KekenyalanElastisitas Bakso SELEKSI PERLAKUAN TERPILIH

25 Gambar 17 menunjukkan perebusan menyebabkan penurunan nilai kekerasan bakso. Semua sampel mengalami penurunan nilai kekerasan selama penyimpanan. Proses perebusan membantu merehidrasi sampel dan secara tidak langsung meningkatkan kadar air dari sampel sehingga sampel menjadi lebih lunak. Peningkatan kadar air sampel ditandai dengan meningkatnya berat sampel setelah perebusan dilakukan, yaitu meningkat sekitar 1-2 gram dan sampel nampak berukuran lebih besar. Selain itu, perebusan juga membantu memperbaiki tekstur sampel walaupun tidak sepenuhnya kembali seperti tekstur awal. Gambar 18 menunjukkan kondisi sampel bakso A2B1C3 sebelum dan sesudah direbus pada hari penyimpanan ke-3 setelah pati pelapis dicuci. Gambar 17. Kekerasan bakso setelah direbus a b Gambar 18. Kondisi sampel bakso A2B1C3 pada hari penyimpanan ke-3 setelah pati pelapis dicuci: a sebelum direbus; b setelah direbus.

4.3.6 KekenyalanElastisitas Bakso

Pengaruh lama penyimpanan dengan menggunakan pati sagu sangrai dan tidak sangrai terhadap kekenyalan bakso sebelum dan setelah direbus dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20. Terjadi penurunan kekenyalan sampel kontrol seiring dengan lamanya penyimpanan yang dilakukan, baik pada bakso sebelum direbus maupun setelah direbus. Pada perlakuan perebusan, kekenyalan bakso kontrol hanya diukur hingga hari penyimpanan pertama saja sebab kondisi sampel tidak memungkinkan untuk diukur pada hari-hari penyimpanan selanjutnya. Sama halnya dengan pengukuran kekerasan sebelumnya, penurunan nilai kekenyalan sampel kontrol disebabkan oleh aktivitas mikroba. Efek dari aktivitas mikroba ini menyebabkan tekstur bakso menjadi lebih lunak sehingga ketika diberikan gaya, sampel kontrol tidak dapat melakukan deformasi secara sempurna. 2000 4000 6000 1 2 3 k ek er asan g ram fo rce Penyimpanan Hari ke- Kontrol A2B1C1 A2B1C3 A2B2C1 A2B2C3 26 Pada Gambar 19 terlihat kelima sampel mengalami penurunan nilai kekenyalan. Namun, jika dilihat pada Gambar 20, sampel A2B1C1 dan A1B1C3 mengalami kenaikan nilai kekenyalan pada hari penyimpanan ke-1 dan ke-2 sedangkan tiga sampel lainnya tetap mengalami penurunan. Selama penyimpanan, sampel bakso A2B1C1 dan A1B1C3, yaitu bakso yang dilapis dan disimpan dalam pati sagu sangrai dengan perbandingan sagu dan bakso 1:1 dan 2:1 mengalami penurunan nilai a w . Ketika dilakukan pemanasan pada suhu 80-100 o C selama 10 menit, kekuatan gel terbentuk kembali. Putri 2009 menyatakan kekenyalan bakso dipengaruhi oleh gelatinisasi tapioka. Granula-granula pati mengembang dan menghasilkan pasta kenyal sehingga bakso memiliki kekuatan menahan tekanan dari luar dan kembali ke bentuk semula setelah tekanan dihilangkan. Sampel A2B2C1, A2B2C3, dan kontrol kemungkinan telah mengalami dekomposisi komponen organik oleh mikroba yang disebabkan peningkatan nilai a w sehingga ketika sampel-sampel tersebut dipanaskan pada suhu 80-100 o C selama 10 menit teksturnya menjadi semakin lunak. Hal ini menyebabkan nilai kekenyalannya turun. Gambar 19. Kekenyalan bakso sebelum direbus Gambar 20. Kekenyalan bakso setelah direbus

4.3.7 Analisis Mikrobiologi