aktivitas perekonomian dan memperlancar suplai logistik khususnya
ke daerah-daerah terpencil yang belum terjamah oleh pembangunan infrastruktur jalan darat.
Persentase Penduduk Miskin
Salah satu variabel yang digunakan untuk proksi pilar aksesibilitas pangan adalah variabel persentase penduduk miskin. Hipotesis dari variabel ini adalah
semakin besar jumlah penduduk miskin di suatu kabupatenkota maka aksesibilitas pangan akan semakin rendah dan berakibat pada ketahanan pangan
yang juga semakin rendah. Berdasarkan hasil estimasi, didapatkan bahwa persentase penduduk miskin signifikan memengaruhi ketahanan pangan di KTI
secara negatif dengan nilai elastisitas sebesar 0,1604 persen. Artinya, apabila jumlah penduduk miskin meningkat 1 persen maka akan menurunkan jumlah
rumah tangga tahan pangan sebesar 0,1604 persen. Kemiskinan sering dikaitkan dengan rendahnya tingkat pendapatan sehingga
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sangat rendah. Todaro dan