Latar Belakang Masalah PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan ekonomi dalam kaca mata islam memiliki kode etik yang bisa memelihara kejernihan aturan Tuhan, sehingga membuat kegiatan atau transaksi tersebut sebagai mediator dalam membentuk masyarakat yang saling mengutungkan dan bermanfaat satu sama lain. Untuk membuat sistem ekonomi yang kuat dan kokoh dibutuhkan prinsip-prinsip hukum yang dapat menyulut tegaknya sistem ekonomi tersebut. Taqiyuddin An-Nabhani mengemukakan bahwa ekonomi Islam berdiri atas tiga kaidah: kepemilikan property, pengelolaan tasarruf, serta distribusi kekayaan. 1 Dan ada tiga karakter yang lekat pada ekonomi Islam; Pertama, diilhami dan bersumber dari al-Quran dan Sunnah. Kedua, memandang bahwa peradaban Islam sebagai sumber prespektif dan wawasan ekonomi yang tidak ada dalam tradisi filosofis sekuler. Ketiga, bertujuan menemukan dan menghidupkan kembali nilai ekonomi, prioritas,dan adat-istiadat umat muslim. 2 Dewasa ini perkembangan keuangan syariah di Indonesia, sebagai gerakan kemasyarakatan mulai menapak keberhasilan. Namun perkembangan selanjutnya 1 Taqyudin an-Nabhani,An-Nidzam al-Iqtishody fil Islam, Munawwar Ismail terj, Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam , Surabaya:Risalah Gusti, 2000 cet.i, hal. 30 2 John L. Esposito, Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word, terj. Eva.Y.N, Femy. S, dkk., Ensiklopedi Oxfor Dunia Islam Modern, Bandung:Mizan, 2001, cet. i, hlm. 1. sehingga lembaga keuangan bisa berperan penting dan signifikan yang ditunjukkan oleh indikator nilai asset dan pangsa pasar, membutuhkan langkah-langkah terobosan, antara lain berwujud Undang-undang Perbankan Syariah. Legislasi ini membutuhkan perjuangan politik. Dan perjuangan politik ini membutuhkan dukungan empiris, yaitu bukti kinerja lembaga keuangan syariah bukan saja bisa bekeja workable, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas sesuai dengan prinsip rahmatan lilialamin . Pada dasarnya ada tiga prosedur yang perlu ditempuh dalam pelaksanaan syariat islam, khususnya di bidang ekonomi. Pertama, adalah prosedur ilmiah, melalui proses rasionalisasi dan objektivitas. Kedua, kontekstualisasi budaya dan masyarakat. Dan ketiga, harus diperjuangkan secara demokratis. Dalam perjuangan tersebut, diperlukan perjuangan politik, termasuk dalam legislasi syariah menjadi hukum positif. 3 Dalam struktur hukum Indonesia, Undang-undang menempati posisi kedua setelah Undang-undang Dasar 1945. Artinya Undang-undang menjadi peraturan baku yang menjadi sumber hukum dari aktivitas atau kegiatan di berbagai ranah kehidupan di sebuah Negara. Berkenaan dengan ekonomi dan keuangan syariah, Alquran dan Hadis menjadi dasar aturan normatif, sedangkan Undang-undang menjadi panduan hukum praktis. Menilik tujuan dari perekonomian Islam, Umer Chapra dalam bukunya The Economic Challenge menegaskan, ekonomi Islam bertujuan 3 M Dawam Rahardjo, Menegakkan Syariah Islam di Bidang Ekonomi,disampaikan pada Acara Orasi Ilmiah Program Pasca Sarjana Universiatas Muhammadiyah Jakarta, pada mata kuliah “ Islam dan masalah-masalah Kontemporer” di Jakarta tanggal 18 Januari 2003. menciptakan kefalahan. Falah artinya sejahtera di dunia dan akhirat. 4 Maka peranan pemerintah Indonesia dan para legislator dituntut untuk membentuk Undang-undang untuk mendorong stimulus fiskal yang berdasarkan keuangan syariah sangat diperlukan ditengah resesi ekonomi dunia yang tengah melanda saat ini demi menghadirkan kefalahan di tengah masyarakat. Berkaca pada pemerintah di beberapa negara juga telah menyatakan kesiapannya untuk mengeluarkan paket stimulus fiskal yang cukup substansial yang ditujukan untuk mendorong permintaan masyarakat, peningkatan pengeluaran infrastruktur, dan pemotongan sementara pajak yang terkait dengan investasi swasta. Terutama di beberapa negara di kawasan Asia seperti China, India telah mengeluarkan paket stimulus ekonomi dalam bentuk peningkatan pengeluaran infrastruktur dan pengurangan pajak. 5 Keuangan syariah dunia yang digagas oleh para pakar ekonomi syariah yang diharapkan mampu menjadi prinsip alternatif untuk menyelamatkan dunia dari krisisi ekonomi global. Bila ditinjau dari perspektif pasar global, dengan jumlah populasi penduduk muslim di seluruh dunia yang mencapai 1,5 miliar yang merupakan 29 dari keseluruhan penduduk dunia yang berjumlah 6,3 miliar pada akhir tahun 2006, maka selayaknya potensi ekonomi Islam dalam pasar global juga sebesar 24 dengan perkiraan nilai kapitalisasi sebesar US 9,36 miliar. Tetapi pada 4 Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Berkah Duo UU untuk Ekonomi Indonesia, edisi 20 Thn II, Agustus 2008, hal.3 5 Endy Dwi Tjahjono, dkk., Outlook Ekonomi Indonesia Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia 2009-2014 , Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia diakses dari http:www.bi.go.id kenyataannya untuk akhir tahun 2006 penetrasi pasar modal yang berbasis Islam hanya mampu meraih US 400 miliar saja, dengan dana yang dimiliki oleh umat Islam yang berinvestasi di pasar global yang mencapai US 1,3 triliun. Dari urain diatas tampak terdapat perbedaan yang besar dengan pasar modal global yang diestimasikan berada pada kisaran US 39 triliun dengan komposisi 39 dikuasai oleh pasar modal Amerika dengan kemampuan menyerap dana sebanyak US 15,2 triliun. Oleh sebab itu perbedaan yang mencolok ini diharapkan dapat dikejar oleh sistem ekonomi Islam dengan potensi perkembangan pasar modalnya yang bertumbuh sekitar 15- 20 per tahun ICM, 2004. Indonesia sebagai Negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia memilik potensi untuk menyerap dana investor timur tengah dan lainnya, dan juga mempunyai prospek yang menjanjikan untuk mengejar ketinggalan pasar keuangan syariah. Untuk itu diharapkan peranan pemerintah Indonesia untuk mendorong keuangan syariah, saat ini ada kemajuan dalam political will yang kongkrit dari pemerintah Indonesia untuk lebih mengembangkan keuangan syariah dengan disahkannya UU No. 19 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara SBSN dan dikeluarkannya empat draft Fatwa Dewan Syaraih Nasional-Majelis Ulama Indonesia untuk mendukung legislasi penerbitan SBSN tersebut sesuai dengan sharia proceed dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah. Ekspektasi pada konsep penerbitan SBSN dapat dijadikan sebagai Instrumen fiskal yang dapat mengurangi defisit Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara, dan menjadi instrument yang diandalkan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di bidang pengembangan infrastruktur serta fasilitas umum. Infrastruktur merupakan aset pemerintah yang dibangun dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, pertamanan, gedung kantor, rumah sakit, dan sebagainya. 6 Berbagai harapan dari kebijakan pemerintah menerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai salah satu instrument kebijakan fiskal adalah untuk mewujudkan kefalahan salah satunya seperti pengembangan infrastruktur dan berbagai fasilitas umum sebagaimana tersebut dia atas yang dapat dirasakan masyarakat luas. Bertumpu pada uraian yang penulis paparkan di atas, penulis memandang perlu mengadakan penelitian untuk melakukan suatu pembahasan yang komprehensif tentang kebijakan pemerintah untuk mendapatkan dana red.berutang dari investor luar negeri dan investor domestik, serta prioritas distribusi pembiayaan dari dana yang didapatkan dari penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai salah satu instrument pembiayaan deficit APBN dalam sebuah kajian kebijakan fiskal islam. Pembahasan ini dituangkan dalam sebuah skripsi berjudul: “KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SBSN SEBAGAI 6 Purwoko, Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah , Kajian Ekonomi dan Keuangan, Jakarta : Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan BAPEKKI Depkeu RI, 2005, Edisi Khusus November, h.29 INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Analisis Kebijakan Fiskal Islam

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah