Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan dan Low Density Lipoprotein (LDL) pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

(1)

BADAN, DAN LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL)

PADA TIKUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

Miftahul Jannah Salwah Ummah

1112103000031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2015 M


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya milik orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Mei 2015


(3)

(4)

(5)

v

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa tercurah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridha-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta umat beliau hingga di akhir zaman.

Dalam menyelesaikan penelitian ini hingga tahap paling akhir, banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan. Oleh karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi., Sp.GK. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta segenap dosen-dosen PSPD yang telah memberikan bimbingan serta ilmu selama menjalani masa studi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Nouval Shahab, Sp.U., Ph.D., FICS., FACS., selaku penanggung jawab

riset angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter yang senantiasa memberikan arahan dalam pelaksanaan riset di angkatan 2012.

4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. selaku dosen pembimbing I dalam penelitian saya, yang senanantiasa membagi ilmu, arahan, dan bimbingan kepada saya guna menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

5. dr. Hari Hendarto, Sp.PD., Ph.D., FINASM. selaku dosen pembimbing II penelitian saya, yang telah membimbing dan mengarahkan guna menyempurnakan penelitian saya.

6. Ibu Nurlaely Mida R., M.Biomed., Ph.D. selaku PJ Animal House, Ibu Endah Wulandari, M.Biomed. selaku PJ Laboratorium Biokimia, Ibu Zeti Harriyati, M.Biomed. selaku PJ Laboratorium Biologi, drg. Laifa Annisa


(6)

vi

laboratorium yang telah diberikan. Tak lupa saya berterima kasih kepada seluruh jajaran laboran yang terlibat dan senantiasa memberikan bantaun serta arahan yaitu Ibu Ayi, Ibu Suryani, Ibu Lilis, dan Pak Rachmadi. 7. Kedua orang tua tercinta saya, Samsul Hadi dan Darmini Setyo Pinurbo,

atas kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, serta semangat yang telah diberikan. Juga kepada adik-adik saya, Assadullah Sulthoni Hakim, Wildan Zaim Syadad, dan Iqbal Azzam Muharrik, serta seluruh keluarga besar yang menjadi penyemangat untuk menggapai cita-cita.

8. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian, yaitu Myra Patricia, Hapsari Abdining Ilahi, Rachmah Ubat Harahap, dan Azmi Aghnia yang telah memberikan bantuan pada saya selama penelitian.

9. Kak Ika dan Kak Bayu, senior dari Program Studi Kesehatan Masyarakat 2010 yang telah membantu saya mengolah data, serta seluruh mahasiswa PSPD 2012 yang telah membantu penelitian saya.

Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, segala bentuk kritik dan saran sangat saya harapkan untuk memperbaikinya. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Semoga langkah penulis dan pembaca senantiasa dalam ridha-Nya.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 15 April 2015


(7)

vii

Miftahul Jannah Salwah Ummah. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan dan Low Density Lipoprotein (LDL) pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015.

Dewasa ini minat masyarakat terhadap pengobatan berbasis herbal kian meningkat. Kayu manis khususnya spesies Cinnamomum cassia merupakan tanaman herbal yang memiliki efek hipoglikemik dan hipolipidemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari terhadap kadar glukosa darah, berat badan, dan Low Density Lipoprotein (LDL) pada tikus strain Sprague dawley yang diinduksi streptozotosin. Hasil yang didapatkan adalah signifikansi pada penurunan kadar glukosa darah (p=0,022) dan peningkatan berat badan (p=0,002), namun tidak berefek pada LDL (p=0,181). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Cinnamomum cassia memiliki efek hipoglikemik namun tidak memiliki efek hipolipidemik.

Kata kunci: Cinnamomum cassia, streptozotosin, diabetes mellitus

Miftahul Jannah Salwah Ummah. Medical Education Program. The Effect of Cinnamon (Cinnamomum cassia) toward Blood Glucose, Body Weight and Low Density Lipoprotein (LDL) in Streptozotocin Induced Rat. 2015.

Today the public interest in herbal-based treatment is increasing. Cinnamomum cassia a particular species of cinnamon which have hypoglycemic and hypolipidemic effect. This study aims to determine the effect of the Cinnamomum cassia extract 200 mg/kgBW/day and 400 mg/kgBW/day on blood glucose levels, weight, and Low Density Lipoprotein (LDL) in streptozotocin induced Sprague dawley strain (rat). The results obtained are of significance to a decrease in blood glucose levels (p = 0.022) and weight gain (p = 0.002), but no effect on LDL (p = 0.181). Therefore it can be concluded that the Cinnamomum cassia has a hypoglycemic effect but does not have a hypolipidemic effect.


(8)

viii

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DATAR GRAFIK ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.2.1. Hipotesis Nol ... 3

1.2.2. Hipotesis Alpha ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1. Tujuan Umum ... 4

1.4.1. Tujuan Khusus ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1. Bagi Peneliti ... 4

1.5.2. Bagi Institusi ... 4

1.5.3. Bagi Masyarakat ... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Kerangka Teori... 6

2.1.1. Diabetes Mellitus (DM) ... 6

2.1.1.1. Definisi dan Klasifikasi ... 6

2.1.1.2. Fisiologi Pankreas dan Insulin ... 7

2.1.1.3. Gangguan Metabolisme Lemak pada DM ... 10

2.1.1.4. Patofisiologi dan Komplikasi ... 12

2.1.1.5. Manifestasi Klinis dan ... 14

2.1.1.6. Kriteria Diagnosis ... 14

2.1.1.7. Tata Laksana ... 15

2.1.2. Streptozotosin (STZ) ... 18

2.1.3. Kayu Manis ... 21

2.2. Kerangka Konsep ... 24


(9)

ix

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 26

3.2.2. Waktu Penelitian ... 26

3.3. Populasi dan Sampel ... 26

3.3.1. Populasi ... 26

3.3.2. Sampel ... 26

3.4. Kriteria Inklusi ... 28

3.5. Kriteria Eksklusi... 28

3.6. Cara Kerja Penelitian ... 28

3.6.1. Alat Penelitian ... 28

3.6.2. Bahan Penelitian ... 28

3.6.3. Adaptasi Hewan Sampel ... 29

3.6.4. Induksi STZ ... 29

3.6.5. Pemberian Ekstrak Kayu Manis terhadap Tikus ... 29

3.6.6. Pengukuran Sampel ... 29

3.6.6.1. Glukosa Darah ... 29

3.6.6.2. Berat Badan ... 30

3.6.6.3. LDL ... 30

3.6.7. Alur Penelitian ... 32

3.7. Manajemen Data ... 33

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Glukosa Darah ... 34

4.2. Berat Badan ... 37

4.3. Low Density Lipoprotein (LDL) ... 39

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran ... 41

BAB VI : KERJASAMA RISET ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi ... 6

Tabel 2.2. Tipe Sel pada Pulau Langerhans Pankreas ... 8

Tabel 2.3. Sifat Berbagai Sediaan Insulin ... 17

Tabel 2.4. Beberapa Contoh Antidiabetik Orat dan Karakteristiknya ... 17

Tabel 2.5. Perbandingan karakteristik kimiawi antara Alloxan dan STZ ... 18

Tabel 2.6. Perbandingan Karakteristik Tiga Jenis Kayu Manis ... 22

Tabel 4.1. Rata-Rata Glukosa Darah pada Seluruh Sampel ... 33

Tabel 4.2. Rata-Rata Kadar GDS Selama 28 Hari ... 34

Tabel 4.3. Rata-Rata Kadar GDS perbandingan Hari 1 dan Hari 28 ... 34

Tabel 4.4. Hasil Uji Kruskal-Wallis Kadar Glukosa Darah ... 34

Tabel 4.5. Rata-Rata Berat Badan perbandingan Hari 1 dan Hari 28 ... 35

Tabel 4.6. Uji Anova Berat Badan ... 37

Tabel 4.7. Uji Kruskal-Wallis LDL ... 39

DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1. Rerata Gabungan Glukosa Darah Semua Kelompok ... 33

Grafik 4.2. Rerata Gabungan Berat Badan Semua Kelompok at Badan ... 36

Grafik 4.3. Rerata Gabungan LDL Kelompok ... 38

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Perbandingan Kondisi Hiperglikemik Antar Berbagai Jenis DM ... 7

Gambar 2.2. Mekanisme Sekresi Insulin ... 8

Gambar 2.3. Struktur Kimiawi Insulin ... 9

Gambar 2.4. Sifat Bifasik dari Sekresi Insulin ... 9

Gambar 2.5. Efek Insulin terhadap Metabolisme Intraselular ... 11

Gambar 2.6. Langkah- Langkah Diagnosis DM ... 15

Gambar 2.7. Tetrafasik Aloksan dan Trifasik STZ ... 20

Gambar 2.8. Kulit Kayu Manis Kering (Cinnamomum cassia Bark) ... 21

Gambar 7.1. Surat Keterangan Tikus Sehat ... 21

Gambar 7.2. Surat Hasil Identifikasi Bahan Uji ... 21


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Keterangan Tikus Sehat ... 49

Lampiran 2: Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji ... 50

Lampiran 3: Data Awal Semua Kelompok Penelitian ... 51

Lampiran 4: Hasil Data Uji Statistik ... 54

Lampiran 5: Gambar Proses Penelitian ... 57

Lampiran 6: Cara Perhitungan STZ dan Ekstrak Cinnamomum cassia yang Digunakan ... 59


(12)

1 1.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu ganguan homoeostasis nutrien yang yang terjadi akibat disfungsi pankreas atau respon abnormal dari sel-sel target terhadap hormon Insulin.1 International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005 sebesar 5,1% penduduk dunia atau setara dengan 200 juta orang terkena DM. IDF juga memprediksikan adanya peningkatan penderita DM menjadi 6,3% atau sebanyak 333 juta orang pada tahun 2025. Negara-negara maju maupun berkembang seperti India, Cina, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Rusia, Italia, dan Brazil menduduki peringkat 10 besar sebagai negara dengan penderita DM terbanyak di dunia.2

Meningkatnya prevalensi DM di beberapa negara berkembang merupakan salah satu imbas dari peningkatan tingkat kemakmuran. IDF dalam Diabetes Atlas

Edisi kedua tahun 2003 menyatakan bahwa pada tahun 2000 prevalensi DM di Indonesia adalah sebesar 1,9% (2,5 juta orang) dan penderita Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) sebesar 9,7% (12,9 juta orang). Diprediksi pada tahun 2025 penderita DM di Indonesia meningkat menjadi 2,8% (5,2 juta orang) dan penderita TGT meningkat menjadi 11,2% (20,9 juta orang). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Depkes melakukan survey mengenai faktor risiko DM tipe 2 pada usia 25-64 tahun di Depok pada tahun 2001 adalah sebesar 12,8% dan setelah dilakukan intervensi terhadap perilaku menurun menjadi 11,2% di tahun 2003.2

Dalam berbagai guideline Internasional seperti yang dikeluarkan oleh

American Heart Association (AHA) maupun American Association of Clinical Endocrinology (AACE) tahun 2013, penanganan kasus DM dititikberatkan pada modifikasi lifestyle dan terapi farmakologis.3,4 Namun dewasa ini terdapat


(13)

peningkatan minat masyarakat terhadap pengobatan alternatif khususnya penggunaan tanaman herbal dikarenakan efek sampingnya yang rendah. Kayu manis adalah salah satu tanaman herbal yang sejak dulu dipercaya sebagai obat alami antidiabetes.5 Kayu manis juga dilaporkan memiliki efek farmakologis positif pada pasien Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), sindrom metabolik, dan DM Tipe 2.6

Cinnamomum cassia atau biasa disebut dengan Kayu Manis Cina adalah tanaman obat herbal yang mudah dibudidayakan di daerah tropis sebab membutuhkan panas matahari yang cukup.7 Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa penggunaan ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari dalam 6 minggu mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus jantan albino yang diinduksi aloksan.8 Karena efek hipoglikemik yang ditimbulkan dan pembudidayaan yang mudah di daerah tropis, ekstrak kayu manis spesies Cinnamomum cassia dapat dikembangkan sebagai obat antidiabetes.

Penelitian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari terhadap tikus sudah pernah dilakukan dalam kurun waktu 6 minggu dengan hasil penurunan kadar gula darah yang signifikan.8 Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian ekstrak kayu manis dengan dosis yang sama, yaitu 200 mgkgBB/hari dan 400 mg/kbBB namun yang diberikan dalam kurun waktu yang lebih pendek, yaitu 28 hari. Selain mengetahui efek ekstrak kayu manis terhadap kadar glukosa darah, penelitian ini juga akan mengamati efek ekstrak kayu manis terhadap berat badan dan Low Density Lipoprotein (LDL). Penelitian ini akan dilakukan terhadap tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi Streptozotosin


(14)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

 Bagaimana efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi STZ?

 Bagaimana efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap berat badan pada tikus yang diinduksi STZ?

 Bagaimana efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap kadar LDL pada tikus yang diinduksi STZ?

1.3. Hipotesis

Kadar glukosa darah:

- Hipotesis nol: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia tidak berefek terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi STZ.

- Hipotesis alpha: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia berefek terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi STZ.

Berat badan:

- Hipotesis nol: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia tidak berefek terhadap berat badan tikus yang diinduksi STZ.

- Hipotesis alpha: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia berefek terhadap berat badan tikus yang diinduksi STZ.

Kadar LDL:

- Hipotesis nol: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia tidak berefek terhadap kadar LDL tikus yang diinduksi STZ.

- Hipotesis alpha: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia berefek terhadap kadar LDL tikus yang diinduksi STZ.


(15)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Umum

Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap kadar glukosa darah, berat badan, dan LDL tikus yang diinduksi STZ.

1.4.2. Khusus

 Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap kadar glukosa darah tikus DM dibandingkan dengan kontrol.

 Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap berat badan tikus DM dibandingkan dengan kontrol.

 Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap kadar LDL tikus DM dibandingkan dengan kontrol.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi peneliti

 Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan metode eksperimen.

 Mendapat pengetahuan mengenai tanaman herbal bermanfaat yang ada di Indonesia yang memiliki efek hipoglikemik.

 Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.2. Bagi Institusi

Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.


(16)

1.5.3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai terapi alternatif DM dengan menggunakan tanaman herbal.


(17)

6 2.1. Kerangka Teori

2.1.1. Diabetes Mellitus (DM)

2.1.1.1. Definisi dan Klasifikasi

DM adalah sindrom klinis dengan kelianan metabolisme berupa kondisi hiperglikemia akibat defisiensi insulin absolut, inefektifitas insulin, maupun keduanya.DM berdasarkan etiologinya dapat dibedakan menjadi 4. Keempatnya dipaparkan pada table di bawah ini.1

Tabel 2.1. Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi

Tipe Etiologi

DM Tipe 1 Destruksi sel pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin absolute, dapat dimediasi imun atau idiopatik.

DM Tipe 2 Defisiensi insulin relatif umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan atau defek sekresi.

Tipe Spesifik lain Defek genetik dari fungsi sel B (MODY, DNA Mitokondria, dll.), defek genetik pada kerja insulin (Rabson-Mendenhall syndrome, Type A insulin resistance, Leprechaunism, Diabetes Lipoatropik, dll.), gangguan eksokrin pancreas (Pankreatitis, trauma, keganasan, Kistik Fibrosis, Hemochromatosis, dll.), endokrinopati (Akromegali, Sindrom Cushing, Glukagonoma, Hipertiroidisme, dll.), induksi obat atau bahan kimia (Glukokortikoid, Thiazid, Agonis Beta-Adrenerjik, dll.), Infeksi (Rubella, CMV, dll.), Diabetes dimediasi Imun yang tidak umum (Stiff-man syndrome, Anti-insulin receptor antibodies, dll.), sindrom genetik lain terkait diabetes (Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dll.)

Gestational Diabetes Mellitus

Peningkatan kadar glukosa darah selama kehamilan.

Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007, telah diolah kembali

Dari keempat tipe diabetes di atas, terdapat gambaran hiperglikemik yang berbeda-beda.Hal tersebut dapat diamati pada gambar di bawah ini.


(18)

Gambar 2.1. Perbandingan Kondisi Hiperglikemik Antara Berbagai Jenis DM Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007

2.1.1.2. Fisiologi Pankreas dan Insulin

Pankreas merupakan organ eksokrin dan endokrin. Dalam sebuah pankreas terdapat sekitar satu juta sel-sel penghasil hormon (pulau-pulau langerhans) yang menyusun 1-1,5% masa pankreas (1-2 g). Sel endokrin yang utama pada pankreas yang utamanya berhubungan dengan penyakit DM adalah sel pankreas. Sel pankreas menghasilkan hormon insulin yaitu hormon yang mengatur metabolisme glukosa di tubuh kita.1

Di samping sel pankreas, pulau-pulau langerhans pankreas juga memiliki beberapa tipe sel yang lain diantaranya adalah sel α, , δ, dan F. Namun keempat tipe sel tersebut tidak terdistribusi secara merata pada seluruh pankreas. Berikut adalah keempat tipe sel pankreas dan hormon yang dihasilkan.1


(19)

Tabel. 2.2. Tipe Sel pada Pulau Langerhans Pancreas

Perkiraan Persentase Volume Pulau Langerhans Tipe sel Bagian Dorsal (Kepala

anterior, Badan, Ekor)

Bagian Ventral (Bagian Posterior Kepala)

Produk Sekretorik

Sel A 10% < 0.5% Glukagon, proglukagon, glukagon-like peptides (GLP-1 and GLP-2)

Sel B 70–80% 15–20% Insulin, C peptide, roinsulin, amylin, -aminobutyric acid (GABA)

Sel D 3–5% < 1% Somatostatin

Sel PP (Sel F)

< 2% 80–85% Polypeptida pankreas

Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007, telah diolah kembali

Insulin disintesis oleh sel pankreas. Pada manusia normal, gen pembentuk insulin terletak pada lengan pendek kromosom 11.Pada tahap awal biosintesis Insulin, molekul prekursor insulin yaitu preproinsulin terbentuk dari hasil translasi di ribosom pada reticulum endoplasma kasar. Kemudian akan diubah menjadi proinsulin oleh enzim mikrosomal. Prosesnya akan dijabarkan sebagai berikut.1

Gambar 2.2. Mekanisme Sekresi Insulin


(20)

Proinsulin tersusun dari 86 asam amino yang terdiri dari rantai A dan B serta penghubungnya berupa 35 asam amino. Pada granula sekretori insulin yang matang, terdapat enzim konversi prohormon yaitu PC1/3 dan PC2. 1

Gambar 2.3. Struktur Kimiawi Insulin

Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007

Proses sekresi insulin distimulasi oleh ingesti makanan. Glukosa merupakan pemicu utama disekresikannya insulin. Sekresi insulin oleh Sel pankreas terdiri dari dua fase (bifasik) dan mengalami penurunan gradual diantara kedua fase tersebut.1

Gambar 2.4. Sifat Bifasik dari Sekresi Insulin


(21)

2.1.1.3. Gangguan Metabolisme Lemak pada DM

Lemak (fat) adalah komponen tak larut air. Untuk dapat menjadikannya larut dalam plasma darah, maka komponen lipid non polar yaitu triasilgliserol dan ester kolesteril, digabunngkan dengan komponen lipid amfipatik yaitu fosfolipid dan kolesterol serta protein, untuk menghasilkan lipoprotein. Di dalam lipoprotein, terdapat empat kelas utama lipid, yaitu Triasilgliserol (16%), Fosfolipid (30%), Kolesterol (14%), Ester kolesteril (36%), dan Asam lemak rantai panjang tak teresterifikasi/asam lemak bebas (4%) yang secara metabolik adalah lemak plasma paling aktif.10

Terdapat empat kelompok lipoprotein plasma yaitu:10

 Kilomikron: hasil penyerapan triasilgliserol (TG) dan lipid lain di usus.

Very Low Density Lippoprotein (VLDL): disintesis di hati untuk distribusi TG yang mengandung pra- -lippoprotein.

Low Density Lippoprotein (LDL): tahap akhir metabolisme VLDL yang utamanya mengandung kolesterol dan fosfolipid, dan diselubungi oleh -lippoprotein.

High Density Lippoprotein (HDL): transpor kolesterol pada metabolisme VLDL dan kilomikron yang mengandung α-lippoprotein.

Lipoprotein lipase (LPL) adalah enzim yang bekerja untuk menyerap TG plasma ke dalam sel. Dalam proses ini, dihasilkanlah Free Fatty Acid (FFA). Selain sebagai hasil samping penyerapan TG oleh LPL, FFA juga merupakan hasil dari lipolisis TG di jaringan adiposit. FFA yang berada di dalam plasma, akan berikatan dengan albumin dengan kadar 0,1-0,2 µeq/mL plasma. Kadar tersebut akan menurun dalam keadaan kenyang, dan meningkat hingga 0,7-0,8 µeq/mL dalam keadaan lapar. Pada keadaan DM tak terkontrol, kadar tersebut dapat meningkat hingga 2 µeq/mL. Sebab salah satu fungsi insulin adalah meningkatkan lipogenesis dan menghambat pembebasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa.10


(22)

Proses katabolisme kilomikron dan VLDL berlangsung begitu cepat dengan waktu paruh eliminasi kurang dari 1 jam pada manusia. Hal ini disebabkan partikel yang lebih besar akan dikatabolisme lebih cepat dibandingkan dengan partikel yang lebih kecil. Asam lemak dan TG kilomikron utamanya akan didistribusikan sebanyak 80% ke jaringan adiposa, jantung, dan otot, sedangkan 20% akan menuju ke hati. Kilomikron sisa (chylomicron remnant) adalah hasil pemecahan kilomokron oleh LPL, yang relatif kaya akan ester kolesteril dan kolesterol karena berkurangnya TG. Hal serupa juga terjadi pada VLDL yang memiliki produk sisa yaitu intermediate density lippoprotein (IDL). Pada manusia cukup banyak IDL yang membentuk LDL, dan menyebabkan meningkatnya kadar LDL.10

DM merupakan salah satu kondisi yang dapat mengganggu produksi VLDL oleh hati, sehingga dapat memicu terjadinya perlemakan hati. Selain itu, insulin juga akan meningkatkan kerja lipase peka-hormon yang berfungsi untuk mencegah terjadinya lipolisis TG menjadi FFA dan gliserol. Sehingga kondisi defisiensi insulin, akan menyebabkan peningkatan FFA di plasma darah.10

Gambar 2.5. Efek Insulin terhadap Metabolisme Intraselular.11 Sumber: Thompson D, Karpe F, Lafontan M, Fryan K. 2012


(23)

2.1.1.4. Patofisiologi dan Komplikasi

Glukosa darah tidak dapat masuk secara bebas ke dalam sel, dibutuhkan transporter yang disebut Glucose Transporter (GLUT). Ketika kadar glukosa darah meningkat, Glukosa akan diperantarai masuk ke dalam sel beta pankreas melalui GLUT 2 pada membran sel.12 Masuknya glukosa ke dalam sel beta pankreas akan mengaktifkan mekanisme pelepasan insulin. Seletah hormon insulin disekresi dan beredar di pembuluh darah, terjadilah proses aktifasi sel-sel perifer yang memiliki GLUT 4 pada membrannya. GLUT 4 akan memperantarai masuknya glukosa ke dalam sel untuk dimetabolisme dan terjadi penurunan kadar glukosa dalam darah.13

Keadaan defisiensi insulin absolut maupun relatif akibat penurunan sensitifitas sel terhadap insulin memicu terjadinya hiperglikemi akibat glukosa yang tidak dapat masuk ke intra sel. Kondisi hiperglikemi yang menyebabkan hipometabolisme sel ini menstimulasi sekresi hormon-hormon stress seperti glukagon, kortisol, dan epinefrin. Hormon-hormon tersebut bekerja dengan meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis akibat rangsangan dari sel-sel tubuh yang kelaparan akibat kekurangan glukosa. Akibatnya terjadi penurunan berat badan. Selain penurunan berat badan juga terjadi aktivasi LPL yang memicu profil lipid yang abnormal.13

Komplikasi DM dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronik. Yang pertama akan dibahas mengenai komplikasi akut.14

 Hipoglikemia

Komplikasi akut tersering adalah hipoglikemia. Perlu digarisbawahi bawah kondisi hipoglikemi yang dimaksud bersifat intraselular, namun tetap terjadi hiperglikemia ekstraselular/intravaskular. Otak sangat sensitif terhadap rendahnya kadar glukosa intrasel. Sehingga hipometabolisme otak ini dapat memicu terjadinya gejala sakit kepala hingga koma.14


(24)

 Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Kondisi hipometabolisme intrasel akibat DM tipe 1 memicu pemecahan lemak besar-besaran yang berdampak pada kadar keton dalam darah atau ketosis. Kondisi ini juga memicu peningkatan kadar ion hidrogen dalam darah, sehingga terjadilah asidosis. Ketosis dan asidosis bermanifestasi sebagai ketoasidosis. Kompensasi tubuh untuk mengeluarkan kelebihan glukosa (glukosuria) dan keton (ketouria) menyebabkan keadaan diuresis. Diuresis yang berkepanjangan mengakibatkan hipoperfusi, syok, koma, bahkan kematian.14

 KHONK (Koma Hiperosmolar Nonketotik)

Pada DM tipe 2, kondisi defisiensi insulin relatif memicu hiperglikemia dengan pembentukan badan keton yang lebih sedikit. Kondisi hiperglikemia ini memicu terjadinya diuresis yang dapat mengakibatkan hipoperfusi, syok, dan kematian.14

Komplikasi kronis yang dapat ditimbulkan diantaranya adalah:

 Mikroangiopati

Terjadi pada pembuluh darah kecil/kapiler. Lokasi yang sering kali menjadi sasaran lesi adalah glomerolus ginjal (nefropati diabetik), retina mata (retinopati diabetik), saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), kulit, serta otot.14

 Makroangiopati

Terjadi pada pembuluh darah sedang hingga besar. Manifestasi makroangiopati adalah lesi atherosklerotik akibat penimbunan sorbitol/lipoprotein di tunika intima pembuluh darah. Penimbunan ini akan menghambat aliran darah dan ketika ruptur akan memicu terjadinya koagulasi sehinngga menghambat aliran darah. Hal ini adalah dasar


(25)

timbulnya penyakit klaudikasi intermiten, gangren, stroke, infark miokardium, dan lain-lain, sebagai kompilkasi makrovaskular DM.14

2.1.1.5. Manifestasi Klinis

Gejala khas dari DM adalah 3P yaitu polidipsia, poliuria, dan polifagia.Pada defisiensi insulin terjadi peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati yang menyebabkan kondisi hiperglikemia. Ketika kadar glukosa darah melebihi kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa akan keluar melalui urin (glukosuria). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik sehingga dapat menarik air yang menyebabkan volume urin meningkat (poliuria). Besarnya cairan yang keluar membuat tubuh melakukan kompensasi melalui rasa haus yang berlebihan (polidipsia). Selain terjadi peningkatan pengeluaran glukosa oleh sel hati, defisiensi insulin juga menyebabkan menurunnya penyerapan glukosa oleh sel sehingga menyebabkan defisiensi glukosa intrasel. Pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi polifagia (asupan makanan berlebihan). Namun, meskipun asupan makanan bertambah terjadi penurunan berat badan akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein.15

2.1.1.6. Kriteria Diagnosis

Untuk mendiagnosis DM dapat ditentukan dengan adanya gejala klasik DM, yaitu poliuri, polidipsi, dan polifagi ditambah dengan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ β00 mg/dL (11,1 mmol/L) atau gejala klasik DM ditambah dengan glukosa plasma puasa ≥1β6mg/dL (7,0 mmol/L) atau glukosa plasma β jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ β00 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. 15

Menurut American Heart Associationtahun 2012 melakukan perubahan gaya hidup seperti menurunkan berat badan, dan meningkatkan aktivitas fisik dapat


(26)

menurunkan progresivitas DM tipe II dan mengontrol DM tipe I. Hal tersebut dikarenakan perubahan gaya hidup dapat meminimalisir faktor risiko seperti hipertensi dan dislipidemia.16

Gambar 2.6. Langkah- Langkah Diagnosis DM Sumber: Perkeni, 2011

2.1.1.7. Tata Laksana

Terdapat 6 prinsip penatalaksanaan DM yaitu rencana diet, latihan dan pengaturan aktivitas fisik, obat-obatan hipoglikemik oral, terapi insulin, pengawasan


(27)

glukosa di rumah, pengetahuan tentang DM dan perawatan diri. Pengetahuan tentang DM sangat penting dilakukan melalui proses edukasi. Dengan pengetahuan yang memadai mengenai penyakitnya, pasien mampu menumbuhkan kesadaran untuk bersabar dan tekun dalam menjalani serangkaian proses penatalaksanaan dalam jangka waktu lama, guna mencapai kondisi metabolik yang stabil dan optimal.14

Pada pasien DM Tipe 1 dan ketoasidosis diabetik, insulin adalah terapi yang paling utama dipilih. Preparat insulin didapat dari hasil ekstraksi pankreas babi atau sapi yang memiliki susunan asam amino berbada dari insulin manusia. Meskipun berbeda struktur biokimiawinya, namun aktivitas biologiknya tetap sama, hanya menimbulkan perbedaan imunologik. Normalnya sekresi insulin ke vena porta sekitar 40µg (1 unit) per jam, untuk mencapai kadar 2-4 ng/mL dalam sirkulasi portal dan 0,5 ng/mL dalam sirkulasi perifer. Setelah makan, insulin di sirkulasi portal akan meningkat tajam kadarnya, namun di perifer peningkatannya sedikit lebih rendah. Pemberian terapi insulin pada pasien DM Tipe 1, adalah mencapai keadaan fisiologis seperti yang sebelumnya dipaparkan. Namun sukar karena penyuntikan insulin dilakukan secara subkutan sehingga tidak maksimal mencapai sirkulasi portal.17

Target utama dari kerja insulin adalah hepar, adiposit, dan otot. Tidak hanya untuk pasien DM Tipe 1 saja, beberapa jenis juga digunakan untuk DM Tipe 2. Selain secara subkutan, insulin juga dapat diberikan secara intavena dan intramuskular. Preparat insulin dibedakan berdasarkan lama waktu kerjanya. Dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dalam unit (U). Standar internasional yang berlaku sekarang adalah kombinasi bovine dan porcine insulin dengan kadar 24 U/mg. Preparat human

insulin yang homogen mengandung 25 dan 30 U/mg. Preparat komensal insulin, rata-rata dipasarkan dalam bentuk solusio atau suspensi dengan kadar 100 U/mL, atau sekitar 3,6 mg insulin per mililiter.17


(28)

Tabel 2.3. Sifat Berbagai Sediaan Insulin

Jenis Sediaan

Bufer Mula Kerja Puncak Masa Kerja Kombinasi dengan* Kerja cepat

Regular soluble (kristal)

- 0,1-0,7 1,5-4 5-8 Semua jenis

Lispro Fosfat 0,25 0,5-1,5 2-5 Lente

Kerja sedang

NPH (Isophan)

Fosfat 1-2 6-12 18-24 Regular

Lente Asetat 1-2 6-12 18-24 Semilente

Kerja panjang

Protamin zinc Fosfat asetat 4-6 14-20 24-36 Regular

Ultralente - 4-6 16-18 20-36 -

Glargin - 2-5 5-24 18-24 -

Sumber: Syarif A, et al, Fakmakologi dan Terapi, Edisi 5, 2012

Terdapat lima golongan antidiabetik oral (ADO) di Indonesia yaitu, golongan sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat α-glikosidase, dan tiazolidinedion. Kelima golongan tersebut diberikan kepada pasien DM Tipe 2 yang sudah tidak dapat dikontrol dengan diet dan latihan fisik saja.17

Tabel 2.4. Beberapa Contoh Antidiabetik Orat dan Karakteristiknya

ADO Cara kerja utama Efek samping utama Reduksi HbA1C

Keuntungan Kerugian

Sulfonilurea (contoh: Glibenklamid) Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia

1-2% Sangat efektif

BB, hipoglikemia Penghambat glukoneogenesis (contoh: Metformin) Menekan produksi glukosa hati & menambah sensitifitas terhadap insulin Dispepsia, diare, asidosis laktat

1-2% Tidak ada kaitan dengan BB Kontraindikas i pada insufisiensi renal -glukosidase inhibitor (contoh: Acarbose) Menghambat absorpsi glukosa Flatulens, tinja lembek 0,5-0,8% Tidak ada kaitan dengan BB Mahal

Sumber: Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia 2011. PERKENI, telah diolah kembali.


(29)

2.1.2. Streptozotosin (STZ)

Streptozotosin (STZ) merupakan analog glukosa toksik yang dapat menimbulkan diabetes Streptozotosin. STZ ditemukan pada tahun 1963 oleh Rakiten et al. dan menjadi pilihan utama sebagai agen analog glukosa toksik, menggantikan

Alloxan yang ditemukan pada tahun 1838, oleh Wohler dan Liebig.18,19 Keduanya memiliki mekanisme kerja yang identik, yaitu masuk melalui GLUT 2 dan menjadi toksik intraselular sel beta pankreas.

Tabel 2.5. Perbandingan karakteristik kimiawi antara Alloxan dan STZ

Alloxan STZ

Nama kimia

2,4,5,6-Tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone

2-Deoxy-2-

([(methylnitrosoamino)carbonyl]amino)- D-glucopyranose

Struktur kimia Derivat pirimidin teroksidasi;

Derivat asam barbiturat (5- ketobarbituric acid)

Cytotoxic methylnitrosourea moiety (Nmethyl-N-nitrosourea) menempel pada molekul glukosa (2-deoxyglucose); Derivat glukosamine

Sifat kimiawi Sangat hidrofilik, analog glukosa toksik beta sel (koefisien partisi –1.8); asam lemah

Hidrofilik, analog glukosa toksik beta sel

Secara kimiawi tidak stabil (waktu paruh 1.5 menit pada pH 7.4 dan suhu 37o C, Terurai menjadi asam

alloxanic);

Stabil pada pH asam

Relatif stabil pada pH 7.4 dan suhu 37o C (setidaknya sampai dengan 1 jam)

Reaktivitas Reagen Thiol yang terreduksi menjadi asam dialuik karena keberadaan GSH dan thiol yang lain

Agen alkilasi DNA

Protoxin; metabolisme intraselular dari xenobiotiknya

menghasilkan toksik ROS melalui siklus redoks dengan asam dialurik untuk periode yang lama (>1 jam)

Agen alkilasi protein

Mode Toksisitas Pembentukan ROS Alkilasi DNA

Sumber: Lanzen S. Diabetolgia 2008, telah diolah kembali.

STZ mampumemiliki selektivitas terhadap sel beta pankreas dikarenakan afinitasnya terhadap GLUT 2, meskipun lemah. Hal ini dibuktikan dengan sebuah


(30)

percobaan yang menujukkan bahwa sel beta pankreas yang tidak memiliki GLUT 2, bersifat resisten terhadap STZ.20, 21, 22 Selain toksik terhadap pankreas, STZ juga toksik terhadap ginjal dan hati. Sebab ginjal dan hati juga memiliki GLUT 2 di permukaan membrannya.23, 24

STZ merupakan analog nitrosurea yang tersusun atas bagian N-methyl-N-nitrosourea (MNU) yang berikatan dengan rantai karbon kedua heksosa. MNU adalah agen alkilasi DNA. Transfer gugus metil dari STZ ke molekul DNA mengakibatkan kerusakan DNA dan menimbulkan fragmentasi DNA.25 Glikosilasi protein adalah faktor tambahan yang menyebabkan kerusakan DNA.26 Sebagai bentuk usaha sel beta pankreas dalam memperbaiki DNA, terjadilah over stimulasi dari poli (ADP-ribosa) polimerase (PARP) sehingga terjadi penurunan kadar NAD+ yang berdampak pada penurunan cadangan ATP intraselular.27 Habisnya cadangan ATP intraselular mengakibatkan terjadinya nekrosis sel.

Hipotesis alternatif dari proses alkilasi DNA adalah potensi STZ sebagai donor NO intraselular.28 MNU memilki gugus nitroso yang mampu membebaskan NO. Namun mekanisme utama STZ tetaplah sebagai agen alkilasi DNA, dan bukan sebagai donor NO. Sebab pembebasan gugus NO bukanlah merupakan mekanisme toksik dari agen-agen alkilasi DNA.29

Akibat kerusakan DNA yang terjadi, timbul berbagai gangguan dalam transpor dan metabolisme glukosa.30 Akibat kadar NAD+ yang mengalami kemerosotan tajam, terjadilah inhibisi biosintesis dan sekresi insulin. Terjadinya inhibisi biosintesis dan sekresi insulin, lama kelamaan akan menimbulkan terjadinya inhibisi glukosa dan asam amino yang menginduksi sekresi insulin, sehingga terjadi disfungsi enzim mitokondria yang berakhir pada kerusakan genom mitokndria.31

Terdapat perbedaan fase yang ditimbulkan oleh STZ dan aloksan. Dimana STZ hanya mengalami satu kali fase hipoglikemia. STZ mengalami 3 fase, yaitu:32


(31)

 Fase II : Muncul satu jam dan hilang dalam dua sampai empat jam paskainjeksi. Pada fase ini terjadi destruksi sel beta malalui mekanisme-mekanisme yang sudah dijelaskan sebelumnya. Diantaranya terjadinya vakuolisasi intraselular, dilatasi RE kasar dan oedema mitokondria. Sehingga terjadilah penurunan produksi dan sekresi insulin (hipoinsulinemia)

 Fase III : Muncul empat sampai delapan jam pasca injeksi. Terjadi hiperinsulinemia, akibat adanya granula sekretori yang diinduksi toksin dan ruptur membran sel beta. Kondisi hiperinsulinemia ini menimbulkan kondisi hipoglikemia hingga masuk ke tahap starvation.

 Fase IV : terjadi pada dua belas sampai empat puluh delapan jam paskainjeksi. Sudah tidak ada sel beta pankreas yang masih intak. Kemudian debris-debris sel akan dimakan oleh nonactivated scavenger macrophage.

Gambar 2.7. Tetrafasik Aloksan dan Trifasik STZ Sumber: Lanzen S. Diabetolgia 2008


(32)

2.1.3. Kayu Manis

Kayu manis yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah spesies

Cinnamomum cassia. Klasifikasi Cinnamomum cassia berdasarkan Integrated Taxonomic Infoemation System (ITIS) adalah sebagai berikut:33

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Spermatophytina

Ordo : Magnoliopsida

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum cassia

Gambar 2.8. Kulit Kayu Manis Kering (Cinnamomum cassia Bark) Sumber : EOL interns LifeDesk http://www.eol.org

Spesies yang paling banyak ditanam di Indonesianya adalah C. burmanii, C. zeylanikum dan C.cassia. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa C. cassia

memiliki efek antidiabetik yang lebih baik dari pada C. Zeylanikum.34, 35 Selain sebagai antidiabetik, C. cassia juga memiliki efek sebagai agen hipoglikemik,


(33)

antihiperlipidemik, antioksidan, antipiretik, anti-inflamasi, antimikroba, dan antialergi.36 Dalam tabel di bawah ini akan dipaparkan mengebai perbedaan karakteristik antara C. burmanii, C. zeylanikum dan C.cassia.37

Tabel 2.6. Perbandingan Karakteristik Tiga Jenis Kayu Manis

Sumber: Daswir, 2010

Terdapat beberapa senyawa penting yang terkandung di dalam ekstrak kayu manis, diantaranya adalah alkaloid, protein, tannin, glikosida, flavonoid, saponin, asam cinnamat, polifenol, dan cinnamaldehid.38 Dari semua senyawa penting tersebut, asam cinnamat, cinnamaldehid, polifenol dan flavonoid adalah empat senyawa utama yang berperan pada terapi DM. Penjelasannya adalah sebagai berkut:


(34)

Cinnamaldehyde

Berbagai penelitian melaporkan bahwa cinnamaldehid mampu meningkatkan transpor glukosa pada sel adiposit dan otot rangka melalui GLUT 4 sehingga mampu menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan.39,40 Pemberian cinnamaldehid dosis 20 mg/kgBB dapat menurunkan HbA1C, total kolesterol, dan TG.39

 Asam cinnamat

Asam cinnamat berfungsi sebagai insulin secretagouge dan juga meningkatan ekspresi GLUT4.39 Asam cinnamat dapat menghambat enzim HMG-CoA reduktase dan menurunkan peroksidasi lipid di hepar.41

 Polifenol dan flavonoid

Salah satu komponen polifenol yang bersifat insulin mimetik adalah

Methylhydroxy chalcone polymer (MHCP). MHCP memiliki beberapa efek antara lain merangsang autofosforilasi reseptor insulin, meningkatkan ambilan glukosa, meningkatkan sintesis glikogen dan aktifitas glikogen sintase di sel adiposit, dan menurunkan aktifitas glikogen sintase

kinase-3β.36,38 Selain itu MHCP dapat meningkatkan sensitifitas insulin melalui peningkatan ekspresi dari PPAR / α.42

Kandungan polifenol dan flavonoid juga berperan sebagai antioksidan, khususnya polifenol yang dilaporkan mampu menghambat enzim 5-lipooksigenase.43 Antioksidan ini mampu menangkal radikal bebas di sel beta pankreas.


(35)

2.2. Kerangka Konsep STZ Agen Alkilasi DNA Melalui GLUT 2 N-methyl-N-nitrosourea (MNU) 2-deoxyglucose

Pancreas Ginjal Hati Transfer MNU ke DNA Sel Beta Kerusakan DNA Kompensasi: repair DNA ↑

Aktivasi poli (ADP-ribosa) polimerase ↑

Kadar NAD+ ↓ Cadangan ATP habis Nekrosis sel beta pankreas Fase IV: Hiperglikemia permanen Fase III: Hiperinsulinemia (Hipoglikemia) Fase II: Hipoinsulinemia

1-4 jam paska injeksi STZ inhibisi biosintesis dan sekresi insulin Ruptur membran sel Insulin dalam

jumlah ↑ ke sirkulasi

Fagositosis debris sel oleh

makrofag

Defisiensi insulin absolut Autofosforilasi reseptor insulin di sel target ↓

Katabolisme protein ↑ (-) GLUT 4 di

membran sel

Disfungsi LPL Ambilan

glukosa ke dalam sel ↓

Dislipidemia BB ↓ Hiperglikemi a Gangguan metabolisme lipid LDL ↑ Zat aktif: Cinnamaldehyde dan MHCP X Cinnamomum cassia X X


(36)

2.3. Definisi Operasional

No Variabel Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Pengukuran 1 Glukosa

Darah

Hasil pemeriksaan glukosa darah sampel secara acak tanpa dipuasakan (Gula Darah Sewaktu).

Blood glucose Test Meter Easy Touch

Darah yang diambil dari sampel

diteteskan pada strip glukometer,

interpretasi angka yang muncul pada alat.

Numerik

2 Berat badan (BB)

Ukuran yang umum untuk menilai keadaan gizi.

Timbangan Sampel diletakkan pada timbangan selanjutnya dilihat angka pada timbangan. Angka tersebut merupakan BB sampel.

Numerik

3 LDL Profil lipid sebagai penanda stress oksidatif.

Reagen kolesterol

Sclavo dan presipitan Diasys. Dilakukan presipitasi dengan presipitan untuk diambil supernatannya, kemudian diteteskan reagen kolesterol dan dukur absorbannya.


(37)

26 3.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Animal House, laboratorium Biologi, laboratorium Riset, laboratorium Farmakologi, dan laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Kertamukti no. 05 Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Agustus 2014 sampai dengan Februari 2015.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Objek percobaan yang digunakan adalah tikus jantan strain Sprague dawley

usia 16 minggu, dengan rentang berat badan 192-337 g yang diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB). Hewan percobaan tersebut telah dinyatakan memiliki status kesehatan yang baik dan belum pernah mendapatkan perlakuan apapun.

3.3.2. Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan membagi hewan coba menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok N (normal) sebagai kontrol negatif. Kelompok kedua merupakan kelompok D (diabetes) sebagai kontrol positif. Kelompok ketiga merupakan kelompok D+Cc (diabetes dengan terapi ekstrak


(38)

Cinnamomum cassia) yaitu kelompok tikus DM yang diinduksi STZ dan diberikan terapi kayu manis (Cinnamomum cassia) dengan dosis 200 mg/kgBB/hari (D+Cc200) dan 400 mg/kgBB/hari (D+Cc400) selama 28 hari.

Penentuan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian menggunakan rumus Mead, sebagai berikut:44

E = N – B – T Keterangan:

E : Degree of freedom of eror component (10-20)

N : Total ukuran sampel seluruh kelompok penelitian dikurangi satu. B : Blocking component (environmental effect) dikurangi satu. T : Jumlah kelompok penelitian dikurangi satu.

Dalam penghitungan kali ini, akan dicari rentang sampel antara E = 10 dan E = 20 dengan penghitungan sebagai berikut:

E = 10 = ( Total sampel – 1 ) – ( 1 – 1) – ( 4 – 1 ) = ( Total sampel – 1 ) – ( 0 ) – ( 3 ) = Total sampel – 4

Total sampel = 10 + 4 = 14 (untuk 4 kelompok penelitian)

Untuk satu kelompok penelitian = 14 : 4 = 3,5 ekor, dibulatkan 4.

E = 20 = ( Total sampel – 1 ) – ( 1 – 1) – ( 4 – 1 ) = ( Total sampel – 1 ) – ( 0 ) – ( 3 ) = Total sampel – 4

Total sampel = 20 + 4 = 24 (untuk 4 kelompok penelitian) Untuk satu kelompok penelitian = 24 : 4 = 6 ekor.

Jadi total sampel yang dibutuhkan masing-masing kelompok berdasarkan rumus Mead adalah 4 – 6 ekor. Sedangkan jumlah yang kita ambil adalah sebanyak 4 ekor sebagai jumlah sampel yang representatif.


(39)

3.4. Kriteria Inklusi

 Tikus strain Sprague dawley dengan kadar glukosa darah kurang dari 250 mg/dl (kelompok normal) sebagai kontrol negatif.

 Tikus strain Sprague dawley dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl (kelompok DM) sebagai kontrol positif.

3.5. Kriteria Eksklusi

 Tikus mati sebelum perlakuan.

 Tikus jantan yang diinduksi STZ dengan kadar glukosa darah kurang dari 250 mg/dl setelah 3 kali pengukuran berturut-turut dalam waktu 3 hari.

3.6. Cara Kerja Penelitian 3.6.1. Alat Penelitian

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, tempat makan dan minum tikus, perlengkapan kebersihan, neraca digital dan analitik, toples, sonde bengkok dan lurus, Glukometer Easy Touch, strip glukosa darah Easy Touch, silet, pH-meter, minor set, tabung EDTA, tabung valkon, tabung eppendorf, vortex, sentrifuge, spektrofotometer, kulkas -80oC dan 4oC, spuit 1 cc dan 3 cc, coolbox, alcohol swab, tisu, dan handscoen.

3.6.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering

Cinnamomum cassia, STZ, buffer sitrat asam, sukrosa 10%, eter alkohol, kit kolesterol Sclavo, kit presipitan Diasys, akuades steril (pelarut ekstrak Cinnamomum cassia) dan akuades (blanko spektrofotometer).

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah kulit kayu manis spesies Cinnamomum cassia yang diperoleh dari pusat konservasi Kebun Raya Bogor


(40)

sebanyak 2 kg. Kulit kayu manis spesies Cinnamomum cassia ini selanjutnya diekstraksi di Institut Pertanian Bogor dan didapatkan hasil ± 1.100 gr ekstrak kering kayu manis.

3.6.3. Adaptasi Hewan Sampel

Dilakukan selama 14 hari sejak tanggal 12 sampai dengan 26 Agustus 2014. Hewan diadaptasikan dengan lingkungan, makanan dan minuman yang baru. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengkondisikan semua tikus sebelum diberikan perlakuan.

3.6.4. Induksi STZ

Setelah dipuasakan sekitar 16 jam, dilakukan penyuntikan STZ dengan dosis 55 mg/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke-15. Tikus yang sudah disuntik kemudian akan diberi larutan sukrosa 10% serta diberi makan yang cukup dalam 24 jam pertama sebagai profilaksis hipoglikemia.32 5 hari kemudian, tepatnya pada hari ke-19 dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah.

3.6.5. Pemberian Ekstrak Kayu Manis terhadap Tikus

Dilakukan secara peroral dengan menggunakan sonde selama 28 hari (hari ke-19 sampai hari ke-46).

3.6.6. Pengukuran Sampel 3.6.6.1. Glukosa Darah

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari hari ke-1, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28 sejak tikus dinyatakan DM. Prinsip pengukuran kadar glukosa darah tikus pada penelitian ini sama dengan manusia, yaitu mengambil darah dari vaskular perifer kemudian mengukurnya dengan strip dan glukometer Easy Touch.


(41)

Pertama-tama tikus dimasukkan ke dalam toples yang berisi eter alkohol. Setelah mengalami penurunan kesadaran, tikus dikeluarkan dari toples kemudian dilakukan fiksasi pada leher dan badan tikus. Penggunaan sarung tangan tebal sangatlah penting sebab tikus dapat sadar sewaktu-waktu sehingga dapat melakukan perlawanan.

Setelah tikus terfiksasi, dilakukan desinfeksi menggunakan alkohol swab pada ujung ekor tikus dan tunggu beberapa saat hingga alkohol kering. Ujung ekor tikus disayat menggunakan silet dan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan strip dan glukometer Easy Touch. Setelah hasil pengukuran dirasa akurat, luka sayatan pada ujung ekor tikus dibakar hingga perdarahan terhenti.

3.6.6.2. Berat Badan

Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari selama 28 hari (hari ke-19 sampai hari ke-46). Tikus dimasukkan ke dalam toples yang diletakkan di atas timbangan. Berat toples sudah dianggap nol sehingga didapatkan hasil pengukuran berupa berat badan tikus dalam satuan gram.

3.6.6.3. LDL

Kadar LDL diukur setelah proses sacrifice. Tikus yang telah dibius dengan eter alkohol dibedah, kemudian diambil darahnya dari vena kava inferior dengan spuit 3 cc needle 26 G. Darah tersebut disimpan terlebih dahulu di tabung EDTA agar tidak terjadi koagulasi dan disimpan sementara dalam termos es. Pengambilan darah dilakukan dengan teknik yang benar supaya darah yang diambil tidak lisis.

Kemudian dilanjutkan proses sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Setelah itu dengan menggunakan mikropipet, supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Kemudian disimpan ke dalam kulkas suhu -80°C dan setelah waktu yang ditentukan plasma dikeluarkan untuk dicairkan sehingga dapat dilakukan pengukuran kadar LDL.


(42)

Pertama-tama dilakukan presipitasi dengan cara mencampurkan 10 µl sampel plasma dengan 100 µl reagen presipitan Diasys. Setelah itu dihomogenisasi dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Kemudian disentrifugasi selama 20 menit dan diambil supernatannya.

Setelah melakukan presipitasi barulah supernatan dapat diukur kadar LDL didalamnya. Diambil 10 µl supernatan dan dicampur dengan 100 µl reagen kolesterol

Sclavo. Inkubasi dilakukan selama 10 menit di suhu kamar kemudian dilakukan pembacaan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm.


(43)

3.6.7. Alur Penelitian

Didapatkan :

1. GDS hari ke-25, 32, 39, 46 (mg/dL)

2. Berat badan hari-19 sampai 46 (g) 3. Kadar LDL (mg/dL)

Analisa statistik pada data Tikus tiba di Animal

House

Adaptasi selama 2 minggu Makan dan minum ad libitum

(Hari 1-14)

Kelompok N (normal), GDS <250 mg/dl

(Hari 15)

Tikus diinduksi streptozotosin (STZ)

55 mg/kgbb

(Hari 15)

GDS >250 mg/dl :

Kelompok D (DM tanpa terapi)

Mengukur berat badan

(Hari 19)

GDS >250 mg/dl :

Kelompok D+Cc (dengan terapi ekstrak Cinnamomum

cassia) Mengukur berat badan. (Hari 19)

Sonde oral ekstrak

Cinnamomum cassia 200 dan 400 mg/kgbb/hari.

(Hari 19-46)

Sacrifice:

Sacrifice, pembiusan dengan ether dan pengambilan darah

dari vena cava inferior

(Hari 47)

Pengukuran kadar LDL dengan kit presipitan Diasys dan kit

kolesterol Sclavo. Mengukur berat badan

(Hari 15)

Mengukur GDS, dari darah vena ekor menggunakan glukometer

(Hari 25, 32, 39, 46)

Mengukur berat badan


(44)

3.7. Manajemen Data

Dalam pengambilan data untuk penelitian ini, dilakukan eksperimen langsung terhadap tikus strain Sprague dawley dengan rentang berat badan 192-330 gr, yang telah diberi perlakuan sebelumnya berupa injeksi STZ dan pemberian ekstrak

Cinnamomum cassia. Ditambah dengan pencarian literatur dan melakukan peninjauan pustaka untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh Cinnammum cassia

terhadap kadar glukosa darah, berat badan dan kadar LDL. Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data secara komputerisasi yaitu dengan SPSS versi 16.0.

Uji yang digunakan adalah Uji Oneway Annova dilanjutkan dengan analisis

post hoc dikarenakan penelitian ini termasuk analitik-kategorik-numerik. Untuk melakukan uji Oneway Annova, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Jika salah satu uji tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan transformasi data. Ketika uji transformasi data tidak berhasil maka dilakukan uji Kruskal Wallis


(45)

34 4.1. Glukosa Darah

Data glukosa darah yang diambil adalah jumlah rerata glukosa darah dari masing-masing kelompok pada hari 1, yaitu hari saat tikus dapat dinyatakan DM atau normal, hari 7, hari 14, hari 21, dan hari 28.

Tabel 4.1. Rata-Rata Glukosa Darah pada Seluruh Sampel

Sampel GDS Mean±SD (mg/dl)

Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 N 83.3±10.5 116.8±12 94.3±17.3 117.5±12.6 103.3±7.5

D 481.3±98.2 532.8±91.2 521±102.4 531.5±26.3 600±0

D+Cc200 503.3±134.3 441.3±203.8 460.3±235.2 426.5±241.3 479.3±221.9

D+Cc400 506.8±111.9 476.8±149.7 415.8±177.6 371.5±192.5 426.8±156.5 Ket: SD = Standar Deviasi, GDS = Glukosa Darah Sewaktu, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg

Grafik 4.1. Rerata Gabungan Glukosa Darah Semua Kelompok

Ket: SD = Standar Deviasi, GDS = Glukosa Darah Sewaktu, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg

0 100 200 300 400 500 600 700

1 7 14 21 28

G

DS

(m

g

/dl

)

Hari


(46)

Grafik di atas menunjukan adanya penurunan trend kadar glukosa darah pada tikus dengan pemberian terapi ekstrak kayu manis dibandingkan dengan tikus DM tanpa terapi. Trend penurunan kadar glukosa darah lebih dominan pada tikus DM dengan pemberian terapi ekstrak kayu manis dengan dosis 400 mg/kgBB/hari dibandingkan dengan 200 mg/kgBB/hari, setelah hari ke-7. Untuk mengetahui presentase kenaikan/penurunan masing-masing kelompok, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Presentase Perubahan Rata-Rata Kadar GDS pada Hari 28 Dibandingkan Hari 1 pada Semua Kelompok

Sampel

Rata-Rata Hari 1 ( ฀ H1)

Rata-Rata Hari 28

( ฀ H28) ฀ H28)/( ฀ H1)*100%

N 83.3 103.3 24% (+)

D 481.3 600 24,7% (+)

D+Cc200 503.3 479.3 4,8%% (-)

D+Cc400 506.8 426.8 15.8% (-)

Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc 200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc 400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg, (+) = kenaikan, (-) = penurunan

Dari tabel di atas dapat diketahui adanya penurunan kadar glukosa darah pada tikus DM yang diberikan terapi Cinnamomum cassia yaitu sebesar 4,8% pada dosis 200 mg/kgBB/hari dan 15,8% pada dosis 400 mg/kgBB/hari. Sedangkan peningkatan justru terjadi pada kelompok tikus normal sebesar 24% dan DM 24,7%. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kadar glukosa darah pada seluruh kelompok, maka dilakukan uji Kruskal-Wallis.

Tabel 4.3. Hasil Uji Kruskal-Wallis Kadar Glukosa Darah

Sampel Mean±SD p value

N 103 ±5.6

0.022

D 533.3±41.8

D+Cc200 462.1±205

D+Cc400 439.5±147.7

Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg


(47)

Dari hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan p<0.05 hal ini menunjukan adanya perbedaan bermakna rata-rata kadar glukosa darah di seluruh kelompok. Hal ini dapat diartikan, bahwa pemberian terapi ekstrak Cinnamomum cassia signifikan/berefek terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus DM.

Penelitian sebelumnya sudah pernah dilakukan dengan menggunakan tikus strain Sprague dawley yang diinduksi Aloksan. Tikus DM hasil induksi Aloksan tersebut kemudian diberi terapi ekstrak Cinnamomum cassia dengan dosis 300 mg/kgBB/hari selama 14 hari. Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil p=0,001 (menggunakan uji One Way Anova) yang artinya terdapat signifikansi perbedaan kadar glukosa darah pada kelompok normal, DM tanpa terapi, dan DM dengan terapi ekstrak Cinnamomum cassia dosis 300 mg/kgBB/hari.45

Selain itu, penelitian juga pernah dilakukan dengan dosis yang sama yaitu 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari yang diberikan selama 6 minggu pada tikus albino yang diinduksi Aloksan. Hasil yang didapatkan adalah kedua dosis tersebut mampu menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan.8

Grafik 4.2. Hasil Uji Mann Whitney

Ket: SD = Standar Deviasi, GDS = Glukosa Darah Sewaktu, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg


(48)

Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat signifikansi antar kelompok sampel, kecuali D+Cc200 dengan D+Cc400. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian dosis 200 mg/kgBB/hari tidak signifikan terhadap 400 mg/kgBB/hari. Artinya pemberian dosis 200 mg/kgBB/hari ataupun 400 mg/kgBB/hari akan menghasilkan signifikansi penurunan yang tidak jauh berbeda.

Sesuai dengan prinsip farmakologis yang sudah kita ketahui secara umum, target pemberian obat adalah efek maksimal dengan pemberian dosis yang minimal. Aplikasi dalam penelitian ini adalah penentuan dosis yang lebih direkomendasikan pada pemberian ekstrak Cinnamomum cassia selama 28 hari. Dari uji Mann Withney

di atas, dapat diketahui bahwa dosis 200 mg/kgBB/hari lebih direkomendasikan dibandingakn 400 mg/kgBB/hari, sebab keduanya memiliki efek terapeutik yang hampir sama.

4.2. Berat Badan

Data berat badan yang diambil adalah jumlah rerata berat badan dari masing-masing kelompok pada hari 1 hingga hari 28, yang dapat dilihat melalui tabel di bawah ini:

Tabel 4.4. Presentase Perubahan Rata-Rata BB pada Hari 28 Dibandingkan Hari 1

pada Semua Kelompok

Sampel Rata-Rata Hari 1 ( ฀ H1) Rata-Rata Hari 28 ( ฀ H28) H28/H1*100% % selisih (H28-H1)/H1*100%

N 267 289.8 108,5 8,5% (+)

D 223.75 204.1 91,2 8,8% (-)

D+Cc200 254.25 251.2 98,8 1.2% (-)

D+Cc400 237 225.3 95 5% (-)

Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg, (+) = peningkatan, (-) = penurunan


(49)

Grafik 4.3. Rerata Gabungan Berat Badan Semua Kelompok

Ket: BB = Berat badan, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg

Grafik di atas menggambarkan fluktuasi berat-badan masing-masing kelompok selama 28 hari. Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa kelompok diabetes mengalami penurunan berat badan paling dominan. Kelompok pemberian terapi Cinnamomum cassia 400 mg/kgBB/hari menduduki peringkat kedua yang mengalami penurunan berat badan. Berdasarkan trend pada grafik dapat diketahui bahwa kelompok pemberian terapi Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari mampu mempertahankan berat badan lebih baik dibandingkan dosis 400 mg/kgBB/hari. Hal ini juga dibuktikan secara statistik menggunakan uji One Way Annova.

Tabel 4.5. Uji Anova Berat Badan

Sampel Mean±SD Homogenitas Anova

N 91.2±3.6

0.832 0.002

D 108.6±4.9

D+Cc200 98.3±5.8

D+Cc400 94.7±5.0

Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg

Hasil uji One Way Annova menunjukan P value < 0,05, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata persentase rasio berat badan antar kelompok penelitian. Kemudian dilakukan analisis post hoc untuk melihat kelompok mana yang mengalami perbedaan bermakna tersebut. Dari dasil analisis post hoc


(50)

didapatkan kelompok yang berbeda adalah kelompok sampel normal dengan sampel diabetes tanpa terapi, dan sampel normal dengan kayu manis 400 mg/kgBB/hari. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa berat badan tikus dengan terapi ekstrak kayu manis dosis 400 mg/kgBB/hari lebih mendekati ke arah berat badan tikus DM tanpa terapi dibandingkan dengan tikus normal. Sehingga dapat diasumsikan bahwa dosis 20 mg/kgBB/hari lebih baik dalam mempertahankan berat badan tikus DM.

Hasil signifikansi post hoc tersebut juga dapat diamati melalui uji T sehingga dapat diketahui hubungan antar 2 kelompok. Grafik uji T tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg

Grafik 4.4. Uji T Berat Badan

Berdasarkan penelitian yang sebelumnya dilakukan terhadap tikus strain

Sprague dawley yang diinduksi Aloksan, pemberian terapi ekstrak Cinnamomum cassia 300 mg/kgBB/hari selama 14 hari mampu mempertahankan berat badan akhir tikus DM dengan p=0,409 (p>0,05). Dari hasil tersebut, dapat disimpulakan bahwa tidak terdapat signifikansi perubahan berat badan antara kelompok tikus DM, tikus


(51)

DM dengan pemberian terapi ekstrak kayu manis 300 mg/kgBB/hari, dan tikus normal.45

4.3. Low Density Lippoprotein (LDL)

Data LDL yang diambil adalah hasil pengukuran plasma darah dengan menggunakan kit LDL pada masing-masing kelompok yang dilakukan setelah proses

sacrivice. Kemudian dilakukan uji normalitas dan homogenitas untuk menentukan tipe uji statistik analitik yang akan digunakan. Karena data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen maka dilakukan uji nonparametric Kruskal Wallis.

Tabel 4.6. Uji Kruskal-Wallis LDL

Sampel Mean±SD (mg/dl) P Value

N 101,9 ± 39,8

0,181

D 262,6± 101,1

D+Cc200 175,8± 234

D+Cc400 137,9± 85,7

Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg

Dari hasil uji Kruskal-Wallis dapat didapatkan P value (p≥ 0.05) hal ini

menunjukan adanya tidak ada perbedaan rata-rata kadar ldl antar kelompok. Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya, dengan Cinnamomum cassia dosis 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 6 minggu juga menunjukkan hasil yang sama. Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia lebih berefek sebagai agen hipoglikemik bukan hipolipidemik.8

Untuk mengatahui signifikansi antar kelompok, maka dapat dilakukan uji T, dengan grafik sebagai berikut.


(52)

Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg

Grafik 4.5. Rerata Gabungan LDL Kelompok

Berdasarkan grafik di atas hanya kelompok normal dengan diabetes saja yang signifikan. Kelompok penelitian lain tidak memiliki kemaknaan.

D+Cc200 D


(53)

41 5.1. Simpulan

 Terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar glukosa darah pada tikus normal, tikus DM, tikus DM yang diberikan ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari (p=0,022).

 Terdapat perbedaan signifikan rata-rata berat badan khususnya antara tikus normal dengan DM dan tikus normal dengan tikus DM yang diberi terapi ekstrak Cinnamomum cassia 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari (p=0,002).

 Tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar LDL tikus normal, tikus DM, tikus DM yang diberikan ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari (p=0,181).

5.2. Saran

 Diperlukan penelitian lebih lanjut menganai efek ekstrak kayu manis (Cinnamomum cassia) dalam kurun waktu yang lebih lama dan sampel yang lebih banyak.

 Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek ekstrak kayu manis (Cinnamomum cassia) dengan menambahkan kelompok normal yang diberi terapi ekstrak kayu manis, disamping kelompok N, D, DM+Cc200, D+Cc400.

 Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping pemberian ekstrak kayu manis (Cinnamomum cassia).


(54)

42 BAB VI

KERJASAMA RISET

Riset ini merupakan bagian dari kerjasama riset antara riset mahasiswa dan kelompok riset diabetes dan regenerasi pankreas PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang dibiayai oleh Kementrian Agama Republik Indonesia di bawah bimbingan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD., Ph.D., FINASM.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

1. David G, Dolores S. Greenspan’s: basic and clinical endocrinology. 8th Ed. San Francisco: McGraw-Hill Companies; 2007.

2. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana penyakit diabetes mellitus. Cetakan II. Jakarta. Persatuan Endokrinologi Indonesia; 2008.

3. American Diabetes Association (ADA). ADA binder. Diabetes care. 2013;36. doi:10.2337dc13-5003. (diakses 15 maret 2015).

4. American Association of Clinical Endocrinology (AACE). AACE comprehensive diabetes management algorithm 2013. Endocrine practice. 2013;19. www.aace.com/reprints (diakses 15 Maret 2015).

5. Kirkham S, Akilen R, Sharma S, Tsiami A. The potential of cinnamon to reduce blood glucose levels in patients with type 2 diabetes and insulin resistance. Diabetes Obes Metab. 2009;11(12):1100–13. (diakses 15 Maret 2015).

6. Cao H, Graves DJ, Anderson RA. Cinnamon extract regulates glucose transporter and insulin-signaling gene expression in mouse adipocytes.

Phytomedicine. 2010;17(13):1027–32. (diakses 15 Maret 2015).

7. Hariana A. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Seri 2. Jakarta: Penebar Swadaya;2008. https://books.google.co.id/Tumbuhan+Obat+Dan+Khasiatnya

(Diakses pada 15 Maret 2015).

8. Mahmood S, Talat A, Karim S, Khursid R, Zia A. Effect of cinnamon extract on blood glucose level and lipid profile in alloxan induced diabetes Rat. Pak J Physiol. 2011;7(1). www.pps.org.pk/PJP/7-1/Saima.pdf (Diakses pada 15 Maret 2015).

9. Lenzen S. The mechanism of alloxan- and streptozotosin- induced diabetes.


(56)

10.1007/s00125-007-0886-7. http://link.springer.com/article/10.1007/s00125-007-0886-7/fulltext.html (Diakses pada 15 April 2015).

10.Murray K, Granner K, Rodwell V. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta:EGC;2009.

11.Thompson D, Karpe F, Lafontan M, Frayn K. Physical activity and exercise in the regulation of human adipose tissue physiology. Physiological review. 2012. Doi: 10.1152/physrev.00012.2011. http://physrev.physiology.org/ content/92/1/157 (Diakses pada 15 April 2015).

12.Guyton A.C., Hall J.E. Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Philladelpia: Elsevier; 2006.

13.Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of

internal medicine. 8th ed. USA: McGraw-Hill; 2012.

14.Price Sylivia A, Wilson L. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Vol 1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.

15.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2011.

16.Maahs D, et al. Cardiovascular disease risk factors in youth with diabetes mellitus. Dallas: American Heart Association (AHA); 2014.

17.Syarif A, et al. Farmako dan terapi. Edisi 5. Jakarta:Balai penerbit FKUI;2012.

18.Rakieten N, Rakieten ML, Nadkarni MV (1963) Studies on the diabetogenic action of streptozotosin (NSC-37917). Cancer Chemother Rep 29:91–98

19.Wöhler F, Liebig J (1838) Untersuchungen über die Natur der Harnsäure. [Investigations on the nature of uric acid]. Ann Pharm 26:241–340 (article in German).

20.Ledoux SP, Wilson GL (1984) Effects of streptozotosin on a clonal isolate of rat insulinoma cells. Biochim Biophys Acta 804:387–392

21.Elsner M, Guldbakke B, Tiedge M, Munday R, Lenzen S (2000) Relative importance of transport and alkylation for pancreatic beta-cell toxicity of streptozotosin. Diabetologia 43:1528–1533


(57)

22.Schnedl WJ, Ferber S, Johnson JH, Newgard CB (1994) STZ transport and cytotoxicity. Specific enhancement in GLUT2-expressing cells. Diabetes 43:1326–1333

23.Rerup CC (1970) Drugs producing diabetes through damage of the insulin secreting cells. Pharmacol Rev 22:485–518

24.Weiss RB (1982) Streptozocin: a review of its pharmacology, efficacy, and toxicity. Cancer Treat Rep 66:427–438

25.Yamamoto H, Uchigata Y, Okamoto H (1981) Streptozotosin and alloxan induce DNA strand breaks and poly(ADP-ribose) synthetase in pancreatic islets. Nature 294:284–286

26.Konrad RJ, Kudlow JE (2002) The role of O-linked protein glycosylation in beta-cell dysfunction. Int J Mol Med 10:535–539.

27.Uchigata Y, Yamamoto H, Kawamura A, Okamoto H (1982) Protection by superoxide dismutase, catalase, and poly(ADPribose) synthetase inhibitors against alloxan- and streptozotosininduced islet DNA strand breaks and against the inhibition of proinsulin synthesis. J Biol Chem 257:6084–6088

28.Turk J, Corbett JA, Ramanadham S, Bohrer A, McDaniel ML (1993) Biochemical evidence for nitric oxide formation from Diabetologia (2008) 51:216–226 225 streptozotosin in isolated pancreatic islets. Biochem Biophys Res Commun 197:1458–1464

29.Delaney CA, Dunger A, DiMatteoM, Cunningham JM, Green MH, Green IC (1995) Comparison of inhibition of glucose-stimulated insulin secretion in rat islets of Langerhans by streptozotosin and methyl and ethyl nitrosoureas and methanesulphonates. Lack of correlation with nitric oxide-releasing or O6-alkylating ability. Biochem Pharmacol 50:2015–2020

30.Wang Z, Gleichmann H (1998) GLUT2 in pancreatic islets: crucial target molecule in diabetes induced with multiple low doses of streptozotosin in mice. Diabetes 47:50–56

31.Eizirik DL, Sandler S, Ahnström G, Welsh M (1991) Exposure of pancreatic islets to different alkylating agents decreases mitochondrial DNA content but


(58)

only streptozotosin induces long-lasting functional impairment of B-cells. Biochem Pharmacol 42:2275–2282

32.Lenzen S. The mechanisms of alloxan- and streptozotocin- induced diabetes. Diabetolgia; 2008.

33.eFloras. Missouri Botanical Garden St.Louis MO and Harvard University Herbaria Cambridge,MA. Diunduh dari http://www.efloras.org

34.Versphol, Eugen J., Bauer, Katrin., Neddermann, Eckhard., 2005. Antidiabetic Effect of Cinnamomum cassia and Cinnamomum zeylanikum In vivo and In vitro. Phytoterapy Research, 19, 203-206.

35.Roy, Hely J., Lundy, Shanna., Eriksen, Chad., Kalicki, Beth., 2009.

Cinnamon and Type 2 Diabetes. Pennington. Pennington Nutrition Series, (3). 36.Sangal, A. 2011. Role of Cinnamon as Beneficial Antidiabetic Food Adjunct

:a review. Pelagia Research Library, 2(4), 440-450.

37.Daswir. 2011. Profil Tanaman Kayumanis di Indonesia (Cinnamomum spp.).

Jakarta: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

38.Gaber E. El-Desoky., M Aboul-Soud, Mourad A., Al-Numair, Khalid S. 2012.

Antidiabetic and hypolipidemic effects of Ceylon Cinnamon (Cinnamomum verum) in alloxan diabetic rats. Journal of Medical Plants Research. Journal of Medicinal Plants Research, 6(9), 1685-1691.

39.Lakhsmi, Baddireddi Subadra., Sujatha, [et al]. 2009. Cinnamic Acid, From The Bark of Cinnamomum cassia, Regulates Glucose Transport via Activation of GLUT4 and L6 Myotube in a Phosphatidilinositol 3 kinaseindependent manner. Journal of Diabetes, 1, 99-106.

40.Shen, Yan., Jia, Liu-Nan., Honma, Natsumi., Hasono, Takashi., Ariga, Toyohiko., Seki, Taiichiro. 2011. Beneficial Effects of Cinnamon on Metabolic Syndrome , Inflammation and Pain, and Mechanism Underlying These Effects- A Review. Journal of Traditional and Complementary Medicine, 2(1), 27-32.


(59)

41.Lukman, Malisa. 2011 . Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) terhadap Kadar TG, LDL, Kolesterol Tikus Model Diabetes Melitus Tipe 1 yang Diinduksi Aloksan. Malang: Universitas Islam Malang.

42.Kamble, Shoba., Rhambhimaiah, S., 2013. Antidiabetec Effect of Aqueous Extract of Cinnamomum cassia in Aloxan- Induced Diabetic Rats. Biomedical and Pharmacology Journal, 6(1), 83-88.

43.Dugoua, Jean-Jacques., Seely, Dugald., Perri, Dan., Cooley Kieran., Forelly, Tarin., Mills, Edward., Koren, Gideon. 2012. From Type II Diabetes to Antioxidant Antivity: A Systematic Review of The Safety and Efficacy of Common and cassia Cinnamon Bark. Canadian Journal of Physiology and Pharmacology, 85, 837-847.

44.S Singh, B Masuku. Sampling technique and determination of sample size in applied statistics research: an overview. United Kingdom: International Journal of Economics, Commerce and Management; 2014.

45.Firzaus E. Efek ekstrak kayu manis “Cinnamomum cassia” terhadap kadar

glukosa darah, berat badan dan trigliserida pada tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi aloksan. Ciputat: Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014.


(60)

LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keterangan Tikus Sehat


(61)

Lampiran 2 Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji


(62)

Lampiran 3 Data Awal Semua Kelompok Penelitian

1. Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Kelompok Tikus

No.

GDS hari ke1 GDS hari ke 7 GDS hari ke 14

Kontrol Normal P1 143 159 124

P2 106 98 127

V2 144 129 153

V3 138 97 143

Rata-rata GDS 132,75 120,75 136,75

Kelompok Tikus No.

GDS hari ke1 GDS hari ke 7 GDS hari ke 14

DM J2 540 569 567

K1 468 434 411

M1 553 600 600

V1 600 117 567

Rata-rata GDS 540,25 430 536,25

Kelompok Tikus No.

GDS hari ke1 GDS hari ke 7 GDS hari ke 14

Terapi D1 429 114 191

J3 600 528 422

N2 320 389 455

S3 600 598 315


(63)

(Lanjutan) 2. Berat Badan (gram)

Kelompok H1 H7 H14

Rasio BB (%) (H14 / H1 x 100 %

Terapi

280 280 280 100

240 280 280 116.67

280 240 320 114.29

240 200 240 100

Rata-rata 260 250 280 107.74

Kelompok H1 H7 H14 Rasio BB (%)

(H14 / H1 x 100 %)

Normal

360 320 360 100

360 320 320 88.8

260 240 320 123.07

260 260 320 123.07

Rata-rata 310 285 330 108.735

Kelompok H1 H7 H14 Rasio BB (%)

(H14 / H1 x 100 %

DM

280 320 240 85.71

240 280 280 116.67

240 200 240 100

220 160 200 90.91


(64)

Lampiran 4 Hasil Data Uji Statistik A. Uji Normalitas dan Varians Data


(65)

(Lanjutan)


(66)

(Lanjutan) C. Uji Kruskal Wallis


(67)

Lampiran 5

Gambar Proses Penelitian

1. Hari pertama hingga hari ke empat belas

Gambar 7.15 Pengukuran BB sampel

Gambar 7.16 Proses pemberian ekstrak insulin

Gambar 7.11 Sampel penelitian

Gambar 7.12 Alloxan monohydrate

Gambar 7.13 Induksi

Alloxan monohydrate pada sampel

Gambar 7.14 Pengambilan glukosa darah sampel


(68)

(Lanjutan)

Gambar 7.17 Proses sacrificed

dan pengambilan darah

Gambar 7.18 Pengukuran trigliserida


(69)

Lampiran 6 Cara Perhitungan STZ dan Ekstrak Cinnamomum cassia yang Digunakan

1. Induksi Streptozotosin (STZ)

Dosis aloksan yang digunakan adalah 55 mg/kgBB Rerata BB tikus adalah 260 g

 55 mg = 55 mg = X__ 1 kg 1000 g 260 g

X = 14,3 mg STZ per tikus dengan BB 260 g.

Setiap hari ada 14 ekor tikus yang diinduksi STZ

 14 × 14,3 mg = 200,2 mg

Jadi setiap hari dibutuhkan 200,2 mg STZ

STZ akan dimasukkan seminimal mungkin dengan kadar 0,1 ml buffer. Jika STZ yang dibutuhkan setiap harinya adalah 200,2 mg, maka buffer yang dibutuhkan adalah:

 5,5 mg = 200,2 mg 0,1 ml X


(70)

(Lanjutan)

2. Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari

BB rata-rata tikus DM (setelah diinjeksi STZ) adalah 300 mg. Perhitungan ekstrak Cinnamomum cassia untuk BB rata-rata tikus DM 300 mg adalah sebagai berikut:

 200 mg = 200 mg = X__ 1 kg 1000 g 300 g

X = 60 mg ekstrak Cinnamomum cassia per tikus.

Untuk 20 ekor tikus, maka ekstak Cinnamomum cassia yang dibutuhkan adalah:

 60 mg × 20 = 1200 mg

Pelarut yang diperlukan untuk 200 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah 1 ml akuades. Maka pelarut yang dibutuhkan untuk 1200 mg ekstrak

Cinnamomum cassia adalah:

 200 mg = 1200 mg 1 ml X


(71)

(Lanjutan) 3. Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia 400 mg/kgBB/hari

BB rata-rata tikus DM (setelah diinjeksi STZ) adalah 300 mg. Perhitungan ekstrak Cinnamomum cassia untuk BB rata-rata tikus DM 300 mg adalah sebagai berikut:

 400 mg = 400 mg = X__ 1 kg 1000 g 300 g

X = 120 mg ekstrak Cinnamomum cassia per tikus.

Untuk 20 ekor tikus, maka ekstak Cinnamomum cassia yang dibutuhkan adalah:

 120 mg × 20 = 2400 mg

Pelarut yang diperlukan untuk 200 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah 1 ml akuades. Maka pelarut yang dibutuhkan untuk 2400 mg ekstrak

Cinnamomum cassia adalah:

 200 mg = 2400 mg 1 ml X


(72)

Lampiran 7 Riwayat Penulis

IDENTITAS

Nama : Miftahul Jannah Salwah Ummah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Karanganyar, 15 Mei 1994

Agama : Islam

Alamat : Ngingas Baru, Klaten Utara, Klaten

Email : rumaishaazlam@gamil.com

Riwayat Pendidikan :

1998 – 2000 : TKIT Bina Anak Shaleh, Klaten 2000 – 2006 : SD N IV Bareng Lor, Klaten 2006 – 2009 : SMP Negeri II Klaten 2009 – 2012 : SMA Negeri I Klaten


(1)

1. Hari pertama hingga hari ke empat belas

Gambar 7.15 Pengukuran BB sampel

Gambar 7.16 Proses pemberian ekstrak insulin

Gambar 7.11 Sampel penelitian

Gambar 7.12 Alloxan monohydrate

Gambar 7.13 Induksi Alloxan monohydrate pada

sampel

Gambar 7.14 Pengambilan glukosa darah sampel


(2)

(Lanjutan)

Gambar 7.17 Proses sacrificed

dan pengambilan darah

Gambar 7.18 Pengukuran trigliserida


(3)

1. Induksi Streptozotosin (STZ)

Dosis aloksan yang digunakan adalah 55 mg/kgBB Rerata BB tikus adalah 260 g

 55 mg = 55 mg = X__ 1 kg 1000 g 260 g

X = 14,3 mg STZ per tikus dengan BB 260 g.

Setiap hari ada 14 ekor tikus yang diinduksi STZ

 14 × 14,3 mg = 200,2 mg

Jadi setiap hari dibutuhkan 200,2 mg STZ

STZ akan dimasukkan seminimal mungkin dengan kadar 0,1 ml buffer. Jika STZ yang dibutuhkan setiap harinya adalah 200,2 mg, maka buffer yang dibutuhkan adalah:

 5,5 mg = 200,2 mg 0,1 ml X


(4)

(Lanjutan)

2. Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari

BB rata-rata tikus DM (setelah diinjeksi STZ) adalah 300 mg. Perhitungan ekstrak Cinnamomum cassia untuk BB rata-rata tikus DM 300 mg adalah sebagai berikut:

 200 mg = 200 mg = X__ 1 kg 1000 g 300 g

X = 60 mg ekstrak Cinnamomum cassia per tikus.

Untuk 20 ekor tikus, maka ekstak Cinnamomum cassia yang dibutuhkan adalah:

 60 mg × 20 = 1200 mg

Pelarut yang diperlukan untuk 200 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah 1 ml akuades. Maka pelarut yang dibutuhkan untuk 1200 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah:

 200 mg = 1200 mg 1 ml X


(5)

BB rata-rata tikus DM (setelah diinjeksi STZ) adalah 300 mg. Perhitungan ekstrak Cinnamomum cassia untuk BB rata-rata tikus DM 300 mg adalah sebagai berikut:

 400 mg = 400 mg = X__ 1 kg 1000 g 300 g

X = 120 mg ekstrak Cinnamomum cassia per tikus.

Untuk 20 ekor tikus, maka ekstak Cinnamomum cassia yang dibutuhkan adalah:

 120 mg × 20 = 2400 mg

Pelarut yang diperlukan untuk 200 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah 1 ml akuades. Maka pelarut yang dibutuhkan untuk 2400 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah:

 200 mg = 2400 mg 1 ml X


(6)

Lampiran 7 Riwayat Penulis

IDENTITAS

Nama : Miftahul Jannah Salwah Ummah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Karanganyar, 15 Mei 1994

Agama : Islam

Alamat : Ngingas Baru, Klaten Utara, Klaten

Email : rumaishaazlam@gamil.com

Riwayat Pendidikan :

1998 – 2000 : TKIT Bina Anak Shaleh, Klaten 2000 – 2006 : SD N IV Bareng Lor, Klaten 2006 – 2009 : SMP Negeri II Klaten 2009 – 2012 : SMA Negeri I Klaten


Dokumen yang terkait

Uji Efek Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ((Cinnamomum burmannii (Nees &amp; T.Nees) Blume)) dan Madu Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan

6 82 105

Efek ekstrak kayu manis “cinnamomum cassia” terhadap kadar glukosa darah, berat badan dan trigliserida pada tikus jantan strain sparague dawley yang diinduksi aloksan

2 13 69

Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Cassia) terhadap Glukosa Darah, Berat Badan, dan Trigliserida Tikus strain Sprague dawley yang Diinduksi Aloksan. 2014.

0 3 69

Pengaruh Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum cassia) terhadap Glukosa Darah, Berat Badan, serta HDL Tikus Diabetes (Sprague dawley) yang Diinduksi Aloksan

2 25 65

Efek ekstrak kayu manis (cinnamomun cassia) terhadap kadar glukosa darah, berat badan, berat organ pankreas, ginjal dan jantung tikus diabetes mellitus strain sprague dawley yang diinduksi aloksan

0 6 64

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

0 17 87

Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Cassia) terhadap Glukosa Darah, Berat Badan, dan Trigliserida Tikus strain Sprague dawley yang Diinduksi Aloksan. 2014

0 5 69

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Low Density Lipoprotein pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

1 18 71

Efek Ekstrak Kulit Kayu Manis (Cinnamomum cassia) terhadap Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kolestrol Tikus yang Diinduksi Streptozotosin(STZ)

1 15 66

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Low Density Lipoprotein pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

0 17 71