Kebijakan penerbitan surat berharga Syariah negara (SBSN) sebagai instrument pembiayaan defisit APBN :Analisis kebijakan fiskal islam

(1)

“KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH

NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN

DEFISIT APBN”

(Analisis Kebijakan Fiskal Islam)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

Fadlyka Himmah Syahputera Harahap NIM. 104046101582

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH (EKONOMI ISLAM) PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

! " # "$%& ' ' " $ ()*)*+()(,-.

/

0 0

1 0

00


(3)

“KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN”

(Analisis Kebijakan Fiskal Islam)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

Fadlyka Himmah Syahputera Harahap NIM: 1040 4610 1582

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH (EKONOMI ISLAM) PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H./2009 M.


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

Sebagai Instrumen Pembiayaan Defisit APBN (Analisis Kebijakan Fiskal Islam) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2009. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.I) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 22 Juni 2009 M

29 Jumadis Tsani 1430 H


(6)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas diucapkan dan tiada kalimat yang pantas dilafazkan kecuali segala puja-puji kehadirat Tuhan yang senantiasa konsisten mencurahkan segala rahmat dan kekuatan-Nya untuk bergerak, berfikir, dan berkarya menggapai rido-Nya. Shalawat dan Salam kejunjungan Nabi Muhammad Saw, yang telah menyebarkan risalah Islam bukan sebagai pegangan dan jalan dalam segala dimensi kehidupan.

Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan segala bentuk bantuan dan dukungan hingga penelitian ini selesai, terkhusus kepada:

1. Drs. Lokot Harahap dan Bunda Netty Helena, BA., ayahanda dan ibunda yang senantiasa memberikan segala sentuhan kasih sayangnya yang tak ternilai, penulis tidak yakin penelitian ini akan rampung tanpa segala bentuk dukungan dan motivasi yang dicurahkan yang begitu tulus.

2. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, sebagai pemimpin yang tetap menjaga kampus ini tidak hilang daya kritis para mahasiswanya.

3. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai pendidik, dosen sekaligus bapak yang pantas digugu dan ditiru.

4. Dr. Euis Amalia, M.Ag, Ketua Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan


(7)

Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah, atas semua perhatian, teguran serta arahan yang sangat membangun dan bermakna.

5. Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing, memberikan pemikiran-pemikiran, arahan, koreksi,serta saran hingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

6. Dr. Muhammad. Taufiki, M.Ag, sebagai dosen pembimbing akademik penulis,

yang sering diusik penulis untuk diluangkan watu dan diberikan pemikiran serta teguran dan bimbingannya.

7. Dr. Yayan Sopyan, Kanda M Fahmi Ahmadi, M.Si, Dr.Jenal Aripin, Kanda Ade

Syukron Hanas, SH.I, Ihdi Karim Makin Ara, SH.I, Abdul Rasyid M, SS, M. Isnur, SH.I, Irsad Maulana, SH.I, kanda-kandaku yang senantiasa memberikan dedikasinya, pemikiraan dan waktunya untuk pengembanagan intelektual penulis.

8. Selurun Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang memberikan tauladan dan ilmu

dan pandangan dan pemikirannya selama penulis berinteraksi dan menimba ilmu at this beloved campus.

9. Seluruh Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Jakarta yang telah banyak membantu dalam mendapatkan buku-buku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini.

10. Kakak Fathma Sylvana Dewi Harahap, S.T & Bang Firmanto beserta Bre Farhat

Fadlurrahman Tyas, Bre Fathin Zafira Queena, Kakak Fithry Zulaikha Harahap, SE.Ak & Bang Sofyan Abdi Siregar, S.Sc beserta Bereku Hafiz Zakir Abdillah Siregar, Adinda Fakhruddin Ali Mansur Harahap, dan Adinda nan Imoet


(8)

Fadhilah Khoirinnisa Harahap, do’a, dukungan, dan sapa mereka kapan lulus yang menjadi cambuk penyemangat bagi penulis.

11. Reva Arbano, SE.I, yang memberikan masukan dan meluangkan waktunya untuk

sekedar berdiskusi bertukar fikiran tentang penelitian ini.

12. Anggoro, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan RI, yang

telah bersedia memberikan data-data otenktik untuk penelitian ini.

13. Rekan-rekan seperjuangan di Perbankan Syariah khususnya PS A 2004 yang

selalu menghadirkan kehangatan kebersaman dalam berfikir dan berbuat.

14. Arif Nur Prabowo, S.Psi, Ahmad Hafizullah Amin, SH.I, Faishal, S.Hum, M. Towil Akhiruddin, Mukhtar Effendi, Aep Saefullah, SH.I,Yudi Jenggot, Sofyan Hadi, Usep Romdhoni, Iwan Taunuzi, M Yan, dan seluruh Kawan-kawan Red Generation C21 dan kawan-kawan ITTC Darussalam, lanjutkan bisnis jumbo kita, till we can master the world.

15. Ahmad Rifai Fauzi, Agussalim, Ervin Nazar Lee, Cece, Faishal dan Bim-bim, kawan-kawan Majestic Generation MR. 22 IETC Arrisalah, yang selalu menegur penuh kebersamaan dan cita.

16. Sahabat-sahabat sehimpun serasa Himpunan Mahasiswa Islam, Bang Fakhruddin

Muktar, Ahmad Muttaqin, Muhamamad Ali Fernandes, SH.I, Muhammad Hafiz, , Bang M Said Lubis, Asep Jubaeidillah,Fathul Arif, Raden Mas Zamroni, Sidiq, Dinur Darista, Teuku Mahdar Ardiansyah, Fauzul Azim, Hamdan Raziana, Bayu Purwananda, Asep Syamsuri, Irawati, Gita Prima Lestari, Nurisma Latri, Sarah Safira, Adi Putro, Rahmat Hamdani, Jhoni, Dwima, Aji, Asep Solahuddin, Febrina Naory Qisthy, Fithri Ristiani, and especially for Niken Febria Larasati,


(9)

thanks very much atas doanya, serta seluruh Kanda, Yunda, Dinda, Pengurus dan Kader di Lingkungan HMI (LKBHMI, LEMI, LAPENMI) Cabang Ciputat yang telah mewarnai kehidupan, paradigma berfikir, menumbuhkan dedikasi penulis, menghadirkan canda tawa dan rasa kebersamaan yang tidak mudah dilupakan.

17. Dongan-dongan Armando Medan, Ridho Akmal Nasution, Andre Sinaga,

Raidong Habibi Rambe, Irsyad Harahap, Slamet Lahir Bathin, Audi, marhahorasan hamu, ulang hamu lupa tu damang dainang dah!

18. Dan semua pihak yang telah memberi dukungan, spiritual, motivasi, moril dan materi hingga selesainya penelitian ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Ciputat, 22 Juni 2009 M 28 Jumadis Tsani 1430 H


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Kajian Kepustakaan (Studi Review Terdahulu) ... 7

E. Kerangka Teori ... 9

F. Kerangka Konseptual... 10

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Penulisan... 14

BAB II KONSEP SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA NEGARA MENURUT HUKUM ISLAM


(11)

A. Tinjauan Umum tentang Negara... 16

1. Pengertian Sukuk Negara ... 16

2. Karakteristik Sukuk Negara ... 19

3. Tujuan Penerbitan Sukuk Negara ... 25

4. Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan Sukuk ... 26

B. Dasar Hukum Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara ... 27

C. Jenis-jenis SBSN (Sukuk) ... 31

D. Perbedaan Konsep Dasar Obliagasi Konvensional dan Sukuk... 38

E. Kebijakan Fiskal dalam Islam ... 41

BAB III GAMBARAN UMUM PERTUMBUHAN SUKUK A. Landasan Historis Sukuk... 48

B. Penerbitan dan Perkembangan Sukuk di Beberapa Negara ... 49

1. Pertumbuhan Sukuk di Beberapa Negara... 49

2. Sukuk Korporasi ... 52

3. Sukuk Ritel ... 55

4. Sukuk Global ... 60

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN PENERBITAN SERTIFIKAT BERHARGA SYARIAH NEGARA A. Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai Instrument Fiskal dalam Pembiayaan Defisit APBN ... 65


(12)

Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) ... 71

1. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam ... 71

2. Sukuk sebagai pengganti utang ...78

3. Sukuk dalam Kebijakan Fiskal Islam... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 89

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Perbandingan Sukuk dengan Obligasi ... 26

Tabel 2.1 : Deskripsi Penerbitan Sukuk Ritel ... 56

Tabel 3.1 : PangsaPasar Sukuk Global (20 Sovereign Terbesar) ... 63


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar2.1 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (Berdasarkan Mata Uang) ... 51

Gambar 2.2 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (Berdasarkan Jumlah Penerbitan) ... 51

Gambar 3.1 : Tabulasi Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi ... 52

Gambar 4.1 : Diagram Bentuk Penerbitan Sukuk... 54

Gambar 5.1 : Diagram Volume Pemesanan Sukuk Ritel... 57

Gambar 5.2 : Diagram Jumlah Investor Sukuk ... 57

Gambar 6.1 : Diagram Penggolongan Profesi Investor Sukuk Ritel... 58

Gambar 6.2 : Diagram Jumlah Pemesanan Pembelian... 58


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 UU No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara 2. Lampiran 2 Fatwa DSN No: 69/DSN-MUI/VI/2008

3. Lampiran 3 Fatwa DSN No: 72/DSN-MUI/VI/2008 4. Lampiran 4 Pencatatan Sukuk


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan ekonomi dalam kaca mata islam memiliki kode etik yang bisa memelihara kejernihan aturan Tuhan, sehingga membuat kegiatan atau transaksi tersebut sebagai mediator dalam membentuk masyarakat yang saling mengutungkan dan bermanfaat satu sama lain. Untuk membuat sistem ekonomi yang kuat dan kokoh dibutuhkan prinsip-prinsip hukum yang dapat menyulut tegaknya sistem ekonomi tersebut. Taqiyuddin An-Nabhani mengemukakan bahwa ekonomi Islam berdiri atas tiga kaidah: kepemilikan (property), pengelolaan (tasarruf), serta distribusi kekayaan.1

Dan ada tiga karakter yang lekat pada ekonomi Islam; Pertama, diilhami dan bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah. Kedua, memandang bahwa peradaban Islam sebagai sumber prespektif dan wawasan ekonomi yang tidak ada dalam tradisi filosofis sekuler. Ketiga, bertujuan menemukan dan menghidupkan kembali nilai ekonomi, prioritas,dan adat-istiadat umat muslim.2

Dewasa ini perkembangan keuangan syariah di Indonesia, sebagai gerakan kemasyarakatan mulai menapak keberhasilan. Namun perkembangan selanjutnya

1

Taqyudin an-Nabhani,An-Nidzam al-Iqtishody fil Islam, Munawwar Ismail (terj), Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya:Risalah Gusti, 2000) cet.i, hal. 30

2

John L. Esposito, Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word, terj. Eva.Y.N, Femy. S, dkk., Ensiklopedi Oxfor Dunia Islam Modern, (Bandung:Mizan, 2001), cet. i, hlm. 1.


(17)

sehingga lembaga keuangan bisa berperan penting dan signifikan yang ditunjukkan oleh indikator nilai asset dan pangsa pasar, membutuhkan langkah-langkah terobosan, antara lain berwujud Undang-undang Perbankan Syariah. Legislasi ini membutuhkan perjuangan politik. Dan perjuangan politik ini membutuhkan dukungan empiris, yaitu bukti kinerja lembaga keuangan syariah bukan saja bisa bekeja (workable), tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas sesuai dengan prinsip rahmatan lilialamin.

Pada dasarnya ada tiga prosedur yang perlu ditempuh dalam pelaksanaan syariat islam, khususnya di bidang ekonomi. Pertama, adalah prosedur ilmiah, melalui proses rasionalisasi dan objektivitas. Kedua, kontekstualisasi budaya dan masyarakat. Dan ketiga, harus diperjuangkan secara demokratis. Dalam perjuangan tersebut, diperlukan perjuangan politik, termasuk dalam legislasi syariah menjadi hukum positif.3

Dalam struktur hukum Indonesia, Undang-undang menempati posisi kedua setelah Undang-undang Dasar 1945. Artinya Undang-undang menjadi peraturan baku yang menjadi sumber hukum dari aktivitas atau kegiatan di berbagai ranah kehidupan di sebuah Negara. Berkenaan dengan ekonomi dan keuangan syariah, Alquran dan Hadis menjadi dasar aturan normatif, sedangkan Undang-undang menjadi panduan hukum praktis. Menilik tujuan dari perekonomian Islam, Umer Chapra dalam

bukunya The Economic Challenge menegaskan, ekonomi Islam bertujuan

3 M Dawam Rahardjo, Menegakkan Syariah Islam di Bidang Ekonomi,disampaikan pada Acara Orasi Ilmiah Program Pasca Sarjana Universiatas Muhammadiyah Jakarta, pada mata kuliah “ Islam dan masalah-masalah Kontemporer” di Jakarta tanggal 18 Januari 2003.


(18)

menciptakan kefalahan. Falah artinya sejahtera di dunia dan akhirat.4 Maka peranan pemerintah Indonesia dan para legislator dituntut untuk membentuk Undang-undang untuk mendorong stimulus fiskal yang berdasarkan keuangan syariah sangat diperlukan ditengah resesi ekonomi dunia yang tengah melanda saat ini demi menghadirkan kefalahan di tengah masyarakat.

Berkaca pada pemerintah di beberapa negara juga telah menyatakan kesiapannya untuk mengeluarkan paket stimulus fiskal yang cukup substansial yang ditujukan untuk mendorong permintaan masyarakat, peningkatan pengeluaran infrastruktur, dan pemotongan sementara pajak yang terkait dengan investasi swasta. Terutama di beberapa negara di kawasan Asia seperti China, India telah mengeluarkan paket stimulus ekonomi dalam bentuk peningkatan pengeluaran infrastruktur dan pengurangan pajak.5

Keuangan syariah dunia yang digagas oleh para pakar ekonomi syariah yang diharapkan mampu menjadi prinsip alternatif untuk menyelamatkan dunia dari krisisi ekonomi global. Bila ditinjau dari perspektif pasar global, dengan jumlah populasi penduduk muslim di seluruh dunia yang mencapai 1,5 miliar yang merupakan 29% dari keseluruhan penduduk dunia yang berjumlah 6,3 miliar pada akhir tahun 2006, maka selayaknya potensi ekonomi Islam dalam pasar global juga sebesar 24 % dengan perkiraan nilai kapitalisasi sebesar US$ 9,36 miliar. Tetapi pada

4

Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Berkah Duo UU untuk Ekonomi Indonesia, edisi 20 Thn II, Agustus 2008, hal.3

5

Endy Dwi Tjahjono, dkk., Outlook Ekonomi Indonesia Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia 2009-2014, Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia diakses dari http://www.bi.go.id


(19)

kenyataannya untuk akhir tahun 2006 penetrasi pasar modal yang berbasis Islam hanya mampu meraih US$ 400 miliar saja, dengan dana yang dimiliki oleh umat Islam yang berinvestasi di pasar global yang mencapai US$ 1,3 triliun.

Dari urain diatas tampak terdapat perbedaan yang besar dengan pasar modal global yang diestimasikan berada pada kisaran US$ 39 triliun dengan komposisi 39% dikuasai oleh pasar modal Amerika dengan kemampuan menyerap dana sebanyak US$ 15,2 triliun. Oleh sebab itu perbedaan yang mencolok ini diharapkan dapat dikejar oleh sistem ekonomi Islam dengan potensi perkembangan pasar modalnya yang bertumbuh sekitar 15- 20% per tahun (ICM, 2004).

Indonesia sebagai Negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia memilik potensi untuk menyerap dana investor timur tengah dan lainnya, dan juga mempunyai prospek yang menjanjikan untuk mengejar ketinggalan pasar keuangan syariah.

Untuk itu diharapkan peranan pemerintah Indonesia untuk mendorong keuangan syariah, saat ini ada kemajuan dalam political will yang kongkrit dari pemerintah Indonesia untuk lebih mengembangkan keuangan syariah dengan disahkannya UU No. 19 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan dikeluarkannya empat draft Fatwa Dewan Syaraih Nasional-Majelis Ulama Indonesia untuk mendukung legislasi penerbitan SBSN tersebut sesuai dengan sharia proceed dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah.


(20)

Ekspektasi pada konsep penerbitan SBSN dapat dijadikan sebagai Instrumen fiskal yang dapat mengurangi defisit Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara, dan menjadi instrument yang diandalkan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di bidang pengembangan infrastruktur serta fasilitas umum. Infrastruktur merupakan aset pemerintah yang dibangun dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, pertamanan, gedung kantor, rumah sakit, dan sebagainya.6

Berbagai harapan dari kebijakan pemerintah menerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai salah satu instrument kebijakan fiskal adalah untuk

mewujudkan kefalahan salah satunya seperti pengembangan infrastruktur dan

berbagai fasilitas umum sebagaimana tersebut dia atas yang dapat dirasakan masyarakat luas.

Bertumpu pada uraian yang penulis paparkan di atas, penulis memandang perlu mengadakan penelitian untuk melakukan suatu pembahasan yang komprehensif tentang kebijakan pemerintah untuk mendapatkan dana (red.berutang) dari investor luar negeri dan investor domestik, serta prioritas distribusi pembiayaan dari dana yang didapatkan dari penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai salah satu instrument pembiayaan deficit APBN dalam sebuah kajian kebijakan fiskal islam.

Pembahasan ini dituangkan dalam sebuah skripsi berjudul: “KEBIJAKAN

PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI

6

Purwoko, Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah, Kajian Ekonomi dan Keuangan, (Jakarta : Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan BAPEKKI Depkeu RI, 2005), Edisi Khusus November, h.29


(21)

INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN (Analisis Kebijakan Fiskal Islam)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berkaitan dengan apa yang telah diutarakan di atas agar tulisan ini terarah dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi penulisan skripsi ini fokus pada arah implikasi hukum otoritas suatu negara dalam meminjam dana (berutang) kepada pihak asing dalam perspektif kebijakan fiskal islam. Dan ke arah mana seharusnya pembiayaan diprioritaskan dana asing yang didapatkan melalui kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.

Rumusan masalah yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana kedudukan SBSN sebagai instrumen pembiayaan defisit APBN

dalam Kebijakan Fiskal Islam ?

2. Bagaimana seharusnya prioritas pembiayaan dari dana asing yang didapatkan

melalui kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana implikasi hukum otoritas suatu negara

berutang dari pihak asing untuk mengurangi degisit APBN?

2. Untuk memperoleh analisa penjelasan yang komprehensif tentang arah

pendanaan/pembiayaan dari kebijakan Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN


(22)

Manfaat dari Penelitian ini:

1. Masyarakat

Memberikan informasi yang komprehensif tentang analisa kebijakan Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN dalam kajian Kebijakan Fiskal Islam dan arah distribusi yang tepat dari dana yang didapatkan dari pihak asing.

2. Akademik

Memberikan sumbangsih hasil pemikiran tentang pasar modal khususnya sukuk Negara dan analisa kebijakan kebijakan fiskal islam tentang penerbitan SBSN, dan juga menambah literature kepustakaan khususnya mengenai sukuk Negara.

3. Penulis

Menambah wawasan mengenai kebijakan Negara dalam skala makro untuk mendukung iklim investasi khususnya pada keuangan syariah.

D. Kajian Kepustakaan ( Studi Review Terdahulu)

Penelitian ini pada dasarnya mengangkat tema yang tergolong bukan hal yang baru, namun penulis mencoba menyajikan permasalah yang berbeda dengan penelitian yang lain. Penulis akan menjelaskan kedudukan penelitian yang penulis ketengahkan. Sejauh manakah penelitian ini otentik dan orisinil. Berikut, penulis


(23)

sajikan beberapa anotasi dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang punya kedekatan tema dan mungkin berkaitan dengan skripsi ini.

Penelitian pertama yang dilakukan ole Amelia Febriani dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ( Juni 2005) berjudul “Obligasi Syariah” ; Studi Analisis Fatwa DSN MUI , yang dilakukan pada tahun 2005 ini fokus pada penjelasan aplikasi dan perbedaan Obligasi Obligasi Konvensional dan Obligasi Syariah dan Analisis Fatwa DSN-MUI tentang obligasi Syariah serta aplikasinya. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilikukan oleh Amelia Febriani menggunakan pendekatan normatif empiris. Kemudian instrument pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi pustaka, Alquaran dan Hadis, buku-buku, surat kabar dan juga dengan menggunakan wawancara, dengan mewawancarai nara sumber terkai seperti anggota DSN-MUI dengan metode kualitatif. Penelitian yang ditulis oleh Amelia Febriani, jelas berbeda dengan yang penulis bahas. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, objek penelitian yang penulis angkat disini adalah sukuk Negara/surat berharga syariah Negara.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Siti Anugrah Hasanah dari Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial dilaksanakan pada tahun 2006 berjudul Analisis Comparative Profitabilitas, Solvabilitas, dan Return Saham terhadap penerbitan Obligasi Syariah ini berkonsentrasi pada uji kinerjaa perusahaan yang digambarkan oleh rasio Profitabilitas, Solvabilitas, dan Return saham. Sebuah studi empiris pada perusahan Penerbit Obligasi Syariah tahun 2002 sampai dengan 2004. Dari segi penelitian, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang diukur menggunakan abnormal return disekitar obligasi syariah dan pembahasan dampak Obligasi Syariah


(24)

terhadap pasar saham. Penelitian yang diteliti oleh Siti Anugrah Hasanah jelas berbeda dengan penelitian yang penulis sajikan. Objek penelitian yang penulis sajikan adalah Surat Berharga Syariah Negara/sukuk Negara dan analisa pengesahan undang-undang yang menaunginya dan potensi sukuk Negara bagi perkembangan ekonomi makro, sedangkan Siti Anugarah Hasanah terfokus pengaruh obligasi syariah dalam pasar modal dengan instrument data yang diproleh dengan studi empirik dari perusahaan penerbit obligasi syariah.

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori

Teori merupakan pengarah atau petunjuk dalam menentukan tujuan dan arah penelitian. Teori menurut Robert K Yin, sebagaimana disarikan oleh Dr. H. Tan

Kamelo, SH.,MS., menyatakan sebagai berikut: “Theory means the design of

research steps according to some relationship to the literature, policy issues or orther substance source”7. Teori adalah serangkaian atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas suatu gejala.

Sukuk adalah suatu catatan pengakuan atas suatu property dan jenis lainnya8, dan Pengertian SBSN menurut UU Nomor19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara adalah: "surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip

7 Dr. H. Tan Kamelo, SH, MS, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2004) hal. 2


(25)

syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 9

Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan pada penelitian yang dilakukan. Dengan kata lain dengan adanya teori, penelitian yang dilakukan agar terarah dan terfokus dari teori yang dimunculkan. Penelitian kali ini terfokus pada pembahasan Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan pemerintah sebagai instrumen pembiayaan defisit APBN. Dan bagaimana sebenarnya perspektif kebijakan fiskal islam menerangkan dibolehkan atau tidaknya sebuah negara berutang dalam rangka mengurangi defisit APBN.

3. Kerangka Konseptual

Kemaslahatan manusia, baik bersifat individu maupun yang terkait dengan kelompok (masyarakat), sangat ditentukan oleh perkembangan lingkungan dimasa kapan mereka hidup. Masyarakat senantiasa berubah, karena tidak ada satu masyarakat yang berhenti pada satu titik tertentu dalam membentuk peradabannya sepanjang zaman. Contoh paling kongkrit telah terjadi perubahan dalam bentuk transaksi dari bentuk:

1. Barter,

8

Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam, (Beirut : Darul Masyriq Al-Maktabah a-Syarkiyyah, 2002), cet. 39 hal- 430-431


(26)

2. Jual beli barang, 3. Jual beli Jasa

4. Jual beli Saham (Sekuritas) 5. Jual beli Obligasi

Begitu juga dengan tempat dimana transaksi jual beli itu dilakukan, telah banyak mengalami inovasi sesuai dengan kebutuhan seseorang atau suatu komponen masyarakat bahkan suatu Negara untuk tujuan menyelenggarkan kesejahteraan, bermula dari:

1. Pasar Traditional

2. Mini Market, Fanchise Shop, Plaza, Mall

3. Bank

4. Investasi, saham, reksadana, obligasi dan sukuk

Dan perlu digarisbawahi,perubahan masyarakat tersebut dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola keprilakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyrakatan, kekeuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan tersebut dapat membawa nilai-nilai positif terhadap masyarakat dan dapat pula membawa kepada nilai-nilai negative.10 Mengaca pada kondisi perekonomian global saat ini, mengingatkan kita pada tulisan Helmut Schmidth, bahwa “ ekonomi dunia tengah memasuki fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama

9

Pasal 1 UU No 19 Tahun 2008 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara Departemen Keuangan Repubik Indonesia


(27)

sekali tidak menentu”.11 Sehingga upaya pemulihannya harus tetap diupayakan. Pasca krisis moneter tahun 1997-1998 yang melanda sistem moneter dan perbankan Indonesia, rupiah terpuruk ditelan dolar yang melumpuhkan ekonomi Indonesia dan sampai saat ini Indonesia belum bisa dikatakan telah pulih betul dari dampak krisis tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Secara keseluruhan jenis penelitian yang dilakukan pada penulisan

skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan matematis, statistik dan sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah12 atau temuan-temuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi. Bilamana terdapat ilustrasi yang menunjukkan data-data berupa angka-angka dan tabulasi, hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian. Dan pendekatan penelitian pada skripsi ini adalah analisis deskriptif.

2. Metodologi

10

Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1990), hal. 46 11

Helmut Schemidt, The Structure of The World Product, (Germany : Foreign Affair,1974). hal. 437

12

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ed: revisi (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1997), cet ke-8, h. 6


(28)

Metodologi penelitian adalah cara untuk menjawab dan memecahkan masalah yang timbul dalam perumusan masalah. Penulisan ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan.

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu suatu penelitian yang bertujuan mendapatkan data sekunder dengan cara melakukan penelaahan terhadap beberapa buku literature Fiqh, Undang-undang, Jurnal, tulisan ilmiah yang berkaitan dengan bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan penelitian.

b. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini adalah data sekunder, dan bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah:

1) Bahan Primer

a. Undang-undang Republik Indonesia No. 19 tentang Surat

Berharga Syariah Negara

b. Undang-undang Republik Indonesia No. 21 tentang Surat

Berharga Syariah Negara tentang Perbankan Syariah

c. Fatwa Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan

Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal


(29)

d. Fatwa Nomor: 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

e. Fatwa Nomor: 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan

Surat Berharga Syariah Negara

f. Fatwa Nomor: 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease

Back

g. Fatwa Nomor: 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara Ijarah Sale and Lease Back

h. Data-data resmi dari Direktorat Pengelolaan Utang Negara dan Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan Republik Indonesia

2) Bahan Sekunder

a. buku-buku mengenai instrument pasar modal syariah, khususnya mengenai Sukuk Negara

b. artikel, majalah, jurnal perbankan, karya ilmiah, dan bahan-bahan penelitian yang relevan terhadap penulisan skripsi ini.

3). Bahan Tertier

a. Kamus Ekonomi

b. Data-data elektronis (dari Internet).


(30)

Teknik penulisan dalam penelitian ini penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam sistematika penulisan akan kami paparkan dibawah ini;

BAB I: Pada bab ini diawali dengan Latar belakang masalah, Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Kajian kepustaan (studi review terdahulu), Kerangka konseptual, Metode penelitian, dan Sistematika penulisan.

BAB II: Dalam bab ini akan dibahas Konsep sukuk Negara menurut hokum islam yang dimulai dari tinjauan Umum tentang sukuk negara, yang meliputi

Pengertian sukuk negara, Karakeristik sukuk negara, Tujuan penerbitan

sukuk Negara, dan Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk, dilanjutkan dengan pembahasan Dasar hukum penerbitan SBSN, Jenis-jenis SBSN, Perbedaan konsep dasar obligasi konvensional dan sukuk , Kebijakan Fiskal Islam.

BAB III: Dalam bab ini dibahas Gambaran umum pertumbuhan sukuk, dilanjutkan Penebitan dan Perkembangan sukuk di beberapa Negara, yang diuraikan dengan penjelasan pertumbuhan sukuk di beberapa Negara, pertumbuhan sukuk korporasi, sukuk ritel, dan sukuk global.


(31)

Bab IV: Bab ini adalah inti dari pembahasan pada skripsi ini yang menerangkan kebijakan perbitan SBSN sebagai instrument fiskal dalam pembiayaan defisit APBN dan dilanjutkan dengan analisis Kebijakan Fiskal Islam terhadap kebijakan penerbitan SBSN.

BAB V: Pada bab terakhir dari rangkaian skripsi ini akan berisi kesimpulan dan saran, untuk menerangkan dan menjawab pertanyaan dari masalah yang dirumuskan.


(32)

BAB II

KONSEP SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

MENURUT HUKUM ISLAM

A. Tinjauan Umum tentang Sukuk

1. Pengertian Sukuk

Kata sukuk berasal dari bahasa Arab dari fi’il - ﺹ (shokka – yashukku)

dan bentuk masdarnya adalah ﺹ (shokkun), dan bentuk jamaknya adalah ﺹ

(shukûk) yang artinya dokumen, piagam, akte13. Dalam Kamus Bahasa Arab Al-Munjid disebutkan; sukuk berasal dari bentuk mufrod ; ﺹ (shokkun), dan bentuk

jamaknya ; ﺹ (ashukkun) – ﺹ (shukûk) – ﺹshikâk yang definisinya adalah

kitabul iqraar bil-maali aw ghoiru dzalik, artinya : suatu catatan pengakuan atas suatu property dan jenis lainnya14, dan dalam istilah lain disebutkan juga sukûk istitsmâr

( l ﺹ) yang artinya secara etimologi adalah sertifikat investasi.

Akan tetapi sejumlah penulis barat tentang sejarah perdagangan Arab abad pertengehan memberikan kesimpulan bahwa kata shakk merupakan kata dari suara

Latin ”Cheque” yang biasa digunakan pada perbankan kontemporer.15

Secara terminologi sukuk memiliki berbagai definisi, yang didefinisikan oleh

beberapa instansi atau lembaga yang concern dan berwenang, sebagai berikut :

13

AW. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Pustaka Progressif ,2002), Cet ke-25, , hal. 787


(33)

a. Accounting and Auditing Organisaton for Islamic Financial Institution (AAOIFI) 16

Sesuai dengan Sharia Standard No.17 tentang Investment menyatakan definisi sukuk adalah: “Investment sukuk are certificates of equal value representing undivided shares in ownership of tangible assets, usufruct and services or (in the ownership of) the assets or particular projects or special investment activity, however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the closing of subcription and the employment of funds received for the purpose for which the sukuk were issued.” Artinya Sukuk adalah sertifikat dengan nilai yang sama dengan bagian atau seluruhnya dari kepemilikan harta berwujud nyatauntuk mendapatkan hasil dan jasa di dalam kepemilikan asset dari proyek tertentu atauaktivitas investasi khusus, sertifikat ini berlaku setelah menerima nilai sukuk, di saat jatuh tempo dengan menerima dana seutuhnya sesuai dengan tujuan sukuk.

b. Bapepam-LK17

Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan

14

Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam,, (Beirut : Darul Masyriq Al-Maktabah a-Syarkiyyah, 2002), cet. 39 hal- 430-431

15 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, h.136 16

Mohd Daud Bakar. Round-table Discussion on Internasional Islamic Sovereign Bond (Sukuk), Foreign Debt Division Directorate of Internasional Affair Bank Indonesia 2006, h.129.

17

Tim Studi Standar Akuntansi Syariah di Pasar Modal, Studi Standar Akuntansi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, BAPEPAM 2007. h.10.


(34)

atau tidak erbagi atas: kepemilikan asset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas asset proyek tertentu.

c.DSN-MUI18

Definisi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dapat kita temukan juga

dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.

MUI/VI/2008 disebutkan pengertian (SBSN) adalah: “Surat Berharga

Syariah Negara atau dapat disebut sukuk negara adalah Surat Berharga

Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian kepemilikan aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.”

e. Direktorat Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan19

Sukuk adalah sertifikat yang bernilai sama yang mewakili kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset berwujud, nilai manfaat (usufruct), atau kepemilikan atas asset dari proyek tertentu atau kegiatan investasi tertentu, dan sukuk tidak memberikan bunga melainkan imbalan, margin, atau bagi hasil dan penerbitannya sukuk memerlukan underlying asset sehingga benar-benar aman dari riba.

f. Undang-undang Nomor19 Tahun 2008 20

18

Fatwa DSN No:69/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara. 19

Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan.

20

Pasal 1 UU No 19 Tahun 2008 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara Departemen Keuangan Repubik Indonesia


(35)

Pengertian SBSN menurut UU Nomor19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara adalah: "surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Yang mana aset SBSN adalah Barang Milik Negara (BMN)". Dan untuk

memberikan yang pengertian yang komprehensif, penulis

menyajikan terminologi umum tentang sukuk sebagai berikut:

1. SBSN atau Sukuk Negara adalah surat berharga Negara yang diterbitkan

berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

2. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN; yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN.

3. Asset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN dan / atau Barang Milik Negara yang memeiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.

4. Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN


(36)

5. Perusahaan penerbit SBSN adalah Badan Hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.

2. Karakteristik sukuk

Pada dasarnya Instrument Obligasi dan Sukuk mempunyai banyak persamaan namun dalam berbagai hal terdapat juga perbedaan-perbedaan mendasar yang menjadi ciri khusus kedua instrumen keuangan tersebut, yakni: Sukuk merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud (tangible) atau hak manfaat (beneficial title) dari suatu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, sedangkan bila dibandingkan

dengan obligasi, dapat disimpulkan bahwa obligasi merupakan instrumen utang.21

Dan sudah jelas dinyatakan dalam terminologinya; Sukuk tidak mewakili sebuah hutang yang diserahkan kepada emiten oleh pemegang sertifikat. Sukuk diterbitkan berdasarkan sebuah kontrak yang dirujuk sesuai dengan peraturan syariah yang mengatur penerbitan dan perdagangannya. Perdagangan sukuk tergantung

kepada syarat-syarat yang mengatur perdagangan hak yang mewakilinya.22

21

Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Tanya Jawab Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara) Instrumen Keuangan Bebasis Syariah, (Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta ), cet I, hal. 11

22

Cecep Maskanul Hakim Obligasi Syariah Kendala dan Prospek, Peneliti Bank Yunior Biro Perbankan Syariah, Brosur Bank Indonesia.


(37)

Pengunaan dana hasil penjualan Sukuk juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Berbeda dengan proceed obligasi dapat digunakan secara bebas tanpa memperhatikan ketentuan syariah.23

Penerbitan sukuk memerlukan adanya underlaying transaction sebagai dasar penebitan, sedangkan obligasi tidak memerlukan underlaying tansaction tersebut. Penghasilan yang diberikan sukuk bukan berupa bunga melainkan berupa imbalan/sewa, bagi hasil atau margin, sedangkan penghasilan oblogasi berupa bunga yang merupakan harga dari uang.

Penerbitan sukuk pada umumnya memerlukan SPV24 sebagai penerbit,

sedangkan obligasi diterbitkan secara langsung oleh obligor. Dan perlu dipahami, bahwa sukuk merupakan instrumen penyertaan sementara obligasi adalah adalah instument utang.25

Seperti yang diketahui penerbitan SBSN ditujukan untuk membiayai defisit APBN, dalam hal ini berarti SBSN memiliki fungsi yang sama dengan SUN atau obligasi konvensional yang diterbitkan pemerintah, yaitu sama-sama menjadi instument yang membiayai defisit APBN. Namun yang terjadi pada SUN disini tidak semua komponen yang diterbitkan menghasilkan pendapatan, hal inilah yang membedakan dengan SBSN. Dalam hal ini SBSN haruslah memiliki alur pendapatan,

23

Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, hal. 12 24

Special Purpose Vechicle: Badan hukum yang didirikan khusus untuk kepentingan penerbitan sukuk yang memiliki fungsi sebagai; penerbit sukuk, counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan asset, bertindak sebagai wali amanat (trustee) yang mewakili kepentingan investor.


(38)

yaitu jika ada uang atau harta yang dikeluarkan maka ada pendapatan yang dihasilkan dalam konteks penerbitan SBSN, artinya dana yang dihimpun dari SBSN sebaiknya di alokasikan untuk membiayai proyek negara yang jelas, seperti pembangunan infrastruktur negara.26

SBSN dalam penerbitannya di Indonesia sekarang banyak menggunakan skim jual dan sewa balik (buy and lease back), artinya pemerintah menjual asetnya dan menyewa kembali, ini merupakan bentuk ijarah mumtahia bit-tamliik yang dalam aplikasinya terdapat tambahan akad, yaitu akad ba’i dan adanya perjanjian untuk tidak menjual kembali aset yang telah dibeli (wa’ad) sesuai dengan proses penerbitan SBSN yang ada sekarang,

Dalam penerbitannya SBSN bersandar pada Konsep Keuangan Islam (Islamic

finance) dimana didalamnya terdapat prinsip moralitas dan keadilan, oleh karena itu sesuai dengan dasar operasionalnya yakni syariah Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits serta Ijma’ (hasil kesepakatan para ahli), instrumen pembiayaan syariah harus selaras dan memenuhi prinsip-prinsip syariah,27 yaitu antara lain transaksi yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat adil, halal, dan maslahat. Begitu juga Penerbitan SBSN haruslah sesuai dengan syariah dan terbebas dari unsur-unsur berikut:

25

Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, hal. 11 26

Arlyana dkk, Round-table Discussion on Internasional Islamic Sukuk, Foreign Debt Division Directorate of Internasional Affair Bank Indonesia, 2005, h.154-155.

27

Mustafa Kamal Rokan ”Konsep Dasar Keuangan Islam” Diakses pada tanggal 28 Juli 2008 http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla!.


(39)

a. Riba, yaitu suatu keuntungan moneter yang tanpa ada nilai imbangan yang ditetapkan untuk salah satu dari dua pihak yang mengadakan kontrak dalam pertukaran dua nilai moneter.28 Dalam definisi lain disebutkan yakni, tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman Para fuqoha membagi riba menjadi riba dua yakni riba al-nasiah dan riba al-fadl. Secara garis besar dari pandangan empat mazhab utama sunni, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpendapat:

1. Riba al-fadl terjadi ketika, dalam transaksi kontan (tangan ke tangan ), ada tambahan pada salah satu dari nilai-nilai imbangan yang tergolong sejenis dan kedua nilai imbangan itu: (i) dapat ditakar (Hanafi); (ii) dapat berupa mata uang atau makanan yang dapat sisimpan untuk manusia (Maliki); (iii) dapat berupa mata uang atu bahan makanan (Syafi’i); dan (iv) dapat berupa mata uang atau barang yang dapat ditimbang dan ditakar (Hanbali).

2. Ribanasi’ah terjadi bila penyerahan salah satu jual beli yang melibatkan nilai-nilai imbangan yang ditangguhkan dalam suatu transaksi jual beli yang melibatkan nilai-nilai imbangan yang rentan terkena riba. Nilai-nilai imbangan yang dimaksud berupa: (i) barng-barang dari satu jenis atau keduanya dapat ditimbang dan ditakar (Hanafi); (ii) makanan yang bisa disimpan untuk manusia, atu keduanya bisa berupa uang (Maliki); (iii) keduanya adalah bahan makanan, atu keduanya adalah mata uang (Syafi’i); atau (iv) keduanya dapat ditakar, atau ditimbang, atau berupa mata uang

28


(40)

(Hanbali).29 Dan dapat diringkas dengan definisi lain yakni, riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul besama biaya. Riba ini muncul akibat perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian.

b. Maysir, yaitu unsur spekulasi, judi, dan sikap untung-untungan; dan

c. Gharar, yaitu unsur ketidakpastian yang antara lain terkait dengan penyerahan, kualitas, kuantitas dan sebagainya.

Dan perlu diketahui bahwa akad yang yang paling sering digunakan pada penerbitan SBSN di Indonesia adalah skim ijarah, dan karakteristik pada SBSN dengan skim ijarah adalah sebagi berikut:

1. Terlengkapinya rukun-rukunnya sebagaimana berikut:

a. pemberi sewa / pemberi jasa (mu’jir)

b. penyewa / pengguna jasa (musta’jir) untuk memperoleh manfaat atas Objek yang disewakan.

c. obyek yang disewakan (ma’jur) yang dikuasai oleh mu’ajir dimana musta’jirmembayar harga Sewa (ujrah) kepada mu’ajir untuk jangka waktu tertentu.

(Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), cet.i, h.51

29

Abdullah Saeed, PhD, Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, (Jakarta : Paramadina, 2006), cet. iii, h. 47


(41)

Dalam hal ini rukun tergantung dengan akad yang dipakai, karena pada saat ini Indonesia menggunakan ijarah, maka rukunnya yang digunakan adalah seperti diatas.

2. Syarat, meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah;

b. harga barang dan jasa harus jelas;

c. tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi;

d. barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan

karena tidak boleh menjual barang yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short selling dalam pasar modal.30 Disini penulis menyimpulkan, Karakteristik sukuk negara atau SBSN sebagai instrumen keuangan berbasis syariah secara umum diterbitkan dengan berlandaskan beberapa prinsip di bawah ini:

a. Sukuk adalah sertifikat bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat

(beneficial title), dan sukuk tidak mewakili utang dari orang yang diberi utang oleh penerbit kepada pemegang sukuk, tetapi merupakan pemegang sertifikat yang berbagi return.31

b. Imbal hasil sukuk berupa sewa, margin, atau bagi hasil.

30

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2003), h.223.


(42)

c. Bebas dari unsur, gharar, maysir, yaitu dokumen prospektus yang menawarkan sukuk harus menggambarkan keterbukaan secara menyeluruh agar terhindar dari kekeliruan (jahalah).

d. Memerlukan SPV (Special Purpose Vehicle).

e. Menggunakan underlying asset.32

f. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah

3. Tujuan Penerbitan Sukuk Negara (SBSN)

Penerbitan sukuk bagi pemerintah sesuai dengan Undang-undang No 19 Tahun 2008, ditujukan untuk membiayai APBN termasuk membiayai proyek-proyek negara yang telah disetujui oleh negara. Di bawah ini merupakan tujuan diterbitkannya SBSN atau sukuk negara:

a. Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara

b. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di

dalam negeri

c. Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah baik dalam negeri

maupun luar negeri

d. Memperluas dan mendiversifikasi basis investor

e. Mengembangkan alternatif instrumen investasi

f.Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara

31

Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Padar Modal Syariah, (Jakarta : Kencana, 2007), h.162.

32

Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan Republik Indonesia.


(43)

g. Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjaring oleh sistem perbankan konvensional,33

4. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan SBSN/Sukuk

Dalam transaksi sukuk ada beberapa pihak yang terlibat lansung penerbitannya yakni;

a. Emiten, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran pokok serta

imbal hasil sukuk yang diterbitkan, dalam hal ini yang berwenang adalah pemerintah yaitu departemen keuangan.

b. Special Purpose Vehicle (SPV), badan hukum yang didirikan khusus untuk kepentingan penerbitan sukuk yang memiliki fungsi sebagai; penerbit sukuk, counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan asset, bertindak sebagai wali amanat (trustee) yang mewakili kepentingan investor.

c. Investor adalah pihak pemegang sertifikat sukuk yang memiliki hak

kepemilikan atas underlying asset, akan tetapi hanya memiliki hak atas manfaat saja dan bersifat sementara sampai jatuh tempo, oleh karena itu investor berhak mendapat imbal hasil berupa sewa, margin, atau bagi hasil.34

Di bawah ini akan memperjelas kembali perbandingan antara sukuk dan obligasi secara rinci, menurut Departemen Keuangan selaku pemegang kebijakan keuangan di Indonesia.

33

Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Mengenal Sukuk Instrument Pembiayaan & Investasi berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan Repupblik Indonesia

34

Direktorat Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan


(44)

Tabel 1.1: Perbandingan Sukuk dengan Obligasi35

Deskripsi Sukuk Obligasi

Dasar Hukum - Undang-Undang

Undang-Undang

Penerbit - Pemerintah

- Korporasi - Pemerintah - Korporasi Metode Penerbitan - Lelang - Bookbuilding - Private Placement

- Lelang - Bookbuilding - Private Placement Ketentuan Perdagangan

Tradable36 Tradable

Sifat Instrument

Sertifikat kepemilikan/

penyertaan atas aset

Pengakuan utang

Tipe Investor - Konvensional

- Syariah

Kovensional

Penghasilan bagi Investor

Imbalan, bagi hasil, Margin Bunga/kupon, Capital Gain Dokumen yang diperlukan

- Dokumen Pasar Modal

- Dokumen Syariah

Dokumen Pasar Modal Underlying

Asset

Perlu Tidak Perlu

Penggunaan hasil

penjualan (proceed)

Harus sesuai syariah Bebas

Lembaga terkait

SPV, Trustee, Custodian, Agen

Trustee, Custodian,

35

Dr. Rahmat Waluyanto “Potensi Sukuk Negara (Surat Berharga Syariah Negara) Sebagai Sumber Pembiayaan APBN dan Investasi” Presentasi dalam Seminar Indonesia Syariah Expo Jakarata pada tanggal 27 oktober Tahun 2007.

36

Yang dimaksud tradable disini adalah dapat diperdagangkan, namun tergantung pada akadnya.


(45)

Pembayar Agen Pembayar Syariah

Endorsement

Perlu Tidak perlu

B. Dasar Hukum Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara

Dengan telah disahkannya undang-undang penerbitan SBSN, maka

DSN-MUI pun mengeluarkan syariah opinion dan fatwa mengenai hal-hal yang

menyangkut penerbitan SBSN, yaitu ada 4 fatwa yang dikeluarkan yakni:

Fatwa No:69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Fatwa DSN No:70/DSN-MUI/VI/2008 tentang metode

penerbitan SBSN, Fatwa DSN No:71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and

Lease Back, Fatwa DSN No:72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back.

Menurut syariah opinion yang dikeluarkan oleh Tim Ahli Syariah untuk

penerbitan SBSN, bahwa penerbitan SBSN tidak bertentangan dengan syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang SBSN, dan memutuskan bahwa akad yang digunakan dalam penerbitan surat berharga syariah negara adalah akad ba'i dan ijarah.37

37

Surat Pernyataan Kesesuaian Syariah, Tim Ahli Syariah untuk Penerbitan SBSN DSN-MUI, 2008.


(46)

Sebagaimana fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI No: 69 mengenai SBSN, di bawah ini kami sertakan beberapa nash yang menjadi dasar hukum penerbitan SBSN.

1. Al-Quran

Firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah [2]: 275:

! "#$% & ' )*+,-". / 123+4567 81 9 :"#4 "; <3= >?@ABC !

D * 3

"#AB! E45 ;4 FH I JF")CKLC M "E45 ;4 &: ")LC 1"#3 NOL* "1 PQ3 > 1 R

S )!O :T

T"@ /B 3

N K3 3

" O "U

VNO 4 CKLC

WOX! Y

Z LC

"[

";]A23 C^ 3

+ 2"3_`CK

T Ja

>? b

Qcd

eC ! 2"8

! " #$% &

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.


(47)

Dalam ayat ini menjelaskan bahwa riba adalah haram dan dilarang dalam aktivitas perdagangan atau jual beli, begitu juga dengan SBSN yang dalam pengambilan imbal hasil diharamkan menggunakan bunga, akan tetapi profit yang didapatkan dari pembayaran hak manfaat, sewa, upah ataupun bagi hasil, karena di dalam akad SBSN terdapat akad jual beli dan sewa maka penggunaan instrumen ini jelas harus berdasarkan prinsip syariah.

2. Hadis

Penerbitan SBSN juga diperkuat oleh hadist Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari Amr bin Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

'( ! )* + ,-ﺏ ,- (/ ! 01 23(ﺹ ﺡ 5 206ﺡ 7 89ﺡ! 29ﻡ! ﺡ ; (/9 !7 <9(= >?@7 9A 01 2@ 9A 5 ﺡ 06ﺡ 7 8ﺡ! 2ﻡ! ﺡ B!7

CDﻡ ! E33ﺹ7

& 38

Artinya : Perdamaian boleh dilakukan antara kaum muslim kecuali

perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslim terkait dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

Hadits ini menegaskan bahwa segala perjanjian yang dilakukan oleh umat Islam adalah boleh selama tidak keluar dari koridor syariah, seperti SBSN misalnya investor yang membeli instrumen ini bukan hanya umat Islam, melainkan non muslim pun dapat berinvestasi disini, dan juga model dari penerbitan SBSN serupa dengan obligasi konvensional, akan tetapi selama

38


(48)

instrumen syariah ini masih sesuai dengan prinsip syariah maka dibolehkan. Kemudian hadits riwayat Ibnu Majah dikatakan:

0 F 07 ! F B!7 ,ﺏ! E+ ﻡ D !7 <GHI ! -J7 >K & 39

Artinya : Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain (HR Ibnu Majah )

Hadits ini menegaskan bahwa dalam transaksi atau perjanjian tidak diperbolehkan untuk merugikan negara atau pihak lain, seperti penerbitan SBSN saat ini, bahwa hasil penjualan SBSN harus digunakan dengan hati-hati agar terhindar dari kerugian dari kedua belah pihak.

3. Kaidah Fiqih

Kemudian kaidah fiqih yang mendasari di bolehkannya penerbitan SBSN adalah:

8ﺹL! <M N6ﻡ O ! Pﺡ ﺏ 01 ; QR 26- S <(= 3ﺕ ? 40

Artinya : " Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya ".

Kaidah fiqih diatas menunjukan bahwa asal dari segala bentuk mumalah adalah boleh sampai terdapat dalil yang mengindikasin pengharaman transaksi


(49)

tersebut, begitu juga dengan SBSN karena penerbitannya menggunakan akad ijarah. Sebagaimana telah kita telaah dan telah diketahui akad tersebut sesuai dengan syariah.

C. Jenis-jenis SBSN (Sukuk) serta Tinjauan Fiqh Mengenai Akad dan Penerbitannya

Jenis obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi (Investment) terbagi dalam 7 akad yang telah diaplikasikan di dunia. Di bawah ini akan dijelaskan jenis-jenis sukuk, antara lain:

1. Ijarah (sale and lease back)

Al-Ijarah berasal dari bahasa arab al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti). Sukuk Ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikam aset yang

keberadaannya jelas dan diketahui.41 Berdasarkan Fatwa DSN-MUI

No.72/DSN-MUI/VI Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale And Lease Back, SBSN ijarah sale and lease back adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian kepemilikan aset SBSN yang diterbitkan dengan menggunakan akad ijarah dengan mekanisme seale and lease back.

Mekanisme sale and lease back adalah jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan kembali aset tersebut kepada penjual.

40

Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul Ila Tahqiq, Ilm Al-Ushul, (Makkah : Maktabah Al-Tijariyah, 1993), Cet. i, h.104.


(50)

Kemudian pendapat ulama mengenai akad ijarah dalam kitab al-Muhadzadzab juz I kitab al-Ijarah:

) U RV= + ! <(= WM G ! Pﺡ ! ;L7 P+ 3 ! < 1 WM G ! P+ 3 X < 1 ; -=L! >(M ) + R = W- !

<(= ; -=L! , Y+7 ; ) U R = +0! CS = WM G ! 42

Artinya: “Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat.”

Kemudian pendapat Ibnu Qudamah, dalam kitab al-Mughni, menyatakan bahwa ijarah adalah jual beli manfaat, dan manfaat berkedudukan sama dengan benda. Dalam hal ini terdapat persamaan antara jual beli benda dan jual beli manfaat, karena keduanya sama-sama bermanfaat, seperti halnya barang dijual atau dibeli karena manfaatnya, sehingga antara barang dan manfaaat memiliki kedudukan yang sama.

Dalam mekanismenya Ijarah seperti sale lease contract atau hire contract karena dalam akad Ijarah hanya ada perpindahan manfaat dari aset bukan kepemilikan bentuk fisik aset seperti pada leasing.43

Setelah penerbit sukuk memberikan status kepemilikan manfaat

kepada investor terhadap suatu aset lalu disewakan kembali ke penerbit sukuk

41

Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h.144.. 42

Ibnu Qudamah, al-Mughni, VIII/7. 43

Foreign Debt Division Directorate of International Affair, 2006, Round Table Discussion on International Islamic Sovereign Bond (Sukuk), ( Jakarta : Bank Indonesia), h. 27.


(51)

dengan menyerahkan sejumlah uang sewa yang disepakati kepada investor dan diakhir perjanjian hak milik atas aset kembali lagi kepada penerbit sukuk.44

Ciri-ciri pokok yang dimiliki oleh sukuk ijarah, antara lain:

a. Dalam kontrak ijarah aset yang disewa beli dan jumlah yang disewa harus diketehaui dengan jelas oleh pihak-pihak terkait pada saat kontrak

b. Penyewaan dalam ijarah harus diterapkan dalam bentuk yang jelas untuk bentuk pertama dari sewa beli, dan untuk bentuk perubahan di masa yang akan datang, dan dalam penyewaan tersebut terdiri dari dua bagianm, satu untuk pembayaran kepada pihak yang menyewakan dan yang lain sebagai pembayaran rekening yang dilakukan penyewa pada biaya iang berhubungan dengan pemilik aset.

c. Adanya pembentukan SPV sebagai perwaliamanatan yang akan

menjembatani kepentingan emiten dan investor.

d. Pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan aset merupakan

tanggung jawab pemilik, sementara pengeluaran untuk pemeliharaan

yang berhubungan dengan operasionalnya ditanggung penyewa.45

2. Mudharabah (bagi-hasil/ profit and lost sharing)

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak yakni

pihak pertama sebagai shahibulmaal penyedia seluruh modal dan pihak kedua

44

Tim Pengkajian Penerbitan SUN Sukuk, hlm. 4. 45


(52)

sebagai mudharib/ pengelola usaha. Sedangkan keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak.46 Sukuk atau sertifikat mudharabah dapat menjadi instrumen dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi. Jenis ini merupakan sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan prinsip mudharabah.

Secara rinci pokok-pokok Obligasi syariah Mudharabah berdasarkan

fatwa DSN-MUI No. 33 Tahun 2002 Tentang Obligasi Mudharabah, adalah

sebagi berikut:

a. Menggunakan akad Al-mudharabah;

b. Emiten obligasi syariah adalah Mudharib;

c. Pemegang obligasi syariah adalah Shohibul Maal;

d. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan syariah;

e. Nisbah/ keuntungan ditentukan sesuai kesepakatan Mudharib dan Shohibul maal sebelum penerbitan;

f. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik;

g. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DSN-MUI sejak proses

emisi;

h. apabila emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar perjanjian emiten

wajib mengembalikan dana Mudharabah dan pemegang obligasi dapat

meminta Mudharib membuat surat pernyataan hutang; dan

46


(53)

i. Pengalihan kepemilikan obligasi syariah dapat dilakukan selama disepakati dalam akad.

3. Musyarakah (penyertaan modal)

Secara bahasa, al-syirkah berarti ikhtilat (percampuran), yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan menurut istilah, syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan.47

Sukuk Musyarakah adalah sertifikat nilai yang sama yang

diterbitkan untuk memobilisasi dana, yang digunakan berdasarkan persekutuan atau firma sehingga pemegang-pemegangnya menjadi pemilik proyek atau aset berdasarkan bagian masing-masing.48

Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek

tertentu dimana kedua belah pihak sama-sama menyediakan modal berupa dana, dan setelah proyek itu selesai pihak emiten mengembalikan sejumlah dana tersebut kepada investor bersama dengan bagi hasil dari proyek tersebut. Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan term indicative karena sifatnya yang floating atau tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.49

4. Murabahah (cost lost sharing)

Memahami Akad-Akad Syariah,(Jakarta: Renaisan, 2005), h.41 47

Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, h.43.

48


(54)

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan yang disepakati. Dalam obligasi syariah dengan akad Murabahah

investor membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya dengan emiten. Dan keuntungan investor diperoleh dari selisih harga beli dari produsen dengan harga jual kepada emiten. Secara rinci mekanismenya adalah sebagai berikut:50Investor membeli barang yang diperlukan oleh emiten dari produsen, atas nama investor sendiri;

a. Investor menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian

kepada emiten;

b. Investor kemudian menjual barang tersebut kepada emiten dengan

harga jual senilai harga beli ditambah keuntungannya; dan

c. Emiten membayar harga barang tersebut pada jangka waktu yang

telah disepakati.

Sebagaimana yang ada pada ketentuan akad-akad syariah lainnya,

dalam akad Murabahah juga terdapat syarat tertentu. Adapun syarat-syarat akad Murabaha adalah sebagai berikut:51

a. Investor memberi tahu mengenai biaya modal kepada emiten;

b. Kontrak harus sah menurut rukun atau mekanisme yang ditentukan;

c. Kontrak harus bebas dari riba; dan

49

Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, h.42.

50

Syaiful Bakhri, dkk., Ekonomi Syariah Dalam Sorotan, (Jakarta: Yayasan Amanah, 2003, h.186.

51

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 102.


(55)

d. Investor harus menyampaikan semua hal yang terkait dengan pembelian maupun kondisi barang tersebut.

Sukuk Murabahah lebih memungkinkan digunakan untuk hal yang

berhubungan dengan pembelian barang untuk sektor publik, misalnya pemerintah membutuhkan barang-barang dengan harga tinggi, maka dimungkinkan untuk membelinya melalui penjualan kredit dengan membayar angsuran.52

5. Istisna

Istishna merupakan kontrak penjualan antara mustashni’ (pembeli akhir) dan shani’ (supplier), dalam akad ini Shani’ menerima pesanan dari mustashni’, yang nantinya harga ataupun spesifikasi barang yang di pesan sesuai dengan kedua belah pihak.53 Ketentuan mengenai akad Istisna’ terdapat dalam fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000.

Pembiayaan dengan menggunakan prinsip Istisna’ diadopsi untuk

membiayai suatu proyek yang spesifikasinya harus dideskripsikan oleh pembeli (emiten) seperti spesifikasi pembangunan gedung, pembuatan kapal, pesawat. Atas penjelasan spesifikasi yang dideskripsikan oleh pembeli, investor sepakat untuk membiayai proyek dengan perjanjian Istisna’. lalu investor membeli barang dari produsen sesuai spesifikasi yang disebutkan oleh pembeli (emiten). Kemudian investor menjual barang tersebut kepada

52


(56)

pembeli (emiten). Hak kepemilikan atas proyek yang dibiayai oleh investor beralih kepada emiten terhitung sejak penandatanganan perjanjian Istisna’, dan tidak digantungkan pada perjanjian penjualan barang ataupun penyerahan barang.54

D. Perbedaan Konsep Dasar Obligasi Konvensional dan (Sukuk)

Secara umum konsep obligasi pemerintah dengan sukuk terdapat beberapa kesamaan, seperti pada harga penawaran, jatuh tempo, dan pemeringkatan/ rating. Adapun perbedaan-perbedaan antara keduanya antara lain:

1. Pendapatan (hasil)

Ketentuan tentang kompensasi, obligasi berbasis syariah

menggunakan pola return bagi hasil (profit loss sharing) dan menghindari sistem kompensasi berupa bunga, sedangkan dalam UU No. 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara, obligasi pemerintah yang resminya disebutkan surat utang negara, pendapatannya (yield) berupa bunga;

2. Konsep Halal

Dalam konsep obligasi syariah menghendaki kegiatan ekonomi

yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun

cara penggunaannya. Seperti contohnya pembiayaan hanya

53

Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, h.34.

54


(57)

diperuntukan membiayai suatu proyek pembangunan infrastruktur yang halal, aset yang dijaminkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi pembiayaan dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi. Dalam konsep obligasi pemerintah/ surat utang negara tidak dipersyaratkan penerbitannya didasarkan pada kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara

perolehannya, maupun cara penggunaannya;55

3. Alokasi Dana

Ketentuan Undang-undang surat utang negara ditujukan untuk

memberi jalan bagi emisi surat utang negara hanya untuk ’menambal’ defisit pembiayaan saja. Sementara sukuk sesuai dengan prinsip bagi hasilnya di antaranya harus dikaitkan dengan investasi seperti pembiayaan infrastruktur, namun tetap memungkinkan penggunaan dana untuk hal-hal lain selain pembiayaan sarana dan prasarana asalkan dinyatakan sejak awal dalam prospektus;56

4. Jenis

Perbedaan mendasar lainnya antara obligasi syariah dengan

surat utang negara dapat dilihat pada jenis-jenis instrumen dan

mekanisme transaksinya yakni Ijarah, Mudharabah, Musyarakah,

Murabahah, dan Istisna dengan mekanisme dan jenis surat utang negara

55


(58)

yang disebutkan dalam Undang-Undang no. 24 Tahun 2002 yakni surat perbendaharaan negara dan obligasi pemerintah;

5. Efek

Efek surat utang negara merupakan surat pengakuan hutang,

sedangkan obligasi syariah efeknya merupakan surat berharga sebagai bukti penyertaan modal atau investasi yang dikaitkan oleh usaha tertentu;

6. Nilai indeks

Perbedaan nilai indeks obligasi syariah dengan nilai indeks

obligasi pemerintah/ surat utang negara terletak pada kriteria saham emiten pada obligasi syariah harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah, sedangkan pada surat utang negara tidak;

7. Underlying asset/ jaminan aset

Dalam beberapa transaksi obligasi syariah disyaratkan adanya

jaminan berupa aset emiten yang diserahkan pada investor namun dikelola oleh pihak ketiga sebagai trustee. Aset tersebut harus memenuhi unsur syariah, yakni bebas dari unsur tidak halal seperti diterangkan di atas, sedangkan dalam obligasi pemerintah/ surat utang negara jaminan hanya berupa kepercayaan/ trust; dan Obligasi syariah mengenal adanya trustee sebagai penerbit obligasi syariah maupun pengelola aset yang dijadikan underlying aset dan bertindak mewakili

56


(59)

kepentingan investor. Sebagaimana konsep kontrak investasi kolektif dalam dana reksa. Sedangkan dalam penerbitan obligasi pemerintah/ surat utang negara tidak dikenal adanya trustee yang mengelola jaminan berupa aset dan bertindak mewakili kepentingan investor.

E. Kebijakan Fiskal dalam Islam

Kebijakan fiskal telah lama dikenal dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak zaman Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin, yang di kemudian hari dikembangkan oleh para ulama.

Nabi Muhammad saw sebagai Amirul Mukminin sekaligus kepala Negara yang bertanggungjawab atas stabilitas perekonomian Negara pada saat itu menerapkan beberapa Kebijakan Fiskal pada masanya. Sehubungan dengan ini ada empat langkah yang dilakukan Nabi saw :57

1. Peningkatan pendapatan Nasional dan tingkat partisipasi kerja

Dalam rangka meningkatkan permintaan agregat (agregat demand)

masyarakat muslim di Madinah, Rasulullah melekukan kebijakan

mempersaudarakan kaum Muslimin dengan kaum Muhajirin yang berimplikasi pada peningkatan perminytaan total di Madinah.

2. Kebijakan Pajak

57

Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, ( Jakarta : Pustaka Asatruss, 2005), cet. i, hal. 19-20


(60)

Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan dilakukan Rasulullah saw, seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabakan terciptanya kestabilan harga dalam mengurangi tingkat inflasi.

3. Anggaran

Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw sangat cermat,

efektif dan efesien, menyebabkan jarang terjadinya deficit anggaran meskipun saat itu sering terjadi peperangan.

4. Kebijakan Fiskal Khusus

Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal khusus untuk

pengeluaran Negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimuin secara suka rela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin;meminjam peralatan dari kaum muslimin secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dang anti rugi bila terjadi kerusakan meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan peningkatan partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin.

Pemikir ekonomi Islam Ibnu Khaldun (1404) mengajukan solusi atas

resesi dengan cara mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami penurunan, wajar bila pasar yang lain pun akan ikut menurun, bahkan dalam agregat yang lebih besar.


(61)

Abu Yusuf (798) merupakan ekonom pertama yang secara rinci

menulis tentang kebijakan ekonomi dalam kitabnya Al Kharaj, yang

menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintah nuntuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.58

Menurut an-Nahbani dan al-Maliki, dalam pengambilan kebijakan fiskal yang sesuai dengan ekonomi Islam adalah setiap pengambilan kebijakan haruslah memberikan jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan pokok ( al-hajat al-asasiyah/basic needs) bagi setiap individu dan juga pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder dan luks (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar kemampuan individu bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu

dengan kekhasan di dalamnya.59 Dengan demikian titik berat sasaran

pemecahan permasalahan dalam ekonomi Islam terletak pada permasalahan individu manusia bukan pada tingkat kolektif (negara dan masyarakat).60 Menurut al-Maliki, ada empat perkara yang menjadi asas politik ekonomi Islam. Secara umum Pertama, setiap orang adalah individu yang memerlukan

pemenuhan kebutuhan. Kedua, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok

dilakukan secara menyeluruh (lengkap). Ketiga, mubah (boleh) hukumnya bagi

58Kebijakan Fiskal Rasulullah SAW

, artikel diakses dari halalguide.info pada tanggal 18 Mei 2009

59

Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternati, hal. 52. Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, hal. 37.

60


(62)

individu mencari rezki (bekerja) dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan dan meningkatkan kemakmuran hidupnya. Keempat, nilai-nilai luhur (syariat Islam) harus mendominasi (menjadi aturan yang diterapkan) seluruh interaksi yang melibatkan individu-individu di dalam masyarakat.61

Penulis mengutip empat asas yang harus diperhatikan dalam setiap penerbitan SBSN khususnya yang dalam hal ini antara emiten (pemerintah) dan para investor62, yang telah digariskan dalam Al-Quran :

a. Asas suka sama suka ( QS: 4 : 29)

"@f C A2

g L*

D 3

?*I3 <L 4 CK

i -jgk

lF +2 -4 !

m ! CK e *I3 nj 2Q@ 1 Xo 3 >?*Ia R

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

b. Asas keadilan ( QS: 57: 25)

_p3 3

La "U>TCK

jgO UqT

i2LarRk ;4 !

La4 sBCKLC

tu@"

v 2 wxI4

e L' #4 LC

& L5

qJ Jg

xy{r 4 !

Artinya: Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan

membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.

c. Asas saling menguntungkan (QS: 2: 278-279)

61

Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, (As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla), alih bahasa Ibnu Sholah, cet. i, (Bangil : Al-Izzah, 2001), hal. 37

62

Prof. Dr. Taufik Abdullah, dkk. Ensklopedia Tematis Dunia Islam Jilid 3, ( Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 2002), h.133


(63)

e #! _ 3 LC

e #O _ 

|}~•l

Artinya : kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

d. Asas Tolong Menolong ( QS:5: 2)

BLC " 3LC

WO

! dr 4

IsL 4 €w LC

LC

BLC " 3

WO ru4ui•

l <LC_p 4 LC

J LC

J !

p p$

r‚ 3 4

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Ketika asas-asas tersebut dipegang tegung dalam segala pengambilan

Kebijakan Fiskal, pada gilirannya, perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan kehidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan dapat direalisasikan63.

Berbicara mengenai kebijakan fiskal isalm kontemporer, saat ini Negeri Jiran Malaysia dapat dikatakan sebagai salah satu pioneer dalam pengembangan pasar keuangan syariah sampai saat ini. Tahun 1994 Malaysia mendirikan pasar uang syariah. Pada tahun 2001 menjadi pionir dalam mengeluarkan obligasi syariah global (sukuk) pertama kali dengan nilai US$150 juta, dilanjutkan dengan mengeluarkan sovereign sukuk pada tahun 2002 dengan nilai investasi US$600. 36% perusahaan investasi syariah di dunia tercatat di pasar modal Malaysia yaitu 86 unit trust fund.


(1)

Foreign Debt Division Directorate of International Affair, 2006, Round Table Discussion on International Islamic Sovereign Bond (Sukuk), Jakarta :Bank Indonesia

Huda, Nurul., dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Jakarta : Kencana, 2007

Haroen, Nasrun., Perdagangan Saham di Bursa Efek - Tinjauan Hukum Islam, Ciputat, Yayasan Al-Hikmah ,cet I, 2000

Hakim, Cecep Maskanul “Obligasi Syariah Kendala dan Prospek” Peneliti Bank Yunior Biro Perbankan Syariah-Bank Indonesia, Jakarta, 2007

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia, Yogyakarta 2003

Ida Musdafia Ibrahim Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di Indonesia yang diakses dari http://www.yai.ac.id/UPI/simposium/ida.doc

Investasi: Menyelami Seluk-beluk Sukuk Ritel, diakses dari http://www.sebi.ac.id pada tanggal 18 Mei 2008

Ibn Nujaim, Asybah wa Nazha’ir, Tahqiq: Abd Aziz Muhammad al-Wakil, Mu’assasah al-Halabi, Kairo, 1968

Karim, Adi Warman A, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, ed. ii

Kebijakan Fiskal Rasulullah SAW, artikel diakses dari halalguide.info pada tanggal 18 Mei 2009

Kate Randall, US Poverty Rose Sharply in 2001, diakses dari http://www.wsws.org, pada tanggal 27 September 2002


(2)

Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani Menargetkan Pertumbuhan Ekonomi 6 Persen 2005, diakses dari http://www.kompas.com pada tanggal 17 Mei 2004,

Lewis, & Latifa M., Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan Prospek, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007, cet.I

Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, Jakarta: PT.Salemba Emapat Patria, 2002, ed.I

Mubyarto: Ekonomi Indonesia Keliru. Republika Online, , 10 Desember 2003, http://www.republika.co.id,

Mustafa Kamal Rokan ”Konsep Dasar Keuangan Islam” Diakses pada tanggal 28 Juli 2008 http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla!.

Majalah Investor, Business & Capital Markets edisi November 2008

Majalah Gatra, Booming Bisnis Syariah, edisi khusus Lebaran, No.48, Oktober 2007

Muda, Ahmad Antoni K., Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Gitamedia, 2003, cet. III

Muhajir Noeng., Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1990

Munawwir, AW., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif ,2002, Cet ke-25, , hal. 787


(3)

Nazwar U. Nawawi, “Mengenal Sukuk,” Pontianak Post, Selasa 2 September 2008

Parson, Wayne,. Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Jakarta: Kencana, 2006) cet.1

Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Makroekonomi: Ed. xiv, (Macroeconomics), alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. iv, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal. 55

Republika Online, CGI Prihatinkan Iklim Investasi di Indonesia, 4 Juni 2004, http://www.republika.co.id

Pemerintah Terbitkan Sukuk Valas artikel yang diakse dari http://www.waspada.co.id pada tanggal 22 Mei 2008

RUU Nomor 19 Tentang Surat Berharga Syariah Negara yang diakses dari www.legalitas.org pada tanggal 15 Februari 2009

Redaksi, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan; Volume 3 Nomor 3, 2005

Rahardjo, M Dawam., Menegakkan Syariah Islam di Bidang Ekonomi, disampaikan pada Acara Orasi Ilmiah Program Pasca Sarjana Universiatas Muhammadiyah Jakarta, pada mata kuliah “Islam dan masalah-masalah Kontemporer” di Jakarta tanggal 18 Januari 2003


(4)

Saeed, Abdullah., Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, Jakarta : Paramadina, 2006, cet. Iii

Sukuk, Defisit, dan Utang Negara, artikel yang diakses dari http://ajisaka.dagdigdug.com pada tanggal 12 Juni 2008

Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Berkah Duo UU untuk Ekonomi Indonesia, ed. xx, Thn ii, Agustus 2008.

Schemidt, Helmut., The Structure of The WorldProduct, Germany: Foreign Affair, 1974.

Sudarsono, Heri., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2003

Surat Pernyataan Kesesuaian Syariah, Tim Ahli Syariah untuk Penerbitan SBSN DSN-MUI, 2008.

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Alumni, 2004

Tim Studi Standar Akuntansi Syariah di Pasar Modal, Studi Standar Akuntansi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Jakarta : BAPEPAM, 2007

UU Surat Berharga Syariah Negara, artikel yang diakses dari vivanews.com pada tanggal 18 Maei 2009

Visi dan Misi Strategi Pembanguan Nasional Pemerintah RI 2004-2009 yang diakses dari situs resmi Republik Indonesia http://www.indonesia.go.id/id


(5)

Waluyanto, Rahmat., “Potensi Sukuk Negara (Surat Berharga Syariah Negara) Sebagai Sumber Pembiayaan APBN dan Investasi” Presentasi dalam Seminar Indonesia Syariah Expo Jakarata pada tanggal 27 Oktober Tahun 2007

Zudin, “Islamic Bonds (sukuk) Its Introduction and Application” diakses pada 27 Juni 2007 dari http://konsultasimuamalat.wordpress.com/islamic-bonds-sukuk-its-introduction-and-application.


(6)