Hubungan Alat Pelindung Diri Dan Personal Hygienedengan Kejadian Kecacingan Pada Pekerja Pengangkut Sampah Di Wilayah I Kota Medan Tahun 2014
HUBUNGAN ALAT PELINDUNG DIRI DAN PERSONAL HYGIENEDENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA PEKERJA
PENGANGKUT SAMPAH DI WILAYAH I KOTA MEDAN TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH:
ASTRI WAHYUNI PASARIBU 121021105
Program Studi S1 KesehatanMasyarakat
FakultasKesehatanMasyarakat
Universitas Sumatera Utara
Medan
(2)
HUBUNGAN ALAT PELINDUNG DIRI DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA PEKERJA
PENGANGKUT SAMPAH DI WILAYAH I KOTA MEDAN TAHUN 2014
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH:
ASTRI WAHYUNI PASARIBU 121021105
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Medan
(3)
(4)
ABSTRAK
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Salah satu penyakit yang dapat terinfeksi dari sampah adalah infeksi cacing dan orang yang beresiko mengalami kejadian kecacingan adalah pekerja pengangkut sampah. Untuk itu perlu mengetahui hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Wilayah I Kota Medan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Wilayah I Kota Medan tahun 2014.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey berifat analitik dengan sampel sebanyak 42 responden yang dipilih dengan purposive sampling. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan kuesioner dan juga melakukan pemeriksaan kecacingan pada feses responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan alat pelindung diri dengan kejadian kecacingan (p=0.000), dan tidak ada hubungan personal hygiene dengan kejadian kecacingan (p=0.786). Diharapkan bagi Dinas Kebersihan Kota Medan agar menyesuaikan jenis dan bahan alat pelindung diri dengan kebutuhan pekerja pengangkut sampah dan juga Dinas Kebersihan Kota Medan dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya memberikan penyuluhan kepada pekerja pengangkut sampah tentang penggunaan alat pelindung diri dan kebersihan diri pada saat bekerja sehingga mereka dapat terhindar dari penyakit.
(5)
ABSTRACT
Poor waste management can have a negative effect on health. One of the diseases that can be infected from waste is worm infection and those who are at risk of worm disease incidence are garbage workers. So we need to know the relationship of personal protective equipment and personal hygiene with worm disease incidence in the garbage workers Region I Medan.
The purpose of this study was to determine the relationship of personal protective equipment and personal hygiene with worm disease incidence garbage workers Region I Medan in 2014.
This research is analytic survey, with sample 42 respondents that selected by purposive sampling. The method used a questionnaire and interviews with intestinal worms in the stool examination respondents.
The results showed that there are association of personal protective equipment with worm disease incidence (p = 0.000), and there are no association of the personal hygiene with worm disease incidence (p = 0.786). The Sanitation Department of Medan is expected in order to adjust the type and materials of personal protective equipment to the workers and also The Sanitation Department of Medan collaboration with the Health Department of Medan in an effort to educate workers about the use of garbage personal protective equipment and do hygiene at work so that they can avoid the worm diseases incidence.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Alat Pelindung Diri dan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan Pada Pekerja Pengangkut Sampah di Wilayah I Kota Medan Tahun 2014”.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang dalam penulisannya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, MKes, selaku Ketua Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara.
3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang luar biasa.
(7)
4. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, MKes, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang luar biasa.
5. Ibu Umi Salmah, SKM, MKes, selaku Dosen Penguji I
6. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji II
7. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja beserta seluruh Dosen dan staf/pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Ir. H. Endar Sutan Lubis, M.Si, selaku Kepala Dinas Kebersihan Kota Medan beserta staf/pegawai yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan juga kepada pihak UPTD Terjun yang telah memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitan.
9. Ayahanda H. Rinto Pasaribu dan Ibunda Hj. Resialam Sitompul atas cinta dan kasih sayang, do’a, perhatian, dan dukungan yang tidak terbatas kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, serta Abang dan Kakakanda Rahmad Parulian Alamsyah Pasaribu, ST dan Rini Dina Melani, SS, Kakanda Marlina Putri Pasaribu, SSi dan Adinda Fitri Elfridha, SH untuk dukungan dan pengorbanannya. 10.Teman dan adik (Wiki Anggraini, AMKeb, Siti Rahma, AMKeb, Dina
Mustika AMKeb, Putri Devianti AMKeb, Dian Permata Nst, AMKeb, Nurma Sari Hrp, AMKeb)
(8)
11.Teman-teman seperjuangan di K3 (Fira, Nur, Hermin, Eva, Qoyul, Alex, Jhon, Andi, Manda, Ponco, Imam, Roni, Frans, Sandro, Indra) 12.Semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan
dalam skripsi ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Dalam hal ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2015
(9)
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1. Tujuan Umum ... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ... 6
1.4. Hipotesis Penelitian ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Sampah ... 8
2.1.1. Defenisi Sampah ... 8
2.1.2. Jenis Sampah ... 8
2.1.3. Sampah dan Kesehatan ... 11
2.2. Tinjauan Umum Infeksi Kecacingan ... 12
2.2.1. Infeksi Kecacingan ... 12
2.2.2. Morfologi dan Daur Hidup Cacing ... 13
2.2.3. Gejala Klinis Kecacingan ... 16
2.2.4. Diagnosis Kecacingan ... 17
2.2.5. Tahapan Pekerja Terinfeksi Cacing ... 18
2.2.6. Pencegahan dan Upaya Penanggulangan ... 19
2.3. Alat Pelindung Diri ... 19
2.4. Tinjauan Umum Personal Hygiene ... 22
2.4.1. Pengertian Hygiene ... 22
2.4.2. Personal Hygiene ... 22
2.5. Kerangka Konsep ... 25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 26
3.3.2. Waktu Penelitian ... 26
3.3. Populasi dan Sampel ... 27
(10)
3.3.2. Sampel ... 27
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27
3.4.1. Data Primer ... 27
3.4.2. Data Sekunder ... 28
3.5. Defenisi Operasional ... 28
3.6. Aspek Pengukuran ... 28
3.7. Instrumen Penelitian ... 30
3.8. Teknik Analisa Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33
4.1.2. Visi dan Misi Dinas Kebersihan Kota Medan ... 32
4.1.3. Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Kota Medan ... 34
4.1.4. Tujuan, Sasaram, Kebijakan dan Program Dinas Dinas Kebersihan Kota Medan ... 34
4.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi ... 37
4.2. Karakteristik Responden ... 40
4.2.1. Umur ... 40
4.2.2. Jenis Kelamin ... 41
4.2.3. Lama Bekerja ... 41
4.2.4. Tingkat Pendidikan ... 41
4.3. Alat Pelindung Diri yang Dipakai Responden ... 42
4.4. Personal Hygiene Responden ... 42
4.5. Kecacingan ... 43
4.6. Analisa Bivariat ... 44
4.6.1. Hubungan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Kecacingan ... 44
4.6.2. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan ... 45
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pekerja Sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan ... 47
5.2. Alat Pelindung Diri dan Kejadian Kecacingan ... 50
5.3. Personal Hygiene dan Kejadian Kecacingan ... 52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 54
6.2. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 56 DAFTAR LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Kelompok Umur di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 41 Tabel 4.2 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Lama Bekerja di
Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 41 Tabel 4.3 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 42 Tabel 4.4 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Alat Pelindung
Diri di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 42 Tabel 4.5 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Personal Hygiene
di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 43 Tabel 4.6 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Pemeriksaan
Kecacinngan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 43 Tabel 4.7 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Jenis Cacing di
Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 44 Tabel 4.8 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan Alat
Pelindung Diri dengan Kejadian Kecacingan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 44 Tabel 4.9 Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan
Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I ... 45
(12)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP BIODATA
Nama : Astri Wahyuni Pasaribu
Tempat : Sibolga
Tanggal Lahir : 2 Juli 1986
Suku Bangsa : Batak
Agama : Islam
Nama Ayah : H. Rinto Pasaribu
Suku Bangsa Ayah : Batak
Nama Ibu : Hj. Resialam Sitompul
Suku Bangsa Ibu : Batak
Pendidikan Formal
1. SD Inpres 084094 Sibolga / 1998 2. MTs Darur Rachmad Sibolga / 2001 3. SMA Negeri 1 Sibolga / 2004
4. Akademi Kebidanan Sehat Medan / 2008
(13)
ABSTRAK
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Salah satu penyakit yang dapat terinfeksi dari sampah adalah infeksi cacing dan orang yang beresiko mengalami kejadian kecacingan adalah pekerja pengangkut sampah. Untuk itu perlu mengetahui hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Wilayah I Kota Medan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Wilayah I Kota Medan tahun 2014.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey berifat analitik dengan sampel sebanyak 42 responden yang dipilih dengan purposive sampling. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan kuesioner dan juga melakukan pemeriksaan kecacingan pada feses responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan alat pelindung diri dengan kejadian kecacingan (p=0.000), dan tidak ada hubungan personal hygiene dengan kejadian kecacingan (p=0.786). Diharapkan bagi Dinas Kebersihan Kota Medan agar menyesuaikan jenis dan bahan alat pelindung diri dengan kebutuhan pekerja pengangkut sampah dan juga Dinas Kebersihan Kota Medan dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya memberikan penyuluhan kepada pekerja pengangkut sampah tentang penggunaan alat pelindung diri dan kebersihan diri pada saat bekerja sehingga mereka dapat terhindar dari penyakit.
(14)
ABSTRACT
Poor waste management can have a negative effect on health. One of the diseases that can be infected from waste is worm infection and those who are at risk of worm disease incidence are garbage workers. So we need to know the relationship of personal protective equipment and personal hygiene with worm disease incidence in the garbage workers Region I Medan.
The purpose of this study was to determine the relationship of personal protective equipment and personal hygiene with worm disease incidence garbage workers Region I Medan in 2014.
This research is analytic survey, with sample 42 respondents that selected by purposive sampling. The method used a questionnaire and interviews with intestinal worms in the stool examination respondents.
The results showed that there are association of personal protective equipment with worm disease incidence (p = 0.000), and there are no association of the personal hygiene with worm disease incidence (p = 0.786). The Sanitation Department of Medan is expected in order to adjust the type and materials of personal protective equipment to the workers and also The Sanitation Department of Medan collaboration with the Health Department of Medan in an effort to educate workers about the use of garbage personal protective equipment and do hygiene at work so that they can avoid the worm diseases incidence.
(15)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian pembangunan nasional. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 152 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular, dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit. Penanganan penyakit menular dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat (Depkes RI, 2009).
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (SKN, 2012).
Berbagai aktivitas dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan dan minuman dan barang lainnya dari sumber daya alam. Aktivitas tersebut juga menghasilkan bahan
(16)
buangan yang sudah tidak dibutuhkan oleh manusia yang disebut sampah (Chandra, 2007).
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri pathogen) (Notoatmodjo, 2007).
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Penyakit bawaan sampah sangat luas, dan dapat berupa penyakit menular, tidak menular, dapat juga berupa kebakaran, keracunan, dan lain-lain. Penyebabnya dapat berupa bakteri, jamur, cacing dan zat kimia (Slamet, 2009).
Salah satu penyakit yang dapat terinfeksi dari sampah adalah infeksi cacing. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Di Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum, infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa cacing sekaligus. Diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing, rendahnya mutu sanitasi menjadi penyebabnya. Pada anak-anak, cacingan akan berdampak pada gangguan kemampuan untuk belajar, dan pada orang dewasa akan menurunnya produktivitas kerja. Dalam jangka panjang, hal ini akan berakibat menurunnya produktivitas kerja dan menurunnya kualitas sumber daya manusia (Zulkoni, 2010).
(17)
Permasalahan sampah dapat ditangani dengan mengelolanya secara tepat dan benar. Dengan adanya tenaga kerja dalam mengatasi masalah tersebut diharapkan mampu untuk memberi yang terbaik untuk menurunkan akibat-akibat kesehatan yang ditimbulkan oleh sampah. Namun, tenaga kerja dalam hal ini juga perlu untuk dilindungi. Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, antara lain perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan. Maksud perlindungan ini adalah agar tenaga kerja secara umum melaksanakan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi, karena itu keselamatan kerja merupakan segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Penggunaan alat pelindung diri seperti pakaian kerja yang sesuai akan mengurangi kemungkinan terjadi kecelakaan atau luka-luka (Daryanto, 2003).
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal protective equipment atau alat pelindung diri didefenisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang lain (Ridley, 2008).
Menurut Sri Maywati (2013) tentang Kontribusi Penggunaan Alat Perlindungan Diri Terhadap Kejadian Infeksi Nematoda Usus (Studi Pada Petugas Pengangkut Sampah) di Kota Tasikmalaya menunjukkan 46% responden terinfeksi nematoda usus dengan jenis cacing terbanyak yang ditemukan adalah
(18)
Ascaris lumbricoides, yaitu sebanyak 17 responden (73,91%). Praktek selalu menggunakan alat pelindung diri lengkap setiap bekerja hanya dilakukan oleh 14 orang (28%), dan 16 orang (32%) tidak pernah menggunakan alat pelindung diri lengkap pada saat bekerja.
Selain penggunaan alat pelindung diri, kebersihan diri juga sangat penting untuk pekerja dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Kebersihan diri merupakan tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Dalam penelitian sebelumnya oleh Farikhun (2010) tentang Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan pada Pekerja pengangkut sampah di Kota Pekalongan menunjukkan bahwa kejadian kecacingan lebih banyak terjadi pada pekerja yang hygiene perorangannya tidak baik dan yang tidak menggunakan alat pelindung diri. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri dengan kejadian kecacingan.
Berdasarkan survey awal penulis, penanganan sampah di Kota Medan dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan dan dibagi dalam 2 (dua) wilayah. Setiap wilayah mempunyai petugas pengangkut sampah Bestari (becak/gerobak sampah), Melati (penyapu jalan), supir dan kernet truk sampah. Para pekerja yang menjadi kernet truk sampah mengangkut sampah dari di tiap tempat di wilayah kerjanya dengan alat yang sudah disediakan berupa keranjang dan garpu. Alat yang disediakan untuk mengumpul sampah ini jarang digunakan. Para pekerja lebih sering menggunakan benda-benda yang ada di sekitar tempat sampah atau diambil dengan tangan pada saat mengangkut sampah dan memindahkannya ke
(19)
dalam truk sampah. Para pekerja memulai pekerjaannya dari pagi sekali sekitar pukul 06.00 WIB dengan waktu istirahat yang tidak dapat ditentukan sampai semua sampah di wilayah kerjanya selesai diangkut ke truk sampah. Dalam pengamatan penulis banyak pekerja pengangkut sampah yang tidak menggunakan alat pelindung kaki yang tertutup (sepatu boot), sarung tangan, masker, topi, pakaian kerja ketika berkerja dan kurang memperhatikan personal hygienenya seperti kuku yang tidak dipotong, makan atau merokok pada saat bekerja.
Oleh karena itu pekerja pengangkut sampah sangat beresiko terkena penyakit yang berkaitan dengan cacing. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan pemakaian alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Kota Medan.
1.2. PerumusanMasalah
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan.
(20)
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan,
2. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene terhadap kejadian kecacingan,
3. Untuk mengetahui hubungan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap kejadian kecacingan.
1.4. Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kecacingan 2. Ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian kecacingan
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pekerja pengangkut sampah agar memperhatikan pemakaian alat pelindung diri dan personal hygiene agar tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah,
2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Medan, khususnya Dinas Kebersihan Kota Medan tentang hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan,
3. Sebagai bahan masukan/informasi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian yang sejenis,
(21)
4. Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis untuk melakukan penelitian.
(22)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Sampah 2.1.1. Definisi Sampah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentu padat (Sarudji, 2010).
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006).
2.1.2. Jenis Sampah
Sampah padat dibagi menjadi beberapa kategori (Chandra, 2006), sebagai berikut:
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalam sampah dibedakan menjadi:
a. Sampah organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur, dan buah. b. Sampah in-organik, misalnya logam, pecah-belah, abu, dan
lain-lain.
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar.
a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, plastik, daun kering, kayu.
(23)
b. Sampah yang sukar terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan lain-lain.
3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk.
a. Sampah yang mudah membusuk, misalnya sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya.
b. Sampah yang sukar membusuk, misalnya plastik, karet, kaleng, dan sebagainya.
4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah
a. Garbage (sampah mudah membusuk)
Terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukan seringkali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.
b. Rubbish, terbagi menjadi dua:
1) Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.
2) Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya kaca, kaleng, dan sebagainya.
c. Ashes (abu)
Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di rumah, di kantor, maupun industri.
(24)
Sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia.
e. Dead animal (bangkai binatang)
Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau kecelakaan.
f. House hold refuse
Yaitu sampah campuran yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes yang berasal dari daerah perumahan.
g. Abandoned vehicles (bangkai kendaraan)
Yang termasuk jenis sampah ini adalah bangkai mobil, truk, kereta api, satelit, kapal laut, dan alat transportasi lainnya.
h. Sampah industry
Terdiri dari sampah padat yang berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.
i. Demolotion wastes, berasal dari sisa-sisa pembangunan gedung.
j. Contruction wastes, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung, seperti tanah, batu, dan kayu.
k. Santage solid
Terdiri dari benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat, pada pintu masuk suatu pusat pengolahan limbah cair.
(25)
Yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif, dan zat yang toksis.
2.1.3. Sampah dan Kesehatan
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut (Sarudji, 2010):
1. Sampah sebagai sarang vektor dan binatang pengerat
Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat dan tikus merupakan vektor penyakit yang mempunyai kebiasaan hidup di sekitar kegiatan manusia karena manusia secara tidak sadar telah menyediakan makanan bagi mereka. Kontaminasi oleh lalat atau tikus terhadap makanan disebabkan karena kebiasaan mereka hidup di tempat yang kotor (sampah) dan juga kebiasaan menjamah makanan manusia.
2. Sampah sebagai sumber infeksi
Sumber infeksi adalah zat atau bahan dimana hidup agen (penyebab) penyakit sebelum agen penyakit mencapai host yang baru. Seringkali sampah tercampur dengan kotoran manusia atau vomitus dan bahan lain yang berasal dari penderita yang bersifat infeksius. Kontak antara manusia dan sampah dapat langsung maupun melalui vektor penyakit.
(26)
Pembuangan sampah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat/lingkungan seperti open dumping akan berpotensi mencemari tanah dan air tanah di dalamnya. Hasil penguraian maupun bahan kimia toksik yang terdapat dalam sampah akan terbawa oleh lindi (leachate) sampai akhirnya mencapai air tanah.
4. Sampah berbahaya
Sifat sampah ada yang membahayakan kehidupan/kesehatan manusia yang dikelompokkan dalam sampah berbahaya (hazardous waste). Ada yang bersifat toksik seperti sampah kimia yang dihasilkan oleh kegiatan industri kimia tertentu, sampah pestisida, dan sampah dari laboratorium kimia. Sampah berbahaya lainnya adalah sampah infeksius, sampah eksplosif, sampah mudah terbakar, dan sampah radioaktif.
5. Sampah mengganggu estetika
Sampah, baik bentuk atau wujud maupun baunya sudah menimbulkan kesan tidak estetis.
2.2. Tinjauan Umum Kecacingan 2.2.1. Infeksi Kecacingan
Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masihbanyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH), yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. Penyakit parasit yang termasuk ke dalam neglected
(27)
diseases tersebut merupakan penyakit tersembunyi atau silent diseases, dan kurang terpantau oleh petugas kesehatan.
2.2.2. Morfologi dan Daur Hidup
1. Morfologi dan Daur Hidup Ascariasis lumbricoides (Cacing cambuk) Cacing jantan berukukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang di buahi dan yang tidak di buahi. Telur yang dibuahi besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak di buahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang di buahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe lalu dialirkan ke jantung kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea, larva ini menuju laring sehingga menimbulkan rangsangan pada laring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan di perlukan waktu kurang lebih 2 bulan. Gejala yang muncul akibat cacing ini biasanya disebabkan oleh migrasi larva dan cacing dewasa. Paru merupakan
(28)
organ yang dilalui cacing pada siklus hidupnya, maka keluhan klinis sering berasal dari organ tersebut. Gejala penyakit berkisar dari yang ringan berupa batuk sampai yang berat seperti sesak napas. Gejala yang disebabkan cacing dewasa dapat bervariasi mulai dari pertumbuhan lumen usus karena banyaknya cacing, kemudian cacing berjalan ke jaringan hati, sampai muntah cacing yang bisa menyumbat saluran napas (Syamsu: 2001).
2. Morfologi dan Daur Hidup Trichuris trichiura (Cacing gelang)
Cacing betina kira panjangnya 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior halus seperti cambuk panjangnya kira-kira-kira-kira dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina di perkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000-10.000 butir telur. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning- kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang di buahi di keluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 minggu di tanah. Telur matang yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung yaitu bila secara kebetulan hospes menelan telur matang, larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Jadi cacing ini tidak melalui siklus paru. Masa
(29)
pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. Penyakit cacing cambuk biasanya tanpa gejala (asimtomatis). Infeksi berat bisa menyebabkan anemia ringan dan diare berdarah (bloody) sebagai konsekuensi kehilangan darah karena penghisapan oleh cacing. Pada kasus yang jarang dapat terjadi prolaps recti. Diagnosis didapatkan dari adanya telur atau cacing dewasa dalam tinja. Cacing trichuris hidup di sekum; pada infeksi berat, terutama pada anak, ia tersebar diseluruh kolon dan rektum. Cacing ini dapat mengisap darah hospesnya, sehingga menimbulkan anemia, berat badan turun, dan kadang-kadang di sertai prolaps rektum.
3. Morfologi dan Daur Hidup Hookworms (Cacing tambang)
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan mulut yang melekat di dinding mukosa dinding usus. Cacing betina N. americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan A.duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih dari 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm.bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenalemenyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Pada mulut N.americanus terdapat kitin, sedangkan pada A.duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks. Telur yang besarnya kira-kira 60x 40 mikron berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis, di dalamnya terdapat beberapa sel. Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1- 1,5 hari keluarlah larva rhabdithiform tumbuh menjadi larva filariform yang berukuran kira 600 mikron dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Larva filariform akan menembus kulit dan ikut aliran darah ke
(30)
jantung terus ke paru-paru. Larva menembus alveoli dan masuk ke bronkus lalu ke trakea dan laring dari laring larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa (Samad: 2009).
2.2.3. Gejala Klinis Kecacingan
1. Gejala Klinis Ascaris Lumbricoides
Ascaris lumbricoides menimbulkan gejala penyakit yang disebabkan oleh: 1. Larva: menimbulkan kerusakan kecil pada paru-paru dan dapat
menyebabkan “Loeffler syndrome” dengan gejala: demam, batuk, infiltrasi paru-paru, oedema, asthma, leukocytosis, eosinopilia.
2. Cacing dewasa: penderitanya disebut ascariasis. Penderita dengan infeksi ringan biasanya mengalami gejala gangguan usus ringan seperti: mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keaddaan malnutrisi. Dalam sehari setiap ekor cacing menghisap 0.14 gram karbohidrat dalam usus halus penderita.
2. Gejala Klinis Trichuris trichiura
Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga di kolon asendens. Pada infeksi berat, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rectum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rectum, yang mengalami prolapses akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, sehingga terjadi trauma yang menimbulkan ititasi dan peradangan mukosa
(31)
usus. Pada tempat perletakannya dapat terjadi perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia. Infeksi Trichuria trichiura sering disertai dengan infeksi klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala, parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja secara rutin.
3. Gejala Klinis Hookworms (Cacing Tambang)
1. Larva: bila banyak larva filaform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
2. Cacing dewasa: gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan protein). Tiap cacing N. americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08 – 0,34 cc. Biasanya terjadi adenmia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinophilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.
2.2.4. Diagnosis Kecacingan
1. Diagnosis Ascaris lombricoides
Cara menegakkan diagnosis adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis ascariasis. Selain diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut hidung atau muntah maupun melalui tinja.
(32)
2. Diagnosis Trichuris trichiura
Diagnosis adalah dengan menentukan telur dalam tinja.
3. Diagnosis Hookworm
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telu dari tinja segar. Dalam tinja lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan Anclystoma duodenale dan Necator americanus dapat dilakukan dengan biakan tinja misalnya dengan cara Harada-Mori.
2.2.5. Tahapan Pekerja Terinfeksi Cacing
Para pekerja mempunyai tanggung jawab pekerjaan mulai dari kegiatan mengumpulkan, mengangkut dan membuang sampah. Di setiap kegiatan tersebut mereka sangat beresiko terinfeksi cacing. Mereka dapat terinfeksi cacing baik lewat oral yaitu melalui makanan dan minuman yang tercemar dan melalui penetrasi kulit. Bila pekerja kebersihan mengelola sampah tidak menggunakan Alat Pelindung Diri seperti topi, pakaian kerja, masker, sepatu dan sarung tangan maka kemungkinan terinfeksi cacing lebih besar daripada mereka yang menggunakan APD secara lengkap.
Menurut Pulungan (2002) mengemukakan bahwa: “cacing Ascariasis lumbricoides, Trichuris trichura, Ancylostoma duanale dapat menginfeksi pekerja kebersihan yang mengelola sampah tanpa menggunakan alat pelindung diri dengan menelan telur cacing tersebut yang melekat pada tangan yang tidak memakai pelindungnya seperti sarung tangan. Bisa juga terinfeksi dengan cara larva cacing tersebut menembus kulit pekerja kebersihan yang kontak langsung
(33)
dengan sampahdan tidak memakai APD seperti sarung tangan dan baju lengan panjang dan sepatu”.
2.2.6. Pencegahan dan Upaya Penanggulangan
Penanggulangan infeksi cacing usus tidak mudah karena keterkaitan dengan masalah lingkungan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat mengobati tetapi tidak memutuskan mata rantai penularan. Berdasarkan gejala yang di timbulkan, maka upaya pencegahan yang dapat di lakukan adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan Kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna yaitu seperti: tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan tangan dicuci terlebih dahulu dengan sabun, bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
2. Pengobatan massal 3. Peningkatan status gizi 4. Perbaikan sanitasi lingkungan
5. Higiene perorangan serta partispasi masyarakat (Purba: 2005). 2.3. Alat Pelindung Diri
Terdapat berbagai upaya untuk menanggulangi bahaya-bahaya yang terdapat di lingkungan kerja, yaitu: pengendalian secara teknik (engineering control), pengendalian secara administratif (administrative control) dan pemakaian alat-alat pelindung diri (personal protective equipment).
(34)
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal protective equipment atau alat pelindung diri didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
Alat pelindung diri yang efektif harus: 1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi
2. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut 3. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya
4. Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas 5. Memiliki konstruksi yang kuat
6. Tidak mengganggu alat pelindung diri lain yang sedang dipakai secara bersamaan
7. Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainnya (Ridley, 2008). Ada berbagai macam alat pelindung diri, yaitu:
a. Alat pelindung kepala
Tujuan dari penggunaan alat pelindung kepala adalah untuk mencegah bahaya terbentur oleh benda padat atau benda keras yang dapat menyebabkan luka gores, potong atau tusuk; bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda-benda-benda yang melayang atau meluncur di udara; bahaya panas radiasi, api, dan percikan bahan-bahan kimia yang korosif.
(35)
Alat pelindung mata menurut bentuknya dapat dikategorikan menjadi: kacamata (spectacles), goggles (cup type/box type), tameng muka (face screen/face shields).
c. Alat pelindung telinga
Alat pelindung telinga berfungsi sebagai penghalang (barrier) antara sumber bising dan telinga bagiana dalam, juga melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan. Secara umum, alat pelindung telinga dibedakan menjadi sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff).
d. Pemakaian masker
Pemakaian masker untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu (Daryanto, 2007).
e. Alat pelindung tangan
Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang paling banyak digunakan. Dalam memilih sarung tangan perlu dipertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut: bahaya terpapar, apakah berbentuk bahan korosif, panas atau dingin, tajam atau kasar, dan daya tahan terhadap bahaya-bahaya kimia.
f. Alat pelindung kaki
Alat pelindung kaki atau sepatu keselamatan kerja dipergunakan untuk melindungi kaki dari bahayanya kejatuan benda-benda berat, percikan cairan, dan tertusuk oleh benda-benda tajam
(36)
Pakaian pelindung atau pakaian kerja dapat berbentu Apron yang menutupi sebagian dari tubuh, pemakaiannya yaitu mulai dari dada samoai lutut san Overalls yang menutupi seluruh tubuh. Pakaian pellindung digunakan untuk melindungi pemakai dari percikan bahan kimia dan cuaca kerja yang ekstrim.
h. Sabuk dan tali pengaman
Sabuk dan tali pengaman dipergunakan untuk bekerja di tempat tinggi, misalnya pada palka kapal, sumur atau tangki. Alat pengaman ini juga dipergunakan pada pekerjaan mendaki, memanjat dan konstruksi bangunan (Sarwono, 2002)
2.4. Tinjauan Umum Hygiene 2.4.1. Pengertian Hygiene
Yang dimaksud dengan hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikikan rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Aswar, 1996).
2.4.2. Personal Hygiene
Personal hygiene (kebersihan perorangan) adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan (Potter, 2005). Kebersihan diri meliputi:
(37)
1. Kebersihan kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-baiknya. Untuk memelihara kebersihan kulit kebiasaan sehat harus selalu memperhatikan seperti:
1) Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri. 2) Mandi minimal 2x sehari
3) Mandi memakai sabun 4) Menjaga kebersihan pakaian
5) Makan yang bergizi terutama sayur dan buah 6) Menjaga kebersihan lingkungan
2. Kebersihan rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat rambut menjadi suburdan indah sehingga akan menimbulkan kesan indah dan cantik dan tidak berbau apek. Dengan selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala maka diperhatikan halsebagai berikut:
1) Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu.
2) Mencuci rambut dengan menggunakan shampoo atau pencuci rambut lainnya.
3) Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharan rambut sendiri. 3. Kebersihan gigi
(38)
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkangigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjagakesehatan gigi adalah:
1) Menggosok gigi secara benar dan teratur di anjurkan setiap habis makan.
2) Memakai sikat gigi sendiri.
3) Menghindari makan makanan yang merusak gigi
4) Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi 5) Memeriksa gigi secara teratur
4. Kebersihan mata
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah: 1) Membaca ditempat yang terang
2) Makan makanan yang bergizi 3) Istirahat yang cukup dan teratur
4) Memakai peralatan sendiri seperti handuk dan sapu tangan 5) Memelihara kebersihan lingkungan
5. Kebersihan telinga
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah: 1) Membersihkan telinga secara teratur
2) Jangan mengorek-korek telinga dengan benda tajam 6. Kebersihan tangan, kaki dan kuku
Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara. Kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian
(39)
Pekerja Pengangkut Sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan
Wilayah I
- Alat Pelindung Diri
- Personal hygiene
Kejadian Kecacingan seseorang. Kuku yang panjang dan tidak terawatt menjadi tempat melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikroorganisme, diantaranya bakteri dan telur cacing.
Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut:
1) Membersikan tangan sebelum makan 2) Memotong kuku secara teratur 3) Membersihkan lingkungan 4) Mencuci kaki sebelum tidur 2.5. Kerangka Konsep Penelitian
(40)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitan survey yang bersifat analitik dengan desain cross sectional yaitu suatu pendekatan yang sifatnya sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam suatu kurun waktu tertentu, untuk mengetahui hubungan alat pelindung diri dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah:
1. Masih banyak pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan tidak menggunakan alat pelindung diri.
2. Kondisi lingkugan kerja pekerja pengangkut sampah yang memungkinkan timbulnya kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah;
3.2.2. Waktu Penelitian
(41)
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitan ini adalah semua pekerja pengangkut sampah yang menjadi kernet truck di Dinas Kebersihan Kota Medan di Wilayah I berjumlah 148 orang.
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 42 orang. Dengan syarat pengambilan:
1. Sampel belum minum obat cacing lebih dari 6 bulan
2. Sudah bekerja minimal 1 tahun
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
1. Alat pelindung diri dikumpulkan dengan dan wawancara pada pekerja pengangkut sampah dengan alat bantu kuesioner,
2. Personal hygiene dikumpulkan dengan wawancara pada pekerja
pangangkut sampah dengan alat bantu kuesioner,
3. Kejadian kecacingan dikumpulkan dengan cara membagikan container tinja kepada pekerja pengangkut sampah. Tinja yang diperoleh diperiksa dengan metode langsung menggunakan mikroskop di laboratorium.
(42)
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder, berupa profil Dinas Kebersihan Kota Medan; dan data jumlah pekerja pengangkut sampah, diperoleh dari Kantor Dinas Kebersihan Kota Medan
3.5Defenisi Operasional
1. Alat pelindung diri didefenisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit kerja yang diakibatkan adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja berupa bahaya biologis, meliputi masker, alat pelindung kaki (sepatu boot), sarung tangan (sarung tangan dari plastik) dan pakaian kerja.
2. Personal hygiene adalah kebersihan perorangan pada pekerja pengangkut
sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan, meliputi kebersihan kulit, kebersihan tangan, kaki dan kuku,
3. Kejadian kecacingan adalah adanya telur cacing pada pekerja pengangkut sampah dari hasil pemeriksaan di laboratorium, meliputi:
a. Terinfeksi jika tinja positif (+) mengandung telur cacing
b. Tidak terinfeksi jika tinja negative (-) mengandung telur cacing.
3.6 Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran adalah mengukur personal hygiene dan pemakaian ala pelindung diri. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert (Sugiyono, 2008).
(43)
1. Alat pelindung diri
Alat pelindung diri dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kusioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan adalah 16 dengan total skor sebesar 48 dengan kriteria sebagai berikut:
Untuk setiap pertanyaan mempunyai 3 pilihan yaitu:
a. Jawaban a= 3 b. Jawaban b= 2 c. Jawaban c= 1
berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu: - Memenuhi syarat, bila responden memberi jawaban benar ≥ 80% atau memiliki nilai (skor) ≥ 38 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang pemakaian alat pelindung diri.
- Tidak memenuhi syarat, bila responden memberikan jawaban yang benar < 80% atau memiliki nilai (skor) < 38 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang pemakaian alat pelindung diri.
2. Personal Hygiene
Personal hygiene ini dapat diukur dengan menggunakan skor terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan adalah 9 dengan total skor sebesar 27 dengan kriteria sebagai berikut:
Untuk setiap pertanyaan mempunyai 3 pilihan yaitu: a. Jawaban a= 3
b. Jawaban b= 2 c. Jawaban c= 1
(44)
berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu: - Baik, bila responden memberi jawaban benar ≥ 80% atau memiliki nilai (skor) ≥ 22 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang personal hygiene,
- Kurang baik, bila responden memberikan jawaban yang benar < 80% atau memiliki nilai (skor) < 22 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang personal hygiene.
3. Kecacingan
Dengan melihat ditemukannya telur cacing pada tinja pekerja pengangkut sampah melalui pemeriksaan di laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan oleh analis di laboratorium.
3.7 Instrumen Penelitian a. Kuesioner
Kuesioner yang ditujukan kepada pekerja pengangkut sampah mencakup data identitas pekerja pengangkut sampah, daftar pertanyaan yang menyangkut alat pelindung diri dan personal hygiene pekerja pengangkut sampah.
b. Mikroskop
Cara pemeriksaan feses dengan pemeriksaan sediaan tipis, yaitu:
- Teteskan NaCl physiologis (0,9 %), eosin 2% atau Lugol sebanyaj 1-2 tetes di atas kaca benda,
- Ambil tinja/feses sedikit dengan sepotong lidi kemudian campur sedemikian rupa pada larutan tersebut hingga rata (homogen),
(45)
- Tutup dengan kaca tutup,
- Pemeriksaan dibawah mikroskop lensa dengan pembesaran 100 kali dan 400 kali.
3.8 Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan mendeskripsikan masing-masing variable yang disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Oleh karena masing-masing variable independen dan variable dependen merupakan data ketogrik maka kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisa data dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan α (0,05). Ho diterima jika p>α berarti tidak ada hubungan dan Ho ditolak jika p<α berarti ada hubungan. Apabila uji Chi-square tidak memenuhi syarat maka dilanjutkan dengan uji Exact Fisher.
(46)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dinas Kebersihan Kota Medan yang terletak di Jalan Pinang Baris Nomor 114. Dinas ini menangani sampah di 21 kecamatan dan 151 kelurahan serta 2000 lingkungan dengan jumlah penduduk dari waktu ke waktu terus meningkat. Dinas Kebersihan Kota Medan mempunyai 2 (dua) wilayah kerja dan penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kebersihan Kota Medan untuk wilayah kerja Medan-I. Wilayah kerja Medan-I meliputi dari 7 kecamatan yang terdiri dari 55 kelurahan yaitu sebagai berikut :
1. Kecamatan Medan Kota, terdiri dari 13 Kelurahan 2. Kecamatan Medan Area, terdiri dari 12 Kelurahan 3. Kecamatan Medan Johor, terdiri dari 6 Kelurahan 4. Kecamatan Medan Amplas, terdiri dari 7 Kelurahan 5. Kecamatan Medan Denai, terdiri dari 6 Kelurahan 6. Kecamatan Medan Polonia, terdiri dari 5 Kelurahan 7. Kecamatan Medan Maimun, terdiri dari 6 Kelurahan
Adapun jumlah personil lapangan untuk wilayah kerja Medan-I adalah sebagai berikut :
- Supir : 57 Orang
(47)
- Bestari (Becak/gerobak sampah) : 277 Orang
- Melati (Penyapu Jalan) : 261 Orang
Jumlah : 743 Orang
Dinas Kebersihan Kota Medan mempunyai dua tempat pembuangan akhir sampah yaitu TPA Terjun yang berada di Medan Marelan dan TPA Namo Bintang di Kabupaten Deli Serdang, tetapi TPA Namo Bintang untuk sementara waktu di non aktifkan.
4.1.2. Visi dan Misi Dinas Kebersihan Kota Medan
Visi Dinas Kebersihan Kota Medan adalah: Menciptakan Medan Kota Metropolitan yang Bersih, Sehat, Tertib, Aman, Rapi Dan Indah (Bestari) Dengan Masyarakat yang Maju, Mandiri dan Berwawasan Lingkungan.
Adapun Misi Dinas Kebersihan Kota Medan dalam mewujudkan Visi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur yang profesional dalam pelayanan kebersihan.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan yang berteknologi berdaya guna dan berhasil guna.
(48)
4.1.3. Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Kota Medan
Bahwa sesuai dengan pasal 64 dan 65 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan, telah diatur tugas dan fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan. (Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Kota Medan Dilampirkan)
4.1.4. Tujuan, Sasaran, Kebijakan dan Program Dinas Kebersihan Kota Medan
1. Tujuan dan Sasaran
Tujuan I: Meningkatkan manajemen pengelolaan Dinas Kebersihan Kota Medan dengan mengutamakan pertanggung jawaban publik dan pertisipasi aktif masyarakat.
Sasaran:
a. Meningkatkan mutu sumber daya manusia aparatur Dinas Kebersihan Kota Medan
b. Terwujudnya sistem laporan akuntabilitas Dinas Kebersihan Kota Medan. c. Meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam menciptakan
kebersihan lingkungan kota.
Tujuan II: Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kebersihan kepada masyarakat.
(49)
Sasaran:
a. Terwujudnya pengangkutan sampah yang tepat waktu dan termaksimalisasinya rotasi pengangkutan timbulan sampah.
b. Meningkatnya cakupan wilayah pelayanan kebersihan dan pengangkutan timbulan sampah.
c. Meningkatnya teknologi yang berdaya guna, berhasil guna, dan berwawasan lingkungan dalam pengelolaan sampah dan limbah tinja. Tujuan III: Meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan.
Sasaran:
a. Meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan
b. Meningkatnya kerjasama dengan mitra swasta dalam menciptakan kebersihan kota
Tujuan IV: Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari penerimaan retribusi pelayanan kebersihan.
Sasaran:
a. Adanya dana potensial wajib retribusi sampah (WRS) pelayanan kebersihan yang akurat dan valid.
b. Terwujudnya manajemen pengelolaan penerimaan retribusi pelayanan kebersihan yang kondusif.
c. Meningkatnya penerimaan retribusi pelayanan kebersihan.
d. Adanya sumber daya pengelola penerimaan retribusi pelayanan kebersihan yang berkemampuan umum dan khusus.
(50)
2. Kebijakan
Untuk meningkatkan akselerasi pencapaian kinerja merujuk pada visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, telah ditetapkan kebijakan yaitu:
1. Memperluas wilayah pelayanan dan meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan:
a. Melakukan evaluasi wilayah yang belum terlayani dan pengangkutan sampah sesuai dengan trip dan jadwal waktu yang telah ditentukan b. Pekerjaan pemaparan sampah di TPA sesuai dengan jadwal waktu
yang telah diberikan
c. Pemilahan sampah antara sampah organik dengan anorganik mulai dari rumah tinggal yang disosialisasikan oleh kelurahan
d. Penambahan truk penghisap debu (road sweeper), truk penyedot tinja e. Melakukan pendataan WRS baru dan melakukan intensifikasi
pemungutan retribusi sampah. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat
a. Melibatkan masyarakat dalam memilah sampah menjadi sampah organik dan anorganik sejak awal
b. Melibatkan pengusaha, masyarakat, dalam penyuluhan pemilahan sampah program 3R
c. Mendorong program 3R menjadi kegiatan produktif masyarakat d. Melakukan sosialisasi pemungutan retribusi pelayanan kebersihan,
(51)
3. Meningkatkan kemampuan kelembagaan/manajemen
a. Pelatihan pengelolaan sampah domestik secara berkelanjutan b. Menggerakkan kader kebersihan dalam penyuluhan
c. Melaksanakan sosialisasi kebersihan
d. Melaksanakan bimbingan teknis terhadap mandor operasional/mandor pengutip.
4. Menegakkan peraturan dibidang kebersihan
Sosialisasi Peraturan Daerah dan Keputusan Walikota Medan yang mengatur tentang kebersihan Kota dan retribusi persampahan.
5. Mencari alternatif pendataan (non pemerintah)
a. Melibatkan pihak swasta/masyarakat untuk pendanaan kegiatan-kegiatan tertentu dalam penanganan sampah, dan partisipasi pemberian bantuan sarana persampahan
b. Menghimbau partisipasi atau bantuan dari BUMN atau BUMD untuk mendukung upaya mewujudkan kebersihan Kota Medan melalui dukungan pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menciptakan kebersihan kota.
4.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi
1. Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Operasional a. Tugas Pokok
(52)
b. Fungsi
1. Penyusunan rencana, program dan kegiatan bidang operasional 2. Penyusunan petunjuk teknis lingkup operasional kebersihan
3. Pelaksanaan pembinaan, pengendalian, dan pengkoordinasian kegiatan seksi operasional Medan I, II, dan III mulai dari pewadahan, penyapuan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan dan pembuangan akhir
4. Pengaturan tata cara pelayanan kebersihan yang sebaik-baiknya bagi pemakai jasa (masyarakat) serta menyusun kegiatan pembinaan teknik operasional pelayanan kepada penyapu jalan, gerobak/becak sampah, dan supir/kenek truk sampah
5. Pelaksanaan kerjasama dengan instansi terkait untuk optimalisasi tugas operasional kebersihan
6. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang operasional
7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Pengembangan dan Pengawasan a. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup pengembangan sarana, prasarana, penyuluhan dan pengawasan kebersihan.
(53)
b. Fungsi
1. Penyusunan rencana, program dan kegiatan bidang pengembangan dan pengawasan
2. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pengembangan, sarana, prasarana, penyuluhan dan pengawasan kebersihan
3. Pelaksanaan pembinaan, pengembangan, sarana dan prasarana persampahan
4. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait dalam pembinaan dan pengembangan kebersihan
5. Pelaksanaan penyuluhan di bidang kebersihan 6. Pelaksanaan pengawasan di bidang kebersihan
7. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang pengembangan dan pengawasan
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3. Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Bina Program a. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian tugas sekretariat lingkup penyusunan program dan pelaporan.
b. Fungsi
1. Penyusunan rencana program dan kegiatan sub bagian penyusun program
(54)
2. Pengumpulan bahan petuntuk teknis lingkup penyusunan rencana dan program dinas
3. Penyiapan bahan penyusunan rencana dan program dinas 4. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
5. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.2. Karakteristik Responden 4.2.1. Umur
Umur pekerja pengangkut sampah yang menjadi responden dalam penelitian ini beragam yaitu mulai dari umur dibawah 18 tahun sampai 40 tahun. Distribusi responden berdasarkan kelompok umut dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini:
Table 4.1. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Kelompok Umur di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
No. Umur (tahun) n %
1. 18-22 5 11.9
2. 23-27 15 35.7
3. 28-32 11 26.2
4. 33-37 7 16.7
5. 38-42 4 9.5
Total 42 100
Berdasarkan Tabel 4.1. di atas dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah berada pada usia 23-27 tahun, yaitu sebanyak 15 orang (35.7%) dan 4 orang (9.5%) responden berada pada kelompok umur 38-42 tahun.
(55)
4.2.2. Jenis Kelamin
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I dapat diketahui bahwa keseluruhan responden yang bekerja berjenis kelamin laki-laki, yaitu berjumlah 42 orang (100%).
4.2.3. Lama Bekerja
Distribusi responden berdasarkan lama bekeja di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I dapat di lihat pada Tabel 4.2. di bawah ini:
Table 4.2. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Lama Bekerja di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
No. Lama Bekerja (tahun) n %
1. 1-3 10 23.8
2. 4-6 16 38.1
3. 7-9 6 14.3
4. 10-12 5 11.9
5 13-15 5 11.9
Total 42 100
Berdasarkan Tabel 4.2. dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah yang lama bekerja 4-6 tahun sebanyak 16 orang (38.1%) dan 5 orang (11.9%) yang lama bekerja 10-12 tahun dan 13-15 tahun.
4.2.4. Tingkat Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I dapat dilihat pada Tabel 4.3. di bawah ini:
Table 4.3. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
No. Tingkat Pendidikan n %
1. Tamat SD 3 7.1
2. Tamat SMP 16 38.1
3 Tamat SMA 23 54.8
(56)
Berdasarkan Tabel 4.3. di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tingkat pendidikan tamat SMA sebanyak 23 orang (54.8%).
4.3. Alat Pelindung Diri yang Dipakai Responden
Alat pelindung diri yang dipakai oleh responden meliputi pakaian pelindung, sarung tangan, alat pelindung kaki dan masker. Distribusi responden di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I berdasarkan pemakaian alat pelindung diri dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini:
Table 4.4. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Alat Pelindung Diri di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
Alat Pelindung Diri n %
Memenuhi syarat 8
34
19.0 81.0 Tidak memenuhi syarat
Total 42 100
Dari Tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa alat pelindung diri responden memenuhi syarat ada sebanyak 8 orang (19.0%) yang tidak memenuhi syarat ada sebanyak 34 orang (81%).
4.4. Personal Hygiene Responden
Distribusi responden berdasarkan personal hygiene yang meliputi: kebersihan kulit, kebersihan tangan, kaki dan kuku, dapat dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini:
(57)
Table 4.5. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Personal Hygiene di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
Personal Hygiene n %
Baik 40
1
97.6 2.4 Kurang Baik
Total 42 100
Dari Tabel 4.5. di atas diketahui bahwa personal hygiene responden baik ada 41 orang (97.6%) dan kurang ada 1 orang (2.4%).
4.5 Kecacingan
Distribusi responden yang mengalami kecacingan dengan ditemukannya telur cacing pada feses dalam pemeriksaan di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4.6. di bawah ini:
Table 4.6. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Pemeriksaan Kecacingan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
Pemeriksaan Kecacingan n %
Ditemukan telur cacing pada feses 33 78.6
Tidak ditemukan telur cacing pada feses 9 21.4
Total 42 100
Berdasarkan Tabel 4.6. di atas dapat diketahui bahwa ada 33 responden (78.6%) yang mengalamai kecacingan berdasarkan pemeriksaan feses di laboratorium dan 9 responden (21.4%) yang tidak ditemukan telur cacing pada feses.
Table 4.7. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Jenis Cacing di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
Pemeriksaan Kecacingan n %
Ascariasis lumbricoides 23 54.8
Trichuris trichiura 10 23.8
Tidak Cacingan/Sehat 9 21.4
(58)
Berdasarkan Tabel 4.7. di atas dapat diketahui bahwa ada 23 (54.8%) jenis cacing Ascariasis lumbricoides, 10 (23.8%) jenis cacing Trichuris trichiura, dan 9 (21.4%) tidak cacingan/sehat.
4.6 Analisa Bivariat
4.6.1 Hubungan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Kecacingan
Distribusi responden berdasarkan hubungan alat pelindung diri dengan kejadian kecacingan dapat dilihat pada Tabel 4.8. di bawah ini:
Table 4.8. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Kecacingan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
Alat Pelindung Diri
Kecacingan Total
P Value
Ada Tidak Ada
n %
n % n %
Memenuhi syarat 0 0 8 19.0 8 19.0
0.00 Tidak memenuhi syarat 33 78.6 1 2.4 34 81.0
Total 33 78.6 9 21.4 42 100
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, responden yang alat pelindung diri memenuhi syarat ada sebanyak 8 responden (19.0%) dan tidak mengalami kecacingan. Sedangkan responden dengan kategori memenuhi syarat ada 33 responden (78.6%) dan mengalami kecacingan. Sedangkan 1 responden (2.4%) tidak memenuhi syarat dan tidak kecacingan.
Variabel di atas tidak dapat diuji dengan menggunakan uji chi square karena terdapat 2 dari 4 sel yang memiliki expected kurang dari 5 oleh karena itu variabel di atas diuji dengan menggunakan uji exact fisher. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji exact fisher pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0.05
(59)
didapat hasil p = 0.000. Artinya ada hubungan bermakna antara alat pelindung diri dengan keluhan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I.
4.6.2 Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan
Distribusi responden berdasarkan hubungan personal hygiene dengan kecacingan dapat dilihat pada Tabel 4.9. di bawah ini:
Table 4.9. Distribusi Pekerja Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I
Personal Hygiene
Kecacingan Total
P Value
Ada Tidak Ada
n %
n % n %
Baik 32 76.2 9 21.4 41 97.6
1.000
Kurang Baik 1 2.4 0 0 1 2.4
Total 33 78.6 9 21.4 42 100
Berdasarkan Tabel 4.9. di atas dapat dilihat bahwa 41 responden (97.6%) memiliki personal hygiene dengan kategori baik dan 32 responden (76.2%) diantaranya mengalami kecacingan. Sebanyak 1 orang (2.4%) dengan personal hygiene buruk dan mengalami kecacingan.
Variabel di atas tidak dapat diuji dengan menggunakan uji chi square karena terdapat 2 dari 4 sel yang memiliki expected kurang dari 5 oleh karena itu variable di atas diuji dengan menggunakan uji exact fisher. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji exact fisher pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0.05 didapat hasil p = 0.786. Artinya tidak ada hubungan bermakna antara alat
(60)
pelindung diri dengan keluhan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I.
(61)
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Pekerja Pengangkut Sampah di Kota Medan
Pekerja pengangkut sampah Kota Medan merupakan tenaga kerja yang bertugas dalam proses pengumpulan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara hingga kepada tempat pembuangan akhir. Mereka turut memainkan peran penting di dalam pengolahan sampah. Setiap hari mereka bekerja dengan menaikkan sampah ke truk sampah dan menurunkannya kembali di tempat pembuangan akhir sampah. Pekerjaan dilakukan sehari-hari dengan atau tanpa memperhatikan bahaya yang akan didapatkan sehubungan dengan pekerrjaan mereka di lingkungan kerja.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja pengangkut sampah di Kota Medan yang berjumlah 42 orang, diperoleh karakteristik responden yaitu terbanyak berada pada kelompok umur 23-27 tahun sebanyak 15 orang (35.7%). Kelompok umur terrsebut tergolong dewasa dan dalam usia produktif. Hal ini kemungkinan terjadi karena orang-orang yang mau bekerja sebagai pekerja pengangkut sampah tidak berada pada kelompok umur remaja atau pun kelompok umur tua walau ada beberapa. Menurut Kluytmans dalam penelitian Sembiring (2011), masa dewasa digolongkan pada umur lebih dari 21 tahun dimana secara harfiah, dewasa berarti tumbuh sepenuhnya. Lazimnya, orang mengartikan masa dewasa adalah masa pertumbuhan sepenuhnya secara psikis. Masa dewasa adalah masa dimana seseorang merasa percaya diri, berani memilih dan seterusnya mencari pengembangan diri yang optimal mempengaruhi
(62)
sikap hidup. Menurut Bustan dalam penelitian Sembiring (2011), kelompok umur dalam suatu jenis pekerjaan penting untuk diketahui karena berkaitan dengan ancaman terhadap suatu penyakit karena biasanya orang dewasa lebih kebal terhadap penyakit dibandingkan kelompok umur remaja. Disamping itu, pada umumnya pekerja-pekerja muda cenderung bekerja kurang hati-hati dan jarang menggunakan peralatan pelindung diri dibandingkan pekerja yang telah berpengalaman.
Berdasarkan jenis kelamin responden, terlihat bahwa semua responden 42 orang (100%) berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pengelolaan sampah di Kota Medan hanya laki-lakilah yang diizinkan untuk melakukan pengangkutan sampah sedangkan perempuan tidak ditemukan pada bagian ini. Namun pada bagian pengelolaan lainnya, pekerja perempuan bisa saja dijumpai seperti pada penyapu jalan.
Berdasarkan lama bekerja responden seperti yang terlihat dari hasil penelitian, yang terbanyak adalah dengan lama bekerja 3-6 tahun sebanyak 16 orang (38.1%). Hal ini kemungkinan terjadi karena pekerja pengangkut sampah yang terbanyak juga tidak berada pada kelompok umur remaja dan tua. Dengan kata lain, pekerja pengangkut sampah yang berada pada kelompok umur remaja tidak bertahan lama bekerja sebagai pekerja pengangkut sampah dikarenakan mereka yang masih berkeinginan mencari pekerja lain yang lebih pantas menurut mereka. Sedangkan pada kelompok umur tua, dikarenakan oleh faktor usia dan tenaga juga memungkinkan mereka tidak bertahan lama bekerja sebagai pekerja pengangkut sampah. Menurut Achmadi dalam penelitian Chahaya S. (2005),
(63)
pengalaman kerja bagi seseorang akan berpengaruh terhadap pemaparan bahan polutan. Semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki seseorang maka ia akan lebih berhati-hati terhadap kemungkinan dampak negatif dari pekerjaannya.
Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden, tamat SMP ada sebanyak 16 orang (38.1%) dan tamat SMA ada sebanyak 23 orang (54.8%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat manganggap penting dan telah memiliki kesadaran dalam menyelesaikan pendidikan minimal sembilan tahun tanpa memandang jenis pekerjaan yang akan dijalaninya. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang. Perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Dengan demikian, pekerja pengangkut sampah dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat memperkecil terjadinya risiko gangguan kesehatan.
Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian alat pelindung diri pada responden pakerja pengangkut sampah tertinggi berada pada kategori tidak memenuhi syarat sebanyak 34 orang (81.0%). Kategori tidak memenuhi syarat yang dimaksudkan adalah jika responden, pada saat menjawab pertanyaan kuesioner yang berjumlah 16 pertanyaan, memiliki jawaban yang benar < 80% atau dengan skor < 38 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang pemakaian alat pelindung diri. Pemakaian alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat dimungkinkan oleh karena masih rendahnya tingkat kesadaran responden dan juga
(64)
ketersedian yang kurang dan tidak sesuai dengan kebutuhan pekerja pengangkut sampah dan juga bahan dan jenis alat pelindung diri yang kurang tepat
Penelitian menunjukkan personal hygiene responden berada pada kategori baik 97.6%. Kategori baik yang dimaksud adalah jika responden, pada saat menjawab pertanyaan kuesioner yang berjumlah 9 pertanyaan, memiliki jawaban yang benar ≥ 80% atau memiliki skor ≥ 22 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang personal hygiene. Personal hygiene responden berkategori baik dimungkinkan oleh karena pekerja pengangkut sampah telah memiliki pengetahuan terhadap hal tersebut.
Bekerja sebagai pekerja pengangkut sampah memiliki risiko tinggi untuk mengalami kecacingan, penelitian menunjukkan bahwa responden mengalami kecacingan yaitu sebanyak 33 orang (78.6%), jenis cacing yang menginfeksi adalah Ascariasis lumbricoides 23 (54.8%) dan Trichuris trichiura 10 (23.8%).
5.2. Alat Pelindung Diri dan Kejadian Kecacingan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada 8 responden (19.0%) dengan alat pelindung diri yang memenuhi syarat dan tidak mengalami kecacingan. Sedangkan ada 33 responden (81.0%) dengan alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat yang mengalami kecacingan dan 1 responden (2.4%) dengan alat pelindung diri tidak memenuhi syarat dan tidak mengalami kecacingan.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 0.05 didapat nilai p = 0.00. Artinya ada
(65)
hubungan bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan kecacingan pada pekerja pangangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I.
Hal ini sejalan dengan penelitian Widada (2001) yang menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara pemakaian alat pelindung diri dengan intensitas infeksi cacing perut. Kedekatan para pekerja pengangkut sampah tersebut dengan sampah menyebabkan mereka berisiko terhadap infeksi berbagai organisme yang dapat menyebabkan penyakit yang salah satunya adalah infeksi cacing.
Dari hasil pemeriksaan kecacingan pada feses responden, yang dilakukan di laboratorium, didapati bahwa 33 responden yang mengalami kecacingan, dengan kecacingan jenis cacing Ascaris lumbricoides (cacing gelang) dan Trichuris trichiuria (cacing cambuk) yang merupakan jenis cacing dari golongan (filum) Nemathelmintes dan masuk dalam kelompok nematode usus. Cacing ini hidup di usus dan penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang masuk ke dalam usus.
Menurut penelitian Chandra (2006) terhadap pekerja pengangkut sampah Kota Surakarta diketahui bahwa terdapat jalur pemajanan riel untuk kejadian kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascariasis lumbricoides dan Tricuris trichiuria juga terdapat pemajanan potensial untuk kejadian kecacingan yang disebabkan oleh cacing Anclystoma duodneale. Hal ini diketahui dikarenakan bahwa perilaku pekerja pengangkut sampah dalam membersihkan diri cukup baik serta pemakaian sepatu dan pekaian tertutup sebagai APD cukup tinggi (>50%),
(66)
sedangkan pemakaian masker dan sarung tangan masih rendah (<50%). Hal tersebut sejalan dengan kepatuhan pekerja pengangkut sampah Kota Medan yang dapat dilihat dari Tabel 4.4 dimana masih tingginya responden yang tidak menggunakan sarung tangan 66.7%, pekerja pengangkut sampah tidak menggunakan sarung tangan dan masker karena mereka merasa terganggu ketika bekerja, dengan demikian responden dapat mengalami kejadian kecacingan.
5.3. Personal Hygiene dan Kejadian Kecacingan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 42 orang responden ada 41 orang (97.6%) memiliki personal hygiene dengan kategori baik dan sebanyak 32 orang (76.2%) mengalami kecacingan, 9 (21.4%) tidak mengalami kecacingan. 1 orang (2.4%) dengan personal hygiene buruk mengalami kecacingan.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Asror (2005) pada pekerja pengangkut sampah di Kota Pekalongan yang menunjukkan bahwa dari 39.4 % responden yang mengalami kejadian kecacingan, ada 78.6% responden dengan personal hygiene tidak baik. Pekerja pengangkut sampah harus selalu mencegah terjadinya kecacingan yang salah satu adalah dengan menjaga personal hygiene agar selalu baik. Munurut Brown (2005) bahwa penduduk miskin dengan kebersihan diri (personal hygiene) yang buruk mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terinfeksi oleh semua jenis cacing.
Responden pekerja pengangkut sampah memang memiliki personal hygiene dengan kategori baik, namun masih didapati responden yang mengalami
(67)
kecacingan. Hal ini dimungkinkan karena responden tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker ketika bekerja karena hal ini dapat menyebabkan telur cacing dapat terhirup atau menembus kulit dan juga kebiasaan makan atau merokok ketika bekerja, tidak mengkonsumsi obat cacing, kebersihan lingkungan yang tidak baik, dan kurang menjaga kebersihan makanan.
(68)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan tinja responden di laboratorium, distribusi berdasarkan kejadian kecacingan pada pekerja pengangkut sampah adalah sebanyak 33 responden (78.6%) mengalami kejadian kecacingan dengan jenis cacing Ascariasis lumbricoides 23 orang (55.8%) dan Trichuris trichiura 10 orang (23.8%).
2. Ada hubungan bermakna antara alat pelindung diri dengan kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I Kota Medan.
3. Tidak ada hubungan bermakna antara personal hygiene dengan kecacingan pada pekerja pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan Wilayah I.
6.2.Saran
Adapun saran yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pekerja pengangkut sampah untuk memakai alat pelindung diri
yang memenuhi syarat sehingga tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah.
2. Bagi Dinas Kebersihan Kota Medan hendaknya menyesuaikan jenis dan bahan alat pelindung diri dengan kebutuhan pekerja pengangkut sampah seperti pemberian sepatu boot dan pemberian sarung tangan.
(69)
3. Bagi Dinas Kebersihan Kota Medan dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya memberikan penyuluhan kepada pekerja pengangkut sampah tentang penggunaan alat pelindung diri dan kebersihan diri pada saat bekerja sehingga mereka dapat terhindar dari penyakit.
4. Bagi Dinas Kebersihan Kota Medan hendaknya memeberikan obat cacing secara rutin kepada pekerja pengangkut sampah.
(70)
DAFTAR PUSTAKA
Asror, F., 2005. Hubungan Hygiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah di Kota Pekalongan.
Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/28727/ tanggal 26 Agustus 2014. Butarbutar, M. R. J., 2012. Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian
Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Cahaya, S, I., 2005. Perilaku tentang Pemakaian Alat Pelindung Diri serta Keluhan Kesehatan Petugas Penyapu Jalan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/, tanggal 15 Desember 2014
Chandra, B., 1995. Pengantar Statistik Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Chandra, Y. G., dkk, 2006. Analisis Jalur Pemajanan terhadap Kejadian Kecacingan pada Petugas Pengangkutan Sampah Kota Surakarta. Diakses dari
http://www.btkljogja.or.id/file_dokumen/30012008Abstrak%20Mojosong
(1)
Crosstabs
Alat Pelindung Diri Kategorik * Kejadian kecacingan Crosstabulation Kejadian kecacingan
Total Ya Tidak
apdk >=38,4 (Memenuhi syarat)
Count 0 8 8
Expected Count 6.3 1.7 8.0 % of Total .0% 19.0% 19.0% <38,4 (Tidak Memenuhi
syarat)
Count 33 1 34
Expected Count 26.7 7.3 34.0 % of Total 78.6% 2.4% 81.0%
Total Count 33 9 42
Expected Count 33.0 9.0 42.0 % of Total 78.6% 21.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 36.235a 1 .000
Continuity Correctionb
30.700 1 .000
Likelihood Ratio 34.622 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
(2)
N of Valid Cases 42
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.71.
b. Computed only for a 2x2 table Crosstabs
Personal Hygiene Kategorik * Kejadian kecacingan Crosstabulation Kejadian kecacingan
Total Ya Tidak
phk >= 24 (Baik) Count 32 9 41
Expected Count 32.2 8.8 41.0
% of Total 76.2% 21.4% 97.6%
<24 (Kurang) Count 1 0 1
Expected Count .8 .2 1.0
% of Total 2.4% .0% 2.4%
Total Count 33 9 42
Expected Count 33.0 9.0 42.0
(3)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .279a 1 .597
Continuity Correctionb
.000 1 1.000
Likelihood Ratio .489 1 .484
Fisher's Exact Test 1.000 .786
Linear-by-Linear Association
.273 1 .602
N of Valid Cases 42
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .21.
(4)
(5)
(6)