Analisis Pengurangan Waste Untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi dan Kualitas Produk Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigmadi PT. Prabu Jaya

jauh dibawah target 6 sigma. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi dan analisis penyebab proses yang menghasilkan produk cacat sehingga dapat memberikan solusi perbaikan yang diharapkan untuk meningkatkan level sigma sekarang.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis

Metode DMAIC pada pendekatan Lean Six Sigma yang digunakan pada analisis adalah tahap Analyze. Berikut penjelasan mengenai tahap Analyze. 6.1.1. Tahap Analyze 6.1.1.1.Analisis Value-Added Dalam konsep Lean, pemborosan waste merupakan kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah pada proses bisnis atau manufaktur sehingga kegiatan tersebut perlu dihilangkan atau dikurangi selama proses berlangsung. Value stream mapping merupakan suatu alat analisis dalam Leanyang merepresentasikan dimana pemborosan terjadi walaupun tidak langsung memberikan efek terhadap proses produksi. Berdasarkan hasil value stream mapping pada tahap Define, maka aktifitas kegiatan pada proses produksi pintu kayu dapat dibedakan atas tiga kegitan yaitu sebagai berikut : 1. CustomerValue-Added CVA Universitas Sumatera Utara CustomerValue-Added terdiri dari 16 kegiatan, yaitu proses laminating, proses pengetaman, proses pengukuran, proses pemotongan, proses Moulding, proses Tenoning, proses shaping, proses pengeleman kertas veneer, proses pengeboran, proses pembuatan dowel, proses pemasangan dowel, proses perakitan manual, proses perakitan dengan Door Press, proses penghalusan, proses finishing dan proses pengepakan. 2. Business Non-Value-Added BNVA Business Non-Value-Added terdiri dari 2 kegiatan, yaitu proses inspeksi tahap I pada proses pemotongan, dan proses inspeksi tahap II pada proses pemeriksaan Quality Control. 3. Non-Value-Added NVA Non-Value-Added merupakan pemborosan yang terdiri atas kegiatan proses pemindahan dan proses menunggu WIP. 6.1.1.2.Analisis Process Cycle Efficiency Processcycle efficiency merupakan perhitungan bagaimana waktu dan energi dihabiskan dalam keseluruhan proses. Nilai persentaseprocesscycle efficiency untuk proses produksi pintu kayu adalah 59,45. Berdasarkan pernyataan Michael L. George, nilai PCE yang menunjukkan suatu proses continuousmanufacturing sudah Lean ≥ 30. Dari hasil perhitungan di atas, maka proses produksi pintu kayu Colonial 4 Panel sudah memasuki konsep Lean. Namun hal ini tidak berarti bahwa proses produksi sudah tidak bermasalah karena konsep Lean sebenarnya adalah bagaimana suatu perusahaan melihat pemborosan Universitas Sumatera Utara yang terjadi selama proses produksi berlangsung dan berusaha untuk menguranginya dengan mengembangkan suatu metoda yang berkelanjutan untuk perbaikan terus menerus. 6.1.1.3.Analisis Process Lead Time dan ProcessVelocity Dari hasil perhitungan processleadtime, maka diperoleh total leadtime yang dibutuhkan untuk menyelesaikan jumlah permintaan produk pada bulan Maret dari awal hingga akhir adalah sekitar23,634 hari ≈ 24 hari. Untuk hasil perhitungan proses velocity, kecepatan proses yang diperoleh untuk menyelesaikan jumlah permintaan produk pada bulan Maret ini adalah 1,439 proseshari 0,0599 prosesjam. Akan tetapi, perhitungan kecepatan proses ini tidak dapat menjelaskan suatu aktifitas tunggal sehingga tidak dapat menunjukkan dimana terdapat waktu menunggu time traps. Oleh karena itu, untuk mengetahui dimana waktu menunggu terjadi dan aktifitas yang menyebabkannya harus dilakukan perhitungan analisis time traps. 6.1.1.4.Analisis Time Traps Time trapsadalah perangkap waktu yang terjadi dalam proses produksi yang disebabkan oleh adanya waktu menunggu yang cukup lama sehingga memperpanjang waktu siklus dalam proses produksi. Workstation Turnover Time WTT adalah waktu dari hasil penambahan waktu set-up dengan waktu proses. Adapun waktu perhitungan Workstation Turnover Time WTT dapat dilihat pada Tabel 6.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 6.1. Perhitungan Workstatison Turnover Time WTT Setiap Proses No. Kegiatan-kegiatan Waktu Set-up Mesin detik Waktu Baku detikunit Jumlah Permintaan Produk unit WTT detik 1 Proses laminating balok kayu dengan Mesin Hot Press 1200 33,799 4500 153295,5 2 Pemindahan balok kayu ke Mesin Ketam 3,786 17037 3 Proses pengetaman balok kayu dengan Mesin Ketam 1200 88,272 398424 4 Pemindahan balok kayu ke Mesin Potong 3,123 14053,5 5 Proses pengukuran balok kayu 17,328 77976 6 Proses pemotongan balok kayu dengan Mesin Potong 1200 42,748 193566 7 Pemeriksaan hasil potongan balok kayu 12,377 55696,5 8 Pemindahan balok kayu ke mesin pembuatan profil 8,905 40072,5 9 Pembuatan profil panjang stile dengan Mesin Moulding 600 32,431 146539,5 10 Pembuatan profil lebar rail dengan Mesin Tenoning 600 22,134 100203 11 Pembuatan profil panel dengan MesinShaper 600 61,416 4500 276972 12 Pemindahan stile, rail, dan panel ke Mesin Membran Press 7,191 32359,5 13 Proses pengeleman kertas veneer dengan Mesin Membran Press 1200 62,799 283795,5 14 Pemindahan ke Mesin Bor 3,593 16168,5 15 Proses pengeboran stile dan rail dengan Mesin Bor 300 27,346 123357 16 Proses pembuatan dowel dengan Mesin Dowel 300 21,496 97032 17 Proses pemasangan dowel pada 9,734 43803 Universitas Sumatera Utara profil kayu 18 Proses perakitan secara manual 56,231 253039,5 19 Pemindahan ke Mesin Door Press 3,780 17010 20 Proses perakitan pintu kayu dengan Mesin Door Press 300 63,123 284353,5 21 Pemindahan ke Mesin Sanding 3,179 14305,5 22 Proses penghalusan dengan Mesin Sanding 300 32,175 145087,5 Tabel 6.1. Perhitungan Workstatison Turnover Time WTT... Lanjutan No. Kegiatan-kegiatan Waktu Set-up Mesin detik Waktu Baku detikunit Jumlah Permintaan Produk unit WTT detik 23 Pemindahan untuk diperiksa QC 3,756 16902 24 Proses pemeriksaan QC 17,485 78682,5 25 Pemindahan ke proses finishing 3,362 15129 26 Proses Finishing 123,711 556699,5 27 Pemindahan ke bagian pengepakan 3,003 13513,5 28 Proses pengepakan 28,91 130095 Contoh perhitungan time trapspada proses laminating dapat dilihat sebagai berikut : Customer Demand Rate = time n turnover workstatio e batch siz Customer Demand Rate = unitdetik 0,0294 detik 153295,5 unit 4500 = Delay Time = e Demand Rat Customer batch size × 2 Delay Time = detik 61 , 76530 unitdetik 0294 , 2 unit 4500 = × Net Resource Capacity= Average ouput over time Net Resource Capacity= unitjam 105,84 unitdetik 0,0294 detik 153295,5 unit 4500 = = Universitas Sumatera Utara Adapun perhitugan time traps untuk setiap proses produksi dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Perhitungan Time Traps untuk Setiap Proses No. Kegiatan-kegiatan Batch size unit WTT detik CDR unit detik Delay Time detik Net Resource Capacity unitjam 1 Proses laminating balok kayu dengan Mesin Hot Press 4500 153295,5 0,0294 76530,61 105,84 2 Pemindahan balok kayu ke Mesin Ketam 17037 0,2641 8519,5 950,76 3 Proses pengetaman balok kayu dengan Mesin Ketam 398424 0,0113 199115,04 40,68 4 Pemindahan balok kayu ke Mesin Potong 14053,5 0,3202 7026,86 1152,72 5 Proses pengukuran balok kayu 77976 0,0577 38994,8 207,72 6 Proses pemotongan balok kayu dengan Mesin Potong 193566 0,0232 96982,76 83,52 7 Pemeriksaan hasil potongan balok kayu 55696,5 0,0808 27846,53 290,88 8 Pemindahan balok kayu ke mesin pembuatan profil 40072,5 0,1123 20035,62 404,28 9 Pembuatan profil panjang stile dengan Mesin Moulding 146539,5 0,0307 73289,9 110,52 10 Pembuatan profil lebar rail dengan Mesin Tenoning 100203 0,0449 50111,36 161,64 11 Pembuatan profilpanel dengan MesinShaper 276972 0,0162 138888,89 58,32 12 Pemindahan stile, rail, dan panel ke Mesin Membran Press 32359,5 0,1391 16175,41 500,76 13 Proses pengeleman kertas veneer dengan Mesin Membran Press 283795,5 0,0159 141509,43 57,24 14 Pemindahan ke Mesin Bor 16168,5 0,2783 8084,8 1001,88 15 Proses pengeboran stile dan rail dengan Mesin Bor 123357 0,0365 61643,84 131,4 16 Proses pembuatan dowel dengan Mesin Dowel 97032 0,0464 48491,38 167,04 17 Proses pemasangan dowel pada 43803 0,1027 21908,47 369,72 Universitas Sumatera Utara profil kayu 18 Proses perakitan secara manual 253039,5 0,0178 126404,49 64,08 19 Pemindahan ke Mesin Door Press 17010 0,2646 8503,4 952,56 20 Proses perakitan pintu kayu dengan Mesin Door Press 284353,5 0,0158 142405,06 56,88 21 Pemindahan ke Mesin Sanding 14305,5 0,3146 7151,94 1132,56 Tabel 6.2. Perhitungan Time Traps untuk Setiap Proses Lanjutan No. Kegiatan-kegiatan Batch size unit WTT detik CDR unit detik Delay Time detik Net Resource Capacity unitjam 22 Proses penghalusan dengan Mesin Sanding 4500 145087,5 0,0310 72580,65 111,6 23 Pemindahan untuk diperiksa QC 16902 0,2662 8452,29 958,32 24 Proses pemeriksaan QC 78682,5 0,0572 39335,66 205,92 25 Pemindahan ke proses finishing 15129 0,2974 7565,57 1070,64 26 Proses Finishing 556699,5 0,0081 277777,78 29,16 27 Pemindahan ke bagian pengepakan 13513,5 0,3330 6756,76 1198,8 28 Proses pengepakan 130095 0,0346 65028,9 124,56 Untuk melengkapi perhitungan time traps juga dapat dihitung dengan mengidentifikasi takt rate customerdemand rate, jumlah produk yang diminta dari customer dibandingkan dengan waktu operasi yang tersedia. Waktu yang digunakan untuk takt rate adalah waktu kerja sehari yaitu 7 jam. Adapun perhitungan takt rate dan takt time untuk proses produksi pintu kayu Colonial 4 Panel adalah sebagai berikut : Takt Rate = time available net rate demand customer Takt Rate = unitjam 25 unitjam 73 , 24 jam 7 hari 26 unit 4500 ≈ = × Universitas Sumatera Utara Takt Time = rate demand customer time available net Takt Time = detikunit 144 jamunit 040 , unit 4500 jam 7 hari 26 = = × Proses kerja yang menimbulkan time traps adalah proses kerja yang memiliki workststionturnover time WTT terpanjang dan nilai net resource capacity yang paling mendekati takt rate.Dari hasil perhitungan di atas, proses kerja pada pembuatan pintu kayu yang menimbulkan time traps adalah proses finishing, dimana workststionturnover time WTT terpanjang yaitu 556699,5 detik dan net resource capacity yang paling mendekati take rate yaitu 29,16 unitjam. 6.1.1.5.Diagram Pareto Diagram pareto merupakan suatu alat untuk menganalisis dan menentukan kecacatan mana yang paling dominan sehingga kecacatan tersebut akan diperbaiki terlebih dahulu. Pada tahap inspeksi I terdapat 3 jenis atribut kecacatan dan pada tahap inspeksi II terdapat 4 jenis atribut kecacatan. Jumlah data kecacatan produk, perhitungan persentase kecacatan dan kumulatif dari masing-masing atribut kecacatanpada Inspeksi I dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Persentase Total Kecacatan pada Tahap Inspeksi I Atribut Kecacatan Total Kecacatan Persentase Kecacatan Persentase Kumulatif Potongan Tidak Rata 895 43,92 43,92 Ukuran Tidak Pas 618 30,32 74,24 Balok Kayu Patah 525 25,76 100 Universitas Sumatera Utara Total 2038 100 Untuk tahap inspeksi I, diagram pareto yang memperlihatkan urutan kecacatan dari masing-masing atribut kecacatandapat dilihat pada Gambar 6.1. Gambar 6.1. Diagram Pareto pada Tahap Inspeksi I Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka atribut kecacatan pada inspeksi Iyang harus dianalisis lebih lanjut adalah: 1. Potongan tidak rata dengan persentase kecacatan43,92. 2. Ukuran tidak pas dengan persentase kecacatan 30,32 dan persentase kumulatifnya 74,24. Untuk tahap inspeksi II,jumlah data kecacatan produk, perhitungan persentase kecacatan dan kumulatif dari masing-masing atribut kecacatanpada dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Persentase Total Kecacatan pada Tahap Inspeksi II Atribut Kecacatan Total Kecacatan Persentase Kecacatan Persentase Kumulatif Veneer Koyak 82 36,44 36,44 Veneer Lepas 56 24,89 61,33 C o u n t P e rc e n t Tahap I nspeksi I Count 43, 9 74, 2 100, 0 895 618 525 Percent 43, 9 30, 3 25, 8 Cum Balok Kay u Pat ah Ukuran Tidak Pas Pot ongan Tidak Rat a 2000 1500 1000 500 100 80 60 40 20 Pareto Chart of Tahap I nspeksi I Universitas Sumatera Utara Stile Rusak 49 21,78 83,11 Rail Rusak 38 16,89 100 Total 225 100 Adapun diagram pareto yang memperlihatkan urutan kecacatan dari masing-masing atribut kecacatan pada tahap inspeksi IIdapat dilihat pada Gambar 6.2. Gambar 6.2. Diagram Pareto pada Tahap Inspeksi II Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka atribut kecacatan pada inspeksi Iyang harus dianalisis lebih lanjut adalah: 1. Veneer koyakdengan persentase kecacatan 36,44. 2. Veneer lepas dengan persentase kecacatan24,89 dan persentase kumulatifnya 61,33. 6.1.1.6.Diagram Sebab Akibat Diagram sebabakibat digunakan untuk menyelidiki akibat-akibat yang buruk dari suatu masalah untuk dicari solusinya atau akibat-akibat yang baik C o u n t P e rc e n t Tahap I nspeksi I I Count 16, 9 Cum 36, 4 61, 3 83, 1 100, 0 82 56 49 38 Percent 36, 4 24, 9 21, 8 Rail Rusak St ile Rusak Veneer Lepas Veneer Koy ak 250 200 150 100 50 100 80 60 40 20 Par eto Char t of Tahap I nspeksi I I Universitas Sumatera Utara untuk dipelajari penyebab-penyebabnya karena setiap akibat selalu terdiri dari banyak penyebabnya. Pada dasarnya, prinsip yang digunakan untuk membuat diagram sebabakibat ini adalah prinsip brainstorming. Berdasarkan hasil diagram pareto sebelumnya, maka dapat dilihat atribut kecacatanyang perlu dianalisis pada tahap inspeksi I adalah potongan tidak rata dan ukuran tidak pas, sedangkan pada tahap inspeksi II adalah veneer koyak dan veneer lepas. Analisis yang dilakukan meliputi analisis manusia, lingkungan kerja, mesinperalatan, metode kerja, dan bahan baku. 1. Tahap Inspeksi I Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan potongan tidak rata dapat dilihat pada Gambar 6.3. Potongan Tidak Rata Material Manusia Operator kurang pengawasan Metode Kurang memperhatikan putaran mesin Jenis balok kayu bervariasi Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin potong Proses pemotongan tidak sempurna Mesin Kurangnya perawatan Mesin sudah tua Balok kayu kurang kering Operator kurang berpengalaman Lingkungan Kerja Bising Gambar 6.3. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Potongan Tidak Rata Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan ukuran tidak pas dapat dilihat pada Gambar 6.4. Universitas Sumatera Utara Ukuran Tidak Pas Material Manusia Operator kurang pengawasan Metode Kurang memperhatikan putaran mesin Jenis balok kayu bervariasi Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin potong Proses pemotongan tidak sempurna Mesin Kurangnya perawatan Mesin sudah tua Ukuran balok kayu bervariasi Operator kurang teliti dalam pengukuran Lingkungan Kerja Bising Gambar 6.4. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Ukuran Tidak Pas 2. Tahap Inspeksi II Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan veneer koyak dapat dilihat pada Gambar 6.5. Veneer Koyak Material Manusia Operator kurang pengawasan Metode Kurang memperhatikan putaran mesin Kualitas kertas Veneer menurun Tidak tersedianya prosedur kerja SOP Proses pelengketan kurang sempurna Mesin Kurangnya perawatan Mesin sudah tua Kertas Veneer tipis Operator kurang berpengalaman Lingkungan Kerja Bising Gambar 6.5. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Veneer Koyak Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan veneer lepas dapat dilihat pada Gambar 6.6. Universitas Sumatera Utara Veneer Lepas Material Manusia Operator kurang pengawasan Metode Kurang memperhatikan putaran mesin Kualitas lem menurun Tidak tersedianya prosedur kerja SOP Proses pelengketan tidak sempurna Mesin Kurangnya perawatan Mesin sudah tua Kertas Veneer tipis Operator kurang berpengalaman Lingkungan Kerja Bising Operator kurang teliti Gambar 6.6. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Veneer Lepas 6.1.1.7.Diagram Five Why Diagram Five Why merupakan suatu diagram yang digunakan untuk mengungkapkan akar dari permasalahan agar dapat diperbaiki dengan tepat dengan bertanya sebanyak lima kali mengapa ketika suatu ketidaksesuaian terjadi pada proses. Diagram five why akan menggunakan data-data yang diperoleh dari diagram sebab akibat untuk mencari akar permasalahan dari setiap kecacatan yang terjadi. Pada diagram five why, faktor-faktor yang dipisahkan dalam diagram sebab akibat dapat saling berkaitan sehingga dapat memperjelas permasalahan yang terjadi serta dapat mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Adapun diagram five why untuk atribut kecacatan dari kedua tahap inspeksi adalah sebagai berikut : 1. Tahap Inspeksi I Berdasarkan data yang diperoleh dari diagram sebab akibat dan dari pengamatan di lantai produksi serta brainstorming dengan pihak perusahaan, maka analisis mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecacatan potongan tidak rata dapat dilihat pada Gambar 6.7. Universitas Sumatera Utara Masalah Why Why Why Why Why Potongan tidak rata Balok kayu belum kering Kurang lamanya proses pengeringan Lama pengeringan tiap jenis kayu berbeda Jenis balok kayu bervariasi Supplier yang berbeda- beda Proses pemotongan tidak sempurna Putaran mesin tidak konstan Mesin sudah tua dan cepat rusak Kurangnya perawatan mesin Tidak ada prosedur kerja SOP Operator kurang teliti dalam bekerja Operator kurang bertanggung jawab Operator kurang berpengalaman Kurangnya diadakan pelatihan kerja untuk operator Operator kurang pengawasan Gambar 6.7. Diagram Five Whypada Atribut Potongan Tidak Rata Pada gambar di atas, terdapat tiga permasalahan utama yang mengakibatkan kecacatan potongan tidak rata yaitu balok kayu belum kering, proses pemotongan tidak sempurna, dan operator kurang teliti dalam bekerja. Adapun diagram five why untuk menganalisis penyebab-penyebab terjadinya kecacatan ukuran tidak pas dapat dilihat pada Gambar 6.8. Masalah Why Why Why Why Why Ukuran tidak pas Balok kayu belum kering Kurang lamanya proses pengeringan Lama pengeringan tiap jenis kayu berbeda Jenis balok kayu bervariasi Supplier yang berbeda- beda Proses pemotongan tidak sempurna Putaran mesin tidak konstan Mesin sudah tua dan cepat rusak Kurangnya perawatan mesin Tidak ada prosedur kerja SOP Operator kurang teliti dalam proses pengukuran Operator kurang bertanggung jawab Operator kurang berpengalaman Kurangnya diadakan pelatihan kerja untuk operator Operator kurang pengawasan Gambar 6.8. Diagram Five Whypada Atribut Ukuran Tidak Pas Universitas Sumatera Utara Pada gambar di atas, terdapat tiga permasalahan utama yang mengakibatkan kecacatan potongan tidak rata yaitu balok kayu belum kering, proses pemotongan tidak sempurna, dan operator kurang teliti dalam proses pengukuran. 2. Tahap Inspeksi II Berdasarkan data yang diperoleh dari diagram sebab akibat dan dari pengamatan di lantai produksi serta brainstorming dengan pihak perusahaan, maka analisis mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecacatan kertas veneer koyak dapat dilihat pada Gambar 6.9. Masalah Why Why Why Why Why Veneer Koyak Kertas veneer sangat tipis Kualitas kertas veneer menurun Jenis kertas veneer bervariasi Supplier yang berbeda- beda Kesulitan memperoleh kertas veneer Proses pengeleman kurang sempurna Putaran mesin tidak konstan Mesin sudah tua dan cepat rusak Kurangnya perawatan mesin Tidak ada prosedur kerja SOP Operator kurang berhati-hati dalam bekerja Operator kurang bertanggung jawab Operator kurang berpengalaman Kurangnya diadakan pelatihan kerja untuk operator Operator kurang pengawasan Gambar 6.9. Diagram Five Whypada Atribut Veneer Koyak Pada gambar di atas, terdapat tiga permasalahan utama yang mengakibatkan kecacatan veneer lepas yaitu kertas veneer sangat tipis, proses pengeleman tidak sempurna, dan operator kurang teliti dalam bekerja. Universitas Sumatera Utara Adapun diagram five why untuk menganalisis penyebab-penyebab terjadinya kecacatan kertas veneer lepas dapat dilihat pada Gambar 6.10. Masalah Why Why Why Why Why Veneer Lepas Lem yang digunakan kurang bagus Lem tidak terlalu melekat pada veneer Lem kurang kuat melekat Kualitas lem menurun Harga lem meningkat Proses pengeleman tidak sempurna Putaran mesin tidak konstan Mesin sudah tua dan cepat rusak Kurangnya perawatan mesin Tidak ada prosedur kerja SOP Operator kurang teliti dalam bekerja Operator kurang bertanggung jawab Operator kurang berpengalaman Kurangnya diadakan pelatihan kerja untuk operator Operator kurang pengawasan Gambar 6.10. Diagram Five Whypada Atribut Veneer Lepas Pada gambar di atas, terdapat tiga permasalahan utama yang mengakibatkan kecacatan veneer lepas yaitu lem yang digunakan kurang bagus, proses pengeleman tidak sempurna, dan operator tidak teliti dalam bekerja. 6.1.1.8.Failure Mode and Effect Analysis FMEA Failure Mode and Effect AnalysisFMEA merupakan alat yang digunakan dalam mengidentifikasi dan menilai resiko yang berhubungan dengan potensial kegagalan. Sebelum membuat Failure Mode and Effect Analysis, terlebih dahulu ditentukan efek yang diakibatkan dari kegagalan pada proses, penyebab dari kegagalannya dan kontrol yang dilakukan untuk mencegah terjadinya efek dari kegagalan proses tersebut. Penyelesaikan masalah yang ada ditentukan dengan menghitung nilai RPN Risk Priority Number yang merupakan hasil perkalian Universitas Sumatera Utara antara nilai Severity S, OccuranceO dan Detectability D. Penilaian yang dilakukan terhadap Severity S, Occurance O dan Detectability D adalah berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi dan pencocokkan dengan data-data perusahaan seperti jumlah kecacatan yang terjadi dan kontrol yang selama in dilakukan. Adapun proses analisis dengan FMEA adalah sebagai berikut : 1. Tahap Inspeksi I Pada tahap inspeksi I terdapat dua atribut kecactan yang perlu dianalisis yaitu potongan tidak rata dan ukuran tidak pas. Adapun proses analisis untuk atribut kecacatan tahap inspeksi I dengan FMEA dapat dilihat pada Tabel 6.5. Universitas Sumatera Utara Tabel 6.5. Analisis FMEA pada Tahap Inspeksi I Nama proses Proses Produksi Pintu Kayu Colonial 4 Panel Disiapkan oleh Anni Intan Bertanggungjawab Anni Intan Tanggal 12042011 Fungsi Proses Jenis Kegagalan Efek dari Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Kontrol yang dilakukan D RPN Penanggulangan Pemotongan Potongan Tidak Rata Mengganggu proses pemotongan dan membuat operator harus memperbaiki pengaturan mesin 7 Balok Kayu belum kering 3 Melakukan proses pengeringan kembali 4 84 Menjaga komunikasi yang baik dengan supplier sehingga bahan baku yang diperoleh kebanyakan sejenis Pemotongan tidak sempurna karena putaran mesin tidak konstan 5 Tidak ada 5 175 Pemeliharaan dan perawatan mesin secara berkala. Operator kurang teliti 3 Tidak ada 5 105 Mengadakan pelatihan kerja untuk operator secara berkala Ukuran tidak pas Mengganggu proses pemotongan dan membuat operator harus melakukan pengukuran kembali 8 Balok Kayu belum kering 3 Melakukan proses pengeringan kembali 4 96 Menjaga komunikasi yang baik dengan supplier sehingga bahan baku yang diproeleh kebanyakan sejenis Universitas Sumatera Utara Tabel 6.5. Analisis FMEA pada Tahap Inspeksi I Lanjutan Nama proses Proses Produksi Pintu Kayu Colonial 4 Panel Disiapkan oleh Anni Intan Bertanggungjawab Anni Intan Tanggal 12042011 Fungsi Proses Jenis Kegagalan Efek dari Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Kontrol yang dilakukan D RPN Penanggulangan Pemotongan Ukuran tidak pas Mengganggu proses pemotongan dan membuat operator harus melakukan pengukuran kembali 8 Pemotongan tidak sempurna karena putaran mesin tidak konstan 5 Tidak ada 5 200 Pemeliharaan dan perawatan mesin secara berkala Operator kurang teliti dalam proses pengukuran 5 Melakukan proses pengukuran kembali 6 240 Menempatkan operator yang teliti bekerja di posisi pengukuran Cara penyelesaian masalah dari analisis FMEA ini adalah memperbaiki kegagalan-kegagalan yang mempunyai nilai RPN terbesar terlebih dahulu. Dari hasil analisis FMEA di atas, maka dapat diketahui bahwa penyebab kegagalan yang paling dominan untuk atribut kecacatan hasil potongan tidak rata adalah putaran mesin potong yang tidak konstan. Oleh sebab itu, pihak perusahaan seharusnya lebih memelihara dan merawat mesin potong agar memperoleh hasil potongan yang rata ketika proses pemotongan berlangsung. Pada atribut kecacatan ukuran tidak pas, penyebab kegagalan yang paling dominan adalah operator kurang teliti pada proses pengukuran sehingga ukuran dari hasil potongan yang diperoleh tidak sesuai dengan ketetapan perusahan. Oleh sebab itu, sebaiknya Universitas Sumatera Utara pihak perusahaan menempatkan operator yang teliti untuk bekerja di proses pemotongan. 2. Tahap Inspeksi II Pada tahap inspeksi II terdapat dua atribut kecactan yang perlu dianalisis yaitu veneer koyak dan veneer lepas. Adapun proses analisis untuk atribut kecacatan tahap inspeksi II dengan FMEA dapat dilihat pada Tabel 6.6. Tabel 6.6. Analisis FMEA pada Tahap Inspeksi II Nama proses Proses Produksi Pintu Kayu Colonial 4 Panel Disiapkan oleh Anni Intan Bertanggungjawab Anni Intan Tanggal 12042011 Fungsi Proses Jenis Kegagalan Efek dari Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Kontrol yang dilakukan D RPN Penanggulangan Pengeleman kertas Veneer Veneer koyak Mengganggu proses pengeleman sehingga operator harus melakukan setting ulang dan menyebabkan pintu kayu tidak lulus inspeksi pada Quality Control 8 Kertas veneer sangat tipis karena kualitas kertas veneer menurun 6 Tidak ada 5 240 Menjaga komunikasi yang baik dengan supplier sehingga kertas veneer yang diperoleh sejenis Pengeleman tidak sempurna karena putaran mesin tidak konstan 4 Tidak ada 6 192 Pemeliharaan dan perawatan mesin secara berkala Operator kurang berhati-hati dalam proses pengeleman 7 Tidak ada 5 280 Menempatkan operator yang teliti bekerja di posisi pengeleman Universitas Sumatera Utara Tabel 6.6. Analisis FMEA pada Tahap Inspeksi II Lanjutan Nama proses Proses Produksi Pintu Kayu Colonial 4 Panel Disiapkan oleh Anni Intan Bertanggungjawab Anni Intan Tanggal 12042011 Fungsi Proses Jenis Kegagalan Efek dari Kegagalan S Penyebab Kegagalan O Kontrol yang dilakukan D RPN Penanggulangan Pengeleman kertas Veneer Veneer lepas Mengganggu proses pengeleman sehingga operator harus melakukan pengeleman ulang dan menyebabkan pintu kayu tidak lulus inspeksi pada Quality Control 8 Lem yang digunakan kurang bagus 7 Tidak ada 5 280 Tetap menggunakan lem yang berkualitas baik pada proses pengeleman kertas veneer Pengeleman tidak sempurna karena putaran mesin tidak konstan 5 Tidak ada 6 240 Pemeliharaan dan perawatan mesin secara berkala Operator kurang teliti dalam proses pengeleman 4 Melakukan proses pengeleman kembali 4 128 Menempatkan operator yang teliti bekerja di posisi pengukuran Dari hasil analisis FMEA di atas, maka dapat diketahui bahwa penyebab kegagalan yang paling dominan untuk atribut kecacatan veneer koyak adalah operator kurang berhati-hati dalam proses pengeleman. Oleh sebab itu, sebaiknya pihak perusahaan menempatkan operator yang teliti untuk bekerja pada proses pengukuran. Pada atribut kecacatan veneer lepas, penyebab kegagalan yang paling Universitas Sumatera Utara dominan adalah kualitas lem yang digunakan kurang bagus sehingga kertas veneer yang direkatkan sering terlepas ketika proses produksi berlangsung. Oleh sebab itu, sebaiknya pihak perusahaan tetap menggunakan lem yang berkualitas baik pada proses pengeleman.

6.2. Pemecahan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengendalian Kualitas Untuk Mereduksi Kecacatan Produk Dan Meningkatkan Kecepatan Produksi Dengan Pendekatan Metode Lean Six Sigma Pada Pt. Bamindo Agrapersada

7 79 171

Pengurangan Waste Untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi Dan Kualitas Produk Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigma Pada Bagian Produksi Di PT.XYZ

5 35 79

Pengurangan Waste Pakan Ternak dengan Pendekatan Lean Six Sigma dan Metode Weighted Product untuk Meningkatkan Kualitas Produk pada PT Charoen Pokphand

0 12 60

Pengurangan Waste Untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi Dan Kualitas Produk Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigma Pada Bagian Produksi Di PT.XYZ

0 0 23

Pengurangan Waste Untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi Dan Kualitas Produk Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigma Pada Bagian Produksi Di PT.XYZ

0 0 1

Pengurangan Waste Untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi Dan Kualitas Produk Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigma Pada Bagian Produksi Di PT.XYZ

0 0 6

Pengurangan Waste Untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi Dan Kualitas Produk Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigma Pada Bagian Produksi Di PT.XYZ

0 0 6

Pengurangan Waste Untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi Dan Kualitas Produk Dengan Menggunakan Pendekatan Lean Six Sigma Pada Bagian Produksi Di PT.XYZ

0 0 1

Pengurangan Waste Pakan Ternak dengan Pendekatan Lean Six Sigma dan Metode Weighted Product untuk Meningkatkan Kualitas Produk pada PT Charoen Pokphand

0 5 4

PENGURANGAN WASTE PAKAN TERNAK DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN METODE WEIGHTED PRODUCT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK

0 0 17