71
Inflasi Inflasi adalah kecendrungan dari
harga-harga yang naik secara umum dan terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan
tersebut mengakibatkan
kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Persen
Dummy Variabel Krisis
Global 2008
Keadaan sebelum krisis global 2008 menggunakan angka 0 dan
setelah krisis
global 2008
menggunakan angka 1. Angka
Nominal
72
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Utang merupakan pinjaman dari suatu pihak kepada pihak lain. Dimana pinjaman tersebut wajib untuk dikembalikan lagi setelah jatuh tempo.
Suatu negara yang melakukan pinjaman luar negeri biasanya menggunakan dana tersebut untuk membiayai kebutuhan dalam negeri atau sebagai alternatif
akibat kekurangan dana atau biaya dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Indonesia menjadi negara ke-dua yang melakukan utang luar negeri
terbesar di kawasan Asia setelah Singapura, namun terdapat perbedaan antara utang luar negeri yang dilakukan Singapura dan Indonesia. Jika negara
Singapura utang tersebut digunakan untuk membiayai perkembangan bisnis swasta yang terus meningkat lain halnya dengan Indonesia yang
menggunakan dana dari utang luar negeri untuk kebutuhan pembangunan, pengentasan kemiskinan, perbaikan fasilitas. Dengan kata lain utang luar
negeri yang dilakukan Indonesia sebagian besar untuk kegiatan konsumtif. Tidak heran jika utang luar negeri di Indonesia terus membengkak tiap
tahunnya Tambunan, 2008:257-258. Jika utang luar negeri digunakan untuk kegiatan konsumtif, mungkin
utang luar negeri dapat diminimalisir. Sehingga Indonesia tidak selalu bergantung pada negara donor. Utang luar negeri merupakan hal yang lumrah
73
dilakukan negara berkembang dan sistem pengelolaan keuangan di negara berkembang masih perlu diperbaiki lagi.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
a. Analisis Deskriptif Utang Luar Negeri Pemerintah
Hutang luar negeri adalah seluruh pinjaman serta hibah konsensional resmi, baik itu dalam bentuk utang tunai maupun bentuk
aktiva-aktiva lainnya, yang secara umum ditunjukkan untuk mengalihkan sejumlah sumber daya dari negara maju ke negara
berkembang belakangan ini juga dari negara-negara OPEC ke negara Dunia Ketiga” Todaro, 1997:163 .
Secara umum utang luar negeri merupakan pinjaman yang harus dikembalikan dalam bentuk valuta asing ataupun rupiah, baik
dimiliki oleh pemerintah pusat, baik dalam bentuk bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing dan surat
berharga negara SBN yang dikeluarkan diluar atau dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk.
74
Tabel 4.1 Utang Luar Negeri Pemerintah di Indonesia 2004-2012
Tahun ULNp juta USD
2004 82,725
2005 80,072
2006 75,809
2007 80,609
2008 86,600
2009 99,265
2010 118,624
2011 118,642
2012 126,119
Sumber: Bank Indonesia, SEKI 2014 data diolah Pada tabel 4.1 diatas menujukkan utang luar negeri pemerintah
yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Jumlah utang luar negeri yang paling tinggi adalah pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan selama
ini utang luar negeri digunakan untuk membiayai sektor keuangan dibandingkan dengan sektor riil sehingga jumlah utang luar negeri
bertambah tiap tahunnya. Pada tahun 2008 dan 2009 terjadi peningkatan utang luar negeri yang cukup tinggi karena pada tahun
tersebut sedang terjadi krisis global 2008 yang menyebabkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dan beberapa mata uang utama dunia
mengalami depresiasi yang sangat tajam. Kenaikkan akumulasi utang berdampak pada terjadinya defisit pada neraca pembayaran. Dengan
kondisi inilah yang akhirnya memaksa pemerintah Indonesia untuk berhutang kepada International Monetary Fund IMF.
75
Sejak krisis utang luar negeri dunia pada awal 1980-an, masalah utang luar negeri yang dialami oleh banyak negara berkembang tidak
semakin baik. Banyak negara berkembang semakin terjerumus ke dalam krisis utang luar negeri sampai negara-negara pengutang besar
terpaksa melakukan program-program penyesuaian struktural terhadap ekonomi mereka atas desakan dari Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional IMF, sebagai syarat utama untuk mendapatkan pinjaman baru atau pengurangan terhadap pinjaman lama Tambunan,
2008:13.
Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Utang Luar Negeri Pemerintah di Indonesia 2004
Q1-2012 Q4
Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2014data diolah
Gambar 4.1 diatas menggambarkan perkembangan utang luar negeri pemerintah di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan tahun
76
2012 secara quartal. Terlihat jelas bahwa utang luar negeri pemerintah yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan bawa negara berkembang
seperti Indonesia masih bergantung terhadap utang luar negeri untuk perkembangan dalam negerinya.
b. Analisis Deskriptif Defisit Transaksi Berjalan
Defisit transaksi berjalan adalah selisih antara ekspor dan impor. Jika impor lebih besar dari pada ekspor maka akan
menyebabkan defisit”. Defisit inilah yang disebut defisit transaksi berjalan. Sebaiknya, dalam suatu negara transaksi berjalan jangan
sampai menunjukkan angka negatif tiap tahunnya, karena akan mengurangi cadangan devisa negara, karena cadangan devisa sangat
dibutuhkan dalam suatu negara, terlebih pada negara berkembang.
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Transaksi Berjalan di Inonesia Tahun 2004
Q1- 2012 Q4
Sumber : Bank Indonesia,SEKI 2014data diolah
77
Gambar 4.2 menggambarkan perkembangan transaksi berjalan periode 2004-2012 secara kuartalan. Pada gambar diatas mulai dari
tahun 2011 keatas defisit transaksi berjalan makin meningkat, hal ini dikarenakan menurunnya ekspor dan meningkatnya impor pada neraca
perdagangan . Namun pada tahun sebelumnya terjadi perbaikan defisit transaksi berjalan karena adanya perbaikan surplus perdagangan non-
migas seiring dengan penurunan impor.
c. Analisis Deskriptif Kurs
Kurs dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu unit uang asing. Kurs valuta diantara dua negara kerapkali berbeda di antara satu masa dengan masa lainnya”
Sukirno,2006:397. Data kurs dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika 2004-2012
Periode Kurs
rupiah
2004 9,290
2005 9,830
2006 9,020
2007 9,419
2008 10,950
2009 9,400
2010 8,991
2011 9,068
2012 9,670
Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2014,diolah
78
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kurs dari tahun 2004-2012 cenderung tidak terlalu fluktuatif . Pada tahun 2006, kurs menguat
pada angka Rp. 9,020USD, karena membaiknya indikator ekonomi, terjaganya daya tarik investasi rupiah, dan juga berkurangnya tekanan
suku bunga di AS. Pada tahun 2008 kurs terdepresiasi sangat tajam sehingga mencapai angka Rp 10.950 karena adanya krisis global yang
mana Indonesia terkena dampaknya. Setelah tahun 2008, dan memasuki tahun 2009 sampai 2012 kurs rupiah kembali normal.
Semasa Pemerintahan Orde Baru, Indonesia menganut sistem fixed exchange rate
atau sistem nilai tukar tetap. Tetapi pada pemerintahan berikutnya sampai sekarang, sistem yang dianut telah berubah menjadi
sistem floating exchange rate atau sistem nilai tukar mengambang Purna,dkk,.2009:2. Dengan sistem ini nilai tukar rupiah menjadi
bergantung pada supply dan demand di pasar. Hal ini berbeda dengan sistem fixed exchange rate dimana Bank Indonesia berkewajiban
menjaga Rupiah konstan dengan aktif membeli dan menjual valas untuk menghadapi supply dan demand yang berubah-ubah. Pada masa
krisis global yang terjadi sejak beberapa waktu yang lalu, terjadi keketatan likuiditas global, Dengan demikian supply dollar relatif
sangat menurun. Hal inilah yang memberikan efek depresiasi terhadap Rupiah. Jika digambarkan dalam grafik, perkembangan kurs selama
periode 2004-2014 adalah sebagai berikut:
79
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Kurs di Indonesia Tahun 2004 Q1-2012 Q4
Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2014, data diolah
d. Analisis Deskriptif Inflasi
Inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga yang naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang
saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-
barang lain.
Tabel 4.3 Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode 2004-2012
Periode Inflasi
Periode Inflasi
2004 6,4
2009 2,8
2005 17,1
2010 7
2006 6,6
2011 3,8
2007 7,4
2012 4,3
2008 11,1
Sumber: Bank Indonesia, SEKI 2014
80
Dari tabel 4.3 terlihat bahwa terjadi tekanan inflasi pada 2008. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga komoditi dunia terutama minyak dan pangan.
Lonjakan harga tersebut berdampak pada kenaikan harga barang yang ditentukan pemerintah administered prices seiring dengan kebijakan
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Setelah tahun 2008, tingkat inflasi mulai turun karena turunnya harga komoditi internasional, pangan dan
energi dunia. Penyebab lain dari terus menurunnya tingkat inflasi adalah kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM jenis solar dan premium pada
akhir 2008 produksi pangan dalam negeri yang relatif bagus, jika dilihat dalam grafik perkembangan inflasi adalah seperti dibawah ini :
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode 2004 Q1-2012 Q4
Sumber : Bank Indonesia, SEKI 2014 data diolah
Gambar 4.4 diatas menggambarkan perkembangan inflasi dari tahun 2004 hingga tahun 2012, terlihat bahwa inflasi cenderung naik dan turun. Inflasi
tertinggi terjadi pada tahun 2005 pada kuartal 4 yang mencapai angka 17,1 .
81
Tingginya inflasi disebabkan karena melambungnya harga minyak dunia yang membuat pemerintah terpaksa menaikkan harga bbm dalam negeri.
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Untuk menguji adakah variabel pengganggu atau residual terdistribusi normal dalam model regresi dilakukan dengan uji
normalitas. Bila nilai J-B lebih kecil dari 2 data terdistribusi normal, jika dilihat dari probabilitasnya lebih besar dari 5 maka data
terdistribusi normal Winarno, 2011:5.37-5.39.
Gambar 4.5 Uji Normalitas
1 2
3 4
5 6
7 8
-0.10 -0.05
-0.00 0.05
0.10 0.15
Series: Residuals Sample 2004Q1 2012Q4
Observations 36 Mean
2.38e-16 Median
-0.004465 Maximum
0.129037 Minimum
-0.122471 Std. Dev.
0.056030 Skewness
0.183551 Kurtosis
2.737316 Jarque-Bera
0.305651 Probability
0.858280
Pada uji normalitas gambar 4.5 diatas menggambarkan nilai Jarque Bera lebih kecil dari 2, yaitu sebesar 0.305651 2 dan
p robabilitas menunjukkan angka yang lebih besar dari α=5 yaitu
sebesar 0,858280. Dalam hal ini, maka data terdistribusi normal. Hal ini merujuk pada buku Winarno 2011:5.39.
82
b. Uji Multikolinieritas Tabel 4.4
Correlation Matrix 2004-2012
LN_DTB LN_KURS
INF LN_DTB
1.000000 -0.141773
0.101428 LN_KURS
-0.141773 1.000000
0.166732 INF
0.101428 0.166732
1.000000 data setelah diolah dengan eviews
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen. Masalah multikolinieritas ditemukan pada
variabel yang mempunyai correlation matrix lebih dari 0,85 Winarno,2011:5.3. Pada tabel 4.4 Dapat dilihat tidak terdapat
multikolinieritas pada tahun 2004-2012 antar variabel independen karna nilai korelasi matrix yang dibawah 0,85.
c. Uji Heteroskedasitas
Dalam penelitian ini untuk melihat ada atau tidaknya masalah heteroskedasitas dalam data penelitian dapat dilakukan uji white.
Masalah heteroskedasitas dalam data ditunjukkan pada nilai probabilitas pada ObsR-Squared pada output. Jika nilai probabilitas
pada ObsR Squared lebih keci l dari α=5 , maka data tersebut
bersifat heteroskedasitas Winarno,2011:5.16.
83
Tabel 4.5 Uji Heterokedasitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
1.523288 Prob. F13,22 0.1858
ObsR-squared 17.05388 Prob. Chi-Square13
0.1969
Scaled explained SS 10.98475 Prob. Chi-Square13
0.6121
data
setelah diolah dengan eviews
Tabel 4.5 diatas menunjukkan nilai probabilitas pada ObsR- Squared adalah sebesar 0.1969
, berarti nilainya lebih besar dari α=5. Maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut bebas dari masalah
heteroskedasitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokolerasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokolerasi.
Gujarati, 2006:112. Autokorelasi dapat berbentuk autokorelasi positif dan
autokorelasi negatif. Mengidentifikasi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan melakukan Uji Breusch Godfrey Serial Correlation
LM test. Jika nilai probabilitas pada ObsR-Squared lebih besar dari
84
α=5 maka
data sudah
terbebas dari
autokorelasi Winarno,2011:5.28.
Tabel 4.6 Uji Breusch Godfrey Serial Correlation LM test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
1.445224 Prob. F2,29 0.2522
ObsR-squared 3.262925 Prob. Chi-Square2
0.1956
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat nilai probabilitas pada ObsR-squared
lebih besar dari α=5. Hal ini mengindikasikan bahwa data tidak mengandung autokorelasi. Maka dapat disimpulkan
bahwa data penelitian ini sudah bebas dari masalah autokorelasi .
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hipotesis yang telah ditetapkan diterima atau ditolak secara statistik. Pengujian statistik ini
dilakukan dengan uji statistik F, uji statistik dan uji AdjR
2
Adjusted R- Squared
. Model penelitian yang menggunakan Ordinary Least Square ini
dapat dijelaskan dengan persamaan regresi berikut ini:
Ln_ULNp = 20.04 219 + 0.337763 Dummy - 0.007174 Ln_DTB –
0.959939 Ln_Kurs + 0.007206 Inf
85
Dimana: ULNp
= Utang Luar Negeri Pemerintah juta USD D
= Dummy Krisis Global 2008 0 : sebelum krisis global 2008 , 1 : sesudah krisis
global 2008 DTB
= Defisit Transaksi Berjalan juta USD Kurs
= Kurs rupiah Inf
= Inflasi persen a Jika variabel-variabel independen dianggap konstan atau bernilai nol,
artinya variabel independen tidak terjadi peningkatan atau penurunan maka besarnya utang luar negeri pemerintah ULNp Indonesia
sebesar 20,04219 juta USD b Nilai koefisien regresi variabel dummy yang mewakili krisis global
2008 sebesar 0,337763 , yang berarti setiap peningkatan sebesar 1 akan meningkatkan utang luar negeri pemerintah di Indonesia sebesar
0,337763 juta USD. c Nilai koefisien regresi variabel DTB adalah sebesar -0,007174, yang
berarti setiap peningkatan defisit transaksi berjalan sebesar 1 juta USD akan menurunkan utang luar negeri pemerintah sebesar 0,007174 juta
USD. d Nilai koefisien regresi variabel kurs adalah sebesar
– 0,959939 yang berarti setiap peningkatan kurs sebesar 1 rupiah akan menurunkan
utang luar negeri pemerintah sebesar 0,959939 juta USD.