Pembuatan Bakso Sapi Analisis Organoleptik Sampel Bakso Terpilih

11

3.2.1 Pembuatan Bakso Sapi

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan bakso sapi terdiri dari daging sapi segar, bahan pengisi pati tapioka, garam, STPP, es, bawang putih, dan lada. Diagram pembuatan bakso menurut Nurhayati 2009 dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan bakso

3.2.2 Analisis Proksimat

3.2.2.1 Analisis Kadar Air Metode Oven SNI 01-2891-1992

Analisis kadar air dilakukan terhadap sampel bakso sapi. Penetapan kadar air dengan metode oven diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 105 o C selama 15 menit, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang W2. Sampel ditimbang sekitar 2-5 gram W kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama kurang lebih tiga jam. Setelah tiga jam, cawan yang berisi sampel tersebut dikeluarkan dari oven dan dimasukan kedalam desikator lalu ditimbang W1. Penimbangan dilakukan hingga diperoleh bobot yang tetap. Analisis kadar air digunakan kembali ditahap selanjutnya untuk mengukur kadar air pati sagu dan tapioka. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut: Digiling halus selama 1 menit 0.5 lada, 30 tapioka dan 0.9 bawang putih Digiling kembali selama 1 menit Didiamkan selama 10 menit Dicetak berbentuk bulat-bulatan bakso 100 gram daging 30 es, 5 NaCl Dimasak dalam air mendidih 100 o C selama 10 menit Bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit Analisis Proksimat Dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas 80 o C selama 15 menit 12 adar air bb x 00 adar air bk x 00

3.2.2.2 Analisis Kadar Abu SNI 01-2891-1992

Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselen yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105 o C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang W2. Sampel ditimbang sebanyak 2-5 gram W didalam cawan porselen tersebut lalu cawan porselen berisi sampel tersebut dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 o C sampai pengabuan sempurna bobot konstan. Setelah proses pengabuan selesai, cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap W1. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: adar abu x 00

3.2.2.3 Analisis Kadar Protein SNI 01-2891-1992

Penetapan kadar protein kasar dengan metode Kjeldahl dibagi menjadi 3 tahap, yaitu penghancuran, destilasi, dan titrasi. Sebanyak 0,1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K 2 SO 4 , 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H 2 SO 4 , selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60 NaOH – 5 Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 jenuh dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian 0.2 metilen red dan 1 bagian 0.2 metilen blue dalam etanol 95. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H 3 BO 3 , kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan : N ml HCl sampel ml HCl blank x N HCl x 4.007 mg sampel x 00 adar pr tein bb N x akt r n ersi

3.2.2.4 Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet SNI 01-2891-1992

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang W2. Sebanyak 10 gr sampel W ditambahkan 45 ml air panas dan 55 ml HCl 25, kemudian sampel dipanaskan selama 15 menit. Sesudah dipanaskan, disaring dengan 13 menggunakan kertas saring dan dikeringkan dalam oven 105 C selam 3 jam. Selongsong kertas saring yang telah berisi sampel kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Sampel diekstrak dengan larutan keksana selama kurang lebih 6 jam. Selanjutnya, heksana disuling sehingga hanya tersisa lemak dalam labu. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang W1. Pengeringan diulangi hingga mencapai bobot tetap. Kadar lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut: adar lemak x 00

3.2.2.5 Analisis Kadar Karbohidrat by difference

Nilai kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan cara by difference. Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan pengurangan total 100 terhadap kadar protein, kadar air, kadar abu, dan kadar lemak. Metode ini dapat dihitung melalui persamaan : Kadar karbohidrat = 100 - air + abu + protein + lemak

3.2.3 Aplikasi Pati terhadap Bakso

Proses pelapisan bakso dengan pati dilakukan setelah bakso tiris 10-15 menit setelah perebusan. Jenis pati yang digunakan adalah tapioka dan pati sagu. Setelah pelapisan dilakukan, bakso dibiarkan berada di dalam pati dan kemudian disimpan pada suhu ruang. Pengamatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengamatan visual, analisis a w dan kadar air pati sagu dan tapioka awal analisis kadar air dilakukan seperti pada tahap sebelumnya. Dari tahap ini, 4 sampel bakso terbaik akan dipilih. Perlakuan yang diberikan pada bakso adalah sebagai berikut: Perlakuan: K : Kontrol, tanpa perlakuan dengan pelapisan pati, simpan suhu ruang. A : Jenis pati yang digunakan A1 : Tapioka A2 : Sagu B : Perlakuan terhadap pati B1 : Sangrai 15 menit, suhu pati 134 o C B2 : Tidak disangrai C : Rasio pati : bakso C1 : 1:1 C2 : 1:2 C3 : 2:1 Kombinasi Sampel K : Kontrol, tanpa perlakuan pelapisan pati, simpan suhu ruang A1B1C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka sangrai, rasio pati dan bakso 1:1, simpan suhu ruang. A1B1C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka sangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang. 14 A1B1C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka sangrai, rasio pati dan bakso 2:1, simpan suhu ruang. A1B2C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka tidak sangrai, rasio pati dan bakso 1:1, simpan suhu ruang. A1B2C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka tidak sangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang. A1B2C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka tidak sangrai, rasio pati dan bakso 2:1, simpan suhu ruang. A2B1C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu sangrai, rasio pati dan bakso 1:1, simpan suhu ruang. A2B1C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu sangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang. A2B1C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu sangrai, rasio pati dan bakso 2:1, simpan suhu ruang. A2B2C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu tidak disangrai, rasio pati dan bakso 1:1, simpan suhu ruang. A2B2C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu tidak disangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang. A2B2C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu tidak disangrai, rasio pati dan bakso 2:1, simpan suhu ruang.

3.2.3.1 Pengamatan Visual

Pengamatan visual dilakukan selama 4 hari terhadap 12 sampel bakso yang dilapis dan satu sampel bakso kontrol. Pengamatan ini meliputi warna, keberadaan kapang dan lendir, bau, kondisi pati pelapis, dan kondisi sampel secara keseluruhan. Pengamatan visual juga dilakukan terhadap 4 sampel bakso terpilih dan satu sampel bakso kontrol pada tahap selanjutnya.

3.2.3.2 Analisis Aktivitas Air a

w dengan a w -meter Pengukuran aktivitas air a w bertujuan untuk mengetahui jumlah air bebas dalam produk yang dapat digunakan oleh mikroba. Alat yang digunakan untuk mengukur a w adalah a w -meter Shibaura Electronics Co. Ltd WA-360 Gambar 3. Pengukuran nilai a w pada sampel bakso dilakukan dengan cara memasukkan pati sagu sangrai tidak sangrai sebanyak 3-5 gram ke dalam cawan sensor pada a w -meter dan ditutup rapat. Pembacaan nilai a w dilakukan pada saat display alat menunjukkan angka yang tetap atau ditandai dengan munculnya indikator completed test. Hal yang sama juga dilakukan pada pati tapioka sangrai tidak sangrai dan bakso. Gambar 3. Alat a w -meter Shibaura Electronics Co. Ltd WA-360 15

3.2.4 Seleksi Perlakuan Terpilih

Pengamatan dilakukan terhadap 4 sampel bakso terpilih dari tahap sebelumnya, yaitu A2B1C1, A2B1C3, A2B2C1, A2B2C3 dan satu sampel kontrol. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan visual, analisis aktivitas air a w bakso dan sagu selama penyimpanan, analisis pH bakso, kekerasan dan kekenyalan objektif bakso, dan analisis mikrobiologi bakso dan sagu. Proses pembuatan bakso dapat dilihat pada Gambar 4. Secara umum proses ini sama dengan proses pembuatan pada tahap sebelumnya, namun lama perebusan menjadi 15 menit. Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan bakso

3.2.4.1 Analisis pH Bakso dengan pH-meter

Nilai pH bakso diukur dengan menggunakan pH-meter. Sebelum pengukuran, pH-meter Gambar 5a dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan 7. Bakso yang akan dianalisis, ditimbang sebanyak 1 gram dan dicampur dengan akuades sebanyak 10 ml, dihancurkan dengan pangan selama 1 menit dengan memasukkan bakso dan akuades ke dalam plastik HDPE. Setelah campuran homogen baru dilakukan pengukuran pH. Pengukuran pH dilakukan dengan merendam elektroda pH-meter Gambar 5b ke dalam larutan sampai alat menunjukkan nilai pH terukur, elektroda kemudian dibilas dengan akuades, dikeringkan dan digunakan untuk pengukuran pH selanjutnya. Analisis pH juga dilakukan pada pati yang digunakan sebagai pelapis bakso. Sampel pati ditimbang sebanyak 1 gram kemudian Digiling halus selama 1 menit 0.5 lada, 30 tapioka dan 0.9 bawang putih Digiling kembali selama 1 menit Didiamkan selama 10 menit Dicetak berbentuk bulat-bulatan bakso 100 gram daging 30 es, 5 NaCl Dimasak dalam air mendidih 100 o C selama 15 menit Bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit Pengamatan visual, analisis aktivitas air a w , analisis pH bakso, kekerasan dan kekenyalan objektif bakso, dan uji total mikroba sagu dan bakso 16 dilarutkan dalam akuades sebanyak 10 ml. Setelah homogen baru dilakukan pengukuran pH dengan cara merendam elektroda pH-meter ke dalam larutan sampai alat menunjukkan nilai pH terukur. Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades, dikeringkan dan digunakan untuk pengukuran pH selanjutnya. a b Gambar 5. a Alat pH-meter model 210A merk Orion; b Elektroda pH-meter

3.2.4.2 Kekerasan dan KekenyalanElastisitas Objektif Texture Profile Analysis

Prinsip dari analisis profil tekstur Texture Profile Analysis atau TPA adalah memberikan gaya tekan terhadap produk sebanyak dua kali sehingga dapat mendefinisikan parameter tekstur menjadi satu nilai, misalnya nilai kekerasan atau kekenyalan suatu produk. Karena gaya yang diberikan terhadap sampel adalah dua gaya tekanan, maka profil Texture Profile Analysis TPA akan memberikan dua puncak. Pengukuran yang dilakukan mencakup kekerasan dan kekenyalan bakso dengan menggunakan texture analyzer TA-XT 2i Gambar 6a dengan probe silinder Gambar 6b. Pilih dan pasang probe silinder P75 kemudian setting kondisi pengukuran settingan alat dapat dilihat pada Tabel 4. Setelah itu lakukan kalibrasi ketinggian probe kemudian letakkan sampel bakso dibawah probe silinder dan lakukan pengukuran terhadap tekstur bakso. Hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini akan menghasilkan kurva profil analisis dengan dua puncak yang kemudian dapat diolah lebih lanjut dengan menggunakan software yang terintegrasi dengan alat texture analyzer TA-XT 2i. Kekerasan bakso ditentukan dari maksimum gaya nilai puncak pada tekanan kompresi pertama, sedangkan kekenyalan ditentukan dari jarak yang ditempuh oleh bakso pada tekanan kedua sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya L2 dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh bakso pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai maksimumnya L1, atau L2L1. Contoh kurva profil analisis dapat dilihat pada Gambar 7. a b Gambar 6. a Alat texture analyzer TA-XT 2 stable Micro System; b Probe silinder P75 17 Tabel 4. Setting alat texture analyzer No. Parameter Ukuran 1. Pre Test Speed 1.0 mms 2. Test Speed 1.0 mms 3. Post Test Speed 1.0 mms 4. Rupture Test Dist 1.0 5. Distance 50 6. Force 0.98 N 7. Time 5.00 sec 8. 9. 10. 11. Count Trigger Type Force Stop plot at Break Detect Sensitivity Units Force Distance 5 Auto 0.10 N Final Off 0.98 N Newtons strain Gambar 7. Kurva analisis profil tekstur

3.2.4.3 Uji Total Mikroba Fardiaz 1989

Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan alat stomacher selama 60 detik sehingga dihasilkan sampel bakso dengan pengenceran 1:10. Campuran dikocok, diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi 9 ml larutan pengencer steril 10 -2 . Dengan cara yang sama diperoleh pengenceran 10 -3 , 10 -4 , dan seterusnya. Dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml suspensi sampel dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya ditambahkan 15-20 ml medium PCA Plate Count Agar steril bersuhu 47-50 o C duplo. Setelah L1 L2 Maksimum gaya 18 medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37 o C selama 2-3 hari. Total mikroba dihitung dengan rumus: ALT atau TPC ∑C [ xn 1 + 0.1xn 2 ]xd Keterangan: ALT atau TPC = angka lempeng total atau total plate count ∑C = jumlah koloni n 1 = jumlah cawan pengenceran pertama n 2 = jumlah cawan pengenceran kedua d = pengenceran pertama

3.2.5 Analisis Organoleptik Sampel Bakso Terpilih

Analisis organoleptik dilakukan terhadap sampel bakso terpilih, yaitu sampel bakso yang telah dilapis pati dan disimpan pada suhu ruang serta memiliki jumlah mikroba yang masih memenuhi batas cemaran mikroba yang ditetapkan SNI. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik dengan 30 panelis tidak terlatih. Panelis diminta untuk menilai atribut sensori produk bakso berupa warna, aroma, rasa, tekstur dan overall. Skala yang digunakan ialah skala garis dengan panjang maksimum 10 cm. Masing-masing tanda batas diberi label dengan deskripsi intensitas yang berbeda. Lembar skor dari uji rating hedonik ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain lembar skor berisi skala garis penilaian sampel, panelis juga diberikan selembar kuisioner berisi pertanyaan tertutup closed question mengenai atribut terpenting bakso menurut pendapat panelis. Kuisioner tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Skor rataan penerimaan panelis kemudian dideskripsikan menggunakan acuan Labelled Affective Magnitude LAM scale Kemp et al. 2009. Skor rataan penerimaan panelis dikalikan dengan 10 untuk mendapatkan kisaran nilai yang sama dengan kisaran nilai Labelled Affective Magnitude LAM scale, yaitu 0-100. Deskripsi kesukaan disesuaikan dengan deskripsi yang ada pada skala tersebut. Skala tersebut ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Labelled Affective Magnitude LAM Scale 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS PROKSIMAT BAKSO SAPI

Analisis proksimat dilakukan terhadap sampel bakso sapi untuk mengetahui kadar air, kadar abu, protein, lemak serta kadar karbohidrat dari sampel. Hasil analisis proksimat bakso dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut SNI No. 01-3818-1995, kadar air bakso daging adalah maksimal 70 bb, kadar abu maksimal 3.0 bb, protein minimal 9.0 bb, dan lemak maksimal 2.0 bb. Jika dibandingkan dengan SNI, maka bakso yang dibuat pada penelitian ini masih masuk dalam standar yang dinyatakan oleh SNI. Tabel 5. Hasil analisis proksimat bakso Komponen Jumlah Kadar Air bb 63.49 Kadar Abu bb 2.71 Protein bb 11.59 Lemak bb 0.54 Karbohidrat bb 21.68

4.2 APLIKASI PATI TERHADAP BAKSO

4.2.1 Pengamatan Visual

Parameter yang diamati selama penyimpanan tersebut adalah kondisi fisik dari masing- masing sampel meliputi warna, keberadaan kapang dan lendir, bau, kondisi pati pelapis, dan kondisi sampel secara keseluruhan. Hasil pengamatan fisik selama 4 hari penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Pada umumnya pada penyimpanan hari pertama dan kedua, bakso pecah saat ditekan dan berbau busuk. Pada hari keempat, sampel kontrol tidak berbentuk bulat lagi namun berbentuk cairan kental yang berbau busuk. Sampel A1B1C1, A1B1C3, A1B2C1, dan A1B2C3 ditumbuhi kapang, warna bakso abu-abu pucat, berbau busuk dan mudah pecah ketika ditekan. Pati pelapis pada sampel A1B1C2 dan A1B2C2 terlihat sangat basah +++, sampel berbau busuk dan berwarna abu-abu pucat. Sampel juga pecah dan benyek ketika ditekan, sedangkan sampel A2B1C2 dan A2B2C2 berwarna putih kekuningan, berbau busuk, pati pelapis basah ++, dan sampel pecah ketika ditekan. Pati pelapis pada sampel A2B1C1, A2B1C3, A2B2C1 dan A2B2C3 terlihat agak basah +, sampel pecah ketika ditekan, berbau busuk dan daging berwarna abu-abu pucat ketika dibelah. Kerusakan yang dialami bakso dengan pelapisan menggunakan tapioka sangrai maupun tidak sangrai umumnya lebih parah sehingga umur simpannya pun menjadi pendek.