Pengelolaan Mintakat Taman Nasional

Zonasi umum perubahan komposisi jenis berdasarkan ketinggian di kawasan Malesia kawasan ini mencakup semenanjung Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua Nugini yang dikaji oleh Steenis 1972 adalah sebagai berikut : 1–1000 m dpl adalah hutan hujan tropis dimana pada ketinggian 500–1000 m dpl juga disebut zona Collin, 1000–1500 m dpl merupakan hutan sub pegunungan, 1600– 2400 m dpl merupakan hutan pegunungan, 2500–4000 m dpl merupakan hutan sub- alphin, 4100–4500 m dpl merupakan zone alphin, dan ketinggian di atas 4600 m dpl merupakan zone nival. Zonasi ini tidak dengan sendirinya sama di semua kawasan, tapi terdapat perbedaan-perbedaan yang antara lain disebabkan oleh massa dan ketinggian pegunungan, jarak dari laut, dan kondisi iklim.

F. Pengelolaan Mintakat Taman Nasional

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahun, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 1 ayat 14. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 30 ayat 2 menetapkan pengelolaan taman nasional didasarkan sistem zonasi mintakat yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan atau zona lainnya. Lebih lanjut pengelolaan mintakat taman nasional diatur oleh Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56Menhut-II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Pasal 1 ayat 1 dan 2 Peraturan Menhut No.P.56Menhut-II2006. Masing-masing zona dalam setiap kawasan taman nasional dapat lebih dari satu tergantung pada potensi kawasan, kondisi kawasan, sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar taman nasional. Menurut Ditjen PHKA 2005, dalam Taman Nasional dapat dilakukan kegiatan : a. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan b. Pemantapan kawasan, meliputi : 1 Pengukuhan status kawasan setelah adanya penunjukan, yaitu penataan batas, dan proses penetapan status dan fungsi kawasan; 2 Pemeliharaan batas fisik kawasan termasuk rekonstruksi batas; 3 Penataan kawasan ke dalam zona; dan 4 Pengkajian bagian kawasan taman nasional yang kondisinya danatau pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan penetapannya. c. Pemeliharaan kawasan dan potensinya d. Pemanfaatan, antara lain untuk : 1 Pendidikan dan penelitian; 2 Penyediaan plasma nutfah untuk penunjang budidaya; 3 Pemakaian kawasan sebagai tempat pengkayaan dan penangkaran jenis untuk kepentingan penelitian, pembinaan habitat dan populasi, dan rehabilitasi kawasan; dan 4 Jasa lingkungan. e. Pemulihan kawasan dan potensinya. Pemulihan dapat dilakukan dalam taman nasional setelah didahului dengan pengkajian yang sangat seksama. Kegiatan pemulihan dilakukan antara lain melalui kegiatan : 1 Pembinaan habitat danatau pembinaan populasi; 2 Rehabilitasi dengan jenis tumbuhan asli; 3 Reintroduksi jenis satwa sejenis dan asli; dan 4 Pengendalian danatau pemusnahan jenis tumbuhan danatau satwa yang tidak asli yang diidentifikasi telah dan akan mengganggu ekosistem kawasan. f. Perlindungan dan pengamanan kawasan g. Pengembangan sarana dan prasarana h. Monitoring dan evaluasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang memiliki beberapa kelompok hutan lindung dan gunung berpotensi memiliki lebih dari satu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan ataupun zona lain. Dengan adanya perluasan kawasan Gunung Salak dan Gunung Endut yang memiliki keanekaragaman hayati dan nir hayati yang tinggi, perencanaan TNGHS perlu dibuat sebaik mungkin agar tujuan penetapan taman nasional tersebut dapat dicapai. 26

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak. Luas total keempat kecamatan di atas masing-masing adalah 8.446 ha, 9.650 ha, 10.258 ha dan 8.039 ha Bappeda Kab. Lebak 2011. Secara geografi kawasan ini terletak pada posisi 06º 36’- 06º39’ LS dan 106º 20’- 106º 23’ BT. Gambar 3 memperlihatkan kawasan Gunung Endut di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kawasan Gunung Endut memiliki luas ± 2020 Ha. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 175Kpts-II2003 tanggal 10 Juni 2003 status gunung Endut yang mempunyai ketinggian 1297 m dpl menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kawasan Gunung Endut termasuk Resort Cisoka, Seksi Wilayah Lebak, TNGHS. Sebelumnya kawasan ini merupakan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, KPH Banten. Gambar 4 memperlihatkan Peta Penutupan Lahan di kawasan Gunung Endut, TNGHS.

B. Iklim

Curah hujan tahunan daerah Cipanas yang berbatasan dengan Kecamatan Lebakgedong, Lebak, Banten adalah 4242 mm Berlage 1941. Dari data PT Nirmala Agung yang berjarak sekitar 15 km dari kawasan Gunung Endut, selama 10 tahun pengukuran 1991-2000, rata-rata curah hujan tahunan adalah 4181 mm dengan kisaran 2873 – 6526 mm. Rata-rata curah hujan bulanan berkisar dari 239 mm 1997 sampai 544 mm 1999. Curah hujan bulanan biasanya tinggi dan memperlihatkan penurunan selama Juni-September. Tabel 1 memperlihatkan data iklim Banjar Irigasi, Kecamatan Cipanas, Lebak yang merupakan daerah terdekat dengan Gunung Endut.