4.2.1 Perkembangan PDRB Sumatera Utara
Struktur perekonomian Sumatera Utara sejak tahun 1994 telah bergeser dari dominasi sektor pertanian ke sektor industri pengolahan. Hal ini ditandai
dengan peranan sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku yang cenderung mengecil, sebaliknya peranan sektor industri semakin besar.
Akan tetapi pada saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 ternyata peranan sektor pertanian kembali meningkat dimana tahun 1997 peranan sektor
pertanian 24,71 dan hingga tahun 2002 cenderung meningkat menjadi 30,23, di mana PDRB mencapai Rp. 24.156.699. Kemudian tahun 2003
meningkat kembali sebesar Rp. 25.789.491. Meningkatkan permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi
baik regional maupun nasional dan internasional, telah mendorong peranan sektor industri dan pengolahan menjadi peringkat utama dalam pembentukan
PDRB sejak tahun 1994. Namun sejak krisis ekonomi tahun 1998 peranan sektor industri kembali menempati peringkat kedua setelah sektor pertanian,
dimana pada tahun 1999 menurun menjadi 27,13 dan hingga tahun 2003 menjadi 25,83. Namun pada tahun 2004, peranan sektor industri yang terdiri
dari industri Migas dan non Migas kembali mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2003 sejumlah Rp. 26.131.966 menjadi Rp. 29.946.895. Bahkan
melebihi PDRB penggunaan sektor pertanian dimana tahun 2003 hanya sejumlah Rp. 25.789.491 menjadi Rp. 28.893.553. Ini berarti terjadi kenaikan
Universitas Sumatera Utara
PDRB untuk penggunaan sektor industri sebesar 12,73 sedangkan untuk sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 10,74.
Pada tahun 2005, sektor pertanian kembali mengalami kenaikan sebesar 9,98 demikian halnya untuk sektor industri sebesar 15,77, sementara
sektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan sebesar 19,50. Namun pada tahun 2006, sektor pertanian memberi kontribusi yang jauh lebih
besar dibandingkan sektor industri pengolahan dimana sektor pertanian memberi kontribusi sebesar Rp. 50.514.471 sedangkan sektor industri sebesar
Rp. 41.112.574. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2005 sektor pertanian mengalami peningkatan dalam peningkatan taraf hidup masyarakat. Maraknya
dampak negatif dari penggunaan industri cukup memberi respon negatif kepada masyarakat untuk kembali merubah pola hidup ke arah yang lebih
baik. Sektor lainnya yang mengalami peningkatan dalam memberikan
kontribusi bagi PDRB yakni sektor konstruksi bangunan dimana pada tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar Rp. 4.536.971 meningkat menjadi Rp.
4.642.575 pada tahun 2006. Berarti terjadi kenaikan sebesar 2,27. Untuk tahun 2007 triwulan I, sektor yang memberikan kontribusi terbanyak adalah
sektor industri sebesar Rp. 6.552.732 yang kemudian disusul sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran kemudian disusul oleh sektor jasa, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, bangunan konstruksi, sektor
Universitas Sumatera Utara
pertambangan dan penggalian dan yang terakhir sektor listrik, gas dan air bersih.
Terjadinya bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami di penghujung tahun 2004 yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan
sebagian Sumatera Utara telah memberikan dampak yang cukup berarti bagi perekonomian Sumatera Utara. Demikian pula dengan kebijakan kenaikan
BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 memberikan andil dalam situasi perekonomian Sumut. Beberapa indikator menunjukkan indikasi yang kurang
menggembirakan seperti inflasi dan nilai tukar rupiah. Namun laju perekonomian Sumut tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Perkembangan perekonomian Sumut sejak masa krisis ekonomi 1998 terus mengalami perbaikan yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara mengalami peningkatan pertumbuhan dari 5,81 pada tahun 2004, dengan perkembangan tahun 2003 sebesar 7,85, sedangkan struktur
ekonomi masih tetap didominasi oleh sektor pertanian 24,94 diikuti sektor industri pengolahan 33,22 dan sisanya sektor jasa 41,84 tahun 2003.
Tabel yang menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Perkembangan Laju Inflasi