Kekerasan Bakso SELEKSI PERLAKUAN TERPILIH

23 Gambar 14. Pengaruh penyimpanan bakso dalam pati sagu terhadap nilai pH selama penyimpanan

4.3.4 Analisis a

w Sagu Sangrai dan Tidak Sangrai selama Penyimpanan Pengukuran nilai a w juga dilakukan terhadap pati sagu sangrai dan tidak sangrai. Pengukuran dilakukan selama 4 hari penyimpanan. Gambar 15 menunjukkan nilai a w dari masing-masing sampel per hari penyimpnan. Nilai a w dari masing-masing sampel pati meningkat seiring dengan lamanya hari penyimpanan. Hasil dari pengukuran nilai a w pati sagu sangrai dan tidak sangrai ini dapat dikaitkan dengan hasil pengukuran nilai a w bakso selama penyimpanan. Keempat sampel bakso, yaitu sampel A2B1C1, A2B1C3, A2B2C1, dan A2B2C3 mengalami penurunan nilai a w Gambar 12 sedangkan nilai a w pati sagu pelapis dari masing-masing sampel meningkat. Hal ini membuktikan bahwa pati sagu yang digunakan sebagai pelapis bakso mampu menyerap air dari permukaan bakso sehingga a w bakso menurun dan bakso menjadi lebih kering, sedangkan a w pati sagu pelapisnya yang sangrai maupun tidak sangrai meningkat. Gambar 15. Nilai a w pati sagu sangrai dan tidak sangrai selama penyimpanan

4.3.5 Kekerasan Bakso

Kekerasan bahan pangan dapat diartikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menyebabkan bahan pangan patah Nurhayati 2009. Keempukan daging olahan dipengaruhi oleh kandungan air, lemak, dan protein Kramlich et al. 1977. Jika kadar air tinggi maka kekerasan akan turun. Demikian 2 4 6 8 1 2 3 pH Penyimpanan Hari ke- Kontrol A2B1C1 A2B1C3 A2B2C1 A2B2C3 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 2 3 4 aw Penyimpanan Hari ke- A2B1C1 A2B1C3 A2B2C1 A2B2C3 24 juga dengan tingginya lemak akan menurunkan kekerasan. Jumlah tepung yang ditambahkan juga memengaruhi kekerasan bakso. Semakin banyak jumlah tepung maka kekerasan objektif akan meningkat pula. Menurut Purnomo 1995, jika suatu bahan pangan dikeringkan sampai nilai a w sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat terhenti, biasanya tekstur produk menjadi terlalu kering dan keras. Pengukuran kekerasan objektif pada penelitian ini dilakukan pada bakso sebelum direbus permukaannya masih dilapisi sedikit pati dan bakso setelah direbus pati pelapis dicuci dahulu sebelum direbus selama 10 menit pada suhu 80-100 o C. Hasil pengukuran kekerasan dari 5 sampel bakso dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Kekerasan bakso sebelum direbus Pelapisan dan penyimpanan bakso dalam pati sagu pada suhu ruang memengaruhi nilai kekerasan bakso. Gambar 16 menunjukkan bahwa bakso kontrol mengalami penurunan nilai kekerasan pada penyimpanan hari ke-2. Penurunan ini disebabkan pertumbuhan mikroba yang cepat dan mendekomposisi komponen organik dalam bakso sehingga mengakibatkan timbulnya bau busuk dan semakin melunaknya produk. Sampel A2B2C1 dan A2B2C3 juga mengalami penurunan nilai kekerasan pada hari penyimpanan ke-2. Hal ini berkaitan dengan nilai a w dari masing-masing sampel yang meningkat pada hari penyimpanan ke-2 sehingga menyebabkan produk semakin melunak. Purnomo 1995 menyatakan nilai a w yang cukup tinggi menyebabkan produk cenderung mudah rusak karena kerja mikroorganisme. Peningkatan nilai a w kedua sampel ini menjadi salah satu faktor pertumbuhan mikroba pada permukaan bakso. Penurunan kekerasan sampel A2B2C1 dan A2B2C3 kemungkinan disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba pada permukaan bakso sehingga merusak tekstur bakso yang mengakibatkan pelunakan bakso. Selain itu, suhu penyimpanan yang digunakan pada penelitian ini adalah suhu ruang yang merupakan suhu optimum pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri mesofilik. Sampel A2B1C3 mulai mengalami penurunan nilai kekerasan pada hari penyimpanan ke-3. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai a w memengaruhi kekerasan bakso. Nilai a w sampel A2B1C3 terus menurun hingga hari penyimpanan ke-3. Nilai a w sampel A2B1C3 yang turun menyebabkan permukaan sampel bakso cenderung lebih kering sehingga ketika diukur, nilai kekerasannya meningkat pada hari penyimpanan ke-1 dan ke-2 jika dibandingkan dengan sampel lainnya. Menurut Jay 2000, kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh menurun seiring dengan penurunan nilai a w bahan pangan. Permukaan sampel bakso A2B1C3 yang kering menyebabkan mikroba sulit untuk tumbuh sehingga proses dekomposisi komponen organik bakso yang menyebabkan pelunakan tekstur sulit dilakukan. -500.00 500.00 1500.00 2500.00 3500.00 4500.00 5500.00 6500.00 1 2 3 Kek er asan g ram fo rce Penyimpanan Hari ke- Kontrol A2B1C1 A2B1C3 A2B2C1 A2B2C3 25 Gambar 17 menunjukkan perebusan menyebabkan penurunan nilai kekerasan bakso. Semua sampel mengalami penurunan nilai kekerasan selama penyimpanan. Proses perebusan membantu merehidrasi sampel dan secara tidak langsung meningkatkan kadar air dari sampel sehingga sampel menjadi lebih lunak. Peningkatan kadar air sampel ditandai dengan meningkatnya berat sampel setelah perebusan dilakukan, yaitu meningkat sekitar 1-2 gram dan sampel nampak berukuran lebih besar. Selain itu, perebusan juga membantu memperbaiki tekstur sampel walaupun tidak sepenuhnya kembali seperti tekstur awal. Gambar 18 menunjukkan kondisi sampel bakso A2B1C3 sebelum dan sesudah direbus pada hari penyimpanan ke-3 setelah pati pelapis dicuci. Gambar 17. Kekerasan bakso setelah direbus a b Gambar 18. Kondisi sampel bakso A2B1C3 pada hari penyimpanan ke-3 setelah pati pelapis dicuci: a sebelum direbus; b setelah direbus.

4.3.6 KekenyalanElastisitas Bakso