commit to user
d. Tempat Tinggal
Kelebihan Gus dalam memadukan latar belakang tempat tinggalnya di Minang dengan budaya sosial yang ada di masyarakat diungkapkan dalam
novelnya Ular Keempat, disajikan pada kutipan berikut. Kembali aku terbayang perjalanan hidupku. Setelah pergi karena duka,
benci, dan sesal. Di Jakarta aku diselamatkan oleh seorang induk semang juga orang kampungku yang mengusahakan rumah makan Padang, tiga
tahun kemudian aku diajak oleh induk semang lain juga orang kampungku Minangkabau untuk membuka rumah makan di Surabaya
Gus TF Sakai, 2005: 170.
e. Adat kebiasaan
Gus mengungkapkan kebiasaan orang Minang naik haji bukan karena panggilan hati agama Islam yang dianut, melainkan kebiasaan adat yang sudah
turun-menurun bagi keluarga kaya. Pagi yang cerah, setelah malam pertama di Laut Jawa. Adakah malam tadi
kapal ini dipenuhi mimpi? Aku menduga, merasa-rasa. Ataukah, mata-mata jernih sarat harapan itu dikecamuki angin, tak sudah-sudah, tentang Tanah
Suci? Tak ada kata-kata tetapi wajah mereka, kepenuhan diri mereka, menyampaikan lebih dari segala yang dapat atau mampu diungkapkan oleh
apa pun kalimat melalui mulut. Tetapi...aku? Gus TF Sakai, 2005: 178..
Seperti ada gamitan di pundak, dan akupun ingat pada Guru Muqri. Ingat pada mimpi-cerita yah, kusebut saja begitu yang ia berikan dan merasa
malu kalau-kalau aku memang seorang murid egois, “rakus”, kesetanan. Doa apakah yang sebaiknya aku panjatkan? Aku, kini, jadi menimbang-nimbang.
Sungguh aku bagai dipermalukan oleh doa Rabiah itu. Walau tanpa menutup mata, kini aku bisa mengingatnya Gus TF Sakai, 2005: 35.
Betulkah orang-orang kampungku beribadah bukan karena Allah, melainkan karena ibadah itu telah diwariskan turun-menurun? Dan betul pulakah apa
yang dikatakannya, bahwa aku pergi haji ke Mekah tak lebih hanya karena kebanggaan? Gus TF Sakai, 2005: 169.
f. Agama
Agama bagi masyarakat Minangkabau merupakan sesuatu hal yang esensia dan selalu ditegaskan dalam falsafah adat basandi syarak, syarak basandi
commit to user kitabullah. Oleh sebab itu, masalah agama merupakan masalah yang paling
fundamental. Walaupun saat sekarang sudah berlaku perubahan secara pragmatis, namun hakikat dan esensi keagamaan itu masih mempunyai sisa kekuatan,
setidaknya agama masih dikuatkan dalam institusi rumah tangga. Prinsip agama sangat kuat di kalangan masyarakat Minang. Sebagaimana filosofi, adat
bersendikan kitab Allah. Kitab Alqur’an menjadi sandaran hidup buat masyarakat yang ada di Padang termasuk kehidupan.
“... Wahai Tuhanku, jangan jadikan daku kelewang di tangan penakluk perkasa. Jelmakan daku jadi tongkat kecil penunjuk jalan si orang buta ...
Wahai Tuhanku, jangan jadikan daku pohon besar yang kelak jadi tombak dan gada peperangan. Jelmakan daku jadi batang kayu rimbun di tepi
jalan, tempat musafir berteduh memijit kakinya yang lelah ... Wahai Tuhanku, apa pun juga bahagian dari dunia kini yang akan Kau
anugerahkan kepadaku, anugerahkanlah itu kepada musuh-musuh-Mu. Dan apa pun juga bahagian dari dunia akan tiba yang akan Kau
anugerahkan kepadaku, anugerahkanlah itu kepada sahabat-sahabat-Mu ...” Gus TF Sakai, 2005: 113.
Perilaku yang kurang baik ini dialami oleh Janir, yaitu niat pertama kali dia naik haji untuk menjalankan agama Islam yang dianutnya bukan semata-mata
karena panggilan Allah, melainkan karena ada maksud-maksud tertentu dalam dirinya sehingga ia akan memperoleh pujian sebagai orang yang mampu
menunaikan ibadah haji.
20 Januari 1970
Entah pukul berapa badai itu lenyap, tetapi gerimis dan lembab masih mengepung sampai dini hari. Walau tak begitu terpengaruh oleh
guncangan laut, aku masih juga banyak termangu. Panggilan ini. Haji tahun lalu. Ingatan akan kampung. Betapa. Apakah sebenarnya makna kata
“mampu” atau “sanggup”? Apakah … yang telah kuperdapat di tahun lalu? Gus TF Sakai, 2005: 6-7.
commit to user
2. Relevansi Novel Ular Keempat Karya Gus TF Sakai dengan Situasi