Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KOLEKTIBILITAS PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PT. BANK X SYARIAH KANTOR CABANG MEDAN

OLEH

RESPATI NUGRAHA 120523026

PROGRAM STUDI EKSTENSI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2015 Penulis

Respati Nugraha NIM. 120523026


(3)

ABSTRAK

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan inflasi, margin dan kurs terhadap pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan deduktif dengan menggunakan metode sekunder. Cara pengumpulan data dengan menggunakan data yang dipublikasi.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap peranan inflasi, margin dan kurs terhadap pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows.

Berdasarkan hasil dari penelitian menunjukan bahwa inflasi, margin dan kurs berpengaruh positif terhadap pembiayaan bermasalah, ini terlihat dari beberapa indicator seperti adanya peningkatan non performing finance pada PT. Bank X Syariah


(4)

ABSTRACT

The object of this research is to analyze the role of inflation,margin and exchange rate to increase the bad financing in PT.Bank X Syariah Branch Medan. The method used is descriptive method and deductive with used secondary. The way of getting data used is published data.

The method used in the analysis of the role of inflation,margin and exchange rate to increase the bad finance in PT.Bank X Syariah Branch Medan is the method of Ordinary Least Square (OLS) using analysis tools to process data by using SPSS 17.0 for Windows.

Based on the results of this research, inflation, margin and exchange rate positive effect of increasing the income of rice farmers, is visible from several indicators such as an increase in the non performing finance PT. Bank X Syariah Branch Medan


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas petunjuk dan ridho-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan”.

Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini teristimewa dipersembahkan kepada kedua orang tua terkasih, alm. David Bangun dan Ibunda almh Titi Suarni, untuk kasih sayang melimpah yang diberikan bagi penulis.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. DR. Azhar Maksum selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, P.Hd selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec selaku Dosen Pembimbing yang selama

ini bersedia meluangkan waktu dan telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dari awal hingga selesainya skripsi ini. 7. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, P.Hd selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

8. Bapak Ilyda Sudardjat, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

11. Karyawan dan karyawati PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan yang telah membantu memberi informasi dan masukan kepada penulis.

12. Saudara yang terkasih, Winda Cynthia Lestari untuk doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.


(6)

13. Rekan saya Mahasiswa EP 2012, yang memberikan dukungan, semangat dan kebersamaan selama di bangku kuliah sampai menyelesaikan perkuliahan. 14. Sahabat saya, Denny Fadilah Daulay, M. Affandi Susanto, M.ihsanuddin

NST, Andriy Jasman Daulay, Tisa Mikhelia dan Intan Tara Dipa yang telah memerikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

15.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, namun tidak dituliskan pada lembaran ini, penulis mohon maaf dan tidak mengurangi rasa terima kasih penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun isinya, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan menerima kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Medan, Maret 2015 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah...8

1.3 Hipotesis... 8

1.4 Tujuan Penelitian... 8

1.5 Manfaat penelitian... 9

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Bank Syariah... 10

2.2 Pembiayaan Bank Syariah... 11

2.3 Pembiayaan Bermasalah... 12

2.3.1 Pengertian Pembiyaan Bermasalah... 12

2.3.2 Pengertian Non Performing Finance... 13

2.3.3 Aspek Penilaian Pengajuan Pembiaya...14

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah...18

2.3.5 Penggolongan Kolektibilitas Pembiayaan...21

2.3.6 Manajemen Resiko Pembiayaan Bermasalah... ... 23

2.4 Inflasi... 30

2.5 Margin Bank... 34

2.5.1 Landasan Teori dari Margin Bank... 35

2.6 Kurs... 38

2.6.1 Pengertian Kurs... 38

2.6.2 Penentuan Nilai Tukar atau Kurs...39

2.6.3 Jenis Kurs... 40

2.6.4 Keseimbangan Kurs Mata Uang... 41

2.7 Penelitian Sebelumnya...42

2.8 Kerangka Konseptual... 43

2.9 Hipotesis Penelitian... 44

Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1 Ruang Lingkup Penelitian... 45

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 45

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 45


(8)

3.5 Metode Analisa Yang Digunakan... 46

3.5.1 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 46

3.5.2 Regresi Linier Berganda... 48

3.5.3 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)... 49

3.6 Definisi Operasional... 52

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia...54

4.2 Perkembangan Bank Syariah di Indonesia... 58

4.3 Sejarah Perusahaan... 62

4.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 63

4.5 Analisi Regresi Linier Berganda... 70

4.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)... 72

4.7 Pembahasan... 77

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan... 79

5.2 Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA...82


(9)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

1.1 Data NPF Periode 2011 Sampai 2014 (Dalam %)... 7

4.1 Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah... 58

4.2 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah... 59

4.3 Pangsa Pasar Perbankan Syariah Terhadap Total Perbankan Nasional... ... 60

4.4 Kolmogorov-Smirnov Test... 66

4.5 Uji Glejser... 68

4.6 Uji Multikolinieritas... 69

4.7 Variables Entered/Removed... 70

4.8 Analisis Linier Berganda... 70

4.9 Uji Signifikan Parsial (Uji-t)... 73

4.10 Uji Signifikan Simultan (Uji-F)... 75


(10)

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual Penelitian... 43

3.1 Kurva Uji t Statistik... 50

3.2 Kurva Uji f statistik... 51

4.1 Pengujian Normalitas Histogram... 64

4.2 Pengujian Normalitas P-P Plot... 65


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No.Lampiran Judul Halaman

1 Tabel Data Analisis Regresi Linier Berganda………84


(12)

ABSTRAK

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan inflasi, margin dan kurs terhadap pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan deduktif dengan menggunakan metode sekunder. Cara pengumpulan data dengan menggunakan data yang dipublikasi.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap peranan inflasi, margin dan kurs terhadap pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows.

Berdasarkan hasil dari penelitian menunjukan bahwa inflasi, margin dan kurs berpengaruh positif terhadap pembiayaan bermasalah, ini terlihat dari beberapa indicator seperti adanya peningkatan non performing finance pada PT. Bank X Syariah


(13)

ABSTRACT

The object of this research is to analyze the role of inflation,margin and exchange rate to increase the bad financing in PT.Bank X Syariah Branch Medan. The method used is descriptive method and deductive with used secondary. The way of getting data used is published data.

The method used in the analysis of the role of inflation,margin and exchange rate to increase the bad finance in PT.Bank X Syariah Branch Medan is the method of Ordinary Least Square (OLS) using analysis tools to process data by using SPSS 17.0 for Windows.

Based on the results of this research, inflation, margin and exchange rate positive effect of increasing the income of rice farmers, is visible from several indicators such as an increase in the non performing finance PT. Bank X Syariah Branch Medan


(14)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan perhatian yang serius dan bersungguh sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa maslahat bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, Bank Syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak Bank selaku pengelola dana.

Perkembangan perbankan syariah dalam kurun waktu satu tahun terakhir tergolong pesat, khususnya pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang mendominasi aset perbankan syariah. Dari data Bank Indonesia (BI), tercatat aset perbankan syariah per Oktober 2014 meningkat menjadi Rp234.08 triliun (yoy). Pertumbuhan tersebut masih berada dalam


(15)

koridor revisi proyeksi pertumbuhan tahun 2014 yang telah mempertimbangkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, ditambah dengan siklus pertumbuhan akhir tahun yang pada umumnya aset perbankan syariah akan mengalami peningkatan yang cukup berarti. (“BI: Perbankan Syariah Berkembang Pesat”, http://www.kemenkeu.go.id )

Salah satu fungsi bank syariah yang sangat penting dan membedakannya dengan Bank konvensional adalah fungsi Bank Syariah sebagai manajer investasi. Bank Syariah merupakan manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan atau penabung), karena besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima Bank Syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme Bank Syariah. Dengan demikian bank syariah dapat membawa dampak atau risiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (deposan atau penabung mudharabah). Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional, begitu deposan memberikan dana kepada bank konvensional dan dijanjikan bunga tertentu, deposan tidak menanggung risiko. bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan pendapatan besar atau tidak, deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan. Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana bank syariah dalam menghimpun dana, khususnya dana mudharabah, bertindak sebagai manajer investasi dalam arti dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun tersebut harus dapat menghasilkan yang hasilnya akan dibagi hasil


(16)

dengan pemilik dana. Bahkan bank syariah tidak sepatutnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif, karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih banyak sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada. (Muhammad Syafii Antonio : 2001)

Kehati-hatian merupakan salah satu variabel yang sangat berperan dalam mempertahankan kesehatan bank syariah itu sendiri, kesalahan dalam memberikan pembiayaan pada sasaran yang tidak tepat tentunya akan menghilangkan kepercayaan nasabah yang menanamkan uang di perbankan syariah. pernyataan Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, saat ini persentase pembiayaan bermasalah dengan menggunakan rasio Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah sekitar 5%

Bank yang memiliki rasio NPF yang baik dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik pula. Dengan memiliki kinerja yang baik masyarakat pemodal akan menanamkan dananya pada saham Bank tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan masyarakat bahwa Bank tersebut dapat memenuhi harapannya. Bank yang memperoleh dana dari masyarakat akan secara sadar bahwa memiliki tanggung jawab untuk mengelola aktiva serta sumber-sumber dana yang dimiliki secara professional.

Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu indikator rasio keuangan utama disamping CAR (Capital Adequacy Ratio), ROA (Return On Asset), ROE (Return on Equity), FDR (Financeing to Deposit Ratio) dan lain-lain. Pembiayaan bermasalah yang diukur dengan rasio NPF, dari sisi produktivitasnya


(17)

(performance-nya) yaitu dalam kaitannya dengan kemampuannya menghasilkan pendapatan bagi Bank sudah berkurang atau menurun bahkan sudah tidak ada lagi. Bahkan dari segi Bank, sudah tentu mengurangi pendapatan, memperbesar biaya pencadangan, yaitu Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), sedangkan dari segi nasional, mengurangi kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Banyak faktor yang mempengaruhi kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah baik dari sisi eksternal maupun internal. Dari sisi ekternal sistem ekonomi secara makro turut mempengaruhi tingginya NPF ini. Perubahan margin keuntungan bank (Equivalen Yield), gejolak inflasi dan juga tidak stabilnya kurs mata uang Indonesia membuat rasio NPF ini meningkat. Seperti yang terjadi pada tahun 2014 ini, margin keuntungan bank syariah yang terus mengalami perubahan sebagai dampak dari inflasi karena naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM).

Tingginya margin keuntungan bank, inflasi dan perubahan kurs mata uang juga berdampak pada perekonomian terutama pada sektor moneter dan perbankan khususnya perbankan syariah. Akibatnya akan berpengaruh kepada debitur, sebab mereka akan kesulitan membayar beban tambahan akibat kenaikan margin pembiayaan, sehingga akan dapat menimbulkan resiko kolektibilitas pembiayaan bermasalah (www.Infobank.com)

Naiknya laju secara tajam akan menurunkan daya beli uang yang ada. Jika nasabah menahan uangnya dalam bentuk kas atau rekening bank, kemungkinan nilai uang itu akan terus berkurang, dibandingkan dengan harga bahan mentah


(18)

untuk berproduksi (Mahmoedin: 1995). Hal ini akan berdampak langsung kepada kolektibilitas pembiayaan bermasalah nasabah tersebut.

Pengaruh perubahan margin keuntungan bank terhadap perubahan NPF adalah dengan naiknya margin mengakibatkan nasabah menambah biaya atas peningkatan margin tersebut yang berakibat pada peningkatan harga barang produksinya, semakin tinggi harga barang yang dijual maupun diproduksi maka minat masyarakat untuk membeli akan berkurang sehingga memilih barang substitusi lainnya. Jika ini terjadi maka kemungkinan terjadinya kolektibilitas pembiayaan bermasalah (non performing finance) semakin besar dan meningkat

Penurunan nilai mata uang (Kurs) dalam negeri terhadap mata uang asing tertentu. Biasanya tujuan pemerintah melakukan perubahan Kurs ini adalah dalam rangka peningkatan ekspor, agar kemampuan mata uang asing membeli barang-barang dalam negeri bertambah. Tetapi dibalik usaha ini dapat berakibat negatif bagi impor.

Jika sebagian atau beberapa bagian komponen dari produksi dalam negeri menggunakan barang impor, maka perencanaan yang sudah disesuaikan dengan bantuan kredit selama ini menjadi terganggu. Harga barang impor, maka perencanaan yang sudah disesuaikan dengan bantuan pembiayaan selama ini menjadi teranggu. Harga barang impor menjadi mahal dan biaya produksi menjadi lebih tinggi. Jika kenaikan biaya diikuti dengan kenaikan harga jual dapat berakibat turunnya volume penjualan. Sebaliknya jika kenaikan harga beli tidak diikuti dengan kenaikan harga jual, dapat berakibatnya tipisnya keuntungan bahkan dapat menimbulkan kerugian (Mahmoedin : 1995)


(19)

Demikian pula halnya dengan PT. Bank X Syariah. Berawal dari akuisisi dari Bank Konvennsional maka pada tanggal 17 November 2008 Bank X secara resmi beroperasi. Kemudian merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam. Bank X tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan Dana Pihak Ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, Bank X menargetkan menjadi Bank ritel modern terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan.

Saat ini PT. Bank X Syariah menjadi Bank Syariah ketiga terbesar berdasarkan aset. PT. Bank X Syariah tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT. Bank X Syariah menargetkan menjadi Bank ritel modern terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan.

Dalam perjalanan Bank tersebut ditemukan bahwa terjadi fluktuasi pembiayaan bermasalah, hal ini sangat berbahaya bagi pihak Bank dan nasabah, dikarenakan rasio ini merupakan salah satu alat ukur rasio likuiditas. Fluktuasi pembiayaan bermasalah yang diukur melalui NPF BRIS dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(20)

Tabel 1.1

Data NPF Periode 2011 Sampai 2014 (Dalam %)

BULAN 2011 2012 2013 2014

JAN 4.57 1.8 2.17 4.43

5.67 5.34 3.09 4.32 3.11 5.71 5.55 5.58 5.9 6.54 6.01

FEB 4.55 2.89 2.55

MAR 4.01 2.35 5.02

APR 3.21 2.49 4.28

MAY 3.34 2.22 3.45

JUN 3.24 2.78 4.21

JUL 3.11 2.82 4.34

AUG 3.23 2.8 6.89

SEP 3.22 2.49 5.34

OCT 3.15 2.58 4.53

NOV 3.02 2.17 4.79

DEC 1.96 1.95 4.57

Sumber : Data diolah

Rasio NPF tertinggi terjadi pada bulan Agustus tahun 2013, sebanyak 6.89%, sedangkan rasio terendah terjadi pada bulan Januari 2012, yaitu sebanyak 1,8 %. Hal ini merupakan permasalahan yang sangat crusial, mengingat Bank Indonesia menetapkan standard kesehatan NPF sebanyak 5%

Berdasarkan permasalahan yang disajikan di atas, maka penulis merasa penting dan perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul: “ANALISIS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLEKTIBILITAS

PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PT. BANK X SYARIAH KANTOR CABANG MEDAN”


(21)

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah variabel inflasi, margin keuntungan bank dan kurs berpengaruh secara signifikan terhadap Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan.”

1.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban atau kesimpulan sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana kebenarannya masih perlu dikaji dan diteliti secara empiris

1. Inflasi memiliki pengaruh yang positif terhadap kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah, ceteris paribus. 2. Margin keuntungan bank memiliki pengaruh yang positif terhadap

kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah, ceteris paribus.

3. Kurs memiliki pengaruh yang positif terhadap kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah, ceteris paribus.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan yaitu :

1. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan


(22)

2. Untuk menganalisis variabel margin keuntungan bank terhadap Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan

3. Untuk menganalisis variabel Kurs terhadap Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan studi dan literatur tambahan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara

2. Sebagai masukan/bahan kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya atau sebagai bahan perbandingan bagi pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang

3. Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.

4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang Non Performing Finance (NPF) perbankan Syariah di Kota Medan yang dipengaruhi oleh beberapa variabel.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Syariah

Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Adapun menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah ”Bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” Kehadiran Bank Syariah ditengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan bagi umat Islam yang bebas dari sistem bunga atau riba.

Bank Syariah bukan sekedar bank bebas bunga, tetapi juga memiliki orientasi pencapaian kesejahteraan. Adapun beberapa karakteristik Bank Syariah, yaitu:

1) Penghapusan riba

2) Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio ekonomi Islam

3) Bank Syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari Bank komersial dan Bank investasi

4) Bank Syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati terhadap permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, karena


(24)

Bank komersial syariah menerapkan profit and loss sharing dalam konsinyasi, ventura, bisnis, atau industri

5) Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara Bank Syariah dan pengusaha

6) Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi kesulitan likuiditasnya dengan memanfaatkan instrumen pasar uang antar Bank Syariah dan instrumen bank sentral berbasis syariah.

(Himpunan Peraturan Perundang-undangan: Perbankan Syariah)

2.2 Pembiayaan Bank Syariah

Pembiayaan merupakan urat nadi penghidupan dari life circle-nya sebuah industri perbankan terlebih lagi pada perbankan syariah. Akan tetapi penyaluran pembiayaan yang dilakukan harus memenuhi prinsip kehati-hatian dan penerapan prinsip syariah. Pembiayaan di Bank Syariah seharusya berbeda dengan konvensional, Bank Syariah memiliki pendekatan yang berbeda dalam penempatan komposisi ideal portofolio aktiva produktif Bank Syariah.

Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti Bank Syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.

Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan Islam atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Aktiva produktif adalah penanaman


(25)

dana Bank Islam baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing dalam benutk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga Islam, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen, dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadiah.

Berbeda dengan pengertian kredit yang mengharuskan debitur mengembalikan pinjaman dengan pemberian bunga kepada Bank, maka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pengembalian pinjaman dengan bagi hasil berdasarkan kesepakatan antara Bank dan debitur. Misalnya, pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa.

2.3 Pembiayaan Bermasalah

2.3.1 Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah adalah suatu penyaluran dana yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti Bank Syariah yang dalam pelaksanaan pembayaran pembiayaan oleh nasabah itu terjadi hal-hal seperti pembiayaan yang tidak lancar, pembiayaan yang debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan, serta pembiayaan tersebut tidak menepati jadwal angsuran sehingga hal-hal tersebut memberikan dampak negatif bagi kedua belah pihak (debitur dan kreditur).

Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu dari risiko dalam suatu pelaksanaan pembiayaan. Adiwarman A. Karim (2006) menjelaskan bahwa risiko pembiayaan merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya counterparty dalam


(26)

memenuhi kewajibannya. Dalam Bank Syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait dengan pembiayaan korporasi.

Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu risiko yang pasti dihadapi oleh setiap Bank karena risiko ini sering juga disebut dengan risiko kredit. Robert Tampubolon (2004) menjelaskan bahwa risiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Disatu sisi risiko ini dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional Bank seperti penyaluran pinjaman, kegiatan treasury dan investasi, dan kegiatan jasa pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam buku Bank. Disisi lain risiko ini timbul karena kinerja satu atau lebih debitur yang buruk. Kinerja debitur yang buruk ini dapat berupa ketidakmampuan atau ketidakmauan debitur untuk memenuhi sebagian atau seluruh perjanjian kredit yang telah disepakati bersama sebelumnya. Dalam hal ini yang menjadi perhatian bank bukan hanya kondisi keuangan dan nilai pasar tetapi juga kondisi makro yang secara menyeluruh mempengaruhinya seperti Inflasi, suku bunga BI dan juga Kurs mata uang.

2.3.2 Pengertian Non Performing Finance (NPF)

Dalam menyalurkan pembiayaan, bank mempunyai harapan agar pembiayaan tersebut mempunyai resiko minimal dalam arti dapat dikembalikan sepenuhnya tepat pada waktunya dan tidak terjadi pembiayaan bermasalah. Namun pada kenyataannya, bila Bank gagal dalam mengelola resiko tersebut dalam hubungannya dengan pembiayaan Bank akan timbul pembiayaan bermasalah.


(27)

Non Performing Finance (NPF) adalah salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank, karena NPF yang tinggi adalah indikator gagalnya bank dalam mengelola bisnis antara lain timbul masalah likuiditas (ketidakmampuan membayar pihak ketiga), Rentabilitas (utang tidak bisa ditagih), Solvabilitas (Modal berkurang) . Sedangkan laba yang merosot adalah salah satu imbasnya karena praktis bank kehilangan sumber pendapatan di samping harus menyisihkan pencadangan sesuai kolektibilitas pembiayaan. Selektifitas dan kehati-hatian yang dilakukan manajemen dalam memberikan pembiyaan dapat mengurangi risiko pembiyaan bermasalah, oleh karena itu diperlukan manajemen yang baik agar memiliki kinerja NPF yang baik.

Menurut Mahmoedin (2002), menambahkan pengertian kredit/pembiayaan bermasalah dalam dua konsep yang berbeda yaitu:

1. Pengertian Konsep Perbankan, yaitu kredit yang berada dalam klasifikasi diragukan dan macet (Non Performing Finance). Bank yang konservatif memandang pembiayaan yang diberikannya sebagai aset yang beresiko (risk asset) dan karenanya bank harus mengelola resiko yang melekat pada proses pemberian pinjaman. Jika risk management ini tidak ada, maka pembiyaan menjadi bermasalah.

2. Pengertian Konsep Akuntansi, yaitu pemberian kredit yang beresiko tinggi, sehingga memaksa bank harus menyisihkan sebagian keuntungannya guna menghadapi resiko kegagalan pengembalian pembiayaan.


(28)

2.3.3 Aspek Penilaian Pengajuan Pembiayaan

Berkaitan dengan pembiayaan di lembaga keuangan syariah, dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan BankSyariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah, sehingga bisa mengurangi tingkat pembiayaan bermasalah calon nasabah. Menurut Kasmir (2002) di dunia perbankan aspek penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S , yaitu :

1) Character

Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.

2) Capacity

Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.

3) Capital

Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.


(29)

Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.

5) Condition

Bank Syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.

6) Syariah

Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan diberikan pembiyaan benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN:

“Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.”

Selain dari aspek prinsip dari 5P+1S di atas, dalam penilaian pengajuan pembiayaan dan kredit, perlu di perhatikan pula penilaian aspek dengan Prinsip 5P, yaitu:


(30)

Yang dimaksud dengan party disini adalah mencoba menggolongkan calon peminjam kedalam kelompok tertentu menurut character, capacity, dan capitaldengan jalan penilaian atas ke 3 C tersebut.

2) Purpose(Tujuan)

Yaitu tujuan penggunaan kredit yang diajukan, apa tujuan yang sebenarnya (real purpose) dari kredit tersebut, apakah mempunyai aspek-aspek sosial yang positif dan luas atau tidak. Bagaimana backward linkage (keterkaitan kehulu) dan forward linkage (keterkaitan kehilir). Selanjutnya juga sebagai kreditur, maka Bank harus memperhatikan apakah kreditnya benar-benar sesuai dengan tujuan semula.

3) Payment(Sumber Pembayaran)

Setelah mengetahui real purpose dari kredit tersebut maka hendaknya diperkirakan dan dihitung kemungkinan-kemungkinan besarnya pendapatan yang akan dicapai atau dihasilkan.

4) Profitability(Kemampuan Untuk Mendapat Keuntungan)

Yang dimaksud dengan profitability disini bukanlah keuntungan yang dicapai oleh debitur semata-semata, melainkan pula dinilai dan dihitung keuntungan-keuntungan yang mungkin akan dicapai oleh bank, apabila memberikan kredit terhadap debitur tertentu, dibandingkan dengan jika kepada debitur lain atau kalau tidak memberi kredit sama sekali.

5) Protection(perlindungan)

Yaitu untuk berjaga-jaga terhadap hal-hal yang tidak diduga sebelumnya, maka Bank perlu untuk melindungi kredit yang diberikan


(31)

antara lain dengan jalan meminta collateral/jaminan/agunan dari debiturnya bahkan mungkin pula baik jaminannya/agunannya maupun kreditnya diasuransikan.

Terdapat satu asas lagi yang harus dianalisis sebelum memberikan kredit yaitu asas 3R.

1) Returns

Returnsadalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjamannya dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur bersangkutan maka kredit diberikan dan begitu pula sebaliknya.

2) Repayment

Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaanya tetap berjalan.

3) Risk Bearing Ability

Risk bearing ability adalah memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko, apakah risikonya besar atau kecil. Kemampuan perusahaan menghadapi risiko ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha dan manajemen perusahaan bersangkutan. Apabila risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan dan sebaliknya.


(32)

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah Terjadinya pembiayaan bermasalah merupakan hal yang umum dalam dunia perbankan. Munculnya pembiayaan bermasalah ini dapat disebabkan oleh kesalahan bank dan atau nasabah tetapi dapat juga karena faktor Eksternal (Makro) antara lalin disebabkan karena menurunnya kondisi ekonomi dan moneter negara atau sektor usaha, resesi ekonomi, kejutan disisi penawaran seperti naiknya harga minyak yang melanda negara-negara maju tahun 1974, maupun krisis yang melanda Indonesia tahun 1997-1998

Secara Makro, faktor-faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut:

1. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus Sukirno (2002). Sebagai akibat dari inflasi adalah turunnya nilai uang , meskipun pembiayaan bank berjalan lancar dimana utang pokok dan margin telah dibayar, namun dengan berjalannya waktu, nilai uang tetap turun karena inflasi, sehingga daya beli uang menjadi lebih rendah dibanding sebelumnya yaitu pada saat pembiayaan diberikan, apalagi bila pembiayaan tidak berjalan lancar (bermasalah) 2. Margin keuntungan bank

Pengaruh perubahan margin keuntungan bank terhadap perubahan NPF adalah dengan naiknya margin mengakibatkan nasabah menambah biaya atas peningkatan margin tersebut yang berakibat pada peningkatan


(33)

harga barang produksinya, semakin tinggi harga barang yang dijual maupun diproduksi maka minat masyarakat untuk membeli akan berkurang sehingga memilih barang substitusi lainnya. Jika ini terjadi maka kemungkinan terjadinya kolektibilitas pembiayaan bermasalah (non performing finance) semakin besar dan meningkat

3. Kurs

Penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing tertentu. Biasanya tujuan pemerintah melakukan perubahan Kurs ini adalah dalam rangka peningkatan ekspor, agar kemampuan mata uang asing membeli barang-barang dalam negri bertambah. Tetapi dibalik usaha ini dapat berakibat negatif bagi impor.

Jika sebagian atau beberapa bagian komponen dari produksi dalam negeri menggunakan barang impor, maka perencanaan yang sudah disesuaikan dengan bantuan kredit selama ini menjadi terganggu. Harga barang impor, maka perencanaan yang sudah disesuaikan dengan bantuan pembiayaan selama ini menjadi teranggu. Harga barang impor menjadi mahal dan biaya produksi menjadi lebih tinggi . Jika kenaikan biaya diikuti dengan kenaikan harga jual dapat berakibat turunnya volume penjualan. Sebaliknya jika kenaikan harga beli tidak diikuti dengan kenaikan harga jual, dapat berakibatnya tipisnya keuntungan bahkan dapat menimbulkan kerugian.


(34)

Akibat yang lebih berbahaya lagi adalah jika nasabah baru saja mencairkan pembiayaan investasi dengan mendatangkan mesin-mesin dari luar negri, lalu devaluasi menyebabkan harga barang investasi yang dibeli dengan mata uang asing menjadi lebih mahal. Hal ini akan merusak secara total investasi tersebut. (Mahmoedin 1995)

2.3.5 Penggolongan Kolektibilitas Pembiayaan

Penggolongan kualitas kredit berdasarkan Pasal 4 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Pebruari 1998, yaitu sebagai berikut:

1. Lancar (Kolektibilitas 1) yaitu apabila memenuhi kriteria : a) Pembayaran angsuran pokok dan/ atau margin tepat b) Memiliki mutasi rekening yang aktif

c) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) 2. Dalam perhatian khusus (Kolektibilitas 2) yaitu apabila memenuhi kriteria:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau margin yang belum melampaui 90 hari

b) Mutasi rekening relatif rendah

c) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau d) didukung oleh pinjaman baru.


(35)

3. Kurang Lancar (Kolektibilitas 3) yaitu apabila memenuhi kriteria:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 90 hari

b) Sering terjadi cerukan

c) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah

d) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari e) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau dokumen

yang lemah.

4. Diragukan (Kolektibilitas 4) yaitu apabila memenuhi kriteria :

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 180 hari

b) Terjadi cerukan yang bersifat permanen c) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari d) Terjadi kapitalisasi bunga

e) Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

5. Kredit Macet (Kolektibilitas 5)

a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 270 hari

b) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.


(36)

Kredit dengan kolektibilitas lancar (Kolektibilitas 1) adalah masuk dalam criteria Perporming Loan, sedangkan kredit dengan kolektibilitas dalam perhatian khusus (Kolektibilitas 2), kurang lancar (Kolektibilitas 3), diragukan (Kolektibilitas 4), dan kredit macet (Kolektibilitas 5) masuk dalam kriteia kedit bermasalah (non-performing finance). Walaupun suatu kredit memenuhi kriteria lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, dan diragukan, namun apabila menurut penilaian keadaan usaha peminjam diperkirakan tidak mampu untuk mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya, maka kredit tersebut harus digolongkan pada kualitas yang lebih rendah atas dasar penilaian yang berpedoman pada indikator tambahan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.

2.3.6 Mananjemen Risiko Pembiayaan Syariah (1) Resiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional Bank seperti pembiayaan (penyediaan dana), treasury, dan investasi, dan pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam banking book ataupun trading book. Risiko pembiayaan merupakan risiko yang paling krusial dalam dunia perbankan. Hal ini dikarenakan kegagalan bank dalam mengelola risiko ini, dapat memicu munculnya risiko likuiditas, suku bunga, penurunan kualitas asset dan risiko-risiko lainnya.Tingkat risiko pembiayaan yang dimiliki bank, memiliki efek negatif bagi kualitas aset yang diinvestasikan.


(37)

Setelah dijelaskan mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pembiayaan (5C+1S) untuk menilai dan mengetahui tingkat dari suatu pembiayaan bermasalah tersebut, maka dalam manajemen perbankan syariah, khususnya dalam masalah yang dihadapi oleh setiap perbankan dan lembaga keuangan seperti dalam hal risiko pembiayaan perlu kita kaji bagaimana manajemen pembiayaan atau kredit pada Bank Syariah atau Lembaga Keuangan Syariah.

Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Khaerudin Syah Nasution mengenai masalah manajemen kredit syariah dijelaskan bahwa Risiko Bank Syariah sebetulnya lebih kecil dibanding Bank konvensional. Bank Syariah tidak akan mengalami negative spread, karena dari dana yang dikucurkan untuk pembiayaan akan diperoleh pendapatan, bukan bunga seperti di Bank biasa. Sementara untuk deposan, Bank Syariah tidak memberikan bunga melainkan sistem bagi hasil atau mudharabah.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam penilaian kredit, yang menyangkut kegiatan usaha calon debitur, antara lain:

a) Aspek pemasaran. Menyangkut kemampuan daya beli masyarakat, keadaan kompetisi, pangsa pasar, kualitas produksi dan lain

sebagainya

b) Aspek teknis. Meliputi kelancaran produksi, kapasitas produksi, mesin dan peralatan, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku c) Aspek manajemen. Meliputi struktur dan susunan organisasi,


(38)

d) Aspek yuridis. Meliputi status hukum badan usaha, kelengkapan izin usaha dan legalitas barang jaminan

e) Aspek sosial ekonomi. Meliputi keadaan keuangan perusahaan debitur yang dibiayai.

(2) Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi

Komisaris bertanggungjawab dalam melakukan persetujuan dan peninjauan berkala atau sekurang kurangnya secara tahunan mengenai strategi dan risiko pembiayaan pada bank. Strategi dan kebijakan tersebut harus:

(a) Mencerminkan batas toleransi bank (bank’s tolerance) terhadap risiko dan tingkat probabilitas pendapatan yang diharapkan akan diperoleh secara terus menerus dengan memperhatikan siklus dan perubahan kondisi ekonomi

(b) Memperhatikan siklus perekonomian domestik dan internasional, dan perubahan-perubahan yang dapat memengaruhi komposisi dan kualitas dan portofolio pembiayaan

(c) Dirancang untuk keperluan jangka penjang dengan penyesuaian yang di perlukan

Direksi bertanggung jawab untuk mengimplikasikan strategi dan kebijakan risiko pembiayaan serta mengembangkan prosedur identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko pembiayaan. Kebijakan dan prosedur yang dikembangkan dan diimplementasikan secara tepat tersebut harus dapat:


(39)

(a) Mendukung standar pemberian pembiayaan yang sehat, (b) Memantau dan mengendalikan risiko pembiayaan, dan (c) Mengidentifikasi dan menangani pembiayaan bermasalah.

Bank harus mengidentifikasikan dan mengelola risiko pembiayaan yang melekat pada seluruh produk dan aktivitas baru serta memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses pengendalian manajemen risiko yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan, dan harus disetujui oleh Direksi atau direkomendasikan oleh Komite Manajemen Risiko terlebih dahulu.

(3) Proses Identifikasi, Pengukuran Manajemen Risiko Pembiayaan (1) Identifikasi Risiko Pembiayaan

a) Bank harus mengidentifikasi risiko pembiayaan yang melekat pada seluruh produk dan aktivitasnya. Identifikasi risiko pembiayaan tersebut merupakan hasil kajian terhadap karakteristik risiko pembiayaan yang melekat pada aktivitas fungsional tertentu, seperti pembiayaan (penyediaan dana), treasurydan investasi, dan pembiayaan perdagangan

b) Untuk kegiatan pembiayaan dan jasa pembiayaan perdagangan, penilaian risiko pembiayaan harus memperhatikan kondisi keuangan debitur, dan khususnya kemampuan membayar secara tepat waktu, serta jaminan atau agunan yang diberikan. Untuk risiko debitur, penilaian harus mencakup analisis terhadap lingkungan debitur, karakteristik mitra usaha, kualitas pemegang


(40)

saham dan manajer, kondisi laporan keuangan terakhir, serta proyeksi arus kas, kualitas rencana bisnis, dan dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung analisis menyeluruh terhadap kondisi dan kredibilitas debitur.

c) Untuk kegiatan treasury dan investasi, penilaian risiko pembiayaan harus memperhatikan counterparty, rating, karakteristik, instrumen, jenis transaksi yang dilakukan dan likuiditas pasar serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi risiko pembiayaan.

(4) Pengukuran Risiko Pembiayaan

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran risiko pembiayaan adalah sebagai berikut:

a) Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran risiko yang memungkinkan untuk: Sentralisasi eksposur on balance sheet dan off balance sheet yang mengandung risiko pembiayaan dari setiap debitur atau per kelompok debitur dan atau counterparty tertentu mengacu pada konsep single obligor. Penilaian perbedaan kategori tingkat risiko pembiyaan dengan menggunakan kombinasi aspek kualitatif dan kuantitatif data dan pemilihan kriteria tertentu.Distribusi informasi hasil pngukuran risiko secara lengkap untuk tujuan pemantauan oleh satuan kerja terkait

b) Sistem pengukuran risiko pembiayaan sepatutnya mempertimbangkan: Karakteristk setiap jenis tansaksi risiko pembiayaan, kondisi keuangan


(41)

debitur/counterparty serta persyaratan dalam perjanjian pembiayaan seperti dalam jangka waktu dan tingkat interest, Jangka waktu pembiayaan (maturity profile) dikaitan dengan perubahan potensial yang terjadi di pasar, aspek jaminan/agunan dan/atau garansi, potensi terjadinya kegagalan membayar (default), baik berdasarkan hasil penilaian pendekatan konvensional maupun hasil penlaian pendekatan yang menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan secara interen (internal risk rating), kemampuan Bank untuk menyerap potensi kegagalan (default)

c) Bagi Bank yang menggunakan teknik pengukuran risiko dengan menggunakan pendekatan internal risk rating harus menggunakan validasi data secara berkala

d) Parameter yang digunakan dalam mengukur risiko pembiayaan antara lain mencakup:

1. Non Performing Finance(NPF)

2 Konsentrasi pembiayaan berdasarkan peminjam dan sektor ekonomi 3. Kecukupan agunan

4. Pertumbuhan pembiayaan

5. Non Performing Portofolio treasurydan investasi (non pembiayaan).

6. Komposisi portofolio treasurydan investasi (antar Bank, surat berharga dan penyertaan)

7. Kecukupan cadangan transaksi treasurydan investasi 8. Transaksi pembiayaan perdagangan yang default


(42)

9. Konsentrasi pemberian fasilitas pembiayaan perdagangan.

(5) Upaya Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah

Upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah hanya dianjurkan bilamana bank mempunyai keyakinan bahwa operasi bisnis dan kondisi keuangan debitur masih dapat diperbaiki. Untuk itu harus dilakukan analisis khusus guna menilai prospek masa depan perusahaan debitur.

A. Wangsawidjaja (2012) menjelaskan untuk menyelamatkan pembiayaan bermasalah, bank dapat melakukan berbagai macam upaya. Tiga macam upaya diantara berbagai macam upaya penyelamatan yang sering kali dilakukan oleh bank adalah:

1) Penjadwalan kembali (rescheduling)

Tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit atau jangka waktu angsuran. Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit pembayaran kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi 1 tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama utuk mengembalikannya. Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayaranyapun missal 36 kali menjadi 48 kali dan halitu tentu saja jumlah angsurannya pun menjadi mengecil seiring denganpenambahan jumlah angsuran.


(43)

Reconditioning maksudnya adalah bank mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti :

 Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok

 Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Dalam hal ini penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa.

 Penurunan margin keuntungan bank. Penurunan ini dimaksudkan agar lebih meringgankan beban

nasabah.sebagai contoh jika margin per tahun sebelumnya dibebankan 20 % per tahun diturunkan menjadi 18% per tahun. Hal ini tergantung dari pertimbangan bank yang bersangkutan. Penurunan margin akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah.

3) Restruktur (restructuring)

Retructuring merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak. Tindakan ini meliputi dengan menambah jumlah kredit yaitu menambah equity dengan menyetor uang tuani atau tambahan dari pemilik.

4) Kombinasi

Merupakan kombinasi dari ketiga jenis di atas. Seorang nasabah dapat saja diselamatkan dengan kombinasi antara Rescheduling dengan Resructuring


(44)

misalnya jangka waktu diperpanjang pembayaran bunga ditunda atau Reconditioning dengan Rescheduling misalnya jangka waktu diperpanjang modal ditambah.

5) Penyitaan jaminan

Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya etikad baik ataupun sudah sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.

2.4 Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Sukirno, 2002). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.

Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah merupakan inflasi. Kenaikan sejumlah bentuk barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan


(45)

di mana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus- menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiencydan output effects(Sukirno, 2002). 1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect).

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang di mana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.


(46)

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

3. Efek terhadap Output (Output Effects).

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent ( kalau perlu uang, cetak saja ). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang


(47)

bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka inflasi inti masih lebih besar daripada 5 persen setahun.

2.5. Margin Bank

Hutapea dan Kasri (2010) mengatakan margin bank umumnya didefinisikan sebagai selisih pendapatan pembiayaan dalam aktiva bank dan beban pembiayaan dalam kewajiban bank yang mana kemudian dibagi aktiva bank atau aktiva produktif (Ho dan Saunders, 1981; Angbazo, 1997; Saunders dan Schumacher, 2000). Sebagai perantara keuangan, Bank Syariah dan Bank Konvensional menghadapi hal yang sama dalam operasional mereka. Antara lain mereka harus menghadapi waktu kedatangan asimetris permintaan pembiayaan dan simpanan, volatilitas bagi hasil, dan risiko pembiayaan. Margin bank menggambarkan besarnya keuntungan yang didapat oleh bank melalui pembiayaan. Sebagai cabang dari ilmu bank behaviour, sebelum 1981, tidak ada perkembangan signifikan dalam literatur mengenai margin bank. Pada waktu itu, literatur mengenai margin bank hanya merujuk pada Pyle (1971).

Sebelumnya tidak jelas apakah margin bank yang tinggi baik atau buruk dalam perspektif kesejahteraan sosial. Disatu sisi margin yang kecil mungkin mengindikasikan sistem perbankan yang kompetitif dengan biaya intermediasi yang rendah dan berkaitan dengan modal minimum dan kebutuhan modal. Disisi


(48)

lain margin bank yang tinggi menggambarkan stabilitas dari sistem perbankan. Bank dapat menambahkan margin yang tinggi kedalam profitabilitas dan modal sehingga dapat melindungi dari risiko. Perlu diketahui, kegagalan sebuah bank dapat menyebabkan biaya sosial dan eksternal yang tinggi. Jika fungsi pasar modal tidak berjalan dengan baik, mungkin hanya margin dan keuntungan bank yang dapat digunakan untuk menambah modal bank (Saunders dan Schumacher,2000).

Dari perspektif bank, margin bank sangat mempengaruhi profitabilitas, dimana dalam pandangan ekonomi, dipadukan dengan risiko suatu negara, variabel makroekonomi, risiko klien, persaingan, dsb. Margin bank adalah salah satu dari faktor utama yang mempengaruhi yang mempengaruhi tingkat bunga dari sektor swasta. Di sistem bank-sentris yang dominan di Eropa dimana pinjaman bank adalah adalah sumber utama dari pendanaan, faktor yang mempengaruhi kesediaan pinjaman juga mempengaruhi stabilitas sektor perbankan secara keseluruhan (Dumicic dan Ridzak, 2013)

Margin bank yang lebih tinggi biasanya mengindikasikan rendahnya efisiensi sektor perbankan, ditandai dengan biaya yang tinggi karena ketidakefisienan dari biaya operasional, dan mempunyai efek negatif dalam perkembangan perbankan dengan rendahnya investasi dan rendahnya aktivitas ekonomi. Tingginya margin bank juga dapat mengindikasikan tingginya risiko karena kebijakan yang tidak tepat dari sektor perbankan atau karena asimetri informasi yang signifikan. Disisi lain rendahnya margin bank biasanya


(49)

mengindikasikan sudah berkembangnya pasar perbankan, mendorong aktivitas investasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Tetapi, keuntungan dari rendahnya biaya intermediasi akan efektif bila bank menilai risiko dengan cara yang hati-hati (Dumicic dan Ridzak, 2013).

Margin bank dapat digunakan untuk mengukur performa bank sebagai lembaga intermediasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai lembaga intermediasi, sektor perbankan berperan dominan dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Bank Syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor riil. Peran utama Bank Syariah adalah mendistribusikan dana untuk pembiayaan produktif berdasarkan prinsip bagi hasil. Distribusi pembiayaan syariah di sektor riil dapat dioptimalkan jika bagi hasil atau beban pembiayaan ditetapkan tidak terlalu tinggi. Beban pembiayaan yang normal akan membuat pengusaha yang meminjam uang di Bank Syariah tidak terbebani dengan beban pembiayaan yang tinggi. Beban pembiayaan yang terlalu tinggi akan mengubah pasar, mengurangi keinginan berbisnis dan juga mengurangi efektifitas dari fungsi intermediasi bank. Beban pembiayaan yang tinggi akan membuat usaha untuk memajukan sektor riil menjadi kontra produktif (Ascarya dan Yumanita, 2010).

2.5.1 Landasan Teori dari Margin Bank

Menurut Hutapea dan Kasri (2010), literatur mengenai margin bank dapat diklasifikasikan menjadi dua pendekatan:


(50)

1. Dealership Approach

Dealership approach dikembangkan oleh Ho dan Saunders pada tahun 1981 untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi NIM atau margin bank. Menurut mereka, dalam memainkan perannya sebagai dealer dan menetapkan bagi hasil pinjaman dan deposito, bank menghadapi ketidakpastian dan biaya karena permintaan pinjaman dan penyediaan simpanan adalah stokastik dalam arti bahwa mereka tiba pada waktu yang berbeda. Dengan demikian, bank harus memegang posisi panjang atau pendek di pasar uang antar bank untuk menyeimbangkan ketidakpastian yang membuatnya terkena risiko bagi hasil dan pasti mempengaruhi margin bank. Hal ini menunjukkan bahwa risk aversion yang lebih besar, ukuran transaksi bank yang lebih besar dan variasi yang lebih besar dari tingkat bagi hasil terkait dengan spread bank yang lebih besar. Ini menyiratkan bahwa meskipun pasar perbankan sangat kompetitif, asalkan manajemen bank mau menanggung risiko dan menghadapi ketidakpastian transaksi, margin bank positif akan tetap ada karena bank menyediakan dan menghubungkan antara simpanan dan pinjaman (Hutapea dan Kasri, 2010).

Menurut Saunders dan Schumacher (2000) keengganan bank menghadapi risiko pada waktu kedatangan asimetris permintaan pinjaman dan kebutuhan simpanan membuat bank harus menetapkan suku bunga atau bagi hasil yang tepat untuk pinjaman dan simpanan untuk meminimalkan risiko dari pinjaman atau ketidakcukupan simpanan. Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

RL = (r+b) RD = (r-a)


(51)

dan marginnya : RL-RD = (a+b) dimana :

RL : tingkat bagi hasil pinjaman RD : tingkat bagi hasil simpanan r : tingkat bagi hasil bebas risiko

a dan b adalah biaya yang dibebankan oleh bank untuk menyiapkan dan menanggung risiko bagi hasil.

NIM atau margin bank yang dirumuskan oleh Ho dan Saunders (1981) adalah:

α/β adalah simbol risiko spread bank. Ketika α lebih besar dari β akan

menghasilkan α/β yang besar dan spread yang besar (s). Rasio α/β adalah simbol terhadap market power atau monopoli pinjaman yang terkait dengan margin bank atau spread, R adalah simbol tingkat keengganan bank menghadapi risiko atau risk averse, 2 adalah simbol tingkat variasi bagi hasil pinjaman dan simpanan bank, dan Q adalah simbol dari ukuran transaksi pinjaman perbankan. Penyesuaian risiko bank tergantung pada tiga faktor yaitu R, 2 dan Q. Persamaan diatas mempunyai implikasi penting sebagai landasan bagi intermediasi keuangan. (Saunders dan Schumacher, 2000).


(52)

2. Model Mikrostatis

Sebaliknya, pendekatan kedua adalah analisis perbankan dalam keadaan statis dimana permintaan pinjaman dan simpanan diketahui dengan jelas. Pendekatan mikrostatis dikembangkan dari kritik bahwa dealership approach gagal mempertimbangkan beberapa yang aspek relevan tentang operasional bank, seperti biaya administrasi untuk mempertahankan kontrak pinjaman atau simpanan dan struktur kelembagaan pasar perbankan (Lerner, 1981). Zarruck (1989) merintis penelitian dan menemukan bahwa bank yang menghindari risiko, beroperasi dengan spread yang lebih kecil dari bank yang mengambil risiko netral. Temuan ini kemudian ditentang oleh Wong (1997) yang memperluas penelitian Zarruck dengan memasukkan risiko pinjaman dan risiko bagi hasil ke dalam model. Berbeda dengan temuan Zarruck, Wong menyarankan margin bank yang lebih besar bagi bank yang menghindari risiko dibandingkan dengan bank yang mengambil risiko netral. Artinya, spread melebar ketika risiko yang dihindari bank meningkat. Oleh karena itu, karena model ini mengarah ke hasil yang berbeda, sehingga kebanyakan studi empiris pada margin bank menggunakan dealership approach (Hutapea dan Kasri, 2010).


(53)

2.6. Kurs

2.6.1 Pengertian Kurs

Kurs adalah jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya.

Menurut Jeff Madura (2006) Kurs adalah nilai tukar untuk mata uang yang diperdagangkan secara luas disajikan setiap hari pada The Wall Street Jurnaldan pada bagian bisnis surat kabar.

Pemerintah Indonesia biasanya berperan dalm penentuan kurs agar sampai pada tingkat yang kondusif bagi dunia usaha. Kurs khususnya kurs rupiah per Dollar sangat berkaitan erat dan mempengaruhi arus barang dan jasa serta modal dari dalam dan keluar Indonesia.

2.6.2 Penentuan Nilai Tukar atau Kurs

Pasar valas merupakan sebuah contoh baik dari pasar yang sangat kompetitif. Di pasar ini ada banyak pembeli dan penjual dari suatu produk yang homogen. Setiap pembeli dan penjual relative kecil dibanding seluruh pasar, sehingga tidak ada seorang pembeli atau penjual pun yang dapat mempengaruhi nilai tukar secara berarti. Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar valas dan membiarkan nilai tukar dikendalikan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan di pasar bebas. Pada sistem nilai tukar mengambang terkendali, pemerintah kadang kala melakukan intervensi sebagai upaya untuk mencegah pergerakan nilai tukar yang dipandang ekstrim atau bertentangan dengan kepentingan nasional


(54)

Sebagai contoh Bank Indonesia berkali-kali melakukan intervensi dipasar valas untuk mendukung nilai rupiah terhadap Dollar AS dengan jalan menambah pasokan valas di pasar. Bahkan pemerintah melalui BUMN pada triwulan satu 2001 ikut serta memperkuat upaya yang dilakukan pihak Bank Indonesia. Hasil yang diperoleh dari intervensi tersebut sangat terbatas, yaitu hanya menahan nilai rupiah untuk sementara waktu dan tak mampu menolong rupiah dari keterpurukan. Namun perlu disadari, bahwa dewasa ini walaupun pemerintah ikut melakukan intervensi, volume dari kegiatan tersebut relative kecil sekali terhadap jumlah total kegiatan pihak swasta di pasar valas. Hal ini juga merupakan fenomena global.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penentuan nilai tukar mata uang asing yaitu :

1. Pendekatan Tradisional

Pendekatan berdasarkan pada arus perdagangan dan paritas daya beli yang kedudukannya sangat penting untuk menjelaskan pergerakan kurs jangka panjang.

2. Pendekatan Keuangan

Pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada pasar modal dan arus permodalan internasional dan berusaha menjelaskan gejolak kurs jangka pendek yang kecenderungannya mengalami lonjakan-lonjakan tak terduga.


(55)

2.6.3 Jenis Kurs

Terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu :

1. Kurs Beli (Bid Price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money changer.

2. Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang akan diterima dari bank atau money changer jika membeli mata uang asing. 3. Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot

dipasar valuta asing.

4. Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi forwad dipasar valas.

5. Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar masing-masing valuta terhadap valuta lain.

6. Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka

2.6.4 Keseimbangan Kurs Mata Uang

Kurs mata uang dapat diibaratkan sebagai harga dari mata uang itu. Sama seperti harga produk, harga suatu mata uang juga ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Kurs terbentuk pada saat jumlah dan harga mata uang yang diminta sama dengan jumlah dan harga mata uang yang ditawarkan. Kondisi ini tersebut sebagai kondisi keseimbangan atau ekuilibrium


(56)

mempengaruhi permintaan dan/atau penawaran berubah. Permintaan terhadap suatu mata uang terbalik dengan harganya. Semakin tinggi nilai USD (misalnya terhadap Rupiah), maka keinginan untuk menukarkan Rupiah dengan USD akan semakin berkurang, dan begitu pula sebaliknya.

Penawaran terhadap USD berbanding lurus dengan USD tersebut. Sebagai contoh ilustrasi, apabila USD terapresiasi Rupiah (berarti USD semakin mahal), maka harga produk-produk yang diimpor dari Indonesia menjadi lebih murah (di mata konsumen di Amerika Serikat). Konsumen di Amerika Serikat lebih suka membeli produk Indonesia karena lebih murah. Akibatnya penawaran USD akan meningkat

2.7. Penelitian sebelumnya

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur tingkat Non Performing Loan khususnya perbankan. Dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa penelitian yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

1. Syuryanti Lubis, mahasiswi Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara tahun 2007 yang lalu telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Non Performing Loan (NPL) pada Perbankan di Sumatera Utara”. Hipotesis penelitian menyatakan, terdapat pengaruh positif antara tingkat suku bunga SBI dan Inflasi terhadap penigkatan Non Performing Loan, dan berpengaruh negatif antara PDRB Sumatera Utara terhadap peningkatan Non Performing Loan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa, tingkat suku


(57)

bunga SBI dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan namun pengaruh nya sangat kecil, serta PDRB berpengaruh negatif dan signifikan. Berdasarkan uji T dan uji F juga menjelaskan bahwa tingkat suku bunga SBI, inflasi dan PDRB berpengaruh nyata terhadap peningkatan NPL perbankan di Sumatera Utara.

2. Indra Marsen Sibarani, mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara tahun 2011 yang lalu telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kredit Bermasalah (Studi Kasus : PT. Bank Perkreditan Rakyat Bumiasih NBP 34 Pematang Siantar)” Hipotesis Penelitian mengatakan terdapat pengaruh positif antara tingkat suku bunga, inflasi dan jumlah debitur terhadap kredit bermasalah pada PT. BPR Siantar Bumiasih, serta berpengaruh negatif antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap kredit bermasalah pada PT. BPR Siantar Buniasih. Hasil penelitian menjelaskan bahwa tingkat suku bunga, inflasi dan jumlah debitur berpengaruh positif dan signifikan serta jumlah kredit yang disalurkan berpengaruh negatif dan signifikan. Berdasakan uji T dan uji F juga menjelaskan bahwa tingkat suku bunga, inflasi, jumlah debitur dan junlah kredit yang disalurkan berpengaruh nyata terhadap kredit bermasalah.

2.8. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini penulis akan mencoba memfokuskan pada beberapa aspek yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah pada sebuah lembaga


(58)

keuangan khususnya PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan. Peneliti akan meneliti 3 faktor yang dibagi ke dalam tiga variabel bebas yaitu: inflasi, margin keuntungan bank dan kurs. Jadi kerangka berpikir yang dapat digambarkan dalam lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Kerangka konseptual penelitian

2.9. Hipotesis Penelitian

Kriteria pengujian pada penelitian ini yaitu:

H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi, tingkat suku bunga dan kurs terhadap kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan.”

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi, tingkat suku bunga dan kurs terhadap kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan.”

Inflasi (X1)

Kurs (X3)

Margin Keuntungan Bank (X2) Pembiayaan


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan proses yang dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris, agar diketahui pokok permasalahan yang sedang dihadapi dan bagaimana memecahkan masalah tersebut.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. X Syariah Kantor Cabang Medan. Faktor-faktor tersebut adalah tingkat inflasi, margin keuntungan bank, dan kurs mata uang dalam kurun waktu tahun 2011- 2014.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu jenis data yang dipublikasikan yang bersifat kuantitatif. Data ini berbentuk time series selama periode tahun 2011-2014, sehingga hasil penelitian ini merupakan hasil penggunaan data time series selama periode waktu tersebut.

Adapun sumber data berasal dari PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan dan data publikasi Bank Indonesia.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Data Sekunder yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik dokumentasi yaitu data yang berbentuk benda atau bahan tertulis dengan


(60)

menggunakan pedoman dokumentasi atau check list, dan cd room. Adapun dokumentasi dalam penelitian ini berupa rincian persentase Non Performing Finance (NPF), inflasi, margin keuntungan bank dan kurs mata uang Rupiah terhadap US Dollar

2. Library research yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data – data melalui bahan kepustakaan berupa tulisan – tulisan ilmiah, jurnal, laporan penelitian, artikel dan data elektronik yang bersifat online yang berhubungan dengan topik yang diteliti.

3.4 Pengolahan data dan Analisis Data

Penulis melakukan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS (Statistic Product and Sevices Solution) versi 16.0. Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis deskriptif eksploratif yang bertujuan menggambarkan keadaan atau fenomena dimana data – data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggambarkan keadaan atau suatu fenomena, dimana data yang telah diperoleh dianalisis dengan cara tabulasi, frekuensi, tabulasi silang (cross tab), dan gambar (grafik).

3.5 Metode Analisa Yang Digunakan 3.5.1 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan


(61)

menggunakan pendekatan kolmogrov Smirnov. Dengan menggunakan tingkat signifikan 5%, maka jika nilai Asymp.sig. (2-tailed) diatas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal

2. Multikolinearitas

Tujuan uji multikolinieritas adalah untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (tidak terjadi multikonieritas). Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol dengan kriteria sebagai berikut:

Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor)

a. Tidak terjadi Multikonieritas, jika nilai VIF lebih kecil 5,00.

b. Terjadi Multikonieritas, jika nilai VIF lebih besar atau sama dengan 5,00.

3. Uji Heteroskedastisitas

Adanya varians variabel bebas adalah konstan untuk setiap nilai tertentu variabel terikat (homokedastisitas). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan uji Glejser dengan pengambilan keputusan jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat, maka ada indikasi terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan 5% dapat disimpulkan model regresi tidak mengarah adanya heteroskedastisitas.


(62)

3.5.2 Regresi Linier Berganda

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square).

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Y = f (X1, X2, X3) ...(1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y = a + ß1X1+ ß2X2+ ß3X3µ ...(2)

Dengan:

Y : Pembiyaan bermasalah

a : Intercept

ß1,ß2,ß3 : Koefisien Regresi

X1 : Inflasi

X2 : Margin Keuntungan Bank X3 : Kurs Mata Uang

µ : Error Terms/ Kesalahan Pengganggu


(63)

> 0, artinya jika terjadi kenaikan pada X1(inflasi), maka Y

(pembiayaan bermasalah) mengalami kenaikan, ceteris paribus. > 0, artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (margin keuntungan bank),

maka Y (pembiayaan bermasalah) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

> 0, artinya jika tejadi kenaikan pada X3(kurs), maka Y ( pembiayaan bermasalah) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.5.3 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 1. Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunaan hipotesis sebagai berikut:

H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H0 : bi ≠ 0 ( ada pengaruh)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai t hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen, dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 diterima, ini artinya bahwa variabel independen


(1)

2. Nilai R Square sebesar 0.572 berarti 57.2% variabel NPF (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel inflasi (X1), margin keuntungan bank (X2) dan kurs (X3). Sedangkan sisanya 47.8% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

3. Standard Error of Estimated(Standar Deviasi) artinya mengukur variasi dari nilai yang diprediksi. Dalam penelitian ini standar deviasinya sebesar 0,88387. Semakin kecil standar deviasi berarti model semakin baik.

4.7 Pembahasan

1. Pengaruh Inflasi Terhadap NPF

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel inflasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap NPF. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien regresi yang bernilai positif 0,209 dan nilai thitung (2.069) yang lebih besar dari nilai ttabel(1,684) dengan tingkat signifikansi 0,044. Artinya jika inflasi ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka NPF mengalami peningkatan sebesar 0,209

2. Pengaruh Margin Keuntungan Bank Terhadap NPF

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel margin keuntungan bank memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap NPF. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien regresi yang bernilai positif 0,624 dan nilai thitung (2.317) yang lebih besar dari nilai ttabel(1,684) dengan tingkat signifikansi 0,025. Artinya jika margin keuntungan bank ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka NPF mengalami peningkatan sebesar 0,624


(2)

3. Pengaruh Kurs Terhadap NPF

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kurs memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap NPF. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien regresi yang bernilai positif 0,301 dan nilai thitung(1.652) yang lebih kecil dari nilai ttabel (1,684) dengan tingkat signifikansi 0,057. Artinya jika kurs ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka NPF mengalami peningkatan sebesar 0,301, namun penigkatan tersebut tidak signifikan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan uji normalitas, maka didapati seluruh variabel memiliki data yang normal. Setelah dilakukan uji heterokedastisitas, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi heterokedastisitas. Setelah dilakukan uji multikolinieritas, tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (tidak terjadi multikolinieritas) pada model regresi, artinya model regresi dinyatakan baik, sehingga dapat digunakan dalam pengujian hipotesis.

2. Pengaruh inflasi, margin keuntungan bank dan kurs terhadap NPF PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan, yaitu bahwa variabel inflasi dan margin keuntungan bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPF PT. Bank X Syariah, dan variabel kurs juga berpengaruh positif namun tidak signifikan. Dari ketiga variabel independen, variabel margin keuntungan bank lah yang paling berpengaruh ditunjukan dengan nilai standardized coefficientssebesar 0,354, sedangkan variabel inflasi sebesar 0,249 dan variabel kurs sebesar 0,285.

3. Pengaruh inflasi, margin keuntungan bank dan kurs terhadap NPF PT. Bank X Syariah yang dilihat secara simultan atau gabungan, yaitu variabel inflasi, margin keuntungan bank dan kurs secara simultan atau gabungan berpengaruh


(4)

positif dan signifikan terhadap NPF PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan

4. Angka R Square atau koefisien determinasi adalah 0,572 berarti 57,2% variabel NPF (Y) dapat dijelaskan oleh variable inflasi (X1) margin keuntungan bank (X2) dan kurs (X3). Sedangkan sisanya 42,8% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan harus lebih hati-hati lagi dalam penyaluran pembiayaan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan juga kelayakan calon debitur dalam menerima pinjaman.

b. Dalam menjalanan operasionalnya PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan, harus tetap mengacu kepada kondisi makro ekonomi sebagai pertimbangan dalam melakukan kegiatan penyaluran pembiayaan sehingga dapat meminimalisir tingkat pembiayaan bermasalah.

c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat mengembangankan penelitian ini, penelitian saat ini belum dapat meneliti secara mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingak kredit bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan.

d. Adapun faktor lain yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah kondisi keuangan debitur dan kesalahan analisa pihak bank.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, “Perkembangan Perbankan Syariah dalam Menyongsong 2015”,

http://www.bi.go.id

BRISyariah, “Sejarah” http://www.brisyariah.co.id

Kasmir, 2002.Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kasmir, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, Jakarta: PT. Raja

Gravindo Persada. Edisi Revisi.

Kemeterian Keuangan Republik Indonesia, “BI: Perbankan Syariah Berkembang Pesat”, http://www.kemenkeu.go.id.

Singgih, Santoso. Mengambil SPSS untuk Multivariat, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006.

Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009

Sudjana, Metode Statistika, Bandung: Tarsto, 2005.

Sutojo, Siswanto. Menangani Kredit Bermasalah. Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka Utama, 2012.

Tampubolon, Robert. Risk Mangement: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial.Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004.

Undang-Undang Perbankan Syariah No.21 tahun, Jakarta: Sinar Grafika, 2008 Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Yudiatmaja, Fridayana. Analisis Regresi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013. Z, A Wangsaidjaja. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2013.

Sukirno, Sadono, 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : Raja Grafin Persada.

Wahana Komputer, 2009. SPSS 17 : Untuk Pengolahan Data Statistik. Penerbit Andi, Yogyakarta.


(6)

www.kemenkeu.go.id www.bi.go.id

www.brisyariah.co.id www.infobank.co.id


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Agunan Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Syariah Karya Medan

7 69 115

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Nasabah Non Muslim Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.

2 67 99

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian pembiayaan pada Bank Syariah (Studi pada Bank Syariah mandiri Cabang pembantu Bekasi Timur

0 10 100

Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Pembiayaan Pembiayaan Agribisnis pada Bank Umum Syariah (Kasus pada BMI Cabang Pembantu Depok)

5 116 195

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK UMUM SYARIAH Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Umum Syariah Periode 2011 – 2014.

1 5 12

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH : Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri Cabang Rawamangun.

8 16 34

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Berbasis Margin pada Bank Umum Syariah di Indonesia IMG 20151104 0001

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan perhatian yang serius dan - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan

0 0 9

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan

0 0 11