Alat Pengumpulan Data Hak Bangsa Indonesia Atas Tanah

28 2. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, kamus umum dan kamus hukum, surat kabar, internet, serta makalah-makalah yang berkaitan dengan penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut: a. Wawancara,dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan dan narasumberyang telah ditetapkan, dengan model wawancara langsung tatap muka, yang terlebih dahulu dibuat pedoman wawancara yang sistematis, tujuannya agar mendapat data yang mendalam dan lebih lengkap dan punya kebenaran yang konkrit baik secara hukum maupun kenyataan yang ada di lapangan. b. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidenfikasi dan mengalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. 24 Sehinggadata sekunder yang berkaitan dengan penelitian dapat diperoleh dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau 24 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hlm.52. Universitas Sumatera Utara 29 literatur, karya ilmiah seperti makalah, jurnal maupun artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah maupun koran yang berhubungan dengan tanah timbul.

5. Analisis Data.

Analisis data adalah merupakan kegiatan dalam penelitian untuk melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori yang telah ditetapkan sebelumnya. 25 Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis untuk memberikan gambaran jelas jawaban atas permasalahan yang ada. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode deduktif sehingga dapat diperoleh kesimpulan. 25 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op. cit. hlm.183. Universitas Sumatera Utara 30

BAB II PENGUASAAN TANAH TIMBUL MENURUT KEBIASAAN MASYARAKAT

DI DESA TELUK ERONG KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Telok Erong adalah merupakan desa yang terletak di kawasan Sungai Indragiriatau dikenaljuga dengan nama Sungai Batang Kuantan, yang secara administratif pemerintahan desanya berada di Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu. Dimana pada awalnya, jauh sebelum Republik Indonesia merdeka Teluk Erong adalah merupakan sebuah nama lahan kosong berbentuk hutan yang kemudian masyarakat sekitar bukagarap dan dijadikan sebagai lahan pertanian. Namun seiring waktu, selain dijadikan sebagai lahan pertanian, daerah inijuga dijadikan sebagai pemukiman oleh warga yang membuka daerah tersebut. Adapunluas wilayah Desa Teluk Erongyaitu sekitar 0,35 km 2 35 hektar yang merupakan daerah dataran rendah dengan batas-batas sebagai berikut: 26 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Hutan Desa Kampung Pulau. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Sungai Indragiri. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Kuantan Babu. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Kampung Pulau. 26 Hasil wawancara dengan Dedi Putra, RT Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, pada tanggal 3 Desember 2011. 30 Universitas Sumatera Utara 31 Menurut keterangan Dedi Putra, asal usul nama atau sebutan Teluk Erong pada lokasi tersebut dilatarbelakangi karena posisinya yang terletak di pinggiran laut. Perkataan “laut” merupakan istilah keseharian masyarakat setempat dalam hal mengucapkan sungai Indragiri yang melintas di desa ini. Hingga sampai sekarang istilah “laut” merupakan bahasa sehari-hari masyarakat setempat dalam hal menyatakan sungai Indragiri. 27 Adapun jumlah wargayang bertempat tinggal di desa iniyaitu sebanyak 32 kepala keluarga dengan jumlah penduduk kurang lebih sebanyak 130 jiwa. Keseluruhan masyarakat yang bertempat tinggal didesa ini adalah masyarakat asli suku melayu rengat, menganut agama Islam, dan mencari nafkah dibidang usaha pertanian, tambak, dan nelayan. 28 Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa desa ini adalah desa palingbanyakmemunculkan tanah timbul di Kecamatan Rengat. Hal ini terjadi karena letak posisi desa berada di aliran sungai yang berbelok. Menurut keterangan Dedi Putra dan warga masyarakat setempat, sebagian luas daratan yang masyarakat jadikan lahanpertanian dan tempattinggal adalah daratan yang terbentuk akibat terjadinya sedimentasi atau pengendapan lumpur dengan luas kurang lebih mencapai 15 ha lima belas hektar.Dan seiring waktu dari tahun ke tahun 27 Hasil wawancara dengan Dedi Putra, RT Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 3 Desember 2011. 28 Hasil wawancara dengan Dedi Putra, RT Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 3 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 32 kemunculan tanah timbul terus terjadi, adapun luas tanah timbul yang baru muncul 5 tahun terakhir ini kurang lebih luasnya mencapai 4 ha hektar. 29 Kemunculan tanah timbul di Kecamatan Rengat sebenarnya bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat sekitar, karena secara tofografi daerah ini merupakan wilayah dataran rendah dengan kemiringan 0-2 dan ketinggian 0-10 meter di atas permukaan laut, berdasarkan kondisi dengan jenis tofografi ini, mengakibatkan sebagian besar wilayah Kabupaten Indragiri Hulu, merupakan dataran endapan aluvium muda dan tua. 30 Tanah Aluviumadalah tanah hasil erosi yang diendapkan di dataran rendah. 31 Sejalan dengan keadaan tofografi sebagaimana dimaksud diatas, menurut keterangan Hilman Bahri Sungai Indragiri adalah sungai yang melintasi 2 provonsi, yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Bagian hulu sungai berada pada Provinsi Sumatera Barat, yang meliputi 10 kabupatenkota antara lain: 32 1. Kabupaten Tanah Datar; 2. Kabupaten Padang Panjang; 3. Kabupaten Agam; 4. Kabupaten Bukit Tinggi; 29 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 30 Gambaran Umum Kondisi Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Jangka Panjang RPJP Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2005-2025. 31 Ari Sudewa, Beberapa Jenis Tanah Di Indonesia, http:arisudev.wordpress.com20110713berbagai-jenis-tanah-di-indonesia, diakses pada tanggal 4 Februari 2012. 32 Hasil wawancara dengan Rajial Anwar, Sekretaris Kasubbag Umum Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten Indragiri Hulu, pada tanggal 7 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 33 5. Kabupaten Sawah LuntoSijunjung; 6. Kota Sawah Lunto; 7. Kabupaten Payah Kumbuh; 8. Kabupaten Limapuluh Kota; 9. Kabupaten Solok; 10. Kota Solok. Sedangkan pada bagian hilir sungai berada di wilayah Provinsi Riau, yang meliputi 3 kabupaten, yaitu: 1. Kabupaten Indragiri Hulu; 2. Kabupaten Singigi; 3. Kabupaten Indragiri Hilir. Berdasarkan uraian lintasan sungai tersebut, lebih lanjut Hilman Bahri menjelaskan bahwa sedimentasi pengendapan yang terjadi dibagian hilir diakibatkan karena kondisi tofografiwilayah pada hulu sungai memiliki kemiringan lereng yang cukup tinggi, sehingga akan secara cepat menghanyutkan tanah sebagai sedimen erosi ke daerah hiliryang lebih cenderung terjadi penggenangan. 33 Namun demikian, hal terpenting dan menarikuntuk dikaji dalam penelitian ini adalah aspek hukum pertanahan yang melingkupinya, terutama mengenai kebiasaan masyarakat setempat dalam hal melakukan penguasaan atas tanah yang terjadi karena 33 Hasil wawancara dengan Rajial Anwar, Sekretaris Kasubbag Umum Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten Indragiri Hulu, pada tanggal 7 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 34 adanya peristiwa alam tersebut, demikian juga peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Karena sebagaimana diketahui sejak tanggal 24 September 1960 dengan di Undangkannya Undang-Undang Pokok Agraria UUPA, Indonesia telah berhasil memiliki Hukum Pertanahan yang bersifat nasional, dimana selanjutnya apa yang dihendaki UUPA tersebut juga diatur dalam peraturan sektoral lainnya. Sehingga semua hal yang menyangkut tentang bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara.Hak menguasai dari Negara tersebut memberi wewenang kepada negara untuk: 34 a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukumyang mengenai bumi,air dan ruang angkasa. Dengan demikian setiap perbuatan yang bermaksud untuk melakukan penguasaan atas tanah, tentunya harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku secara formal, sebagaimana yang dikehendaki hukum pertanahan yang bersifat nasional. Tetapi pada kenyataannya apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia sampai saat ini belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, dimana masih terdapat sekelompok 34 Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. Universitas Sumatera Utara 35 masyarakat di daerah Indonesia yang menggunakan hukum adatkebiasaannya dalam melakukan penguasaan atas tanah. Namun demikian, mesti masyarakat setempat telah melakukan penguasaan tidak sesuai dengan ketentuan hukum sebagaimana dimaksud dalam hukum pertanahan nasional, tidaklah mudah untuk mengatakan itu sebagai perbuatan yang menyalahi atau melanggar hukum, karena jauh sebelum berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan itu ada, masyarakat yang berada di berbagai wilayah Indonesia termasuk di daerah ini telah hidup dengan budaya dan tatanan hukum adatkebiasaannya. Sebagaimanalandasan hukum di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945menegaskan bahwa Negaramengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, untuk mengetahui budaya dan tatanan hukum adatkebiasaan setempat, maka akan diuraikan secara singkatsejarah daerah ini beserta perkembangannya hingga sekarang.Karena untuk memahami segala hubungan hukum dan peristiwa hukum yang terjadi dilingkungan masyarakat setempat, tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa memahami sejarah daerah dan struktur hukum masyarakat itu sendiri. Oleh Karena itu secara singkat akan diuraikan berdasarkan 2 priode, yaitu sebelum dan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia. Universitas Sumatera Utara 36 1. Sebelum Indonesia Merdeka Berdasarkan catatan sejarah, Kecamatan Rengat yang merupakan ibu kota Kabupaten Indragiri Hulu adalah tempat terakhir berdirinya kepemimpinan RajaSultan yang dikenal dengan nama Kesultanan Indragiri. Dimana pada tanggal 5 Januari 1815, yakni pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim Sultan Indragiri ke-15 Ibu Kota Indragiri dipindahkandan menetap di Rengat sampai pada masa pemerintahanSultanMahmudsyah 1912-1965, Sultan Indragiri ke-22. 35 Kesultanan Indragiri memiliki sistem pemerintahan khas yang dibangun oleh orang-orang Melayu secara turun-temurun. Model pemerintahan yang berlaku di dalam Kesultanan Indragiri adalah pemerintahan yang bercirikan Islam yang telah memperkuat pertumbuhan dan perkembangan Budaya Melayu. Upacara-upacara keagamaan di Indragiri tidak bisa dilepaskan dari ajaran agama Islam dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. 36 Berdirinya Kesultanan Indragiri tidak bisa dipisahkan dari keberadaan Kerajaan Keritang. Karena pada saat itu Nara Singa II yang merupakan raja keritang ke-4, bersama para pengikutnya memindahkan pusat kerajaan dari Keritang ke Pekantua, yang tidak jauh dari Sungai Indragiri.Perpindahan tersebut terkait dengan kepercayaan bahwa suatu tempat yang telah ditinggalkan tidak baik untuk dijadikan pusat pemerintahan. Karena Keritang adalah merupakan kota yang diambilalih oleh Malaka sebagai daerah jajahan, maka menurut keyakinan magic religious, kota atau 35 Iswara NR, Kesultanan Indragiri, http:melayuonline.comindhistorydig349, diakses pada tanggal 20 februari 2012. 36 Ibid. Universitas Sumatera Utara 37 kraton yang telah dikalahkan itu harus ditinggalkan.Selanjutnya Raja Nara Singa II akhirnya dinobatkan menjadi pemimpin di Pekantua dan inilah tanda bahwa Kesultanan Indragiri telah berdiri. Sebagai sultan pertama Kesultanan Indragiri, Nara Singa II diberi gelar “Maulana Paduka Sri Sultan Alauddin Iskandar Syah Johan”1508-1532. Gelar ini menandakan bahwa unsur Islam sudah masuk dan menebar pengaruh di Indragiri dan sekitarnya. 37 Sistem pemerintahan yang mulai terkonsep sejak masa pemerintahan Sultan Alauddin Iskandar Syah Johan ini, selanjutnya ditingkatkan dan disempurnakan menjadi Undang-Undang Kesultanan pada masaRaja Hasan bergelar Sultan Hasan Salahuddinsyah 1735-1765, Sultan Indragiri ke-13. Undang-Undang Kesultanan Indragiri itu meliputi Undang-Undang Adat Kerajaan Indragiri, Peradilan Adat Kerajaan, Panji-Panji Raja, serta Menteri Kerajaan. Undang-Undang Kesultanan Indragiri diuraikan sebagai berikut: 38 1. Struktur Pemerintahan Berdasarkan Lembaga Undang-Undang Adat, yang terdiri dari Beraja nan Berdua, meliputi: 1 Yang Dipertuan Besar Sultan; 2 Yang Dipertuan Muda, dan Berdatuk nan Berdua yang meliputi: 1 Datuk Temenggung; 2 Datuk Bendahara. 2. Menteri nan Delapan, yaitu Menteri-menteri Kesultanan Indragiri atau sebagai Pembantu Datuk Bendahara, berjumlah delapan orang, antara lain: Sri Paduka, 37 Ibid. 38 Ibid. Universitas Sumatera Utara 38 Bentara, Bentara Luar, Bentara Dalam, Majalela, Panglima Dalam, Sida-Sida, dan Panglima Muda. 3. Tiga Datuk di Rantau, meliputi Orang-Orang Kaya sebagai berikut: Orang Kaya Setia Kumara di Lala, Orang Kaya Setia Perkasa di Kelayang, serta Orang Kaya Setia Perdana di Kota Baru. 4. Penghulu nan Tiga Lorong, terdiri atas 1 Yang Tua Raja Mahkota, di Batu Ginjal, Kampung Hilir; 2 Lela di Raja, di Batu Ginjal, Kampung Hilir; dan 3 Dana Lela, di Pematang. 5. Kepala Pucuk Rantau, mencakup 1 Tun Tahir di Lubuk Ramo; 2 Datuk Bendahara di sebelah kanan; serta 3 Datuk Temenggung di sebelah kiri. Selain itu, terdapat juga Peradilan Adat Kesultanan Indragiri yang mengurusi hukum pidana maupun perdata. Peradilan Adat Kesultanan Indragiri meliputi dua mahkamah. Pertama adalah Mahkamah Besar, dengan keanggotaan yang terdiri dari Yang Dipertuan Muda, Datuk Bendahara, dan beberapa anggota lain yang dipilih oleh Sultan Indragiri. Setiap keputusan Mahkamah Besar disampaikan oleh Datuk Bendahara kepada Sultan Indragiri. Sementara ituMahkamah kedua adalah Mahkamah Kecil yang mencakup wilayah di desa-desa di bawah kendali seorang Penghulu. Pada perkembangannya, Mahkamah Kecil ini kemudian dikepalai oleh Amir atau Camat pada masa sekarang. Di samping itu ada pula Hukum Pidana Adat Universitas Sumatera Utara 39 yang dikuasai Raja dan Orang Banyak, serta Hukum Perdata mengenai Hukum Salo damai, pengaduan tentang kerugian, dan batas putusan Penghulu. 39 Menurut keterangan warga setempat, Penghulu atau saat ini lebih dikenal dengan nama Kepala DesaLurah adalah orang yang mempunyai peran penting dalam hal pertanahan di setiap desa yang berada di wilayah Indragiri.Atas dasar tugas yang diberikan RajaSultan kepadaPenghulu, maka untuk membuka atau menggarap sebidang tanah, anggota masyarakat haruslah terlebih dahulu mendapat izin dari Penghulu. Hal ini dimaksudkanbukan karena RajaSultan dan Penghulu pada saat itu adalah pemilik tanah, melainkan hanya seorang penguasa yang melindungi rakyatnya agar tanah-tanah yang berada didaerah ini tidak jatuh padakekuasaan pemerintahan kolonial Belanda. 40 Pada masa itu, semua masyarakat didaerahini hanya menganggap semua tanahmerupakan titipan Sang Pencipta yaitu TuhanYang Maha Esa, sebagai seorang yang diistimewakan dan dijadikan pemimpin, penguasaan RajaSultan atas tanah tidak lain hanya bertujuan untuk mempertahankandan melindungi hak-hak masyarakatnya dari gangguan para penjajah baik itupasukan kolonial Belanda maupun Jepang. Sehingga tanah suatu saat nanti masih bisa diwariskan kepada generasi penerus dimasa mendatang. 41 39 Ibid. 40 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 41 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 40 2. Sesudah Indonesia Merdeka Dengan diproklamasikan kemerdekaan Indonesia tangal 17 Agustus 1945 maka berdirilah Kesatuan Negara Republik Indonesia. Pada awalnya pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Dalam Lingkungan Povinsi Sumatera Tengah yang diberi nama Kabupaten Indragiri. 42 Tetapi Kabupaten Indragiri Hulu dan Hilir saat itu masih merupakan satu kabupaten. Kabupaten Indragiri ini terdiri atas 3 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Kuantan Singingi dengan ibu kota Teluk Kuantan, Kewedanaan Indragiri Hulu dengan ibu kotanya Rengat dan Kewedanaan Indragiri Hilir dengan ibu kotanya Tembilahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1963 tentang Pernyataan Mulai Berlakunya Dan Pelaksanaan Undang-Undang Penyerahan Pemerintahan Umumstatus kewedanaan dihapus bersama dengan penghapusan kewedanaan dalam Kabupaten Indragiri. 43 Kemudian pada tahun 1965 berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1965, Kabupaten Indragiri dimekarkan menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Selanjutnya pada tahun 1999 Kabupaten Indragiri Hulu dimekarkan lagi yaitu Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan Singingi. Setelah satu tahun pemekeran tersebut, tepatnya pada tahun 2000 42 Bagian Pendahuluan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Jangka Panjang RPJP Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2005-2025. 43 Bagian Pendahuluan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Jangka Panjang RPJP Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2005-2025. Universitas Sumatera Utara 41 kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu dimekarkan pula, yang semula terdiri 6 kecamatan menjadi 14 kecamatan. Dalam kurun waktu yang cukup panjang sebagaimana telah diuraikan, yaitu dari zaman sebelum kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, cukup jelaslah kiranya diketahui bahwa di daerah ini telah banyak terjadi perubahan. Namun demikian, perubahan dan perkembangan tersebut, tidak merubah pemahaman masyarakat khususnya penduduk asli daerah ini tentang hukum,apapun bentuk hukum itu menurut masyarakat didaerah ini haruslah sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan ajaranagama, dan khusus di daerah ini pemahaman hukum masyarakat tidak terlepas dengan ajaran Islam. 44

B. Istilah Dan Pengertian Tanah Timbul

Dalam bahasa Inggris tanah timbul disebut deltaber atau channelbar, di dalam bahasaBelanda disebut dengan istilah aanslibbing,sedangkan di dalam bahasa Indonesia biasanya disebut dengan tanah tumbuh atau tanah timbul. 45 Secara khusus terjadinya tanah timbul ini dapat diketahui dengan mempelajariSedimentologiyaitu ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan, sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari proses pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, 44 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 45 Rofi Wahanisa Dan Arif Hidayat,2009,Penguasaan Tanah Timbul Aanslibbing Sebagai Dasar Untuk Memperoleh Hak Milik Atas Tanah, Jurnal Pandecta,Vol. 3. No.1, Januari-Juni, hlm.2. Universitas Sumatera Utara 42 yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi oleh air, angin, dan lain-lain, hingga pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan. 46 Secara umum, dalam lingkungan masyarakat Indonesia juga terdapat berbagai ragam istilah dalam menyebutkan tanah timbul ini.Hal ini dapat dimaklumi, karena di Indonesia terdapat berbagai ragam suku yang tentunya mempunyai perbedaan bahasa antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, namun demikian istilah tersebut tetap memiliki makna dan pengertian yang sama. Roestandi dalam Rofi Wahanisa dan Arif Hidayat menjelaskan bahwa tanah timbul disebut dengan istilah tanah oloran yaitu tanah yang timbul di tepi sungai akibat endapan lumpur yang terbawa oleh alur sungai. 47 Selanjutnya Urip Santoso dalam bukunya menyebutkan dengan istilah lidah tanah yaitu tanah yang timbul atau muncul di tepi arus sungai yang berbelok. Tanah ini berasal dari endapan lumpur yang makin meninggi dan mengeras. Timbulnya tanah ini bukan karena kesengajaan dari seseorang atau pemilik tanah yang berbatasan, melainkan terjadi secara alamiah. 48 Sementara itu, dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Teluk Erong, masyarakat setempat lebih mengenal tanah timbul dengan istilah tanah datang. Sejalan dengan apa yang disampaikan diatas, ada juga beberapa penulis yang memberikan defenisi mengenai tanah timbul, diantaranya adalah: 46 Alfonsus Simalango, Sedimentologi, http:alfonsussimalango.blogspot.com201002sedimentologi.html , diakses pada tanggal 24 Februari 2012. 47 Rofi Wahanisa Dan Arif Hidayat, Ibid, hlm.3. 48 Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana,Jakarta, hlm.54. Universitas Sumatera Utara 43 1. Menurut Sunahan Yosua, tanah timbul adalah tanah yang terjadi akibat pergeseran bumi secara ilmu alam, yang kemudian akibat pergeseran tersebut muncullah tanah dipermukaan, bisa di tengah laut, bisa di tepi pantai. 49 2. Menurut G. Kartasapoetra, dkk, tanah timbul atau aanslibbingadalah tanah yang terjadi akabat erosi berton-ton tanah yang dihanyutkan oleh air hujan yang menuju ke sungai-sungai besar dimana tanah-tanah hanyutan tersebut sebagian akan mengendap disepanjang sungai dan sebagian terus ke muara sungai yang bersangkutan. Akibat berkali-kali terjadi erosi maka terjadilah aanslibbing atau tanah timbul. 50 Secara yuridis formal pengertian tanah timbul dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah yang menyatakan bahwa tanah timbul adalah daratan yang terbentuk secara alami maupun buatan karena proses pengendapan, di sungai, danau, pantai dan atau pulau timbul.

C. Penguasaan Tanah Timbul Menurut Kebiasaan Masyarakat Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu

Secara umum penguasaan berasal dari kata dikuasi, sedangkan dikuasai merupakan suatu tujuan untuk memiliki. Sebagaimana dalam bukunya Supriyadi, Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa penguasaan adalah hubungan yang nyata antara 49 Sunahan Yosua, Op.Cit., hlm.5. 50 G. Kartasapoetra, dkk, 1998, Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayaan Tanah, Bina Aksara,Jakarta, hlm.49. Universitas Sumatera Utara 44 seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya, dimana saat itu ia tidak memerlukan legitimasi lain kecuali bahwa barang itu ada di tangannya. 51 Kebiasaan dapat diartikan suatu perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang menunjukkan suatu bukti bahwa seseorang atau sekelompok orang menyukai perbuatan tersebut. Sebagaima dikutip Ishaq dalam bukunya J.B. Daliyo menyatakan bahwa kebiasaan adalah perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang. 52 Berdasarkan apa yang telah disebutkan, maka dalam pembahasaan ini akan diuraikan penguasaan atas tanah endapan tanah timbul menurut kebiasaan warga masyarakat pada lokasi penelitianini. Sebagaimana persepsi masyarakat hukum adat pada umumnya, menurut keterangan warga masyarakat setempat, Pembukaaan lahan baruadalah merupakan salah satu cara lahirnya penguasaan atas sebidang tanah, yaitu apabila sebuah tanah kosong yang tidak ada pemiliknya, misalnya hutan desa, apabila digarap dan kerjakan maka tanah tersebut nantinya akan menjadi miliknya. 53 Ketentuan pembukaan lahan kosong berupa hutan desa sebagaimana dimaksud menurut warga setempat sama halnya dengan pembukaan tanah timbul. Perbedaannya hanya terlihat pada tata cara pembukaannya saja, yaitu apabila tanah tersebut berbentuk hutan, maka orang yang ingin mengusakannya harus terlebih dahulu menebang pepohonan dan membersihkannya dari akar belukar, sehingga 51 Supriyadi, 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Menemukan Keadilan, Kemanfaatan, Dan Kepastian Atas Eksistensi Tanhah Aset Daerah, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm.50. 52 Ishaq, op.cit., hlm.102. 53 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 45 tanah tersebut dapat digunakan untuk keperluannya, misalnya untuk bercocok tanam, dijadikan tempat beternak, mendirikan rumah ataupun dijadikan tempat untukkeperluan lainnya. 54 Sedangkan terhadap tanah tanah timbul, orang yang ingin menguasainya hanyaberupaya untuk mengerjakan agar tanah timbul tersebut bisa seperti tanah pada umumnya, yaitu dengan cara menimbun atau menanaminya dengan beberapa jenis tumbuhan yang dapat mempercepat tumbuhnya lapisan tanah timbul tersebut. 55 Menurut keterangan warga, tindakan awal yang dibutuhkan untuk mempercepat penambahan lapisan endapan lumpur selain dengan cara menimbun adalah dengan cara menanaminya dengan berbagai jenis rumput, seperti glagahan, rumput gajah dan berbagai jenis tanaman liar lainnya diatas tanah timbul tersebut. Dengan demikian maka akan dapat mempercepat proses lapisan permukaan tanah timbul dan menambah kesuburannya. Sebagaimana menurut sumadi, berbagai jenis tanaman itu selain berfungsi untuk menambah kesuburan tanah juga berfungsi untuk menahan endapan lumpur ketika musim hujan. 56 54 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 55 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 56 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 46 Warga yang berhak untuk melakukan pembukaan lahan tanah timbul dibedakan menjadi dua, yaitu: 57 1. Warga masyarakat yang mempunyai bidang tanah yang berbatasan secara langsung dengan tanah timbul tersebut; dan 2. Warga masyarakat yang tidak mempunyaibidang tanah yang berbatasan secara langsung dengan tanah timbul. Warga yang mempunyai tanah berbatasan langsung dengan tanah timbul tersebut adalah merupakan orang yang memiliki hak prioritas untuk mengusai tanah timbul tersebut, jika ia hendak mengerjakan dan mengelola lahan baru tersebut,ia hanya cukup memberitahukan maksudnya kepada warga lain yang juga memiliki tanah berbatasan dengannya, baik tetangga yang berada di sebelah kanannyamaupuntetangga di sebelah kirinya. 58 Adapun tujuan pemberitahuan ini dimaksudkan agar mereka kedua belah pihak mengetahui secara jelas batas-batas tanah yang merupakan bagian dari tanahnya. Sehingga dikemudian hari tidak menjadi perselisihan atau sengketa antara kedua belah pihak yang berbatasan. Dan setelah adanya kesepakatan antara kedua 57 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 58 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 47 belah pihak warga yang berbatasan maka orang yang hendak membuka tanah timbul tersebut dapatmemulai pekerjaannya. 59 Menurut keterangan Dedi Putra, adapun tatacara yang biasanya dilakukan oleh warga pihak yang bersangkutan sebelum melakukan pembukaan lahan adalah dengan memberikan tanda-tanda batas, seperti menancapkan bambu atau kayu padakeempat sudut tanah timbul yang diusahakannya, yaitu dengan cara menarik lurus dari bidang tanah yang telah dia miliki sebelumnya, baik dari sisi kanan maupun sisi kiri batas tanahnya. 60 Gambar 1 : Tanah Timbul Endapan Tua Serta Contoh Penanda Batas Lahan di Desa Teluk Erong, Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu 59 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 60 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 48 Gambar 2 : Tanah Timbul Endapan Tua Serta Contoh Penanda Batas Lahan di Desa Teluk Erong, Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu. Pada tahap permulaan pengolahan tanah timbul biasanya dilakukan penanaman tanaman yang berusia pendek seperti palawija, sayur-sayuran, dan diikuti dengan penanaman bibit pohon pinang yang nantinya bisa dijadikan sebagai penanda batas. Setelah beberapa tahunkemudian,tanaman yang berusia pendek tersebut diganti lagi dengan tanaman lainnya yang dianggap layak untuk ditanam diatas tanah tersebut. 61 Namun, apabila orang yang mempunyai tanah yang berbatasan tidak berniat untuk membuka tanah timbul tersebut, maka ia dapat memberikannya kepada orang lain yang ingin mengerjakannya warga yang tidak berbatasan secara langsung dengan tanah timbul. Akan tetapi menurut Dedi Putra, mengingat lemahnya perekonomian warga masyarakat, sangat jarang sekali ada warga pemilik tanah yang berbatasan menolak untuk membuka tanah timbul, apalagi menurutnya sebagai 61 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 49 daratan yang berada dipinggir sungai tanah timbul merupakan tanah yang cukup berpotensi untuk usaha pertanian dan tambak. 62 Gambar 3 : Tanah timbul Endapan Tua Yang Dijadikan Tambak dan Lahan Pertanian di Desa Teluk Erong, Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu. Jikapun ada warga pemilik tanah yang berbatasan yang tidak mengusahainya, menurutnya itu hanya disebabkan oleh beberapa faktor saja, antara lain: 63 1. Tanah timbul tersebut keadaannya masih terlalu labil dalam artian belum layak untuk diusahai. 2. Tanah timbul tersebut luasnya belum memadai dalam artian luasnya belum cukup untuk diusahai. 62 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. 63 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 50 3. Tanah timbul tersebut belum mampu dikerjakan atau diusahai oleh pihak yang bersangkutan. Namun dalam hal sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatas, jikapun ada pihak yang tidak mampu untuk mengerjakan tanah timbul tersebut, biasanya tanah timbul tersebut diserahkan kepada warga ataupun kerabat dekatnya untuk membuka dan mengusahai tanah timbul tersebut. 64 64 Hasil wawancara dengan Dedi Putra RT, dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara 51

BAB III STATUS PENGUASAAN TANAH TIMBUL DI KECAMATAN

RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU

A. Undang-Undang Pokok Agraria Sebagai Dasar Hukum Tanah Nasional

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 merupakan landasan konstitusional bagi pembentukan politik dan Hukum Agraria Nasional HAN, yang berisi perintah kepada negara agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang telah diletakkan dalam penguasaan negara, agar digunakan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA, bangsa Indonesia telah mempunyai Hukum Agraria yang sifatnya nasional, baik ditinjau dari segi formal maupun dari segi materiilnya. Dari segi formalnya, sifat nasional UUPA dapat dilihat dalam Konsiderannya di bawah perkataan “menimbang” yang menyebutkan tentang keburukan dan kekurangan dalam Hukum Agaria yang berlaku sebelum UUPA.Keburukan dan kekurangan tersebut antara lain dinyatakan bahwa Hukum Agraria kolonial itu mempunyai sifat dualisme dan tidak menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan adanya keburukan dan kekurangan ini, maka Hukum Agraria kolonial harus diganti dengan Hukum Agraria Nasional yang dibuat oleh pembentuk undang-undang Indonesia, berlaku diseluruh wilayah Indonesia, dan meliputi semua tanah yang ada di wilayah Indonesia. 51 Universitas Sumatera Utara 52 Dari segi materiilnya, Hukum Agraria yang baru harus bersifat nasional pula, artinya berkenaan dengan tujuan, asas dan isinya harus sesuai dengan kepentingan nasional. Dalam hubungan ini UUPA menyatakan pula dalam konsiderannya dibawah perkataan “berpendapat” bahwa Hukum Agraria yang baru harus: a. Didasarkan atas hukum adat tentang tanah; b. Sederhana; c. Menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia; d. Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama; e. Memberi kemungkinan supaya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur; f. Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia; g. Memenuhi pula keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria; h. Mewujudkan penjelmaan dari pancasila sebagai asas kerohanian negara dan cita- cita bangsa seperti tercantum dalam pembukaan undang-undang; i. Merupakan pelaksanaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Manifesto Politik; j. Melaksanakan pula ketentuan Pasal 33 UUD 1945. UUPA memiliki jangkauan yang luas dan dimaksudkan sebagai landasan dari seluruh program baru perundang-undangan agraria, dan meletakkan dasar bagi terciptanya struktur hukum yang dapat diterima secara nasional untuk urusan agraria guna menghilangkan rintangan menuju penyatuan dan penyederhanaan dalam bidang Universitas Sumatera Utara 53 hukum serta dalam rangka untuk menentukan hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. 65 Sebagaimana Boedi Harsono mengemukakan bahwa Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum saja, melainkan suatu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas: 66 1. Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi 2. Hukum Air, yang mengatur hak penguasaan atas air. 3. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Pokok Pertambangan. 4. Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air. 5. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-Unsur Dalam Ruang Angkasa, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan dalam Pasal 48 UUPA. Selanjutnya, Urip Santoso dalam bukunya membagi Hukum Agraria ke dalam 2 dua pokok bahasan, yaitu: 67 65 Alvi Syahrin,2009, Beberapa Masalah Hukum, PT. Sofmedia, Medan, hlm.30. 66 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Edisi Revisi, Cetakan ke-12, Djambatan, Jakarta, hlm.8. 67 Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, hlm.9. Universitas Sumatera Utara 54 1. Hukum Agraria dalam arti sempit, yaitu hanya membahas tentang hak penguasaan atas tanah, meliputi hak bangsa Indonesia atas tanah, hak menguasai diri atas tanah, hak ulayat dan hak perorangan atas tanah. 2. Hukum Agraria dalam arti luas, yaitu a. Hukum Pertambangan, dalam kaitannya dengan Hak Kuasa Pertambangan. b. Hukum Kehutanan, dalam kaitannya dengan Hak Pengusahaan Hutan. c. Hukum Pengairan, dalam kaitannya dengan Hak Guna Air. d. Hukum Ruang Angkasa, dalam kaitannya dengan Hak Ruang Angkasa. e. Hukum Lingkungan Hidup, dalam kaitannya dengan Tata Guna Tanah, Landreform. Adapuntata jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional UUPA, adalah: 68 1. Hak Bangsa Indonesia. 2. Hak Menguasai dari Negara. 3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. 4. Hak perseorangan individual, yang terdiri atas: a. Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak individual. b. Wakaf yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan. c. Hak Jaminan atas Tanah yang disebut “Hak Tanggungan”. 68 Boedi Harsono, Op.cit, hlm.24. Universitas Sumatera Utara 55

1. Hak Bangsa Indonesia Atas Tanah

Hak Bangsa Indonesia atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang berada dalam negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. Pengaturan hak penguasaan atas tanah ini dimuat dalam Pasal 1 ayat 1, 2, dan 3 UUPA, yang berisikan: 1. Seluruh Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang telah bersatu sebagai bangsa Indonesia. 2. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam Wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional. 3. Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasud dalam ayat 2 adalah hubungan yang bersifat abadi. Ketentuan dalam Pasal 1 ayat 1, 2, dan 3 UUPA tersebut sejalan dengan apa yang termuat dalam Penjelasan Umum UUPA yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan menjadi hak pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari pemiliknya saja. Demikian pula tanah-tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pula yang bersangkutan saja.Dengan pengertian demikian Universitas Sumatera Utara 56 maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan ulayat yang diangkat pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah negara” Pernyataan tanah yang dikuasai oleh bangsa Indonesia sebagai tanah bersama adalah merupakan hubungan hukum dibidang perdata. Namun, biarpun hubungan hukum tersebut hubungan perdata bukan berarti bahwa Hak Bangsa Indonesia adalah hak pemilikan pribadi yang tidak memungkinkan adanya hak individual. Hak Bangsa Indonesia dalam Hukum Tanah nasional adalah hak kepunyaan, yang memungkinkan penguasaan bagian-bagian tanah bersama dengan hak milik oleh warga negara secara Individual. 69 Demikian pulahalnya dengan tanah timbul, Hak Bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang muncul secara alamidi seluruhwilayah negara Indonesia. Sehingga dalam konsep Hak Bangsa Indonesia semua tanah yang muncul secara alami adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia dan tidaklah semata-mata menjadi hak penduduk asli di tempatdaerah munculnya tanah timbul tersebut.

2. Hak Menguasai dari Negara atas tanah