Pengaruh defisit transaksi berjalan, kurs, dan inflasi terhadap utang luar negeri pemerintah sebelum dan sesudah krisis global 2008: studi kasus Indonesia 2004-2012

(1)

PENGARUH DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN, KURS, DAN INFLASI TERHADAP UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH SEBELUM DAN

SESUDAH KRISIS GLOBAL 2008 (STUDI KASUS : INDONESIA 2004-2012)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Ella Dhanila Kartika Sari NIM: 1111084000049

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap : Ella Dhanila Kartika Sari 2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Desember 1992

3. Alamat : Jalan DR.KRT. Radjiman W.D Rt.007/014 nomor 13 Jakarta Timur 13930

4. Telepon : 085710024522

5. E-mail : e.dhanila@gmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Jatinegara 06 Tahun 1998-2004

2. SMP Negeri 255 Jakarta Tahun 2004-2007

3. SMA Negeri 103 Jakarta Tahun 2007-2010

4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakata Tahun 2011-2015

III. PENGALAMAN ORGANISASI

1. 2012-2013 : Anggota SEIS Dance FEB UIN Syahid Jakarta

2. 2012-2013 : Divisi Humas dan Media HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. 2008-2009 : Bendahara II OSIS SMAN 103 Jakarta

IV. SEMINAR

1. Dialog Umum Aksi Kemanusiaan dan Donor Darah, UIN Jakarta 2012 2. Seminar ” How to Get International Scholarship” , UIN Jakarta 2012 3. Studium General jurusan IESP, UIN Jakarta 2012

V. KEPANITIAAN

1. Panitia Pembantu Pengawas Pemilu KADA Provinsi DKI Jakarta 2012 2. Panitia pada seminar ”Islamic Economy Revivalism; Between Theory and


(7)

ii VI.LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Alm. Dahnil Iskandar

2. Tempat/Tanggal lahir : Padang, 13 Januari 1954

3. Ibu : Kartini

4. Tempat/tanggal Lahir : Padang, 15 Maret 1964

5. Alamat : Jalan DR.KRT. Radjiman W.D Rt.007/014 nomor 13 Jakarta Timur 13930

6. Telepon : 081317480438


(8)

iii

ABSTRACT

The study is aimed to analyze how far the influence of current account deficit, exchange rate, and inflation to government foreign debt before and after the 2008 global crisis in Indonesia.

The analytical method is Ordinary Least Square (OLS). Regression results show that 89% of official foreign debt is explained current account deficit, exchange rate, inflation and the global crisis of 2008. Results of the analysis show that variable of current account deficit and the exchange rate have negative and significant influence to the government's foreign debt. While variable of inflation significantly and positively influences to the government debt in Indonesia.

Keywords: Foreign Debt Government, Current Account Deficit, Exchange Rate, Inflation, and the global crisis in 2008


(9)

iv ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh defisit transaksi berjalan, kurs, dan inflasi terhadap utang luar negeri pemerintah sebelum dan sesudah krisis global 2008 di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia periode 2004-2012.

Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan software Eviews 6.0. Hasil regresi menunjukan bahwa 89 % utang luar negeri pemerintah dijelaskan oleh variabel defisit transaksi berjalan, kurs, inflasi dan krisis global 2008. Sedangkan 11% utang luar negeri pemerintah dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian. Hasil analisis menunjukan variabel defisit transaksi berjalan dan kurs berpengaruh signifikan dan negatif terhadap utang luar negeri pemerintah. Sedangkan variabel inflasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap utang luar negeri pemerintah di Indonesia.

Kata Kunci: Utang Luar Negeri Pemerintah, Defisit Transaksi Berjalan, Kurs, Inflasi, dan Krisis Global 2008


(10)

v

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puja dan puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Pengaruh Defisit Transaksi Berjalan, Kurs, dan Inflasi terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008”. Shalawat serta salam tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW serta para sahabat yang telah membimbing umatnya dari zaman yang gelam ke zaman yang terang benderang.

Skripsi ini disusun sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini dapat terwujud berkat dukungan, bantuan dan doa dari orang-orang baik yang menemani penulis selama proses pengerjaan skripsi ini. Oleh karenanya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Allah SWT, yang dengan Ridho dan Karunia-Nya penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Puji Syukur atas segala nikmat Islam, iman dan sehat yang telah Allah berikan kepada penulis.

2. Keluarga tercinta yang selalu ada untuk saya, mamah Kartini tercinta yang selalu memberikan segalanya dan selalu mendoakan yang terbaik, i love you Mom. Ayahku Alm. Dahnil Iskandar tercinta yang selalu menjadi inspirasiku sampai akhir hayatnya dan sampai sekarang, sampai ketemu di surga ya Ayah. Kakak saya Ka Ilma, Ka Erni, Bang Arif, Ka Elsi dan adik


(11)

vi

saya M. Fayyaz Putra Andika terimakasih sudah menjadi penyemangat di dalam rumah.

3. Keponakan saya yang lucu-lucu Gilang, Zahwa, Farrel, Shafira, dan Agam terimakasih sudah membuat hidup lebih berwarna.

4. Bapak Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memimpin Fakultas ini dengan baik dan memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan. Semoga Allah SWT mambalas semua kebaikan bapak.

5. Bapak Arif Fitrijanto, M.Si dan Ibu Fitri Amalia S.Pd, M.Si selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memimpin Jurusan IESP dengan baik dan memberikan ilmu yag sangat berharga selama perkuliahan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan bapak.

6. Bapak Dr. Pheni Chalid S.F.,MA.,Ph.d selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang dengan keikhlasannya memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang berarti selama proses penyelesaian skripsi. Terima kasih atas bimbingannya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak.

7. Bapak Tony S. Chendrawan M.Si selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti selama ini. Terima kasih atas semua bimbingan dan arahan


(12)

vii

yang telah Bapak berikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak.

8. Seluruh jajaran dosen, staf, dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan berharga bagi saya serta kelancaran selama perkuliahan yang saya jalani. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua.

9. Sahabat terbaik yang selalu ada dan menemani saya selama masa kuliah. Mirna Fitri Setiawati, Isti Destriani, Ina Kurniati yang dalam suka dan duka selalu menghibur dan memberikan dukungan walaupun saya sering merepotkan kalian semua. Terima kasih sahabat terbaik, semoga persahabatan ini selalu terjalan sampai kita tua nanti, wuff youuu!! . 10. Orang yang selalu sabar dan selalu aku repotin Miftachul Ulum S.E,

makasih ya buat waktu, doa, dan supportnya selama ngerjain skripsi ini. Makasih juga selalu nemenin aku dan selalu ada cara ngilangin mumet aku pas skripsian. Semoga kamu selalu dilindungi Allah .

11. Seluruh teman-teman IESP 2011, Azhar, Indri, Mona, Puguh, Ario, Ziko, Pepeng, Nilam, Julia, Annisa, Rudi, Vina, Geo, Yulianti, Wihda, Aldila, Dian, Risna, Asmah. Mohon maaf untuk yang namanya tidak dapat saya tuliskan semuanya. Salam IESP 2011, semoga sukses menyertai kita semua, see you on top guys!! .

12. Kakak angkatan aku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang gak pernah bosen setiap diajak sharing kak Fita, kak Mimi, kak Adi, kak Manto, kak Noni, kak Arum, kak Meutia, kak Putri, kak Shasa dll.


(13)

viii

13. Teman-teman SEIS Dance 2011, Tia, Mona, Yosi, Rika, Putri, Nurfathia, Dede, Dina, Vina, Farah, Aya, Ratri yang selalu semangat kalo latihan walaupun badan jadi biru-biru . makasih buat pengalamannya ya sahabat  .

14. Kelompok KKN SERASI, Desa Curug Bitung, Cibereum, Bogor Adam, Bule, Novi, Mirna, Ario, Puguh, Rizki, Imel, Dita, Miftah, Russdy, Aufa, Rivia yang udah bareng-bareng selama satu bulan menghabiskan waktu bercanda dan bekerja yang ngasih pengalaman yang seru, kapan kita jalan-jalan ke hutan lagi sampe keabisan air dan harus minum air sungai hahahha.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk masukan, baik kritik maupun saran yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Juni 2015 Ella Dhanila Kartika Sari


(14)

ix DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Landasan Teori ... 14

1. Utang Luar Negeri ... 14

a. Definisi Utang Luar Negeri... 14

b. Penyebab Utang Luar Negeri ... 16

c. Perkembangan Utang Luar Negeri di Negara Asia ... 17

d. Motivasi Negara Donor ... 17

e. Teori Utang Luar Negeri ... ... 18

2. Defisit Transaksi Berjalan ... 22

a. Definisi Defisit Transaksi Berjalan ... 22

b. Teori Defisit Transaksi Berjalan ... 22

c. Hubungan Defisit Transaksi Berjalan dengan Utang Luar Negeri ... 23

3. Kurs ... 25

a. Definisi Kurs ... 25


(15)

x

c. Perubahan-Perubahan Kurs ... 27

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs ... 29

e. Teori Kurs ... 31

f. Hubungan Kurs dengan Utang Luar Negeri ... 32

4. Inflasi ... ... 33

a. Definisi Inflasi ... 33

b. Jenis-jenis Inflasi ... 34

c. Kebijakan dalam Menanggulangi Inflasi ... 35

d. Efek Buruk Inflasi ... 37

e. Teori Inflasi... ... 40

f. Hubungan Inflasi dengan Utang Luar Negeri ... 42

5. Konsep Dummy Variabel ... 43

B. Penelitian Terdahulu ... 43

C. Kerangka Pemikiran ... 57

D. Hipotesis ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 62

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 62

B. Metode Pengumpulan Data ... 62

C. Metode Analisis Data ... 63

1. Model Analisis ... 63

2. Uji Asumsi Klasik ... 64

a. Uji Normalitas ... 64

b. Uji Multikolinearitas ... 64

c. Uji Heteroskedastisitas ... 66

d. Uji Autokorelasi ... 67

3. Pengujian Hipotesis ... 67

a. Uji – t ... 67

b. Uji – F ... 68

4. Koefisien Determinasi ... 68


(16)

xi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 72

B. Penemuan dan Pembahasan ... 73

1. Analisis Deskriptif ... 73

a. Analisis Deskriptif Utang Luar Negeri Pemerintah ... 73

b. Analisis Deskriptif Defisit Transaksi Berjalan ... 76

c. Analisis Deskriptif Kurs ... 77

d. Analisis Deskriptif Inflasi ... 79

2. Uji Asumsi Klasik ... 81

a. Uji Normalitas ... 81

b. Uji Multikolinearitas ... 82

c. Uji Heteroskedastisitas ... 82

d. Uji Autokorelasi ... 83

3. Pengujian Hipotesis ... 84

a. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis ... 86

b. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis ... 89

4. Koefisien Determinasi ... 91

5. Analisis Ekonomi ... 91

a. Pengaruh Krisis Global 2008 terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah ... 91

b. Pengaruh Defisit Transaksi Berjalan terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah ... 92

c. Pengaruh Kurs terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah ... 94

d. Pengaruh Inflasi terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(17)

xii

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1.1 Perkembangan Transaksi Berjalan Kuartal I 2007 – Kuartal IV (dalam juta US$),2009

6

1.2 Perkembangan Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia 8

2.1 Penelitian Terdahulu 54

3.1 Operasional Variabel Penelitian 70

4.1 Utang Luar Negeri Pemerintah di Indonesia 2004-2012 74

4.2 Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika 2004-2012 77

4.3 Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode 2004-2012 79 4.4

4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

Correlation Matrix 2004-2012 Uji Heterokedasitas

Uji Breusch Godfrey Serial Correlation LM test Uji t

Uji F

Uji Adj R2 ( Adj R Square)

82 83 84 87 89 91


(18)

xiii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1.1 Laju Inflasi Kuartal I-2006 – Kuartal IV-2010 3 1.2 Kurs Rupiah/USD dan IHSG, Januari 2008-Oktober 2009 5

2.1 Kurva Perubahan Permintaan Valuta Asing 27

2.2 Kurva Perubahan Permintaan Valuta Asing 28

2.3 Kerangka Pemikiran 60

2.4 Hubungan Variabel 61

4.1 Grafik Perkembangan Utang Luar Negeri Pemerintah di Indonesia 2004 Q1-2012 Q4

75

4.2 Grafik Perkembangan Transaksi Berjalan di Inonesia Tahun 2004 Q1- 2012 Q4

76

4.3 Grafik Perkembangan Kurs di Indonesia Tahun 2004 Q1-2012 Q4 79 4.4 Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode 2004 Q1-2012 Q4 80

4.5 Uji Normalitas 81


(19)

xiv

No. Keterangan Halaman

1 Data Penelitian 103

2 Regresi Linier Berganda 106


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

“Indonesia merupakan negara yang sudah merdeka sejak 1945, namun posisi Indonesia saat ini belum merdeka secara hakiki, Indonesia yang sudah berumur 69 tahun seharusnya semakin mantap kematangannya dalam mengambil tindakan dan juga seharusnya Indonesia lebih kuat dalam membangun dan menciptakan bargaining position (daya tawar ) kepada negara lain agar tidak dikerdilkan dengan negara lain” (Hasan dalam Antara News,2014).

Kuncoro (2010:71) menyatakan “Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk kategori The Asian Miracle. Pertumbuhan Indonesia selama empat dekade (1961-2000) dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat”. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi tingginya tingkat pertumbuhan perekonomian negara-negara The Asian Miracle. Pertama, negara-negara tersebut menerapkan kebijakan outward-looking dengan penekanannya pada peningkatan nilai ekspor dan Foreign Direct Investment

(FDI). Kedua, kebijakan makro ekonomi yang tepat dan peran pemerintah yang efektif di dalam proses alokasi sumber daya ekonomi. Ketiga, semakin membaiknya sektor pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja, dan produktifitas kerja. Keempat, adanya fleksibilitas pasar tenaga kerja yang mendorong


(21)

2

pertumbuhan semakin cepat . Selanjutnya, dibalik pertumbuhan ekonomi di negara Asia tersebut, terdapat kerapuhan. Kerapuhan tersebut baru disadari setelah terjadinya krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 silam. Kerapuhan tersebut dikarenakan, kebijakan perekonomian hanya dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi, sedangkan pembangunan fundamental diabaikan. Hal tersebut yang menyebabkan bubble economy, dimana pertumbuhan tinggi namun secara fundamental rendah. Padahal fundamental perekonomian sangat penting dalam menopang akselerasi pertumbuhan yang sangat cepat.

Widharma, Budhi, dan Marhaeni (2008: 3-4) menambahkan “krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar terdepresiasi sangat tajam”. Hal ini membuat Indonesia kesulitan dalam hal ekonomi, salah satunya dalam hal pinjaman luar negeri, karena beban utang yang dirasa semakin tinggi.

Krisis keuangan juga terjadi pada tahun 2008, yang lebih dikenal dengan krisis keuangan global. Thahjono, dkk (2009:41), mengatakan “pada triwulan III pada tahun 2008 , perekonomian dunia dihadapkan pada satu babak baru yaitu runtuhnya stabilitas ekonomi global, yang mulai muncul pada Agustus 2007, yaitu pada saat salah satu bank terbesar Perancis BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas yang terkait dengan kredit perumahan beresiko tinggi AS”. Krisis keuangan dunia tersebut telah berimbas ke perekonomian Indonesia yang tercermin dari gejolak pasar modal


(22)

3

dan pasar uang. Arus keluar kepemilikan asing di saham, surat utang negara (SUN),maupun SBI masih terus berlangsung.

Purna, dkk (2009:2) menyebutkan bahwa krisis keuangan global 2008 menyebabkan naiknya laju inflasi di Indonesia, dorongan tersebut berasal dari lonjakan harga minyak dunia yang mendorong dikeluarkannya kebijakan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Tekanan inflasi terjadi karena harga komoditi global yang terus naik. Pada akhir 2008 inflasi berangsur-angsur menurun dan harga komoditi serta harga bahan bakar minyak juga berangsur-angsur menurun. Hal ini bisa dilihat dalam gambar 1.1 dibawah ini :

Gambar 1.1

Laju Inflasi Kuartal I-2006 – Kuartal IV-2010

Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2014 (data diolah)

Dari gambar 1.1 terlihat bahwa terjadi tekanan inflasi yang tinggi hingga kuartal II-2008 yaitu Maret 2008. Hal ini dikarenakan oleh kenaikan harga komoditas dunia terutama minyak dan pangan. Lonjakan tersebut


(23)

4

berdampak pada kenaikan harga yang ditentukan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Pada kuartal IV-2008, tingkat inflasi mulai menurun karena turunnya harga komoditi internasional, pangan dan energi dunia dan juga kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga bahan bakar minyak jenis solar dan premium pada akhir 2008 serta produksi pangan dalam negeri yang relatif bagus.

Kuncoro, (2010:76-77) mengatakan “dampak krisis keuangan global terbukti menggoncang tiga pasar di Indonesia. Pertama krisis keuangan global memorakporandakan pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok dari 2.830 menjadi 1.111, atau turun lebih dari 60 %. Setelah Febuari 2009, IHSG mulai pulih bahkan mencapai tingkat sebelum krisis keuangan global hingga di atas 2.800. Pasar kedua yang terkena dampak dalam krisis keuangan global adalah pasar kurs, dimana kurs rupiah terhadap dolar melemah cukup dramatis dan pasar ketiga yang terkena dampak krisis keuangan global adalah pasar ekspor”. Hal ini bisa dilihat dalam gambar 1.2 dibawah .


(24)

5

Gambar 1.2

Kurs Rupiah/USD dan IHSG, Januari 2008-Oktober 2009

Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2009 (data diolah)

Gambar 1.2 memperlihatkan nilai kurs rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi dari Rp 9.076,00 hingga hampir menembus Rp 13.000,00 atau mengalami depresiasi lebih dari 30% sejak Januari 2008. Lemahnya kurs mata uang rupiah terhadap dollar berdampak pada utang luar negeri pemerintah, jika rupiah terdepresiasi, maka utang luar negeri pemerintah akan meningkat drastis.

Manuhutu (2010:84) mengatakan bahwa “hubungan yang terjadi antara nilai kurs dan pinjaman luar negeri adalah hubungan satu arah. Hubungan satu arah yang dimaksud dalam hal ini adalah nilai kurs berpengaruh terhadap pinjaman luar negeri. Ia menambahkan adanya shock variabel nilai tukar berpengaruh negatif terhadap pergerakan variabel pinjaman luar negeri Indonesia”.


(25)

6

Purna,dkk (2009:1) menyebutkan bahwa menurunnya tingkat kurs, juga berdampak pada menurunnya kinerja neraca pembayaran yang menunjukkan penurunan sejak triwulan III-2008. Sebagaimana tercermin dari peningkatan defisit transaksi berjalan (current account) dan mulai meningkatnya defisit neraca transaksi modal dan finansial (financial account). Peningkatan defisit transaksi berjalan terutama bersumber dari anjloknya kinerja ekspor sejalan dengan kontraksi perekonomian global yang diiringi dengan merosotnya harga berbagai komoditas ekspor. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1

Perkembangan Transaksi Berjalan Kuartal I 2007 – Kuartal IV (dalam juta US$),2009

Periode DTB ( Juta USD) 2007

Q1 2.638

Q2 2.27

Q3 2.144

Q4 3.438

2008

Q1 2.742

Q2 -1.013

Q3 -967

Q4 -637

2009

Q1 2.691

Q2 2.377

Q3 1.781

Q4 3.781

Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2010 (data diolah)

Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa mulai dari quartal II-2008 defisit transaksi berjalan sudah mendekati angka minus. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut sudah dimulainya krisis keuangan global


(26)

7

yang menyebabkan anjloknya harga barang-barang ekspor. Sehingga ekspor menurun pada waktu tersebut. Pada awal 2009, defisit transaksi berjalan kembali ke angka 2691 juta US$ karena sudah terjadi pemulihan paska krisis keuangan global .

Tambunan, (2008:249) mengatakan “sejak krisis pada awal 1980-an, masalah utang luar negeri yang dialami negara berkembang tidak semakin baik. Banyak negara-negara debitur terjerumus dalam krisis utang luar negeri sehingga tidak sanggup membayar dan mengharuskan mereka melakukan program penyesuaian struktural atas desakan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasioal (IMF) untuk mendapatkan pinjaman baru”. Selanjutnya, tingginya utang luar negeri di negara berkembang disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit : defisit transaksi berjalan atau yang biasa disebut trade gap, yakni ekspor lebih sedikit dibandingkan impor ; defisit investasi atau I-S gap, yakni dana yang dibutuhkan untuk membiayai investasi (I) di dalam negeri lebih besar daripada tabungan domestik ; dan defisit fiskal atau fiscal gap.

Dari faktor-faktor tersebut defisit transaksi berjalan sering disebut pada literatur sebagai penyebab utama membengkaknya utang luar negeri di negara berkembang.

Widharma, Budhi, dan Marhaeni (2008:2) mengatakan “tingginya utang luar negeri di negara berkembang mengharuskan pemerintah harus mengambil utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama. Hal tersebut membuat cicilan pokok dan bunga utang bertambah


(27)

8

dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan jumlah utang luar negeri”. Hal ini bisa dilihat dari tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2

Perkembangan Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia

Tahun

ULNp (Juta USD)

Persentase (%)

2007 80,609 ---

2008 86,600 7,43

2009 99,265 14,62

2010 118,624 19,50

2011 118,642 0,01

2012 126,119 6,30

Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2014 ( data diolah)

Dari tabel 1.2 diatas terlihat bahwa persentase utang luar negeri pemerintah cenderung meningkat dari tahun ketahun. Hal ini merupakan hal wajar yang terjadi pada negara berkembang karena kebutuhan pembangunan. Namun, apakah utang luar negeri ini digunakan untuk kegiatan yang produktif ataukah hanya digunakan untuk kegiatan konsumtif sehingga pemerintah tidak terpacu dalam berproduksi agar utang luar negeri semakin berkurang.

Chenery dan Carter, (1973:460) mengatakan “negara sedang berkembang dapat memanfaatkan sumber dana eksternal atau modal asing sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi”. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perubahan strukur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting dalam mobilisasi dana ataupun transformasi struktural.


(28)

9

Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi ( meskipun modal asing dimasa selanjutnya lebih produktif).

Kuncoro,(2010:359) mengatakan “terdapat beberapa ahli yang berpendapat tentang teori ketergantungan, bahwa utang luar negeri berpengaruh positif terhadap perekonomian suatu negara. Para penganut teori itu adalah Samir Amin, Paul Baran, Cardoso, Gunder Frank, Prebish dan Dos Santos”. Hipotesis mereka adalah :

 PMA dan bantuan luar negeri dalam jangka pendek memperbesar pertumbuhan ekonomi, namun dalam jangka panjang (5-20 tahun) menghambat pertumbuhan ekonomi.

 Makin banyak negara bergantung pada PMA dan bantuan luar negeri, makin besar perbedaan penghasilan dan pada gilirannya tujuan pemerataan tidak tercapai.

Widharma, Budhi, dan Marhaeni (2008:2) berpendapat bahwa “Utang Luar Negeri Indonesia membuat pemerintah kurang terpacu dalam meningkatan pendapatan dalam negerinya. Hal ini ditunjukkan dengan kekurangan dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah dalam APBN yang selalu ditutup dengan utang, teutama utang luar negeri. Utang luar negeripun sering kurang fokus dan tidak jelas pemanfaatannya”.


(29)

10

Alternatif lain sebuah negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap Utang Luar Negeri adalah dengan kebijakan fiskal yang menjadi andalan bagi penerimaan pemerintahan. GBHN 1999-2004 secara khusus membahas soal utang luar negeri dalam empat butir yang tercakup dalam arah kebijakan bidang ekonomi. Selain di GBHN 1999-2004, amanat pengurangan ketergantungan pemerintah (APBN) terhadap utang luar negeri juga dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004 mengenai program atau pedoman secara rinci pengelolaan utang pemerintah. Program ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan. Adapun sasarannya adalah tercapainya penggunaan pinjaman pemerintah, baik dalam negeri maupun luar negeri, untuk keperluan pembangunan secara optimal dan menurunnya beban utang luar negeri (Tambunan, 2008: 267).

Seperti yang sudah disinggung diatas, kondisi perekonomian seperti krisis keuangan global 2008 juga dapat mempengaruhi besarnya utang luar negeri pemerintah. Gejolak finansial yang terjadi karena krisis akan segera diikuti oleh kontraksi ekonomi secara menyeluruh (Prasetyantoko,2008:12).

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul:

“ Pengaruh Defisit Transaksi Berjalan, Kurs, dan Inflasi terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008”.


(30)

11

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, bahwa secara teoritis utang luar negeri pemerintah dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan. Disamping itu utang luar negeri pemerintah juga dipengaruhi oleh kurs dan inflasi dimana variabel ini rentan terhadap perekonomian dalam dan luar negeri.

Dalam melakukan pembangunannya, negara berkembang wajar jika melakukan utang luar negeri. Jika pendapatan suatu negara tidak cukup untuk membiayai pembangunan, pemerintah dapat meminjam modal dari negara kreditur, namun yang menjadi masalah adalah utang luar negeri pemerintah yang selalu merangkak naik tiap tahunnya, apakah masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat semakin membaik, lantas apa penyebab nainya utang luar negeri dari tahun ke tahun di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang dan pemaparan sebelumnya, permasalahan pokok dalam penelitian ini diarahkan untuk menganalisa variabel- variabel ekonomi seperti defisit transaksi berjalan, kurs, dan inflasi terhadap utang luar negeri pemerintah. Pokok permasalahan yang diajukan adalah :

1. Berapa besar pengaruh defisit transaksi berjalan, kurs, inflasi, dan krisis global 2008 terhadap utang luar negeri pemerintah periode 2004 – 2012 secara parsial?

2. Berapa besar pengaruh defisit transaksi berjalan, kurs, inflasi, dan krisis global 2008 terhadap utang luar negeri pemerintah periode 2004 – 2012 secara simultan?


(31)

12

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan atas apa yang telah diuraikan penulis dalam rumusan masalah, maka dalam penelitian kali ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh defisit transaksi berjalan, kurs, inflasi, dan krisis global 2008 terhadap utang luar negeri pemerintah di Indonesia periode tahun 2004 – 2012 secara parsial .

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh defisit transaksi berjalan, kurs, inflasi, dan krisis global 2008 terhadap utang luar negeri pemerintah di Indonesia periode 2004 – 2012 secara simultan .

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis

Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, selain itu penulis dapat membandingkan antara teori dan praktek yang terjadi di lapangan.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini dijadikan sumbangan pemikiran studi banding bagi mahasiswa atau pihak yang melakukan penelitian yang sejenis. Disamping itu, berguna untuk meningkatkan, memperluas, dan memantapkan wawasan


(32)

13

dan keterampilan yang membentuk mental mahasiswa sebagai bekal memasuki lapangan kerja.


(33)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Utang Luar Negeri

a. Definisi Utang Luar Negeri

Hall dan Tunner (2012:341) berpendapat bahwa “utang adalah janji atau pinjaman yang dibuat oleh debitur kepada kreditur untuk dibayarkan kembali”. Jadi, utang luar negeri dapat diartikan sebagai sejumlah dana yang berasal dari negara kreditur yang digunakan untuk pembiayaan dalam negeri (negara debitur) terkait dengan pembangunan disegala aspek yang dilakukan akibat kekurangan dana dalam negeri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pinjaman berarti utang yang dipinjam dari pihak lain dengan kewajiban di bayarkan kembali. Jadi dapat diartikian pinjaman luar negeri adalah pinjaman yang berasal dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan wajib dibayarkan kembali.

Todaro, (1997:163) mengatakan “bantuan luar negeri adalah seluruh pinjaman serta hibah konsensional resmi, baik itu dalam bentuk utang tunai maupun bentuk aktiva-aktiva lainnya, yang secara umum ditunjukkan untuk mengalihkan sejumlah sumber daya dari negara maju


(34)

15

ke negara berkembang (belakangan ini juga juga dari negara-negara OPEC ke negara Dunia Ketiga)”.

Arsyad (1993:98) berpendapat “bantuan asing (luar negeri) adalah bantuan yang bersumber dan pemerintah maupun swasta. Hampir semua bantuan melalui pemerintah mempunyai syarta-syarat yang longgar (konsensional) atau lunak; yakni diberikan sebagai hibah semata-mata (grants) atau sebagai pinjaman dengan tingkat bunga rendah dan dengan jangka waktu pembayaran yang lebih lama daripada yang ditawarkan pada pasar modal swasta internasional”. Bantuan ini dapat dibagi lagi atas bantuan bilateral, diberikan langsung oleh sebuah negara kepada negara lainnya, dan bantuan multilateral, dimana dana-dana mengalir ke sebuah perwakilan internasioanl seperti PBB, Bank Dunia, dan bank-bank pembangunan regional, yang selanjutnya meminjamkan atau menyalurkan dana-dana tersebut ke negara sedang berkembang penerima. Pada akhirnya bantuan luar negeri tersebut berbentuk bantuan teknis, pemberian tenaga-tenaga terampil atau ahli; atau bantuan modal, pemberian dana atau komoditi-komoditi untuk berbagai tujuan.

Tambunan, (2008: 357-358) mengatakan, utang luar negeri ditinjau dari segi manfaat adalah sebagai berikut:


(35)

16

1) Sebagai sumber pembiayaan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan sosial.

2) Sebagai pembiayaan untuk pengembangan industri manufaktur.

3) Sebagai pembiayaan berbagai macam program, mulai dari pendidikan,kesehatan, hingga transmigrasi.

Secara umum utang luar negeri merupakan pinjaman yang harus dikembalikan dalam bentuk valuta asing ataupun rupiah, baik dimiliki oleh pemerintah pusat, baik dalam bentuk bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing, dan surat berharga negara (SBN) yang dikeluarkan diluar atau dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk.

b. Penyebab Utang Luar Negeri

Menurut kajian teoritis, tingginya utang luar negeri dari banyak negara disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit : defisit transaksi berjalan (TB) atau di dalam literatur umum disebut trade gap, yakni ekspor (X) lebih sedikit daripada impor (M); defisit investasi atau I-S gap, yakni dana yang dibutuhkan untuk membiayai investasi (I) di dalam negeri lebih besar daripada tabungan nasional atau domesik (S), dan defisit fiskal (fiscal gap). Dari faktor-faktor tersebut, defisit transkasi berjalan sering disebut dalam literatur-literatur sebagai penyebab utama


(36)

17

membengkaknya utang luar negeri di negara berkembang (Tambunan, 2008:249-250) .

c. Perkembangan Utang Luar Negeri di Negara Berkembang di Asia Tambunan (2009:208) mengatakan bahwa “perkembangan jumlah utang luar negeri dari negara berkembang di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara kedua dengan utang luar negeri terbesar setelah Singapura”. Hanya saja terdapat perbedaan dalam jenis utang luar negeri antara kedua negara tersebut. Utang luar negeri Singapura lebih didominasi oleh pinjaman perusahaan-perusahaan swasta kepada pasar modal dan pinjaman-pinjaman multilateral. Jadi bisa dikatakan bahwa utang luar negeri yang dilakukan oleh Singapura terjadi karena perkembangan sektor swasta dan bisnis dalam negeri bukan untuk pembangunan negara. Berbeda dengan Indoenesia yang mana sebagian utang luar negeri-nya adalah dari pemerintah untuk pembiayaan proyek dan program pembangunan, termasuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan, sektor pendidikan, dan kesehatan.

d. Motivasi Negara Donor

Menurut Ruttan (1989), “terdapat dua alasan yang melatarbelakangi negara donor bersedia memberikan bantuan, yaitu pertama, dilandasi kepentingan ekonomi dan strategis ; kedua, dilandasi


(37)

18

tanggung jawab moral dari penduduk negara kaya kepada penduduk negara miskin”.

Kuncoro, (2010:360) menjelaskan “pemberian bantuan akan memperkuat ikatan keuangan antara negara donor dengan negara penerima bantuan”. Sebagai contoh, pembangunan jaringan transportasi dan instalasi listrik di negara sedang berkembang akan menimbulkan permintaan akan peralatan baru ataupun mengganti peralatan yang telah usang dari negara donor. Hal seperti ini sering dijumpai pada bantuan-bantuan yang bersifat mengikat (tied aid). Contoh lain adalah bantuan teknis seperti mesin dalam produksi pertanian, hal ini dikarenakan meningkatnya permintaan negara donor akan hasil pertanian dari negara penerima bantuan. Dengan kata lain, di satu sisi bantuan luar negeri dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara penerima bantuan, di sisi lain juga menimbulkan dampak perluasan permintaan barang dan jasa dari negara donor. Hal ini terbukti dari peningkatan elastisitas permintaan akan impor barang dan jasa dari negara donor.

e. Teori Utang Luar Negeri

Hall dan Turner (2012:76-77) menjabarkan bahwa “dalam buku David Ricardo yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation (1817), David Ricardo berargumen bahwa metode keuangan seharusnya tidak berubah. Pembayar pajak seharusnya menyadari pinjaman pemerintah “hari ini” akan berakhir dengan pembayaran pajak


(38)

19

yang lebih besar di masa yang akan datang. Selanjutnya, mereka akan terkena pajak, untuk itu mereka harus menabung dengan jumlah yang sama dengan jumlah pajak yang akan mereka bayarkan, agar terjadi keseimbangan. Ricardo juga menganjurkan agar orang-orang mengerti bahwa terdapat kendala pada anggaran pemerintah dan melanjutkan untuk membelanjakannya tanpa menghiraukan tujuan dari pajak ataupun hutang, karena mereka tahu pada akhirnya mereka akan dibebankan biaya. Pemikiran ini dikenal dengan persamaan Ricardian.

Dari penjabaran diatas dapat diketahui pada teori utang luar negeri adalah sebagai berikut:

1) Ricardian Equivalence

Dalam teori ini, tidak ada perbedaan jika pemerintah memilih antara menaikkan pajak sekarang dan meminjam uang sekarang, membayar pajak setelahnya. Karena kedua kebijakan tersebut sama-sama akan menghasilkan biaya pajak yang lebih tinggi pula.

2) Teori Ketergantungan (dependensia)

Teori yang dikembangkan oleh Paul Baran dan Prebish ini menyatakan bahwa bantuan luar negeri digunakan oleh negara kaya untuk mempengaruhi hubungan domestik dan luar negeri negara penerima bantuan, merangkul elit politik lokal di negara penerima bantuan untuk tujuan komersil dan keamanan nasional. Kemudian, melalui jaringan


(39)

20

internasional, keuangan internasional dan struktur produksi, bantuan luar negeri ditujukan untuk mengeksploitasi sumber daya alam negara penerima bantuan. Sehingga para penganut teori dependensia, menganggap bahwa bantuan luar negeri dapat digunakan sebagai sebuah instrumen untuk perlindungan dan ekspansi negara kaya ke negara miskin, sebuah sistem untuk mengekalkan ketergantungan (Kuncoro,2010:359).

3) Model dua kesenjangan ( Two Gap Model)

Model ini mengatakan bahwa negara-negara berkembang menghadapi kendala berupa keterbatasan tabungan domestik yang jauh dari cukup untuk menggarap peluang investasi yang ada, serta kelangkaan devisa yang tidak memungkinkan mengimpor barang-barang. Secara sistematis, model dua kesenjangan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1) Kesenjangan Tabungan (Saving Gap), yaitu:

I > F ... (2.1) Dimana:

I = Investasi

F = Arus pemasukan modal

Dalam persamaan 2.1 jika dana yang dibutuhkan untuk investasi didalam negeri lebih besar dari arus pemasukan modal (tabungan nasional atau domestik) maka bisa dipastikan bahwa telah terjadi kesenjangan tabungan di negara tersebut.


(40)

21

2) Kesenjangan Devisa (Foreign-Exchange Gap), yaitu:

X < M ... (2.2) Dimana:

X = Ekspor M = Impor

Dalam persamaan 2.2 jika ekspor lebih kecil dari impor maka bisa dipastikan bahwa telah terjadi kesenjangan devisa di negara tersebut. Yang akan berimbas pada defisit transaksi berjalan. Jika setiap tahun terjadi defisit transaksi berjalan, maka cadangan devisa akan habis untuk menutupinya.

Salah satu dari kedua kesenjangan di atas akan menjadi faktor penghambat suatu negara untuk mencapai suatu pertumbuhan. Tingkat Investasi dan tingkat pertumbuhan output akan menjadi lebih rendah karena salah satu kesenjangan tersebut.

Dengan demikian dari penerapan rumus tersebut setiap negara akan dapat diketahui masalah utamanya, apakah itu kesenjangan investasi atau kesenjangan devisa. Hal lain yang lebih penting menurut sudut analitis utang luar negeri ini adalah dampak peningkatan arus pemasukan modal akan lebih besar di negara yang mengalami kesenjangan devisa. Namun hal ini tidak berarti bahwa negara-negara yang mengalami kesenjangan tabungan tidak membutuhkan bantuan luar negeri.


(41)

22

Model kedua kesenjangan ini hanya merupakan suatu metodologi untuk menentukan kebutuhan serta kemampuan relatif dari masing-masing negara berkembang dalam menggunakan utang luar negeri secara efektif. Akibat dari dua kesenjangan tersebut, negara-negara berkembang akhirnya melakukan pinjaman luar negeri untuk menutupi salah satu masalah yang terja di negaranya.

2. Defisit Transaksi Berjalan

a. Definisi Defisit Transaksi Berjalan

Tambunan (2008:249) mengatakan “defisit transaksi berjalan adalah selisih antara ekspor dan impor. Jika impor lebih besar dari pada ekspor maka akan menyebabkan defisit”. Defisit inilah yang disebut defisit transaksi berjalan. Sebaiknya,dalam suatu negara transaksi berjalan jangan sampai menunjukkan angka negatif tiap tahunnya, karena akan mengurangi cadangan devisa negara, karena cadangan devisa sangat dibutuhkan dalam suatu negara, terlebih pada negara berkembang.

b. Teori Defisit Transaksi Berjalan

Dalam Tambunan (2008:250-251) dinyatakan bahwa “kesenjangan devisa (Foreign-Exchange Gap) menjadi penyebab defisit transaksi berjalan jika ekspor lebih kecil dibanding impor”, yaitu:


(42)

23

X < M ... (2.3) Dimana:

X = Ekspor M = Impor

Dalam persamaan 2.3 jika ekspor lebih kecil dari impor maka bisa dipastikan bahwa telah terjadi kesenjangan devisa di negara tersebut, yang akan berimbas pada defisit transaksi berjalan. Jika setiap tahun terjadi defisit transaksi berjalan, maka cadangan devisa akan habis untuk menutupinya.

Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997/98 ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri tidak pernah menyurut karena pada saat itu, pemerintah membutuhkan dana dalam jumlah banyak untuk pemulihan ekonomi, sehingga terpaksa melakukan utang luar negeri. Berdasarkan fenomena diatas dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

TB = (X-M) + F ... (2.4) Dimana :

X = Ekspor barang dan jasa M = Impor barang dan jasa

F = Transfer internasional atau arus modal masuk neto.

c. Hubungan Defisit Transaksi Berjalan dengan Utang Luar Negeri Tambunan, (2009:205) mengatakan “defisit transaksi berjalan merupakan penyebab utama membengkaknya utang luar negeri dari


(43)

24

banyak negara berkembang”. Besarnya transaksi berjalan melebihi surplus neraca modal (jika saldonya memang positif) mengakibatkan defisit neraca pembayaran (BOP), yang berarti juga cadangan devisa berkurang. Apabila saldo transaksi berjalan setiap tahun negatif, maka cadangan devisa dengan sendirinya akan habis jika tidak ada sumber-sumber lain (misalnya modal investasi dari luar negeri), seperi yang dialami oleh negara-negara paling miskin di benua Afrika. Padahal devisa sangat diperlukan terutama untuk membiayai impor barang-barang modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan produksi di dalam negeri.

Jadi, defisit transaksi berjalan yang terjadi terus menerus membuat banyak negara berkembang harus tetap bergantung pada pinjaman luar negeri, terutama negara-negara yang kondisi ekonominya tidak menggairahkan investor-investor asing sehingga sulit bagi negara-negara tersebut untuk mensubstitusikan pinjaman luar negeri dengan investasi, misalnya dalam bentuk penanaman modal asing.

Dari uraian diatas dapat dibuat fungsi model sebagai berikut :

ULN = ƒ ( DTB ) ... (2.5) Dimana :

ULN = Utang Luar Negeri


(44)

25

3. Kurs

a. Definisi Kurs

Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. “Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan,yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit uang asing. Kurs valuta diantara dua negara kerapkali berbeda di antara satu masa dengan masa lainnya” (Sukirno,2006:397).

Todaro (2000:164) mengatakan “nilai tukar resmi adalah suatu patokan dimana Bank Sentral negara yang bersangkutan bersedia melakukan transaksi mata uang setempat dengan mata uang asing di pasar-pasar valuta asing yang telah ditentukan.nilai tukar resmi atas suatu mata uang lokal (negara-negara selain Amerika Serikat) biasanya dinyatakan dalam dollar Amerika Serikat”. Nilai tukar resmi valuta asing tidak selalu ditetapkan persis sama atau mendekati harga ekuilibrium ekonomi untuk valuta asing, yaitu harga yang ditetapkan oleh kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran terhadap suatu valuta tanpa adanya pengaturan atau intervensi dari pemerintah (murni atas mekanisme pasar).

Hall dan Tunner (2012:341) mengatakan “kurs adalah suatu rasio pertukaran mata uang yang satu dengan mata uang lainnya. Kurs tukar inilah yang disebut harga mata uang dengan mata uang lainnya pada masa


(45)

26

tertentu. Kurs dapat berubah-ubah setiap waktu, tergantung dengan kondisi ekonomi yang terjadi di negara tersebut” .

b. Sistem Kurs

Dalam suatu negara akan terus berlaku aliran masuk dan keluar modal yang berupa jangka panjang maupun jangka pendek. Sukirno (2006:397) menyatakan bahwa sistem kurs dibedakan menjadi 2 sistem, yaitu :

1) Sistem kurs tetap

Sistem kurs tetap ( fixed exchange rate) adalah penentuan sistem nilai mata uang asing dimana bank sentral menetapkan harga berbagai mata uang asing tersebut dan harga tersebut tidak dapat diubah dalam jangka masa yang lama. Pemerintah (otoritas moneter) dapat menetukan kurs valuta asing dengan tujuan untuk memastikan kurs yang berwujud tidak akan menimbulkan efek yang buruk atas perekonomian. Kurs yang ditetapkan ini berbeda dengan kurs yang ditetapkan melalui pasar bebas.

2) Sistem Kurs Fleksibel

Sistem kurs fleksibel adalah penentuan nilai mata uang asing yang ditetapkan berdasarkan perubahan permintaan dan penawaran di pasaran valuta asing dari hari ke hari. Kurs yang ditentukan oleh pasar bebas dapat mengalami dua bentuk perubahan, yaitu : (i) Perubahan efek kenaikan permintaan, dan (ii) perubahan efek penawaran.


(46)

27

c. Perubahan- perubahan Kurs

Sukirno (2006:403-405) menyatakan “kurs yang ditentukan oleh pasar bebas dapat mengalami dua bentuk perubahan, yaitu perubahan permintaan dan perubahan penawaran”.

1) Efek kenaikan permintaan

Dalam gambar 2.1 ditunjukkan perubahan yang diakibatkan oleh perubahan permintaan mata uang US dollar. Dimisalkan bahwa pada mulanya permintaan atas dollar adalah D dan penawaran adalah S. Maka kurs pertukaran adalah satu dolar sama dengan 150 yen, dan quantitas dolar yang diperjualbelikan adalah Q1. Sebagai akibat dari suatu kenaikan dalam permintaan atas dolar, kurva permintaan dolar bergerak dari D1 ke D2. Kuva permintaan yang baru ini menaikkan harga dolar dari 150 yen ke 200 yen.

Gambar 2.1

Kurva Perubahan Permintaan Valuta Asing

D2

D1

Q1 Q2

150 200

Harga dollar

Quantitas dollar


(47)

28

2) Efek Perubahan Penawaran

Dalam gambar 2.2 menunjukkan perubahan penawaran. Kurva S dan D menggambarkan penawaran dan permintaan dollar yang mulanya wujud. Sesudahnya penawaran bertambah dari S1 ke S2. Sebagai akibatnya (i) kurs pertukaran untuk setiap dolar turun dari 200 yen menjadi 150 yen, dan (ii) kuantitas mata uang dolar yang diperjualbelikan bertambah dari Q1 dolar menjadi Q2.

Gambar 2.2

Kurva Perubahan Permintaan Valuta Asing

Oleh karena kurs pertukaran ditentukan oleh mekanisme pasar dimana kurs tersebut akan terus menerus mengalami perubahan sesuai dengan perubahan dalam permintaan dan penawaran uang asing, maka

D

S1 S

2

150 200

Q1 Q2 Quantitas dollar


(48)

29

kurs pertukaran yang ditentukan oleh mekanisme pasar dinamakan kurs pertukaran berubah bebas dan kurs pertukaran terapung. Sedangkan kurs pertukaran yang ditentukan pemerintah dinamakan kurs pertukaran tetap atau kurs pertukaran resmi.

d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kurs

Sukirno (2006:400-403) menyatakan “beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor”. Yang terpenting di antaranya adalah seperti yang diuraikan di bawah ini :

1) Perubahan dalam citarasa masyarakat

Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi suatu masyarakat. Dengan adanya perubahan citarasa maka akan mengubah corak konsumsi masyarakat atas barang yang dihasilkan di dalam negeri ataupun terhadap barang yang diimpor dari luar negeri. Maka akan mengurangi impor, sebaliknya jika terdapat perbaikan kualitas barang impor maka akan mengurangi permintaan .

2) Perubahan Harga Barang Expor dan Impor

Harga suatu barang merupakan hal penting dalam menentukan banyak atau sedikitnya barang yang di ekspor ataupun barang yang


(49)

30

diimpor. Jika suatu barang dalam negeri murah, maka akan menaikkan ekspor dan jika harganya naik maka akan mengurangi ekspor. Sedangkan jika harga barang luar negeri turun maka akan menaikkan jumlah impor sebaliknya jika barang luar negeri naik, maka akan menurunkan permintaan impor. Jadi dapat kita ketahui harga berperan sangat penting dalam penentuan quantity yang diminta dalam suatu perdagangan luar negeri.

3) Perubahan Suku Bunga dan Tingkat Pengembalian Investasi

Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir keluar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri.

Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu. Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata uangnya bertambah, maka nilai mata uang tersebut bertambah. Nilai mata uang sesuatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain.


(50)

31

e. Teori Kurs

Teori-teori yang memberikan landasan faktor-faktor yang menetukan kurs: 1) Teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)

“Teori paritas daya beli (PPP-purchasing power parity) menyatakan bahwa kurs antara dua mata uang akan melakukan penyesuaian yang mencerminkan perubahan tingkat harga dari kedua negara. Dasar dari teori PPP menyatakan bahwa perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang lain ditentukan oleh daya beli uang tersebut (terhadap barang dan jasa) di masing-masing negara” (Mishkin, 2006:439-440).

Perubahan kurs dalam jangka panjang diantara dua negara ditentukan oleh perubahan tingkat harga relatif di kedua negara. Faktor lain yang mempengaruhi kurs dalam jangka panjang adalah tarif dan kuota, permintaan impor, permintaan ekspor dan produktifitas.

2) Teori Pendekatan Perdagangan ( Elasticities Approach)

Berdasarkan teori ini, “kurs didasarkan pada pertukaran barang dan jasa antar negara. Artinya bahwa nilai tukar atau kurs dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa dikedua negara tersebut (ekspor – impor). Sehingga teori ini biasa disebut sebagai pendekatan perdagangan atau trade approach” (Salvatore, 1993:404-405).


(51)

32

f. Hubungan Kurs dengan Utang Luar Negeri

Kuncoro (2009:53) menyatakan bahwa “setelah runtuhnya sistem Bretton Woods dan berkembangnya sistem kurs mengambang, bagi negara berkembang seperti Indonesia, peranan kurs valas menjadi sangat penting, terutama terhadap mata uang keras ( hard currencies) seperti dolar AS dan Yen Jepang”. Kurs valas sangat penting bagi negara yang sedang melakukan pembangunan ekonomi, karena kurs valas akan berhubungan langsung dengan sektor-sektor perdagangan luar negeri, investasi, dan juga dengan utang luar negeri yang merupakan sumber dana pembangunan. Oleh karena itu kestabilan dan keterjangkauan kurs mutlak diperlukan.

Selama periode krisis ekonomi, nilai kurs sangat mempengaruhi kondisi perekonomian domestik. Terpuruknya mata uang domestik (rupiah) terhadap mata uang asing menjadi awal krisis ekonomi, sehingga nilai kurs menjadi sangat rentan (volatile). Fluktuasi kurs ini yang menyebabkan sektor-sektor perdagangan dan sektor riil kolaps serta beban utang luar negeri yang merupakan sebagian dana untuk pembangunan menjadi semakin besar. Berdasarkan teori paritas daya beli, kurs antara dua mata uang akan melakukan penyesuaian yang mencerminkan perubahan tingkat harga dari kedua negara. Jika rupiah Indonesia menguat terhadap dollar maka utang luar negeri akan menurun sehingga hubungan antara kurs dan utang luar negeri adalah negatif.


(52)

33

Dari uraian diatas dapat dibuat fungsi model sebagai berikut :

ULN = ƒ ( K ) ... (2.6) Dimana :

ULN = Utang Luar Negeri K = Kurs

4. Inflasi

a. Definisi Inflasi

“Inflasi adalah naiknya harga-harga secara menyeluruh dan umum dalam suatu negara dan dalam periode tertentu. Jika hanya satu barang yang mengalami kenaikan harga itu tidak bisa dikatakan inflasi, kecuali jika kenaikan harga barang itu mengakibatkan harga barang lain menjadi ikut naik” (Pratomo, 2006:105).

Boediono (1985:161) menyatakan “inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga yang naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja tidak disebut sebagai inflasi” .

Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi 0 persen bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena hal tersebut sangat sukar dicapai, yang paling penting adalah agar nilai inflasi tetap rendah (Sukirno,2006:333).


(53)

34

Inflasi dapat meningkat secara tiba-tiba yang bisa disebabkan karena suatu peristiwa ekonomi seperti penurunan nilai mata uang (depresiasi) yang sangat besar ataupun adanya keadaan politik yang tidak stabil. Masih banyak faktor-faktor lain di luar sana yang menyebabkan inflasi.

b. Jenis - Jenis Inflasi

1) Inflasi Tarikan Permintaan

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi pula sehingga pengeluaran pun bertambah namun tidak diimbangin dengan kemampuan perekonomian dalam mengciptakan barang dan jasa sehingga terjadinya pengeluaran yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya inflasi.

2) Inflasi Desakan Biaya

Inflasi ini disebakan karena adanya kenaikan harga pada faktor-faktor produksi, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga - harga berbagai barang.


(54)

35

3) Inflasi Diimpor

Inflasi ini disebabkan karena kenaikan harga barang-barang yang diimpor. Secara otomatis akan menaikkan harga barang ketika sudah masuk ke dalam negeri. Harga barang produksi yang diimpor dari luar negeri yang sedang mengalami inflasi akan menaikkan harga faktor produksi itu sendiri, sehingga biaya produksi dan biaya jualnya pun juga ikut naik.

c. Kebijakan Dalam Menanggulangi Inflasi

Inflasi yang terus menerus dapat mengakibatkan kondisi perekonomian semakin hancur. Untuk itu perlu diambil tindakan-tindakan dari pemerintah dalam menanggulangi inflasi tersebut. Terdapat dua jenis kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Pratomo, (2006:114) menjabarkan kebijakan tersebut sebagai berikut: 1) Kebijakan moneter

(a) Tight money policy, adalah kebijakan untuk mengurangi jumlah uang beredar. Pengurangan jumlah uang beredar akan mengurangi tingkat inflasi.

(b) Menaikkan suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dengan menaikkan suku bunga SBI maka akan banyak bank-bank swasta yang ingin memilikinya, akhirnya bank umum itu akan menaikkan suku bunga deposito. Uang yang berhasil mereka kumpulkan, digunakan untuk pembelian sertifikat Bank Indonesia. Akhirnya


(55)

36

bank tersebut harus mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya agara dapat membeli sertifikat Bank Indonesia tersebut.

(c) Memperbaiki nilai tukar mata uang, dengan melakukan intervensi terhadap mata uang asing, maka nilai tukar akan dapat diatur, sehingga pada akhirnya akan mempermudah dan mempermudah biaya impor barang-barang material (input).

2) Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah segala kebijakan pemerintah dalam kegiatan ekonomi riil yang menyangkut keuangan pemerintah seperti pemungutan pajak, pengeluaran pemerintah atau pemberian subsidi. Untuk menanggulangi inflasi pemerintah dapat melakukan kebijakan sebagai berikut:

(a) Menaikkan pajak,salah satu cara untuk meredam inflasi akibat cost push inflation adalah dengan mengurangi agregat demand, yaitu dengan menaikkan pajak.

(b) Menekan pengeluaran pemerintah, hal ini bertujuan agar masyarakat semakin mandiri. Pengeluaran pemerintah yang semakin kecil akan mengakibatkan masyarakat semakin menjadi efisien. Hal ini dilakukan agar pengeluaran pemerintah tidak melulu digunakan sebagai kegiatan yang konsumtif, melainkan untuk kegiatan pembangunan.


(56)

37

(c) Mengurangi ekonomi yang tinggi, dengan melakukan deregulasi-deregulasi dalam perizinan serta kemudahan dalam pendistribusian barang dapat mengakibatkan harga barang menjadi turun atau paling tidak tetap, sehingga perekonomian tidak berada dalam keadaan inflasi.

d. Efek Buruk Inflasi

Kenaikan harga-harga yang terus menerus, tidak hanya menimbulkan efek buruk keatas melainkan juga efek buruk kepada individu maupun masyarakat. Dalam perkembangan ekonomi inflasi dapat menurunkan kualitas perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan karena dengan biaya yang terus menerus naik mengakibatkan para pengusaha lebih suka menggunakan uangnya untuk spekulasi dan berinvestasi pada harta-harta tetap seperti tanah, rumah, property dll. Dibandingkan dengan mengalirkan uangnya di sektor barang dan jasa yang akan berdampak pada terciptanya pengangguran. Naiknya harga barang, akan membuat barang dalam negeri kalah bersaing dalam pasar internasional sehingga ekspor akan turun, dan juga harga barang dalam negeri yang tinggi-pun akan kalah bersaing di dalam negeri karena harga barang impor lebih murah dan biasanya kualitasnya lebih baik dari barang dalam negeri.


(57)

38

Lain halnya dampak yang dirasakan oleh masyarakat akibat terjadinya inflasi, menurut Sukirno (2006:338-339) dampak buruk yang dirasakan masyarakat akan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut : 1) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang

berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan tetap.

2) Inflasi akan mengurangi kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku.

3) Memperburuk pembagian kekayaan, maksudnya adalah terjadinya perbedaan pendapatan antara orang- orang yang memiliki gaji tetap dan orang-orang memiliki kekayaan dalam harta tetap.

Pratomo (2006:119) berpendapat bahwa dampak dari inflasi adalah sebagai berikut:

1) Memburuknya distribusi pendapatan. Dengan terjadinya inflasi, pendapatan juga naik. Namun bagi produsen, naiknya biaya produksi akan dibebankan kepada konsumen, sehingga pendapatannya meningkat. Bagi pekerja, walaupun gaji yang diterimanya naik,


(58)

39

kenaikkan harga-harga barang konsumsi membuat kemampuan daya beli semakin menurun.

2) Bunga yang semakin tinggi, inflasi akan cenderung menyebabkan suku bunga semakin meningkat. Ada beberapa pandangan antara Keynes dan Monetaris tentang fenomena ini.

Keynesian: naiknya tingkat harga akan meningkatkan pengeluaran nominal. Meningkatnya pengeluaran nominal, mengakibatkan permintaan akan uang untuk transaksi juga meningkat. Bila jumlah uang beredar tetap, maka akan mengakibatkan suku bunga menjadi meningkat.

Monetaris: ekspektasi terhadap inflasi menyebabkan suku bunga nominal meningkat. Irving Fisher megatakan bahwa ada hubungan antara inflasi dengan tingkat bunga. Menurut Fisher, sesorang akan memperoleh keuntungan secara riil jika tingkat bunga nominal melebihi tingkat inflasi. Akan tetapi jika tingkat bunga nominal berada di bawah inflasi maka secara riil orang yang menabungkan uangnya akan mengalami kerugian.

(a) Ketidakpastian dan spekulasi

Inflasi akan meciptakan ketidakpastian menjadi semakin besar, karena profitabilitas dari investasi menjadi semakin tidak jelas.


(59)

40

(b) Problem pada Balance of Payment (BOP)

Jika inflasi di dalam negeri lebih besar dari negara lain (partner berdagang) maka barang kita akan kalah bersaing, ekspor akan menurun, dan negara partner akan diuntungkan. Dengan kata lain inflasi menyebabkan ekspor menjadi lesu, dan impor menjadi lebih diminati. Sehingga nerasa transaksi berjalan semakin memburuk, lalu muncullah spekulasi akan terjadinya devaluasi mata uang.

e. Teori Inflasi

Boediono (1985:167-176) menjabarkan secara garis besar terdapat 3 kelompok mengenai teori inflasi,masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi. Teori tersebut adalah sebagai berikut:

1) Teori Keynes

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Dengan demikian permintaan masyarakat akan barang melebihi jumlah barang yang tersedia. Hal ini terjadi karena masyarakat mengetahui keinginannya dan menjadikan keinginan tersebut dalam bentuk permintaan yang efektif terhadap barang. Dengan kata lain, masyarakat berhasil memperoleh barang dengan jumlah yang lebih besar dari seharusnya. Jika jumlah permintaan meningkat dibandingkan dengan harga barang yang berlaku maka akan menyebabkan

inflation gap. Keadaan ini menyebabkan harga-harga naik sehingga rencana pembelian barang tidak terpenuhi. Keadaan seperti itu membuat


(60)

41

masyarakat berusaha untuk mendapatkan dana yang lebih besar lagi (baik dengan pencetakan uang baru atau melakukan kredit) inflasi ini akan terus berlangsung selama terjadi kelebihan permintaan dibandingkan jumlah output yang dihasilkan masyarakat.

2) Teori Kuantitas Uang (Irving Fisher)

Teori kuantitas uang adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, teori ini dikembangkan oleh Irving Fisher dalam bukunya The Quantity of Money, teori ini berpandangan bahwa terdapat hubungan langsung antara jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum (inflasi). Namun teori ini (yang akhir-akhir ini mengalami penyempurnaan-penyempurnaan oleh kelompok ahli ekonomi Universitas Chicago) masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama di negara-negara sedang berkembang. Persamaan dalam teori ini adalah:

M V = P T ... (2.7) Dimana :

M = Jumlah uang beredar

V = Perputaran uang dalam satu periode biasanya satu tahun P = Harga barang dan jasa

T = Trade (volume transaksi)

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari (a) jumlah uang beredar, dan (b) psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).


(61)

42

Teori strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian ( yang menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang), maka teori ini bisa disebut teori inflasi “jangka panjang”.

f. Hubungan Inflasi dengan Utang Luar Negeri

Dalam menganalisa hubungan tingkat inflasi terhadap utang luar negeri, dapat digunakan teori imported inflation. Dimana saat negara Indonesia mengalami inflasi, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar akan lemah. Indonesia masih bergantung terhadap produk dari luar baik bahan baku atau barang setengah jadi disektor barang dan jasa. Sehingga saat terjadi inflasi di Indonesia, pemerintah membutuhkan dana yang lebih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tersebut dan dibutuhkanlah utang luar negeri. Jadi, dapat dikatakan bahwa hubungan antara inflasi dengan utang luar negeri pemerintah adalah berpengaruh positif.

Dari uraian diatas dapat dibuat fungsi model sebagai berikut : ULN = ƒ ( Inf ) ... (2.8) Dimana :

ULN = Utang Luar Negeri Inf = Inflasi


(62)

43

5. Konsep Dummy Variabel

Dalam statistik dan ekonometrik, terutama dalam analisis regresi, variabel dummy juga dikenal sebagai variabel indikator atau variabel kualitatif sebagai salah satu cara untuk mengambil nilai 0 atau 1 yang menunjukkan tidak adanya atau kehadiran beberapa efek kategoris yang dapat diharapkan untuk menggeser hasilnya (Gujarati, 2006: 1).

Dalam penelitian ini tolak ukur dalam variabel dummy adalah krisis global 2008. Dimana sebelum krisis global dilambangkan dengan angka 0 dan setelah krisis global dilambangkan dengan angka 1.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang utang luar negeri di Indonesia maupun di negara lain telah banyak dilakukan, penelitian tesebut banyak digunakan sebagai referensi penelitian dimasa yang akan datang. Penelitian tentang utang luar negeri telah dilakukan oleh :

1) A. Tony Prasetyantono (1996)

Penelitiannya berjudul “Utang Luar Negeri dan Defisit Transaksi Berjalan dalam Perekonomian Indonesia” , dalam periode 1973-1991. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah defisit transaksi berjalan dan utang luar negeri pada periode tahun sebelumnya dan variabel dependennya adalah utang luar negeri. Dengan menggunakan


(63)

44

metode regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder. Fungsi model dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

Y1 = ƒ (X1, X2)

Y1 = β0 + β1X1 + β1X1+ µ

ULN = β0 + β1DTB + β1ULN(-1) + µ

Dimana :

ULN = Utang Luar Negeri

DTB = Defisit Transaksi Berjalan

ULN(-1) = Utang Luar Negeri pada periode sebelumnya

β1 = koefisien regresi

µ = error term

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan mempunyai hubungan negatif dengan utang luar negeri dan variabel utang pada periode tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap utang luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan defisit transaksi berjalan yang tinggi akan menurunkan utang luar negeri .

2) Gohoon Kwon, Lavern McFarlane, and Wayne Robinson (2009) Penelitiannya berjudul “Public Debt, Money Supply, and Inflation: A Cross-Country Study” dalam periode 1962-2004 . Variabel yang digunakan adalah Public Debt, Money Supply, GDP, and Inflation. Fungsi model dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :


(64)

45

Y1 = β0 + β1X1 + β2X2+ β3 X3 + e PB = β0 +β1I + β2M1+ β3 GDP + e Dimana :

PB = Public Debt

I = Inflation

M1 = Money Supply

GDP = Gross Domestic Product

β1 = Koefisien regresi

e = error term

Hasil dari penelitian ini adalah kenaikan inflasi dapat meningkatkan tingkat hutang tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung . Hasil regresi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara utang dan inflasi menempati α : range1/4 (mean group estimator) to ½ ( GMM estimator) . Hal ini menyiratkan bahwa efek dari ekspektasi inflasi bisa menjadi lebih besar dari PDB yang menurun sebanyak 1/3 – ½.

3) I Wayan Gayun Widharma, I Made Kembar Sri Budhi, dan A A I N Marhaeni (2011)

Penelitiannya yang berjudul “Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia: Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Berpengaruh”, dalam periode 1981-2010. Variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pajak, defisit anggaran, pengeluaran pembangunan, kurs dollar dan utang luar negeri pemerintah sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode


(65)

46

Path Analisis. Fungsi model dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

Y = ƒ (X1,X2,X3,X4,X5,X6)

Y = β0+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6 + e

ULNp = β0+β1P+β2DA+β3PCU+β4PP+β5KD+β6ULNt-1 + e Dimana :

ULNp = Utang Luar Negeri Pemerintah P = Pajak

DA = Defisit Anggaran

PCU = Pembayaran Cicilan Utang PP = Pengeluaran Pembangunan KD = Kurs Dollar

ULNPt-1= Pengeluaran Pemerintah Tahun Sebelumnya β1β2β3 = koefisien regresi

e = error term

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pajak berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri pemerintah melalui pengeluaran pembangunan. Defisit anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri pemeritah melalui pengeluaran pembangunan. Defisit anggaran dan pembayaran cicilan utang berpengaruh signifikan terhadap kurs. Lalu pengeluaran pembangunan berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri pemerintah. Sedangkan kurs dollar berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri pemerintah. Kemudian utang luar negeri pemerintah tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap


(66)

47

utang luar negeri pemerintah. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pengeluaran pemerintah, kurs, dan utang luar negeri tahun sebelumnya berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap utang luar negeri pemerintah. Artinya pemerintah menutup utang dengan utang sehingga mengakibatkan jumlah utang luar negeri pemerintah jumlahnya sangat besar.

4) Yerimias Manuhutu (2010)

Penelitiannya yang berjudul “Nilai Tukar Berpengaruh pada Pinjaman Luar Negeri Indonesia”, dalam periode 1997-2007. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar dan pinjaman luar negeri. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan metode Vector Autoregression (VAR) . Fungsi model dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

Y = ƒ (X1)

Y = β0 + β1X1 + e PLN = β0 +β1NT + e Dimana :

PLN = Pinjaman Luar Negeri

NT = Nilai Tukar

β1 = koefisien regresi

e = error term

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara kurs/nilai tukar terhadap pinjaman luar negeri adalah satu arah, yakni nilai tukar mempengaruhi pinjaman luar negeri. Adanya shock variabel nilai tukar memberikan pengaruh negatif terhadap pergerakan variabel pinjaman luar


(67)

48

negeri. Pada periode awal komposisi terbesar dipengaruhi oleh inovasi dirinya sendiri dan pada periode selanjutnya variabel nilai tukar memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap varibel pinjaman luar negeri.

5) Dungdang Hutapea (2007)

Penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Utang Luar Negeri di Indonesia”.Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah rasio defisit keuangan pemerintah dengan GDP, inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, suku bunga internasional (LIBOR), dan dummy variabel kestabilan politik. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data kuartalan dari tahun 1995-2005. Metode yang digunakan adalah Error Correction Model. Fungsi model dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

ULN_GDP = f(GD_GDP, INF, PE, LIBOR)

ULN_GDPt = b0 + b1GD_GDPt + b2INFt + b3PEt + b4LIBORt + Ut

Dimana:

ULN_GDPt = Jumlah utang luar negeri pemerintah pada periode t (miliar rupiah),

GD_GDPt = Posisi keuangan pemerintah riil (Government Defisit) pada peride t (milia rupiah) INFt = Inflasi pada periode t (persen),

PEt = Pertumbuhan ekonomi (persen),

LIBORt = London Inter Bank Offered Rate pada periode t (persen),


(68)

49

Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit keuangan pemerintah memiliki hubungan negatif dengan volume penyerapan utang luar negeri dalam jangka panjang, namun tidak berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif tapi tidak signifikan pada jangka panjang dan berhubungan negatif pada jangka pendek. Inflasi berhubungan positif tapi tidak signifikan pada jangka panjang dan berhubungan negatif dan signifikan pada jangka pendek. LIBOR berhubungan negatif dalam jangka panjang dan positif dalam jangka pendek. Kondisi kestabilan politik berhubungan positif dalam jangka pendek.

6) Donneil Cain, Thaxter, Thomas and Walker (2012)

Penelitian ini berjudul “The Original Sin and Exchange Rate Dynamics: Panel Cointegration Evidence” ,tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara utang pemerintah dan perubahan nilai tukar, sedangkan variabel tambahan yang digunakan adalah perubahan konsumsi, GDP, NIR, dan M1. Dengan menggunakan

unbalance panel data cointegration techniques on 87 low dan data yang digunakan adalah data time series periode 1960-2006. Fungsi model dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

FD = ƒ (ER, C ,GDP, US t-bill, NIR, M1)

Dari model diatas dispesifikasikan menjadi model ekonometrika seperti berikut :


(69)

50

FD = λ – β1 ER + β2 C + β3 GDP + β4 US t-bill + β5 NIR + β6 M1 + µ

Dimana :

FD = Foreign Debt

ER = Exchange rate

GDP = Gross Domestic Product

US t-bill = Tax

NIR = Net International Reserve

M1 = Jumlah uang beredar β1β2β3 = koefisien regresi µ = error term

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang GDP, NIR, dan nilai tukar berbanding terbalik terhadap utang luar negeri, tetapi konsumsi mempunyai hubungan positif dengan utang luar negeri, begitupun dengan US t-bill rate mempunyai hubungan positif dengan utang luar negeri. M1 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap utang luar negeri dalam jangka panjang . Dalam jangka pendek perubahan konsumsi, NIR dan M1 mempunyai pengaruh negatif terhadap utang luar negeri. Selanjutnya perubahan utang luar negeri dipengaruhi secara positif oleh perubahan GDP, nilai tukar dan US t-bill.

7) Sasumbar Saleh

Penelitian ini berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pinjaman Luar Negeri serta Imbasnya terhadap APBN”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah defisit anggaran, nilai tukar, ekspor , tingkat pertumbuhan GNP, dan variabel dummy krisis pinjaman 1997. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berbentuk data runtun waktu


(1)

104

2012Q3

120,640

-5,265

9,588

4.3

1

2012Q4

126,119

-7,812

9,670

4.3

1

Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2014

Data Penelitian

PERIODE ln_ULNp ln_DTB

ln_Kurs

Inf

(%)

DUMMY

2004Q1

11.31584 -7.59689 9.058005

5.1

0

2004Q2

11.28408 6.880384 9.150059

6.8

0

2004Q3

11.27303 7.619724 9.123693

6.3

0

2004Q4

11.32328 6.298949 9.136694

6.4

0

2005Q1

11.29279 5.342334

9.15694

8.8

0

2005Q2

11.26618 6.077642

9.18122

7.4

0

2005Q3

11.26053 -7.06048

9.24087

9.1

0

2005Q4

11.29068 6.680855 9.193194

17.1

0

2006Q1

11.33139 7.989221 9.113279

15.8

0

2006Q2

11.27516 7.580189

9.13777

15.5

0

2006Q3

11.25781

8.24144 9.130756

14.6

0

2006Q4

11.23597 7.676474

9.1072

6.6

0

2007Q1

11.2669 7.877776 9.118006

6.5

0

2007Q2

11.28212 7.727535 9.110962

5.8

0

2007Q3

11.3051 7.670429 9.120087

7

0

2007Q4

11.29737 8.142645 9.150484

7.4

0

2008Q1

11.37961 7.916443 9.128805

8.2

0

2008Q2

11.38658 -6.92067 9.129672

11

0

2008Q3

11.36631

-6.8742 9.146122

12.1

0

2008Q4

11.36906 -6.45677 9.301095

11.1

0

2009Q1

11.35651 7.897296 9.356603

7.9

1


(2)

105

2009Q2

11.38675 7.773594 9.232591

3.7

1

2009Q3

11.48186

7.48493

9.17792

2.8

1

2009Q4

11.50555 8.237744 9.148465

2.8

1

2010Q1

11.56766 7.544861 9.117677

3.4

1

2010Q2

11.56833 7.201916

9.11416

5.1

1

2010Q3

11.65831 6.949856

9.0965

5.8

1

2010Q4

11.68371 6.768493 9.103979

7

1

2011Q1

11.7329 7.988543 9.072112

6.7

1

2011Q2

11.76064 5.609472 9.059169

5.5

1

2011Q3

11.72184 6.641182 9.085117

4.6

1

2011Q4

11.68387

-7.7411 9.112507

3.8

1

2012Q1

11.68168

-8.0684 9.124782

4

1

2012Q2

11.67985 -9.00565

9.15694

4.5

1

2012Q3

11.70057 -8.56884 9.168268

4.3

1

2012Q4

11.74498 -8.96342 9.176784

4.3

1


(3)

106

Lampiran 2

Regresi Linier Berganda

Regresi Linier Berganda

Dependent Variable: LN_ULNP Method: Least Squares

Date: 05/27/15 Time: 14:42 Sample: 2004Q1 2012Q4 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 20.04216 1.555252 12.88676 0.0000

LN_DTB -0.007174 0.001492 -4.809217 0.0000

LN_KURS -0.959936 0.170638 -5.625568 0.0000

INF 0.007206 0.003522 2.046068 0.0493

DUMMY 0.337763 0.025791 13.09607 0.0000

R-squared 0.906194 Mean dependent var 11.44374

Adjusted R-squared 0.894089 S.D. dependent var 0.182938 S.E. of regression 0.059535 Akaike info criterion -2.676249 Sum squared resid 0.109878 Schwarz criterion -2.456316 Log likelihood 53.17249 Hannan-Quinn criter. -2.599487

F-statistic 74.86692 Durbin-Watson stat 1.240186


(4)

107

Lampiran 3

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6 7 8

-0.10 -0.05 -0.00 0.05 0.10 0.15

Series: Residuals Sample 2004Q1 2012Q4 Observations 36

Mean -2.17e-15

Median -0.004465

Maximum 0.129037

Minimum -0.122471

Std. Dev. 0.056030

Skewness 0.183544

Kurtosis 2.737317

Jarque-Bera 0.305634

Probability 0.858287

Uji Multikolinieritas

LN_DTB LN_KURS INF

LN_DTB 1.000000 -0.141773 0.101428

LN_KURS -0.141773 1.000000 0.166732


(5)

108

Uji Heteroskedasitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.523288 Prob. F(13,22) 0.1858

Obs*R-squared 17.05388 Prob. Chi-Square(13) 0.1969

Scaled explained SS 10.98475 Prob. Chi-Square(13) 0.6121

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/08/15 Time: 10:37 Sample: 2004Q1 2012Q4 Included observations: 36

Collinear test regressors dropped from specification

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 29.71174 19.69780 1.508378 0.1457

LN_DTB 0.023887 0.032331 0.738852 0.4678

LN_DTB^2 3.15E-05 8.95E-05 0.352045 0.7282

LN_DTB*LN_KURS -0.002761 0.003562 -0.774984 0.4466

LN_DTB*INF 0.000132 7.60E-05 1.741878 0.0955

LN_DTB*DUMMY 0.000919 0.000451 2.034851 0.0541

LN_KURS -6.467027 4.351659 -1.486106 0.1514

LN_KURS^2 0.351844 0.240437 1.463352 0.1575

LN_KURS*INF 0.001803 0.009286 0.194132 0.8479

LN_KURS*DUMMY 0.005701 0.075530 0.075486 0.9405

INF -0.014659 0.082863 -0.176904 0.8612

INF^2 -0.000122 0.000158 -0.769823 0.4496

INF*DUMMY -0.003174 0.002175 -1.459122 0.1587

DUMMY -0.039942 0.684099 -0.058386 0.9540

R-squared 0.473719 Mean dependent var 0.003052

Adjusted R-squared 0.162734 S.D. dependent var 0.004080

S.E. of regression 0.003733 Akaike info criterion -8.057731

Sum squared resid 0.000307 Schwarz criterion -7.441918

Log likelihood 159.0392 Hannan-Quinn criter. -7.842796

F-statistic 1.523288 Durbin-Watson stat 2.261901


(6)

109

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.445224 Prob. F(2,29) 0.2522

Obs*R-squared 3.262925 Prob. Chi-Square(2) 0.1956

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/08/15 Time: 10:38 Sample: 2004Q1 2012Q4 Included observations: 36

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.071619 1.535431 0.046645 0.9631

LN_DTB 0.000400 0.001564 0.255724 0.8000

LN_KURS -0.006926 0.168470 -0.041111 0.9675

INF -0.000822 0.003555 -0.231229 0.8188

DUMMY -0.006337 0.025827 -0.245374 0.8079

RESID(-1) 0.322193 0.192646 1.672462 0.1052

RESID(-2) -0.013376 0.201659 -0.066331 0.9476

R-squared 0.090637 Mean dependent var 2.38E-16

Adjusted R-squared -0.097507 S.D. dependent var 0.056030

S.E. of regression 0.058698 Akaike info criterion -2.660148

Sum squared resid 0.099919 Schwarz criterion -2.352242

Log likelihood 54.88267 Hannan-Quinn criter. -2.552681

F-statistic 0.481741 Durbin-Watson stat 1.788354