26 Pada Gambar 19 terlihat kelima sampel mengalami penurunan nilai kekenyalan. Namun, jika
dilihat pada Gambar 20, sampel A2B1C1 dan A1B1C3 mengalami kenaikan nilai kekenyalan pada hari penyimpanan ke-1 dan ke-2 sedangkan tiga sampel lainnya tetap mengalami penurunan. Selama
penyimpanan, sampel bakso A2B1C1 dan A1B1C3, yaitu bakso yang dilapis dan disimpan dalam pati sagu sangrai dengan perbandingan sagu dan bakso 1:1 dan 2:1 mengalami penurunan nilai a
w
. Ketika dilakukan pemanasan pada suhu 80-100
o
C selama 10 menit, kekuatan gel terbentuk kembali. Putri 2009 menyatakan kekenyalan bakso dipengaruhi oleh gelatinisasi tapioka. Granula-granula pati
mengembang dan menghasilkan pasta kenyal sehingga bakso memiliki kekuatan menahan tekanan dari luar dan kembali ke bentuk semula setelah tekanan dihilangkan. Sampel A2B2C1, A2B2C3, dan
kontrol kemungkinan telah mengalami dekomposisi komponen organik oleh mikroba yang disebabkan peningkatan nilai a
w
sehingga ketika sampel-sampel tersebut dipanaskan pada suhu 80-100
o
C selama 10 menit teksturnya menjadi semakin lunak. Hal ini menyebabkan nilai kekenyalannya turun.
Gambar 19. Kekenyalan bakso sebelum direbus
Gambar 20. Kekenyalan bakso setelah direbus
4.3.7 Analisis Mikrobiologi
Analisis mikrobiologi perlu dilakukan sebagai evaluasi terhadap jumlah mikroba dalam suatu bahan pangan. Bakso sebagai produk olahan daging merupakan kultur media pertumbuhan yang ideal
bagi jasad renik karena tingginya kadar air, pH yang mendekati netral dan kaya akan nutrisi. Kontaminasi yang berasal dari organisme pembusuk merupakan hal yang sulit dihindari. Menurut SNI
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80
1 2
3 Kek
en y
alan
Penyimpanan Hari ke- Kontrol
A2B1C1 A2B1C3
A2B2C1 A2B2C3
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
0.60 0.70
0.80 0.90
1.00
1 2
3 Kek
en y
alan
Penyimpanan Hari ke- Kontrol
A2B1C1 A2B1C3
A2B2C1 A2B2C3
27 01-3818-1995, bakso daging sapi memiliki batas maksimal Total Plate Count TPC atau angka
lempeng total sebesar 1x10
5
kolonigram 5 log CFUgram. Gambar 21 menunjukkan grafik pertumbuhan mikroba bakso selama penyimpanan. Analisis total mikroba dilakukan terhadap 4
sampel bakso daging sapi yang dilapis pati sagu yang disangrai dan tidak disangrai dengan perbandingan pati pelapis dan bakso sebesar 1:1 dan 2:1, dan satu sampel kontrol. Rekapitulasi data
hasil analisis TPC bakso dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 21. Total mikroba bakso selama penyimpanan
Jumlah mikroba bakso kontrol pada hari ke-1 adalah 7.1x10
6
kolonigram 6.85 log CFUgram. Pada hari ke-1 telah terjadi pembentukan lendir dipermukaan bakso kontrol. Sampel
A2B2C1 dan A2B2C3 masing-masing memiliki jumlah mikroba sebanyak 3.8x10
6
6.58 CFUgram dan 8.6x10
6
6.93 CFUgram pada hari ke-1. Jumlah koloni bakteri pada sampel A2B1C1 dan A2B1C3 pada hari ke-1 adalah 8.5x10
4
4.93 CFUgram dan 4.6x10
4
4.66 CFUgram. Semakin lama penyimpanan maka jumlah mikroba semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pengaruh suhu
penyimpanan, yakni disimpan dalam suhu ruang 25-30
o
C yang menguntungkan bakteri untuk tumbuh dan berkembang dengan pesat. Menurut Fardiaz 1992, pada fase logaritma sel jasad renik
membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertumbuhan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan pada fase ini sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH,
kandungan nutrient, kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Salah satu kerusakan bakso ditandai dengan pembentukan lendir pada permukaan bakso.
Kerusakan yang ditandai pembentukan lendir dapat disebabkan oleh spesies Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus, juga beberapa spesies
Lactobacillus Frazier 1958. Penyimpanan bakso pada suhu ruang selama 3 hari terus menunjukkan jumlah mikroba yang semakin tinggi sehingga melebihi batas cemaran yang ditetapkan SNI. Sampel
kontrol, A2B2C1 dan A2B2C3 melebihi batas cemaran SNI pada penyimpanan hari ke-1, sampel A2B1C1 pada penyimpanan hari ke-2, sedangkan sampel A2B1C3 melebihi cemaran SNI pada
penyimpanan hari ke-3. Sampel A2B1C3 memiliki jumlah koloni bakteri sebanyak 1.1x10
5
kolonigram pada hari penyimpanan ke-2. Jika dibandingkan dengan batas cemaran yang ditetapkan oleh SNI, yaitu maksimal 1x10
5
kolonigram, maka jumlah koloni bakteri pada sampel A2B1C3 telah melebihi batas, namun karena jumlah bakteri pada sampel tersebut tidak melebihi satu log dari batas
maksimum yang ditetapkan SNI maka jumlah tersebut 1.1x10
5
kolonigram masih dapat dikatakan aman. Pemberian lapisan terhadap bakso dapat mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme
1 2
3 4
5 6
7 8
9
1 2
3 L
o g
J u
m lah
Ko lo
n i
C FUg
ram
Penyimpanan Hari Ke- Kontrol
A2B1C1 A2B1C3
A2B2C1 A2B2C3
28 selama penyimpanan. Kualitas mikrobiologi pada bakso sapi dengan pelapisan sagu sangrai 2:1 lebih
baik dibandingkan dengan tanpa pelapis yang disimpan selama 3 hari pada suhu ruang. Hasil TPC sampel-sampel bakso dapat dikaitkan dengan hasil TPC dari pati sagu yang
digunakan. Gambar 22 menunjukkan total mikroba pada pati sagu sangrai dan tidak disangrai. Sagu sangrai memiliki total mikroba sebesar 2.95 x 10
2
kolonigram 2.47 log CFUgram sedangkan sagu tidak sangrai sebesar 3.14 x 10
3
kolonigram 3.5 log CFUgram. Total mikroba dalam sagu memengaruhi masa simpan dari bakso sebab secara tidak langsung jumlah mikroba pada sagu akan
menambah jumlah mikroba pada bakso. SNI 3729:2008 menyatakan bahwa batas maksimal angka lempeng total dari pati sagu adalah 1 x 10
6
kolonigram. Hasil analisis TPC bakso menunjukkan bahwa bakso dengan perlakuan sagu sangrai
perbandingan 2:1 A2B1C3 memiliki masa simpan yang lebih panjang dibandingkan bakso dengan perlakuan sagu sangrai perbandingan 1:1, sagu tidak sangrai perbandingan 1:1 dan 2:1 dan bakso
kontrol, yaitu 2 hari. Sampel A2B1C3 mengalami penurunan a
w
sampai hari penyimpanan ke-3 sehingga pertumbuhan mikroba terhambat. Aktivitas air a
w
erat kaitannya dengan kadar air serta pertumbuhan bakteri. Pada umumnya, makin tinggi a
w
maka makin banyak bakteri yang dapat tumbuh. Penurunan nilai a
w
dibawah optimum meningkatkan tahap istirahat lag phase dari pertumbuhan mikroorganisme dan menurunkan tingkat pertumbuhan serta besarnya populasi akhir
karena semua reaksi kimia dalam sel membutuhkan air yang juga berasal dari lingkungan sekitarnya Purnomo 1995. Rekapitulasi data hasil analisis TPC sagu sangraitidak sangrai dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Gambar 22. Total mikroba pati sagu
4.4 ANALISIS ORGANOLEPTIK SAMPEL BAKSO TERPILIH