Perangkat Lunak Software METODE PENELITIAN

47 Tabel 10 Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Klasifikasi Desa di KTI Tahun 2008-2010 Kkal Kelompok Makanan 2008 2009 2010 K D K+D K D K+D K D K+D Padi-padian 933,88 1068,28 1029,80 887,14 1038,28 1014,58 894,13 1074,48 1023,62 Umbi-umbian 91,69 231,05 196,14 349,62 147,04 185,30 69,85 224,13 185,12 Ikan 80,53 75,34 76,84 47,06 76,06 71,79 75,12 73,54 74,00 Daging 111,88 123,25 118,94 116,48 115,22 115,33 115,57 123,45 120,41 Telur dan susu 86,57 51,07 63,58 20,57 64,99 60,61 89,79 58,41 69,23 Sayur-sayuran 40,22 50,29 47,48 40,62 44,09 43,50 36,01 44,58 42,16 Kacang-kacangan 62,74 76,26 71,25 73,99 69,39 69,88 59,95 72,47 67,85 Buah-buahan 66,48 77,00 73,90 53,74 65,84 64,16 62,40 68,74 66,87 Minyak dan lemak 237,95 239,19 238,84 154,33 241,23 227,15 228,32 237,56 234,90 Bahan minuman 124,44 132,99 130,49 84,00 128,01 121,42 115,49 125,76 122,72 Bumbu-bumbuan 15,23 13,04 13,65 6,63 14,23 12,95 14,99 13,15 13,68 Konsumsi lainnya 91,08 68,36 75,44 35,65 71,84 67,20 80,46 63,06 68,53 Makanan dan minuman jadi 278,37 161,35 197,51 89,82 220,45 202,29 288,26 172,76 209,07 Keterangan: K = Kota; D = Desa Sumber: Susenas Panel 2008-2009 diolah Berdasarkan tipe daerah tempat tinggal, pada tahun 2008 sampai dengan 2010 terlihat bahwa rata-rata konsumsi kalori penduduk perdesaan lebih besar dibandingkan konsumsi kalori penduduk perkotaan. Hal ini wajar karena aktivitas penduduk di perdesaan pada umumnya membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk di perkotaan. Tahun 2008 dan 2010, kelompok makanan dan minuman jadi memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap total konsumsi kalori di daerah perkotaan. Gambaran ini menunjukkan bahwa penduduk perkotaan lebih menyukai makanan dan minuman siap jadi yang meliputi roti, kue, makanan gorengan, air kemasan, dan aneka makanan serta minuman jadi lainnya yang disajikan oleh rumah makan. Tabel 11 menunjukkan bahwa lebih dari 96 persen rumah tangga di KTI mengkonsumsi beras. Ketergantungan penduduk terhadap beras sangat besar hingga di wilayah pedalaman. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengkonsumsi pangan pokok selain beras seperti sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan jagung. Masyarakat Papua dan Maluku yang dulunya terbiasa dengan makanan pokok berupa sagu dan umbi-umbian perlahan-lahan mulai tergantikan ke beras. Hal ini jika tidak diantisipasi, akan mengancam ketahanan pangan di Papua dan Maluku. Sebab jika suatu saat stok pangan lokal menipis dan suplai beras mulai tersendat dapat menjadi pemicu kelaparan di daerah pelosok. Oleh karena itu, 48 sangat diperlukan adanya kebijakan untuk menguatkan potensi pangan lokal di masing-masing daerah terutama wilayah pedalaman. Perbandingan data antara tahun 2008 dan 2010 menunjukkan bahwa konsumsi beras semakin meningkat sedangkan konsumsi komoditas lainnya semakin menurun. Kecenderungan peningkatan konsumsi beras dan penurunan konsumsi komoditas lainnya tersebut menunjukkan bahwa diversifikasi pangan di KTI belum berhasil. Tabel 11 Persentase Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Beberapa Komoditas Pangan di KTI Tahun 2008-2010 Persen Komoditas 2008 2009 2010 Beras 96,56 96,82 96,80 Jagung Pipilan 9,21 8,40 7,76 Ubi Kayu 35,20 30,53 28,50 Ubi Jalar 10,04 8,94 9,00 Sagu 7,43 6,90 7,02 Kacang Tanah 4,89 4,60 4,72 Kacang Kedelai 2,35 2,69 1,86 Kacang Hijau 9,15 6,62 6,37 Talaskeladi 6,96 7,30 5,68 Kentang 6,70 6,33 6,25 Gaplek 0,31 0,20 0,13 Sumber: BPS diolah Pola konsumsi protein per kapita menurut kelompok makanan di KTI memberikan gambaran yang serupa dengan pola konsumsi kalori per kapita. Disamping padi-padian, kelompok makanan yang memberikan asupan protein yang besar di KTI adalah ikan. KTI merupakan kawasan yang terdiri lebih dari 17 ribu kepulauan yang dikelilingi oleh lautan dimana hampir semua jenis ikan dapat ditemukan di wilayah ini, sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar penduduk di KTI mengkonsumsi ikan. Apabila dilihat dari klasifikasi daerah tempat tinggal, pada tahun 2008 dan 2010 asupan protein penduduk perkotaan lebih besar dibandingkan dengan penduduk di perdesaan. Sedangkan pada tahun 2009 kondisinya terbalik, dimana asupan protein penduduk perkotaan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan penduduk di perdesaan. Hal ini menunjukkan pada tahun 2009, penduduk perdesaan lebih mampu memenuhi kebutuhan pangannya meskipun dalam kondisi perekonomian yang sedang turun akibat dampak krisis global. 49 Tabel 12 Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Klasifikasi Desa di KTI Tahun 2008-2010 Gram Kelompok Makanan 2008 2009 2010 K D K+D K D K+D K D K+D Padi-padian 22,17 25,87 24,81 21,00 24,41 23,86 20,99 25,29 24,05 Umbi-umbian 0,69 1,51 1,31 2,65 0,95 1,27 0,56 1,53 1,28 Ikan 13,36 12,17 12,52 7,52 12,42 11,69 12,62 11,99 12,18 Daging 6,85 6,55 6,66 5,15 6,64 6,52 7,02 6,73 6,84 Telur dan susu 4,71 2,74 3,43 1,30 3,63 3,40 5,10 3,37 3,97 Sayur-sayuran 2,81 3,81 3,53 3,20 3,22 3,22 2,48 3,30 3,07 Kacang-kacangan 5,33 5,69 5,55 5,35 5,59 5,57 5,28 5,55 5,45 Buah-buahan 0,73 0,83 0,80 0,55 0,71 0,69 0,79 0,84 0,82 Minyak dan lemak 0,34 0,61 0,53 0,40 0,49 0,47 0,28 0,54 0,47 Bahan minuman 0,98 1,12 1,08 0,73 1,04 0,99 1,00 1,15 1,11 Bumbu-bumbuan 0,60 0,48 0,51 0,23 0,54 0,49 0,63 0,50 0,54 Konsumsi lainnya 1,90 1,44 1,58 0,78 1,52 1,42 1,69 1,33 1,44 Makanan dan minuman jadi 8,50 3,99 5,38 2,21 5,99 5,47 8,66 4,33 5,69 Keterangan: K = Kota; D = Desa Sumber: Susenas Panel 2008-2010 diolah

4.6. Pola Pengeluaran Kawasan Timur Indonesia

Data pengeluaran Susenas terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Permintaan untuk kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kita akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan. Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas permintaan terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai tabungandiinvestasikan.