Latar Belakang Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dilingkungan masyarakat Indonesia yang sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupan dari tanah. Selain tempat pemukimam tanah merupakan sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usahatani, tambak dan perkebunan. Bagi kehidupan manusiatanah mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusanmasyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya, tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral, dimana setiap akhir hayat manusia akan kembali kepada tanah. 1 Pembukaan tanah di suatu tempat tertentu merupakan awal dari lahirnya kepemilikan tanah bagi individu atau kelompok, yang menurut hukum adat pembukaan tanah tersebut diawali dengan pemberitahuan kepada persekutuan hukum dan diberi tanda dan batas tertentu. 2 Selanjutnya tanah yang dibuka tersebut dijadikan sebagai tempat berusaha dan atau di atasnya dibangun tempat tinggal yang dikuasai 1 Heru Nugroho, 2001, Menggugat Kekuasaan Negara, Muhammadiyah University Press, Surakarta, hlm.237. 2 Mukhtar Wahid, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika, Jakarta, hlm.59. Universitas Sumatera Utara 2 oleh masing-masing orang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, hingga penguasaan tanah tersebut berlangsung secara terus menerus dan bahkan turun temurun. Penguasaan tanah yang dilakukan secara terus menerus akan menimbulkanhubungan nyata antara manusia dengan tanah, sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan dan tindakan pengolahan nyata atas tanah adalah unsur utama lahirnya hak atas tanah. Berdasarkan penguasaan dan tindakan pengolahan nyata atas tanah secara berkesinambungan tersebut, maka akan menimbulkan hubungan hukum dengan tanah yang ditempati dan diusahakannya, kemudian hubungan hukum tersebut diakui oleh penguasa atau pemerintah setempat yang ditandai dengan pengakuan secara tertulis maupun secara lisan. Dalam rangka pembangunan nasional yang berkesinambungan, peranan tanah akan menjadi bertambah penting, sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang semuanya memerlukan tanah. Karena pentingnya tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan antara manusia, hal ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan manusia akan tanah, sementara itu persediaan tanah relatif tetap. Namun adakalanya di beberapa tempat tertentu, seperti di tepi pantai, sungai, dan danau, karena peristiwa alam, membuat bidang tanah pada lokasi tersebut menjadi bertambah luasnya. Pertambahan luas tanah tersebut disebabkan karena adanya erosi tanah di hulu sungai yang kemudian hanyut terbawa arus sungai. Selanjutnya tanah-tanah hanyutan tersebut sebagian akan mengendap disepanjang Universitas Sumatera Utara 3 aliran sungai, dan sebagian lagi terus ke muara sungai yang bersangkutan. Maka secara tidak langsung, akibat proses yang demikian berulang terjadi akan membuat endapan lumpur tersebut meluas dan meninggi, sehingga pada akhirnya membentuk sebuah daratan baru yang dikenal dengan sebutan tanah timbul aanslibbing. Tanah timbul merupakan suatu karunia yang sangat berharga bagi mereka masyarakat yang bertempat tinggal bermukim di sekitar pantai ataupun sungai tersebut, khususnya bagi mereka warga masyarakat yang berekonomi lemah yang mencari nafkah sebagai petani, karena sebagai sumber daya alam baru, tanah timbul merupakan daratan yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk usaha pertanian, tambak, dan bahkan dapat dijadikan tempat untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal. Pada prinsipnya unifikasi hukum pertanahan di Indonesia telah terwujud, yaitu dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA pada tanggal 24 September 1960, Lembaran Negara 1960-104, yang merupakan peraturan dasar pertanahan Indonesia yang dibentuk berdasarkan Hukum Adat, yaitu untuk melaksanakan amanah Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945, agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat. Universitas Sumatera Utara 4 Kemudian hak menguasai oleh negara sebagaimana tersebut diatas lebih lanjut dituangkan dalam UUPA, yang menyatakan bahwa hak menguasai tersebut memberi wewenanag kepada negara untuk: 3 a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Wewenang pada hak menguasai dari negara sebagaimana tersebut diatas digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Maka berdasarkan wewenang tersebut, negara dapat menentukan bermacam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama serta badan hukum. Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud merupakan hak untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan. 4 Namun persoalan hukum muncul ketika penguasaan dan kepemilikan bersifat faktual tersebut dihadapkan dengan ketentuan hukum secara yuridis formal, dimana 3 Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. 4 Pasal 4 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Universitas Sumatera Utara 5 kepemilikan yang terjadi menurut hukum adatkebiasaan, belum tentu mendapat kepastian hak atas tanah berdasarkan ketentuan hukum formal, bahkan penguasaan tersebut bisa jadi suatu perbuatan yang menyalahi atau bertentangan menurut hukum formal. Sebagai daratan baru, apa yang dimaksud tanah timbul aanslibbing sebenarnya secara eksplisit pengaturannya dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 584 juncto 589 KUHPerdata BW yang pada intinya menyatakan bahwa tanah timbul adalah “milik” yang menguntungkan sekalian pihak yang memiliki tanah dipertepian aliran sungai tersebut,yaitu atas dasar perlekatan natrekking. Namun demikian, apa yang tertuang dalam pasal KUHPerdata tersebutberbedadengan persepsi hukum adatkebiasaan rakyat Indonesia. Dimana dalam persepsi Hukum Adat tidak mengenal dan menggunakan asas perlekatan sebagai dasar pemilikan atas tanah. Dan sejalan dengan itu, atas dasar angka 4 Konsideran Memutuskan UUPA dengan tegas telah mencabut seluruh ketentuan yang termuat dalam Buku II KUHPerdata,yaitu sepanjang yang mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Tetapi sejak dicabutnya Buku II KUHPerdata dan diberlakukannya UUPA serta berbagai peraturan perundang-undangan sektoral lainnya, baik bersifat pelaksana maupun berupa kebijakan dari pemerintah, sampai sekaranag tidak ada ditemukan aturan yang tegastentang keberadaan tanah timbul, melainkan hanya suatu pernyataan bahwa “tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah peraian pantai, pasang Universitas Sumatera Utara 6 surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh negara”, 5 tanpa ada suatu pemaparan yang tegas tentang hak-hak masyarakat didalamnya. Sejalan dengan apa yang telah uraikan diatas, lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau,tepatnya disebuah desa bernama Teluk Erong yang posisinya terletak di daerah aliran sungai Indragiri, dimana sebagian luas tanah desa ini adalah merupakan tanah timbul dengan cakupan luas mencapai + 15 ha lima belas hektar, dan seiring waktu luas tanah timbul di desa inipun terus bertambah, dimana dalam kurun waktu 5 tahun terakhir kemunculan tanah timbul diperkirakan mencapai 4 ha empat hektar. Sebagai fenomena hukum, sangat menarik untuk dikaji sistem penguasaan dan pemilikan tanahtimbul menurut budaya atau hukum adatkebiasaan masyarakat tersebut, demikian juga pengaturan terkait tanah timbul dalam perundang-undangan besertalangkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh hak atas tanah terkait penguasaannya. Oleh karena itu, maka diajukan penelitian dengan judul tesis: “Status Penguasaan Tanah timbul aanslibbing di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.” Sehingga nanti diharapkan diperoleh jawaban yang bermanfaat dan berguna untuk pengembangan ilmu hukum khususnya dibidang hukum pertanahan.

B. Perumusan Masalah