Pengamatan Visual Analisis a

21

4.3 SELEKSI PERLAKUAN TERPILIH

4.3.1 Pengamatan Visual

Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap sebelumnya, diperoleh 4 sampel yang memungkinkan untuk diteliti lebih lanjut pada penelitian selanjutnya. Sampel-sampel tersebut adalah sampel A2B1C1, A2B1C3, A2B2C1, A2B2C3 dan satu sampel kontrol. Pati yang digunakan adalah pati sagu sebab ketika dilakukan penyimpanan selama empat hari, tapioka lebih basah dibandingkan pati sagu sehingga sampel menjadi lebih cepat rusak. Rasio pati dan bakso yang digunakan adalah 1:1 dan 2:1. Bakso yang dilapis dan disimpan dalam pati sagu yang tidak disangrai dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 A2B2C1 dan A2B2C3 mengalami kerusakan pada hari kedua penyimpanan, sedangkan bakso yang dilapis dan disimpan pada sagu sangrai dengan perbandingan 2:1 A2B1C3 mulai mengalami kerusakan pada hari ketiga. Sampel bakso yang dilapis dan disimpan pada pati sagu sangrai dengan perbandingan 1:2 A2B1C1 mulai mengalami kerusakan pada hari kedua. Hal ini menunjukkan bahwa selain perlakuan sangrai, perbandingan pati sagu dan bakso juga memengaruhi masa simpan bakso. Hasil pengamatan fisik selama penyimpanan 5 sampel ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 11 menunjukkan kondisi penyimpanan bakso dalam plastik HDPE yang berisi pati pelapis. Gambar 11. Bakso yang disimpan dalam plastik HDPE yang berisi pati pelapis.

4.3.2 Analisis a

w Bakso Kandungan air dalam bahan makanan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a w , yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan Winarno 2008. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada bahan pangan berkadar air tinggi dengan pH sekitar netral seperti bakso adalah golongan bakteri. Salah satu cara untuk menurunkan nilai a w adalah dengan menambahkan ingredien pangan yang bersifat higroskopis. Pada penelitian ini, pati sagu diharapkan dapat bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air pada bakso. Hipotesisnya adalah pati sagu menyerap air bakso sehingga a w bakso akan menurun mengakibatkan pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan menjadi lebih lambat sehingga diharapkan umur simpan bakso menjadi lebih panjang. Mikroorganisme membutuhkan lingkungan dengan air yang cukup untuk melakukan pertumbuhan dan reproduksi Matz 1965. Pengaruh penyimpanan bakso dalam pati sagu terhadap nilai a w bakso selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12. Pati sagu yang melapisi permukaan sampel A2B1C1 dan A2B1C3 adalah pati sagu yang mengalami proses penyangraian selama 10 menit sedangkan sampel A2B2C1 dan A2B2C3 dilapisi dengan pati sagu yang tidak disangrai. Semakin hari, sampel bakso A2B1C1 dan A2B1C3 menjadi Bakso Bakso 22 semakin kering sebab air pada bakso diserap oleh pati sagu dan bakso pun mengkerut. Seiring dengan itu, pati sagu yang berada disekitar bakso pun menjadi basah. Penurunan nilai a w sampel ditandai dengan mengkerutnya sampel. Kondisi pati sangrai lebih kering dibandingkan pati sagu yang tidak disangrai sehingga pati ini dapat menyerap air lebih baik dibandingkan pati sagu yang tidak disangrai. Sampel A2B1C3 mengkerut dan sangat keras ketika dibelah atau dipotong, berbeda dengan sampel lainnya. Gambar 13 menunjukkan penampakan sampel A2B1C3 pada hari penyimpanan ke-4. Gambar 12. Pengaruh penyimpanan bakso dalam pati sagu terhadap nilai a w bakso selama penyimpanan Gambar 13.Sampel bakso A2B1C3 penyimpanan hari ke-4

4.3.3 Analisis pH Bakso