Ekosistem Pegunungan Di Kawasan Tropis

pola-pola ini. Namun demikian, seharusnya ordinasi tidak digunakan di dalam pengkajian yang dituntun oleh hipotesis. Ordinasi dapat dipandang sebagai alat untuk mengeksplorasi. Dengan demikian, analisis post-hoct dapat diterima, dan banyak teknik yang berbeda dapat diterapkan pada perangkat data yang sama. Tidak ada hipotesis nol yang dapat ditolak, demikian juga nilai p untuk menguji signifikasi secara statistik. Ketika nilai p p-valueprobabilitas p diusulkan, maka ia hanya dapat digunakan sebagai tuntunan yang kasar atau indikator dari proses-proses yang ada yang memiliki kemungkinan menjelaskan pola-pola komunitas Clark 1984. Menurut Greig-Smith 1983, analisis faktor adalah salah satu metode statistik multivariat yang sering digunakan dalam ordinasi. Hardjodipuro 1985, menyatakan bahwa analisis faktor adalah istilah umum untuk sejumlah teknik matematik dan statistik yang berbeda tapi berhubungan, yang dirancang untuk meneliti sifat hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam perangkat tertentu. Masalah dasarnya adalah menentukan apakah variabel-variabel n dalam suatu perangkat menunjukkan pola hubungan satu sama lain, sehingga perangkat tersebut dapat dipecah menjadi sub-perangkat m, yang masing-masing terdiri dari sekelompok variabel yang cenderung lebih berhubungan satu dengan yang lain dalam sub- perangkat daripada dengan variabel lain dari sub-perangkat yang beda.

E. Ekosistem Pegunungan Di Kawasan Tropis

Ekosistem pegunungan adalah kawasan dengan ketinggian di atas 250 m di atas muka laut yang pengelolaannya memerlukan perlakuan khusus untuk perlindungan sistem tata air, bencana longsor dan erosi, pembatasan teknik budidaya, dan perlindungan ekosistem Haeruman 2002. Ekosistem pegunungan di Indonesia merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang khas, ditandai oleh ketinggian dari muka laut yang besar yang memberikan suhu yang sejuk, lereng yang curam, curah hujan yang relatif besar, dan rawan bencana terutama longsor, dan bencana gunung api. Kawasan tropis pegunungan tersebar berdasarkan lintang terbatas pada kawasan tropis, yang meliputi wilayah katulistiwa dan meluas ke utara sampai garis balik utara dan ke selatan sampai garis balik selatan. Hutan tropis pegunungan ditemukan pada ketinggian antara 500 m sampai dengan 4000 m dpl, dan sebagian besar terletak pada kisaran ketinggian antara 1500 m dpl sampai dengan 2800 m dpl. Namun pada daerah kepulauan di daerah tropis, misalnya di kepulauan Karibia, hutan tropis pegunungan telah dapat ditemukan pada ketinggian 300 m dpl Kappelle 2004. Sekitar 3,4 dari permukaan bumi di daerah tropis adalah kawasan pegunungan UNEP 2003 . Zonasi di kawasan pegunungan terkait dengan penyebaran tumbuhan dan pada gilirannya terkait dengan perubahan kondisi lingkungan terutama iklim yang terdapat di sepanjang pegunungan. Semakin tinggi kondisi suatu daerah, kondisi iklim menjadi semakin tidak bersahabat terhadap mahluk hidup, dan dalam kaitannya dengan tumbuhan akan ditemukan perubahan struktur dan komposisi seiring dengan perubahan ketinggian UNEP 2003 . Setiap kenaikan 100 m dpl penurunan suhu udara yang terjadi adalah sekitar 0,6º C namun penurunan ini juga tergantung pada faktor-faktor seperti penutupan oleh awan, waktu dan kandungan uap air yang terdapat di udara. Selanjutnya dengan bertambahnya ketinggian, maka tekanan udara semakin menurun dan kandungan O 2 semakin tipis Osborne 2000 . Pada ketinggian 1500 m dpl tekanan parsial O 2 hanya 84 dari yang ada pada ketinggian sama dengan permukaan laut, turun sampai hanya 75 pada ketinggian 2500 m dpl, dan menjadi hanya 65 pada ketinggian 3500 m dpl dengan variasi yang kecil pada daerah lintang dan musim yang berbeda Mountain Watch 2000. Keterdedahan terhadap tiupan angin dan cahaya ultra violet semakin meningkat Osborne 2000 . Laju fotosintesis tumbuhan menurun, juga laju transpirasi Kappelle 2004. Perubahan dari hutan tropis dataran rendah menjadi hutan tropis sub pegunungan nampaknya sangat banyak dipengaruhi oleh suhu udara, dimana saat suhu udara turun di bawah 18º C banyak spesies tumbuhan rendah digantikan oleh tumbuhan pegunungan yang secara floristik berbeda. Pada pegunungan daratan di daerah tropis ini biasanya ditemukan pada ketinggian 1200–1500 dpl Bruijnzeel 2001, bahkan menurut Steenis 1972 kawasan ini telah ditemukan pada kisaran ketinggian 1000–1500 m dpl. Bruijnzeel 2001 mengemukakan bahwa perbedaan struktur, fisiognomi dan komposisi hutan dari hutan tropis dataran rendah ke hutan tropis sub pegunungan bersifat gradual dimana tinggi pohon semakin berkurang. Pohon-pohon mencuat yang besar dan ditemukan melimpah pada hutan tropis dataran rendah menjadi sangat sedikit pada hutan sub pegunungan. Menurut Whitmore 1986, penyusutan ini menyebabkan strata pepohonan pada hutan tropis dataran rendah yang terdiri atas tiga lapis, menjadi dua lapis. Hanya sedikit pepohonan yang memiliki banir, dan jika ada, ukurannya kecil. Tumbuhan liana berkayu berukuran besar juga jarang ditemukan. Sementara itu tumbuhan epifit seperti anggrek jauh lebih melimpah Whitten et al. 1999. Tipe hutan sub pegunungan tropis digantikan oleh tipe hutan pegunungan pada ketinggian dimana penutupan oleh awan berlangsung terus menerus. Pada pegunungan-pegunungan besar, kisaran ketinggian hutan tropis pegunungan adalah 2000-3000 m dpl. Perbedaan ketinggian pohon yang jelas akan ditemukan antara hutan tropis sub pegunungan dengan hutan tropis pegunungan dimana pada hutan sub pegunungan ketinggian pepohonan relatif masih tinggi, berkisar antara 15-35 m dan pada hutan tropis pegunungan hanya berkisar 2-30 m dan tertutup 70-80 oleh lumut Bruijnzeel 2001, dan pada hutan ini epifit jenis anggrek semakin berkurang dan digantikan oleh jenis paku-pakuan transparan. Ukuran pohon lebih kecil dan kanopi menjadi lebih seragam Whitmore 1986. Di atas kawasan yang selalu tertutup awan, curah hujan berkurang dengan drastis. Karakter lingkungan menjadi kering dan hutan menjadi semakin terbuka Walter 1971 dan pepohonan sangat kerdil dengan ketinggian berkisar antara 1,5 –9 m. Menurut Bruijnzeel 2001, pada kawasan ini tumbuhan epifit tidak ditemukan sama sekali dan kelimpahan lumut sangat besar. Kawasan ini adalah kawasan hutan sub-alphin dan ditemukan pada kisaran ketinggian 2800–3200 m dpl. Zonasi umum perubahan komposisi jenis berdasarkan ketinggian di kawasan Malesia kawasan ini mencakup semenanjung Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua Nugini yang dikaji oleh Steenis 1972 adalah sebagai berikut : 1–1000 m dpl adalah hutan hujan tropis dimana pada ketinggian 500–1000 m dpl juga disebut zona Collin, 1000–1500 m dpl merupakan hutan sub pegunungan, 1600– 2400 m dpl merupakan hutan pegunungan, 2500–4000 m dpl merupakan hutan sub- alphin, 4100–4500 m dpl merupakan zone alphin, dan ketinggian di atas 4600 m dpl merupakan zone nival. Zonasi ini tidak dengan sendirinya sama di semua kawasan, tapi terdapat perbedaan-perbedaan yang antara lain disebabkan oleh massa dan ketinggian pegunungan, jarak dari laut, dan kondisi iklim.

F. Pengelolaan Mintakat Taman Nasional