Kepercayaan kepada si Pemilik Kerajaan Malim Parhotap Harajaon Malim di Banua Tonga

93 namun agama Malim mempercayai bahwa segenap kemakmuran yang bersumber dari bumi ini berasal dari tanan Nagapadohaniaji. 5. Siboru Sanianganga Dewa Siboru Sanianganga termasuk dewa yang sama kedudukannya dengan dewa-dewa lainnya yaitu sama-saa si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Sanianganga adalah putrid Bataraguru dan adik kandung dari Deakparujar. Dewa ini diberkati Debata menjadi pembantunya yang bertugas menguasai segala bentuk dan jenis air yang ada di bumi. Kepadanyalah diberi kuasa mengelola air yang diperuntukkan kepada kepentingan manusia dan makhluk-makhluk lainnya.

b. Kepercayaan kepada si Pemilik Kerajaan Malim Parhotap Harajaon Malim di Banua Tonga

Istilah harajaon dalam agama Malim berbeda pengertian dengan pemahaman pada umumnya. Dalam pemahaman umum, istilah harajaon adalah sebutan untuk sebuah Negara yang berbentuk kerajaan dimana yang memegang kekuasaan dalam Negara itu adalah seorang raja. Sedangkan pemahaman dalam agama Malim, harajaon bukanlah bermakna politik melainkan lebih kermakna keagamaan. Sehubungan dengan hal ini, apabila kita menyebut “raja” dalam konteks agama Malim, maka yang dimaksudkan bukanlah raja dalam arti sesungguhnya yaitu seorang yang memimpin Negara, akan tet api “raja” atau pimimpin yang tugasnya sebagai pembawa agama. Jika dilihat dari segi tugas dan peranannya, raja seperti ini lazim disebut dengan priest king. Oleh karena itu, raja dalam agama Malim memiliki makana yang sangat tinggi dan sakral yang Universitas Sumatera Utara 94 sentuhannya bukan hanya sebatas pembicaraan di dunia ini, tetapi menembuh hingga Banua Ginjang sebagai sentral kerajaan Malim. Dalam kepercayaan agama Malim, ada empat orang yang tercatat sebagai raja atau malim Debata yang sengaja diutus Debata khusus kepad manusia suku Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulubosi, Raa Sisingamangaraja, dan raja Nasiakbagi. Keempat raja ini diyakini merupakan perpanjangan tangan Debata untuk menyampaikan ajaran keagamaan kepada manusia suku Batak dengan maksud supaya mereka berketuhanan marhadebataon dan beramal ibadat marhamalimon. Oleh karena merekalah yang diangkat untuk membawa dan menyampaikan ajaran agama kepada suku Batak, maka merka pulalah yang disebut sebagai parhotop harajaon malim si pemilik kerajaan malim di Banua Tonga. Dengan demikian kerajaan Malim dapat diartikan kekuasaan dalam hal membina dan mengelola sebuah agama khusus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim dinyatakan bahwa semua agama yang ada dipermukaan bumi diyakini bersumber dari kerajaan Malim yang berkedudukan di langit Banua Ginjang. Dari berbagai macam bentuk agama yang ada sejak dari dahulu hingga sekarang, Debata mengutus secara periodik seorang manusia yang terbaik dari kelompok suku bangsa itu untuk menyampaikan ajaran agama kepada umatnya masing-masing. Bagi agama Malim. Keempat nama malim Debata yang telah disebut di atas semuanya dipercayai sebagai utusan Debata khusus untuk orang Batak. Para malim Debata itu disebut juga dengan anak Debata bukan makna yang sesungguhnya karena sifat Debata itu bukan beranak dan diperanakkan seperti Universitas Sumatera Utara 95 halnya terdapat pada makhluknya. Makna anak dalam konteks ini adalah tondi ruh dan ruh inilah yang ditiupkan Debata kepada mereka sehingga sikap dan perilaku mereka berbeda dengan manusia biasa. Yang paling penting lagi ialah mereka bisa memegang amanah dan memiliki kemampuan dalam menyampaikan ajaran agama kepada umat manusia. Berikut akan dikemukakan beberapa naa yang termasuk malim Debata sekaligus sebagai si pemilik kerajaan Malim Banua Tonga. 1. Raja Uti Raja Uti bagi agama Malim dipercayai adalah seorang malim Debata yang pertama diutus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Uti memiliki sifat unik. Di dalam bunyi doa ia disebut “Uti na so ra mate” Uti yang tak mau mati. Maksudnya bahwa Raja Uti tidaka kan pernah mati hingga akhir jaman. Dirinya dipercaya telah kembali keharibaan Debata Mulajadi Nabolon. Merujuk pada doa- doa, tugas Raja Uti disebut sebagai “perantara untuk memohonkan supaya banyak rejeki, memperoleh anak yang membawa marwah dan tuah”. Melalui dialah permohonan disampaikan untuk selanjutnya dikuatkannya kepada Debata agar permohonan itu dapat dikabulkan. 2. Tuhan Simarimbulubosi Dalam salah satu bunyi doa yang berkaitan dengan sifat ketuhanan yang elekat pada diri Simarimbulubosi berbunyi “dibahen Debati doho artohonan Tuhan”. Artinya, jika Debata memiliki kekuasaan atas segala-galanya, maka sebagian dari kekuasaan Debata dimiliki oleh Simarimbulubosi. Oleh karena adanya Universitas Sumatera Utara 96 pelimpahan sebahagian dari kuasa itu, melekatlah nama tambahan pada diri Simarimbulubosi dengan nama Tuhan. Sifat ketuhanan yang melekat pada diri Simarimbulubosi hanyalah sebagian dari kuasa yang dimiliki Debata. “Si pemilik kearifan yang tidak ada bandingannya”, maksudnya ialah bahwa tidak ada manusia yang lebih pandai, cerdik arif selain Simarimbulubosi. 3. Raja Na Opat Puluh Opat Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Na Opat Puluh Opat adalah salah satu nama yang tercatat sebagai Malim atau utusan Debata. Kata “na opat puluh opat” dalam Bahasa Batak bermakna : “yang empat puluh empat 44”. Nama itu bukanlah nama yang melekat pada satu orang manusia tetapi sebuah nama yang disebut dengan nama “saguman” kesatuan atau nama kumpulan beberapa orang manusia yang sudah memperoleh pemberkatan dari Debata sebagai malim atau utusanNya. Namun keseluruhan utusan Debata itu tak seorangpun warga parmalim yang mengetahui, kecuali Raja Nasiakbagi. Untuk memahami keberadaan Raja Na 44 dalam kepercayaan Malim, Raja Nasiakbagi hanya mengajarkan bahwa di permukaan bumi ini sunguh banyak ragam agama yang diturunkan Debata kepada manusia dan demikian juga orang yang membawa agama itu. Dari setiap suku bangsa, Debata mengangkat orang yang terbaik menjadi malimNya untuk menyampaikan ajaran agama kepada umat suku bangsanya masing-masing. 4. Raja Sisingamangaraja Universitas Sumatera Utara 97 Dalam silsilah Batak, Raja Sisingamangaraja adalah keturunan dari Isumbaon atau generasi kedelapan dari Siraja Batak. Dalam kepercayaan Malim, Sisingamangaraja adalah utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan khusus kepada suku bangsa Batak. Berkaitan dengan sifat dan tugasnya, dalam hal tertentu Sisingamangaraja berbeda dengan malim Debata sebelumnya. Merujuk kepada bunyi doa-doa yang selalu dilafalkan dalam setiap upacara agama, Sisingamangaraja disebut sebagai “singa” pola yang melampaui, singa yang tidak boleh dilampaui, yang mengisbatkan adat istiadat, mengisbatkan peraturan, mengisbatkan hokum kerajaan, yang memelihara pintu hulu dan pintu hilir, yang mendoakan keselamatan, kekayaan anak dan kekayaan harta bagi orang yang dirajainya. 5. Raja Nasiakbagi Nama Nasiakbagi bukanlah nama pemberian sendiri, melainkan merupakan nama yang yang melekat pada dirinya disebabkan kegetiran hidup yang dialaminya. Nama tersebut melekat pada dirinya sesuai dengan kehidupan yang dideritanya. Akibat penderitaan yang dialaminya selama berjuang melawan Belanda dan menegakkan agama Malim akhirnya menjadi nama julukan baginya.

c. Kepercayaan Kepada Habonaran