Tahapan Pengambilan Keputusan Menjadi Parmalim

122 berdiskusi mengenai ugamo Malim setiap kali Bu Ani berkunjung ke rumah Pak Sabar. Bahkan, bu Ani menjadi lebih sering berkunjung ke rumah pak Sabar untuk berdiskusi mengenai ugamo Malim. “Diceritakan enggak. Saya enggak pala ketemu-ketemu, enggak. Pas udah berumah tangga lah kita, iya kan ... Pas udah berumah tangga pun, pas udah lama-lama udah punya anak baru kita sering berkomunikasi tentang parmalim.” S. W6b. 84-87hal. 56; S. W6b. 89-93hal.56 “Kita enggak tahu lah kenapa bisa saya nanya waktu itu. Mungkin di situ lah ad a roh yang bergerak di hatiku atau ntah apa.” S. W6b. 151-155hal. 57

b. Tahapan Pengambilan Keputusan Menjadi Parmalim

Diskusi yang dilakukan ibu Ani dengan Pak Sabar telah menjadi awal Bu Ani mengenal ugamo Malim lebih dalam. Ia mendengar hal-hal yang berbeda dengan yang didengarnya selama ini bahwa parmalim adalah sebuah agama yang sesat. Bu Ani mengatakan bahwa hal yang paling diingatnya pada saat itu adalah pak Sabar mengatakan bahwa sebenarnya bu Ani dan keluarganyalah yang melenceng, bukan dia. “Katanya, ” Sebenarnya klian yang larinya.” S. W4b. 8-9hal. 26 Bu Ani bingung kenapa pak Sabar mengatakan bahwa ia dan keluarganya yang melenceng dari yang seharusnya. Hal ini terlihat dengan perilakunya yang bertanya balik kenapa pak Sabar mengatakan bahwa ia dan keluarganya yang Universitas Sumatera Utara 123 melenceng. Pak Sabar menjawab bahwa ia mengatakan hal tersebut karena agama yang dianut oleh bu Ani dan keluarganya pada saat itu merupakan agama dari luar, bukan merupakan agama asli suku Batak. “Katanya, “Sebenarnya agama klian itu agama luarnya. Bukan ugamo Batak.” S. W4b. 8-12hal. 26 Pak Sabar kemudian bertanya kepada bu Ani siapa raja dalam suku Batak. Bu Ani pun menjawab kalau raja dalam Suku Batak adalah Raja Sisingamaraja. Pak Sabar pun membenarkan jawaban bu Ani tersebut. Ternyata dalam kepercayaan yang dianut pak Sabar, agama dibawa oleh para Nabi yang diutus kepada setiap bangsa. Pak Sabar menjelaskan bahwa Nabi yang diutus Tuhan untuk menyebarkan ajaran-Nya kepada bangsa Batak adalah Raja Sisingamaraja. Oleh karena itu, semua orang yang berasal dari suku Batak sudah seharusnya mengikuti ajaran Raja Sisingamaraja. “Ya iyalah. Sebenarnya ugamo malim itu adalah ugamonya raja Batak. Siapanya raja klian? Raja Batak siapa?” katanya. Aku jawab, „Ya Sisingamaraja.‟ Saya jawab gitu, ya kan... Katanya, „Ya udah.‟” S. W4b. 14-21hal. 26 “Pernah itu abang saya bertanya, „Kau sebenarnya orang apa?‟ Kujawab, „Orang Batak lah.‟ „Jadi kalo kau orang Batak, siapanya Rajamu?‟, katanya. Kujawab, „Ya Raja Batak. Raja Sisingamaraja.‟ “Jadi raja Sisingamaraja itu apa? Apa enggak tahu kau kalo itu anak Tuhan?‟ katanya. Dibilangnya lah kalo itu lah sebenarnya anak Tuhan bangsa Batak.” S. W6b. 171-185hal. 58 Universitas Sumatera Utara 124 Pak Sabar lalu bertanya kepada bu Ani siapa raja dalam agama Kristen dan bertanya apa arti “INRI” yang ada dalam ajaran agama Kristen. Bu Ani pun menjawab bahwa “INRI” berarti “Ini adalah raja orang Nazareth atau Yahudi.” “Ditanyanya, „Kalo raja Sisingamaraja raja klian... jadi kalo klian di Kristen itu... siapa, apa artin ya “INRI” itu‟. Kujawab „Raja Nazareth. Ini adalah raja Nazareth... Ini raja orang Yahudi.‟” S. W4b. 21-27hal 26 Mendengar jawaban bu Ani tersebut, Pak Sabar pun lalu kembali bertanya kepadanya bahwa kalau begitu kenapa bu Ani dan keluarganya tetap menganut agama Kristen, padahal Raja yang mereka sembah dalam agama tersebut bukanlah raja Batak. Bagi Pak Sabar, Yesus merupakan Nabi yang diutus Tuhan kepada bangsa Israel, sehingga hanya bangsa Israel saja yang bisa mengikuti ajaran Yesus. Pak Sabar mengatakan bahwa Bu Ani tidak sepatutnya menganut agama Kristen yang merupakan ajaran Yesus, karena bu Ani bukanlah berasal dari bangsa Israel. “Dibilangnya, „Ya udah. Berarti raja Israel. Jadi kenapa be-raja ke situ klian? „” S. W4b. 28-30hal. 26 “‟Ya udah itu raja orang Nazareth. Kau rupanya orang Nazareth, orang Israel?‟ katanya. Ku Bilang, „Enggak‟. „Ya udah. Ngapain raja orang kau rajai?‟” S. W6b. 191-197hal. 58 Bu Ani pun terdiam. Ia merasa apa yang dikatakan oleh Pak Sabar ada benarnya juga. Melihat reaksi bu Ani tersebut, Pak Sabar mulai menjelaskan Universitas Sumatera Utara 125 mengenai sejarah ugamo Malim yang terpecah belah pada masa penjajahan Belanda. Pak Sabar menceritakan bahwa agama Kristen mulai masuk pada masa penjajahan Belanda. Orang-orang Batak pun dipaksa oleh bangsa Belanda untuk menganut agama Kristen. Hal itu membuat para parmalim menjadi terpecah belah, karena ada beberapa orang yang bersikeras untuk terus memeluk ugamo Malim dan ada beberapa orang yang menyerah dan berpindah menjadi seorang Kristen. “Diamlah aku. Saya pikir benar juga yang dibilang ito ini.” S. W4b. 33-35hal. 37 “Ya diterangkanlah dulunya waktu dijajah Belanda dipaksalah mereka masuk Kristen makanya parmalim pecah belah. Banyak lah yang mengikut Kristen.” S. W4b. 30-35hal. 26 Mendengar cerita pak Sabar, bu Ani pun berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Pak Sabar bahwa ugamo Malim adalah ugamo asli Batak ada benarnya. Ugamo Malim telah ada di tanah Batak, bahkan sebelum agama-agama lain ada di tanah Batak. Bu Ani pun mulai membanding-bandingkan informasi yang diberikan Pak Sabar dengan ajaran dalam Alkitab. Ia mulai merasakan kebenaran dari cerita-cerita pak Sabar selama ini. Ia melihat ada beberapa informasi yang sesuai dengan apa yang tertera di dalam Alkitab. Salah satunya adalah kisah penciptaan manusia yang diceritakan di dalam Alkitab. Dalam Alkitab dikatakan bahwa manusia pertama yang diciptakan Tuhan adalah Adam dan Hawa. Diceritakan bahwa mereka memiliki dua orang anak yang bernama Kain dan Habel. Dalam ajaran ugamo Malim dikatakan bahwa pada awalnya Universitas Sumatera Utara 126 Tuhan menempatkan sepasang Dewa untuk tinggal di bumi. Mereka pun memiliki sepasang anak yang diberi nama Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia. Mereka berdualah manusia pertama yang tinggal di bumi. Mereka pun dinikahkan oleh Tuhan sehingga manusia bertambah banyak. Bu Ani melihat bahwa cerita di dalam Alkitab tidak masuk akal. Bu Ani berpikir bagaimana bisa manusia dapat bertambah banyak jika kedua anak Adam dan Hawa adalah laki-laki. Ia pun meragukan kisah yang tertulis di dalam Alkitab mengenai penciptaan manusia. “Masih di dalam hati kita membanding-bandingkan. Teringat cerita ini, baru dibandingkan di Alkitab. Saya baca di Alkitab ternyata benar juga apa yang dibilang sama ito saya dulu. Ini Kain kok bisa beranak cucu. Berarti kawin sama siapa dia waktu itu? S. W6b. 838-847hal. 72 Di dalam Alkitab bu Ani pun membaca kisah Yesus yang dilarang beribadah di Nazareth. Bu Ani berpikir bahwa kisah tersebut mirip dengan kisah yang diceritakan pak Sabar mengenai parmalim yang juga dilarang beribadah pada masa penjajahan Belanda. Hal yang membedakan kisah tersebut adalah tempat kejadian tersebut terjadi. Bu Ani pun berpikir bahwa jangan-jangan Alkitab ini sebenarnya menuliskan kisah mengenai parmalim, hanya tempatnya yang diganti. Bu Ani pun meragukan kebenaran kisah-kisah yang tertulis di dalam Alkitab. “Seperti ada dibilang di Alkitab Yesus Raja dari Nazareth, dilarang beribadah. Ahh. Ternyata di ugamo Batak ini juga kok bisa dilarang? Kok bisa sama kurasa sama yang di Bibel Alkitab. Ibadah pun dilarang. Tapi di Nazareth itu ... Ada juga dalam bangsa Batak. Saya pikir rekayasa Universitas Sumatera Utara 127 jadinya di Alkitab. Jangan-jangan yang ditulis di sini tentang parmalim sebenarnya. Cuma dibuat aja ceritanya di Nazareth.” S. W6b. 848-857hal. 72; S. W6b. 859-865hal. 73 “Udah mulailah saya sangsi. Tapi masih tertutup.” S. W6b. 884-885hal. 73 Hal tersebut membuat bu Ani berpikir bahwa ternyata ajaran di dalam Alkitab tidak semuanya benar. Terdapat beberapa hal yang tidak masuk akal baginya. Bu Ani mempertanyakan kenapa orang Kristen lebih sering menjalankan ajaran yang tertulis pada bagian Perjanjian Baru di dalam Alkitab daripada Perjanjian Lama. Padahal Perjanjian Lama pun merupakan bagian dari Alkitab. Bu Ani mengatakan bahwa ajaran di dalam Alkitab tidak konsisten satu sama lain. Bu Ani bertanya-tanya kenapa pada Perjanjian Lama Tuhan melarang untuk manusia memakan daging babi dan anjing, namun dalam Perjanjian Baru tertulis bahwa manusia dapat memakan makanan apa saja. “Soal makananlah dulu ya saya bilang... Memang itulah perintah Tuhan soal makanan. Di Bibel Alkitab pun begitu nada suara meninggi. Kenapa tidak dilaksanakan Kristen? Padahal ada itu ditulis di Perjanjian Lama. Tapi di Perjanjian Baru dibilang enggak masalah orang Kristen makan apa aja. Kan aneh itu. Lain- lain jadinya ku lihat. Haa gitu.” S. W4b. 335-342hal. 33 Kesangsian-kesangsian serta pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam benak bu Ani tidak serta merta disampaikannya kepada orang lain maupun pada pemimpin di gerejanya. Ia masih menyimpan pertanyaan-pertanyaan tersebut di dalam dirinya. Ia pun tetap menganut agama Kristen dan menjalankan perannya sebagai seorang Kristen seperti biasa. Ia merasa bahwa ia belum memiliki niat Universitas Sumatera Utara 128 untuk menjadi seorang parmalim karena pada saat itu ia tidak tahu bahwa ada komunitas parmalim di kota Medan. Baginya lebih baik ia tetap menganut agama Kristen daripada dinilai tidak memiliki agama oleh orang lain. “Iya, seharusnya. Cuma saya melihat enggak ada parmalim di Medan saya j adi...istilahnya enggak pala open lah gitu. Kar‟na enggak ada parmalim yang saya tahu di Medan.” S. W6b. 206-212hal. 58 “Sebenarnya belum ter...niat. sesudah tragedi pun belum ada niat kar‟na belum tahu. Belum tahu kita di sini udah ada parmalim.” S. W6b. 216-220hal. 59 “Ya iyalah daripada enggak punya agama, tetap saya Kristen.” S. W6b. 903-905hal. 73 Bu Ani mengatakan bahwa ia mengakui ajaran Yesus di dalam agama Kristen merupakan ajaran yang benar, namun ajaran tersebut dikhususkan bagi orang Nazareth. Setiap bangsa memiliki Nabi masing-masing yang telah diutus Tuhan untuk menyebarkan ajaran-Nya. Jadi, bukan ajarannya yang salah, melainkan Nabi yang harus diikuti oleh sebuah bangsa haruslah Nabi yang diutus Tuhan kepada bangsa tersebut. Ada pepatah yang mengatakan bahwa banyak jalan menuju ke Roma. Menurut bu Ani, hal tersebut sejalan dengan agama. Semua agama baik dan pada dasarnya agama merupakan jalan untuk mencapai Surga. Jadi bagi ia tidak ada salahnya untuk tetap menganut agama Kristen, karena Kristen merupakan salah satu jalan mencapai Surga walaupun bangsa yang diajar Yesus bukanlah orang Batak. Universitas Sumatera Utara 129 “Sebenarnya Tuhan Yesus itu memang ada. Betul-betul memang ada. Itu Raja Nazareth itu. Raja yang diberkati Tuhan. Raja yang diutus Tuhan untuk menyebarkan kata-kata Tuhan di bumi, supaya jangan manusia itu tersesat ... Sebenarnya kar‟na Ia adalah Raja Nazareth. Ia mengajarkan ajaran Tuhan sama bangsa-Nya. Gitu. Makanya banyak agama di dunia ini, bukan hanya satu. Kan ada dibilang banyak jalan menuju ke Roma. Tujuannya kan sama. Tujuannya satu kan. Itulah Maha Pencipta.” S. W6b. 311-319hal. 61; S. W6b. 321-331hal. 61 Walaupun bu Ani mengatakan bahwa semua ajaran agama Kristen merupakan ajaran yang benar, namun dari pernyataan-pernyataan bu Ani terlihat bahwa ia telah menilai ajaran dalam agama Kristen tidak konsisten dan dibuat- buat. Hal ini terlihat dari penilaiannya mengenai perbedaan ajaran yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian baru yang ada pada Alkitab. Ia juga merasa bahwa kisah yang diceritakan di dalam Alkitab dibuat-buat berdasarkan kisah hidup para parmalim. “Soal makananlah dulu ya saya bilang... Memang itulah perintah Tuhan soal makanan. Di Bibel Alkitab pun begitu nada suara meninggi. Kenapa tidak dilaksanakan Kristen? Padahal ada itu ditulis di Perjanjian Lama. Tapi di Perjanjian Baru dibilang enggak masalah orang Kristen makan apa aja. Kan aneh itu. Lain- lain jadinya ku lihat. Haa gitu.” S. W4b. 335-342hal. 33 “Seperti ada dibilang di Alkitab Yesus Raja dari Nazareth, dilarang beribadah. Ahh. Ternyata di ugamo Batak ini juga kok bisa dilarang? Kok bisa sama kurasa sama yang di Bibel Alkitab. Ibadah pun dilarang. Tapi di Nazareth itu ... Ada juga dalam bangsa Batak. Saya pikir rekayasa jadinya di Alkitab. Jangan-jangan yang ditulis di sini tentang parmalim sebenarnya. Cuma dibuat aja ceritanya di Nazareth.” S. W6b. 848-857hal. 72; S. W6b. 859-865hal. 73 Pada tahun 1993 terjadi konflik HKBP di tanah Toba. Konflik ini terjadi karena adanya dua kubu yang saling berlawanan. Bu Ani bercerita bahwa pada saat itu orang-orang saling membunuh. Tidak hanya para anggota jemaat, bahkan Universitas Sumatera Utara 130 para petinggi gereja juga membunuh orang-orang yang berasal dari kubu yang berbeda. Bu Ani mengatakan bahwa dia masih beruntung karena gerejanya tidak ikut saling membantai. Keluarganya pun tidak ada yang menjadi korban dalam tragedi tersebut. Namun, bu Ani mengatakan dia pernah menyaksikan kejadian dimana orang-orang saling membunuh karena masalah tersebut. Kejadan tersebut terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. “Di keluarga kami memang enggak ada. Tapi ada yang kami lihat betul- betul… Ada meninggikan suara. Di Medan ini. Sampe takut bergereja. Saling membunuh, pendeta ke pendeta. Mau diambil dari rumah. Ditarik...ditoko‟ dipukul. Banyak macamlah itu. Hadohh...ngeri lah dulu.” S. W4b. 434-436hal. 35; S. W4b. 439-446hal. 35 Bu Ani melihat orang-orang Kristen melakukan hal-hal yang dilarang dalam ajaran agama mereka. Apa yang dilihatnya membuat keraguan-keraguan yang selama ini disimpannya semakin bertambah. Kejadian tersebut membuat bu Ani menjadi ragu apakah orang Kristen benar-benar hidup menurut ajaran Tuhan. Bu Ani berpikir bagaimana bisa orang-orang yang mengaku sebagai anak Tuhan bisa saling membunuh seperti itu. Seseorang yang memiliki iman pasti tidak akan berani untuk membunuh sesama manusia. “Kenapa sih? Namanya menjalankan perintah Tuhan. Kenapa kok jadi begini? Jadi berantam, kok jadi tonjok-tonjokan, mulai saling bunuh- membunuh.” S. W1 b. 46-51hal. 2 Universitas Sumatera Utara 131 “Coba kalo kuat imanmu...kalo kau selalu ingat Tuhan...berani enggak kau membunuh adekmu? Kalo Tuhan yang kau ingat. Enggak kan? Berani enggak kau? Takut kau akan Tuhan kan? Iya kan?” S. W4b. 420-427hal. 35 Bu Ani melihat bahwa perbuatan tersebut tidak hanya dilakukan jemaat Kristen saja. Para pemimpin gereja pun melakukan hal yang sama. Para pendeta dan penatua gereja juga saling melukai orang-orang yang bertentangan dengan mereka. Bu Ani merasa sangat kecewa melihat hal ini. Orang-orang yang seharusnya menjadi teladan bagi jemaatnya, malah saling bertikai karena masalah uang dan jabatan saja. Bagi bu Ani hal ini tidak sesuai dengan tugas seorang Pendeta, yang seharusnya memimpin dan menjadi contoh bagi jemaatnya, sehingga para jemaat bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Melihat hal ini, bu Ani menyimpulkan bahwa ternyata selama ini Roh Tuhan tidak ada di dalam hati para pemimpin Gereja tersebut. Menurut bu Ani, tidak mungkin mereka bisa melakukan hal tersebut jika Roh Tuhan ada di dalam hati mereka. Pada saat itu bu Ani merasakan bahwa orang-orang Kristen sudah hidup dengan tidak benar. Ajaran yang ada di dalam Alkitab tidak mereka jalankan lagi. Bahkan Pendeta saja sudah tidak bisa menjadi teladan bagi jemaatnya. “Sesudah kejadian itulah udah bimbang saya semuanya. Udah enggak iya lagi ini. Namanya Kristen. Udah enggak benar lagi ini dalam hatiku.” S. W4b. 454-458hal. 36 “Kar‟na ia hamba-hamba Tuhan untuk menyampaikan berita Injil, masa bisa berantam, bunuh-membunuh? Begitu kecewanya kita. Rasanya kayak enggak benar. Masa takut akan Tuhan tapi kerjanya seperti itu. Iya kan? ... Kan yang berantam- berantam itu pengikut iblis kan?” S. W6b. 117-126hal. 56-57; S. W6b. 128-130hal. 57 Universitas Sumatera Utara 132 “Kar‟na gini. Saya pikir kenapa tragedi ini bisa terjadi sama Pendeta. Berarti enggak betul-betul iman itu ada. Enggak betul-betul Roh itu masuk sama dia. Di situlah mulai kerenggangan hatiku.” S. W6b. 264-271hal 60 “Tapi sesudah tragedi, barulah perasaan saya udah enggak benar ini. Berarti agama Kristen ini betul-betul orangnya udah enggak benar. Ajarannya udah enggak diikuti. Masa Pendeta kayak gitu, bunuh- membunuh. Aturan dia panutan kan. Ngerilah pada saat itu. Situ lah mulai pecah pikiran saya.” S. W6b. 290-301hal. 60 Saat konflik HKBP terjadi, bu Ani menjadi teringat akan hal-hal yang pernah dikatakan oleh Pak Sabar. Pak sabar pernah mengatakan kepadanya bahwa selama ini pembunuhan terjadi karena orang Kristen merupakan keturunan Adam, sehingga bisa dikatakan bahwa orang Kristen adalah keturunan pembunuh. Dibilang ito saya, “Makanya terjadi pembunuhan. Apa sebabnya?” Saya tanya balek, “Apa sebabnya?” Dijawabnya, ”Ya klian kan keturunan... keturunan si Adam klian kan?” “Iya”, saya bilang. Dibilangnya, “Ya udah. Kalo memang keturunan si Adam klian, klian kan keturunan pembunuh.” S. W4b. 47-58hal. 27 Mendengar penjelasan pak Sabar, bu Ani pun menjadi bertambah bingung sehingga ia pun mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Pak Sabar lalu mengatakan bahwa di dalam Alkitab tertulis bahwa Adam memiliki dua orang anak, yaitu Kain dan Habel. Kain dikisahkan membunuh Habel, adiknya sendiri karena ia merasa iri dengan adiknya. Jadi menurut pak Sabar, orang Kristen yang mengaku bahwa mereka keturunan Adam tidak lain merupakan keturunan pembunuh. Bu Ani Universitas Sumatera Utara 133 berpendapat bahwa apa yang dikatakan oleh pak Sabar pada saat itu ternyata benar dan buktinya telah disaksikannya sendiri. “Kenapa ito bilang gitu?,” saya bilang. Dijawabnya, “Si Habel sama si Kain siapa yang tinggal? Si Kain pembunuh kan? Ya udah. Berarti kalo itu keyakinan klian, brarti klian banyak-banyak ...ya udah...keturunan pembunuhlah klian. Hanya masih itunya manusia di dunia ini menurut kepercayaan klian kan? Hanya itu kan?” S. W4b. 58-69hal. 27 “Lama-lama ku ingat lah itu pas terjadi bunuh-membunuh Kristen. Ternyata ito saya benar. Udah memang enggak betul lah Kristen ini.” S. W4b. 69-73hal. 27 Keraguan-keraguan yang disimpan bu Ani di dalam benaknya selama ini semakin bertambah sejak konflik HKBP terjadi. Bu Ani perlahan-lahan merasa bahwa orang Kristen sudah tidak menjalankan apa yang diajarkan di dalam Alkitab. Misalnya saja dengan kebiasaan orang Kristen yang suka memakan daging babi. Malah, daging babi selalu disediakan pada pesta-pesta adat Batak. Menurut bu Ani babi merupakan hewan yang kotor. Di dalam Alkitab pun tertulis bahwa Tuhan memindahkan iblis dari tubuh manusia ke dalam beberapa ekor babi. Dari cerita tersebut bu Ani berpendapat bahwa terdapat roh-roh jahat di dalam tubuh seekor babi sehingga manusia seharusnya tidak bisa memakan daging tersebut. “Perjanjian Lama gak lagi diikuti itu. Dilarangnya makan B2 itu, kenapa dimakan? Dilarang nya makan darah, kenapa dimakan?” S. W1b. 496-499hal. 11 Universitas Sumatera Utara 134 Selain dalam hal makanan, bu Ani juga merasa apa yang dilakukan oleh orang Kristen saat beribadah tidak sesuai dengan ajaran yang ada di dalam Alkitab. Menurutnya, di dalam Alkitab Tuhan tidak menyuruh manusia untuk memberikan persembahan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk kurban bakaran. Tapi kenyataannya para jemaat diminta untuk memberikan persembahan berupa uang di gereja mereka. “Karena di Alkitab kayak yang kasih persembahan melalui kurban. Coba dulu baca Perjanjian Lama. Ada rupanya dibilang pelean itu duit? Kan enggak. Bukan duit persembahan kepada Yesus.” S. W1b. 204-211hal. 5 Di mata bu Ani, para pengurus gereja tidak lebih dari sekumpulan orang “mata duitan”. Penilaiannya tersebut tidak terlepas dari pengaruh tragedi HKBP yang disaksikannya. Bu Ani menceritakan bahwa tragedi HKBP awalnya terjadi karena pemimpin gereja HKBP, yaitu Pak Simanjuntak ingin mengambil uang yang diterima oleh Pak Nababan dari Amerika, sehingga masalah tersebut meluas menjadi pertikaian antar jemaat HKBP. Di mata bu Ani iblislah yang ada di dalam hati pada pendeta. Ia melihat bahwa para pendeta selalu ingin ditempatkan di daerah-daerah yang memiliki banyak uang. “Mata duitnya ini semua pikirku. Pendeta, parhangir, mata duitnya semua ... Kan gara-gara si SAE Nababan sama Simanjuntak. Karena banyak SAE Nababan duit dikasih Simanjuntak. Itunya dulu itu. Karena SAE Nababan kan berkomunikasi ke Amerika. Jadi sama dialah duit untuk entah apa-apa lah itu. Datang si Simanjuntak mau di serobos diambil. Jadi terjadilah seperti itu.” S. W4b. 480-483hal. 36; S. W4b. 488-497hal 36 Universitas Sumatera Utara 135 “Iya kayak iblis semua di dalamnya. Buktinya kalo enggak banyak duit di suatu daerah enggak akan mau jadi Pendeta di sana. Duit nya yang dikejar.” S. W6b. 916-920hal. 74 Bu Ani mengaku bahwa ia sudah tertarik untuk menjadi seorang parmalim setelah konflik HKBP terjadi. Selama ini ia melihat perilaku pak Sabar sangat baik; berbeda dengan perilaku orang Kristen yang dilihatnya. Namun pada saat itu bu Ani tetap menganut agama Kristen dan menjalankan ritual keagamaan Kristen. Bu Ani mengatakan bahwa pada saat itu semakin meyakini bahwa ugamo Malim merupakan agama yang benar. Hanya saja pada saat itu ia mengaku belum berpikir untuk menjadi seorang parmalim karena sepengetahuannya tidak ada komunitas parmalim di kota Medan. “Pertama saya lihat ito ini. Saya melihat sifat ito ini, bagaimanapun marahnya abang adeknya sama dia tetap dia sabar ... Dan kelakuan dia pun enggak pernah mencela.” S. W4b. 352-356hal. 33; S. W4b. 359-350hal. 33 “Sebelumnya enggak tahu kita ada ugamo Malim di Medan ini.” S. W4b. 363-365hal. 34 Bu Ani tetap pergi beribadah setiap hari Minggu seperti yang biasa dilakukannya setelah tragedi HKBP terjadi. Namun diakuinya bahwa semua itu dilakukannya dengan alasan yang berbeda, yaitu untuk memenuhi kebutuhan organisasinya saja. Bu Ani tidak ingin dinilai negatif oleh orang-orang karena ia tidak menjalankan ritual ibadah agama Kristen. Bu Ani mengatakan bahwa perasaannya sudah tidak tenang saat menjalani ritual ibadah Kristen Protestan. Itu Universitas Sumatera Utara 136 semua karena ia telah mengetahui bahwa Raja yang seharusnya diikuti olehnya adalah Raja Sisingamaraja, bukan Yesus. Namun bu Ani yakin bahwa Raja Sisingamaraja dapat memaklumi tindakannya tersebut, karena pada saat itu bu Ani tidak mengetahui adanya komunitas parmalim di kota Medan dan belum memahami benar ajaran ugamo Malim. “Ha Pigi...pigi Tetap pergi ke gereja... Enggak, saya tetap gereja. Paling rajin saya ke gereja dulu.” S. W1b. 89-90hal. 3; S. W2b. 7-9hal. 13 “Ya kita kan masyarakat. Kita perlu...apa namanya...organisasi. Kan termasuk organisasinya agama ini. Perkumpulan. Begitu ceritanya ... Kalo pada saat itu ya yang penting kita beribadah. Jangan ditengok orang kita enggak beribadah. Ya kita pribadi kita lah yang kurang yakin itu.” S. W4b. 471-476hal. 36; . W6b. 408-413hal. 63 “Ya walaupun saya Kristen, saya tetap merasa bersalah. Kar‟na sudah saya tahu itu Raja itu adalah memang Raja Batak. Tapi saya tetap mengikuti ajaran orang sana. Saya memang merasa tetap enggak enak atau salah. Tetapi Mereka maklum saya rasa. Perasaan saya ya. Maklum karena tidak ada yang saya ketahui ada di kota Medan ini.” S. W6b. 668-680hal. 68-69 “Sebelum kenal ya saya tidak apa-apa. Ya saya tidak kena hukum. Arti kata, ada sesuatu, saya nggak tau. Ya saya gak kena hukum. Yang tau itunya kena hukum tapi pura-pura gak tau. Haa, itu yang kena hukum. Haa, begitula perasaan saya.” S. W5b. 153-160hal. 42 Bu Ani mengatakan bahwa walaupun keyakinan di dalam hatinya telah berubah, ia masih dinilai sebagai salah satu jemaat yang aktif di Gerejanya. Ia bahkan sempat ditawari menjadi salah satu pengurus gerejanya sintua oleh pengurus gereja yang lainnya karena keaktifannya tersebut. Namun ia menolak Universitas Sumatera Utara 137 tawaran tersebut dan mengatakan bahwa ia selama ini hanya menganut agamanya hanya karena ia dari awal lahir di dalam keluarga Kristen. Ia menggunakan istilah bahwa ia hanyalah “Kristen KTP” saja. “Enggak, saya tetap gereja. Paling rajin saya ke gereja dulu. Malah saya dulu sampe ditawarin jadi sintua pelayan di gereja HKBP, Cuma saya tolak. Orang itu sampe datang ke rumah. Cuma saya bilang jangan. Saya ini Kristen KTP. Karna saya mulai dari lahir sudah Kristen.” S. W2b. 7-16hal. 13 “Ya bagaimanalah kita bilang dek. Kita tetap menjalani. Tapi ya...gimanalah saya bilang ya... kayak yang saya bilang tadi. Saya tetap mengikuti itu, ibadah Kristen itu. Karna‟na saya belum ada betul-betul mengenal parmalim.” S. W6b. 379-387hal. 62 Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2004, seorang wanita bernama bu Wati pindah di lingkungan tempat tinggal bu Ani. Bu Ani mendengar bahwa bu Wati adalah seorang parmalim. Mendengar kabar tersebut, bu Ani pun tertarik untuk menemui bu Wati. Bu Ani pun datang ke rumah bu Wati untuk berbincang-bincang dengannya. Awalnya bu Ani memastikan apakah benar bahwa bu Wati adalah seorang parmalim. Bu Wati pun membenarkan kabar tersebut. Bu Ani pun akhirnya mengetahui bahwa ternyata ada komunitas parmalim dan tempat ibadah mereka di kota Medan dari bu Wati. Setelah mengetahui bahwa ternyata ada parmalim yang tinggal di kota Medan, bu Ani pun mencari kebenaran informasi-informasi yang selama ini didapatkannya dari Pak Sabar. Universitas Sumatera Utara 138 “Awalnya ku tanya, “Apa agamamu?” Dijawabnya, “Parmalim... Cuman pada saat itu karna saya ingin mengetahui, saya bertanya. Saya panggil ke rumah. Saya tanya, tanya, tanya.” S. W1b. 108-110hal. 3; S. W2b. 31-35hal 13 “Jadi crita...crita...crita lah kami iya kan... Setelah cerita-cerita...eh ada rupanya. Rupanya Ugamo Malim ini dari dulu- dulunya rupanya.” S. W1 b. 33-35hal. 1 Pada saat itu bu Ani merasa bahwa kedatangan bu Wati merupakan rencana Tuhan bagi-Nya sehingga ia bisa lebih mendalami ajaran ugamo Malim. Seandanya saja bu Ani tidak pernah bu Wati, kemungkinan besar sampai sat ini bu Ani masih tetap menganut agama Kristen. Karena itulah bu Ani juga merasa bahwa Tuhan telah menunjukkan jalan-Nya kepada bu Ani melalui bu Wati. “Iya. Itu kemungkinan saya masih Kristen sekarang.. Tapi kami tetap percaya nenek moyang saya atau Raja saya, saya ingat. Gitu lah. Biarlah saya tetap berpedoman di Kristen. Kristen KTP lah gitu. Tapi itulah Tuhan ini ya dek. Dipertemukanlah saya sama bu Wati supaya enggak salah saya berjalan.” S. W6b. 238-251hal. 59 Bu Ani pun bertanya kepada bu Wati apa sebenarnya parmalim itu. Bu Wati pun menjelaskan bahwa parmalim adalah ugamo Batak sejak dulu, bahkan sebelum agama Kristen Protestan masuk ke tanah Batak. “Terus ku tanya, agama Parmalim sebenarnya apa?‟ Terus dijelaskannya kalo ininya dulu sebenarnya ugamo Batak. Ininya ugamo dari dulu- dulunya sebelum datang agama. Terus datanglah si Nommensen, terus muncullah Protestan.” S. W1b. 110-118hal 3 Universitas Sumatera Utara 139 Bu Wati menjelaskan bahwa Yesus tinggal dan memberikan ajaranNya di Yahudi, bukan di tanah Batak. Sedangkan Sisingamaraja adalah Raja bagi orang Batak. Jadi, sebagai orang Batak, sudah seharusnya bu Ani mengikuti ajaran Sisingamaraja, yaitu dengan menganut ugamo Malim. “Waktu itu dia bilang sama saya, “Kau kan Batak.” kujawab “Iya.” Trus dia bilang, “Jadi kalo kau Batak, Raja kau Raja apanya? Itu Jesus itu apa itu? INRI itu apa itu sebe tulnya?” Saya jawab, “INRI artinya ini adalah raja orang Yahudi. Itu artinya” Dia bilang, “Nah itulah. Itu kan raja Nazareth. Raja Nazareth sakti nya. Tapi di mana dia tinggal? Di mana dia mengajarkan itu? Di bangsanya. Raja kita ada nya. Raja Sisingamaraja, raja Batak. Itulah yang kita ikuti. Itulah melaksanakan Ugamo Malim di bumi ini ... Pokoknya begitulah. Saya itu Batak. Raja saya harus raja Batak. Sementara raja kita ini mampu dan Dia adalah anak Yang Maha Kuasa. Anak ni Debata, Anak ni Mulajadi Nabolon. Jadi inilah jalan Batak kepada Yang Maha Kuasa.” S. W2b. 48-66hal. 14; S. W1b. 153-157hal. 4 “Makanya ada agama ini, agama itu, agama itu. Raja-raja lah itu. Raja ni Jahudi raja orang Yahudi Yesus. Raja orang Batak adalah raja Sisingamaraja. Itulah ugamonya Batak Ugamo Malim. Ya kenapa kita harus be-rajakan raja orang, trus raja kita enggak? Istilahnya nenek moyang kita, kita jauhkan, nenek moyang orang kita sembah. Sementara nenek moyang kita ini bisa nya segala-galanya. Memohon kepada Ba paknya: Allah Yang Maha Kuasa. Dialah Sisingamaraja jalan kita.” S. W1b. 163-180hal. 4-5 Bu Wati lalu menceritakan kisah bagaimana sulitnya nenek moyang suku Batak mempertahankan ugamo Malim. “Dan tentang sedihnya nenek moyang kita mempertahankan ugamo malim ini dia juga tahu. Dia cerita semua itu.” S. W2b. 90-94hal. 15 Universitas Sumatera Utara 140 Bu Ani merasa bahwa penjelasan bu Wati tersebut benar dan masuk akal. Bu Ani seperti tersadar bahwa jika dia orang Batak, kenapa ia sampai menganut agama Kristen. “Saya berpikir oh iya saya Batak. Kenapa saya Batak ini kok jadi... maap ya. Kenapa kok jadi Kristen.. Batak itu ugamonya Ugamo Malim. Rajanya adalah Raja Sisingamaraja. Nah begitu aja tertarik sama saya ... Banyaklah yang dia cerita waktu itu. Dan betul-betul masuk akal semua. Memang betuk masuk akal sama saya.” S. W1b. 130-137hal. 4; S. W2b. 66-70hal. 14 Sejak saat itu menjadi sering mendatangi rumah bu Wati atau meminta bu Wati datang ke rumahnya untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam mengenai ugamo Malim. Hal ini berlangsung selama kurang-lebih 2 tahun. “Agak lama juga, udah bertahun. Ada udah sampe sekitar satu-dua tahun. Udah agak lama lah. Jadi lama kami crita-crita, dalam lah pengetahuan jadinya.” S. W1b. 360-365hal. 8-9 “Ada 2 tahun, 3 tahun gitu lah ya. Sesudah kenal. Kurang lebih lah 2 tahun.” S. W2b. 76-78hal. 14 Bu Ani mendapatkan informasi mengenai ugamo Malim tidak hanya dari penjelasan bu Wati saja. Bu Ani juga memfotokopi buku yang berisi hukum- hukum ugamo Malim, yang disebut dengan buku Patik. Bu Ani menekankan bahwa semua itu dilakukan berdasarkan keinginannya sendiri, bukan karena diarahkan oleh bu Wati. Universitas Sumatera Utara 141 “Saya ada minta fotokopi buku patik mereka Parmalim buat saya baca- baca. Tapi dia itu bukan mengarahkan. Ndak pernah dia mengarahkan. Dia cuma menerangkan. Karna dia dari kecil, dari neneknya udah Parmalim.” S. W2b. 82-89hal. 15 Setelah mendapatkan informasi dari bu Wati dan membaca buku Patik, bu Ani pun menjadi tertarik untuk datang ke tempat ibadah parmalim yang ada di kota Medan. Bu Ani ingin melihat sendiri bagaimana sebenarnya cara parmalim beribadah. Ia penasaran kenapa orang-orang mengatakan bahwa parmalim menyembah roh jahat, sedangkan berdasarkan informasi yang didapatnya selama ini, hal tersebut tidak benar. “Ya saya pigi ke tempat ibadahnya. Mulai saya tertarik kan. Kenapa orang Parmalim ini selalu dibilang orang bahasa Bataknya sipele begu pemuja setan. Kalo dari ceritanya ini bukan. Tapi tunggu, pigilah aku. Beribadahlah aku.” S. W1b. 188-196hal. 5 Bu Ani pergi ke tempat ibadah parmalim dengan ditemani oleh bu Wati. Pada saat itu bu Wati menyarankan bu Ani agar berpakaian sebagaimana yang dikenakan oleh parmalim saat beribadah, yaitu dengan mengenakan kebaya dan kain sarung. “Sama kawanku yang menceritakan tentang Parmalim itu. Saya cuma disuruh berpakaian seperti mereka, udah.” S. W1b. 222-226hal. 5-6 Pada saat datang ke Rumah Persantian, bu Ani kagum melihat betapa sopannya para parmalim dalam beribadah. Ia melihat sendiri bahwa ternyata Universitas Sumatera Utara 142 perkataan orang-orang bahwa parmalim adalah penyembah roh-roh jahat salah total. Tidak ada yang terlihat aneh dari apa yang dilihatnya saat itu. “Beribadahlah aku. Saya lihat begitu bagusnya, begitu sopannya. Dan yang mereka katakan, yang menyembah setan salah total. Bukan.” S. W1b. 196-200hal. 5 Bu Ani memuji cara berpakaian para parmalim saat beribadah. Ia menilai bahwa pakaian yang mereka kenakan sangat sopan. Sarung yang dikenakan oleh parmalim membuat bentuk badan mereka, terutama perempuan, tidak terlihat. “Pakaian orang itu pun sopan. Pake sarung lagi kan. Jadi enggak kayak yang dipake anak gadis skarang waktu Greja. Kadang yang pendek lah roknya. Kadang yang ketat lah...” S. W1b. 297-303hal. 7 Bu Ani melihat bahwa para parmalim tidak menggunakan alas kaki saat masuk ke dalam tempat ibadah mereka. Mereka selalu melepas alas kaki mereka di dekat gerbang tempat ibadah tersebut sebelum memasuki area tempat ibadah. Melihat itu bu Ani berpikir bahwa parmalim sangat bersih. Bu Ani merasa bahwa memang tidak seharusnya orang-orang mengenakan alas kaki saat masuk ke dalam tempat ibadah. Karena apa yang diinjak oleh orang-orang membuat alas kaki mereka kotor, dan akan mengotori tempat ibadah. “Masa rumah Tuhan tapi dibawa yang kotor kita bawa, sepatu. Masuk ke dalam pake sepatu. Sedangkan yang dipijak, maaf cakap, kotoran. Padahal itu rumah Tuhan. Jadi kalo Parmalim gak seperti itu. Benar- benar bersih.” S. W1b. 288-297hal. 7 Universitas Sumatera Utara 143 Bu Ani merasa bahwa parmalim smemuji Tuhan dengan sepenuh hati. Ia mengaku bahwa ia merinding saat pertama kali berdoa di tempat tersebut dengan cara parmalim. Ia merasa bahwa doa ugamo Malim tersebut adalah doa yang benar. “Cara mereka memuji Yang Kuasa itu. Enggak sembrono, memang betul- betul lah itu. Itu lah yang paling masuk ke hatiku. Dan pertama saya ikut berdoa dalam itu, rasanya badan saya merinding. Dan ku resapi doa itu, betul- betul semua.” S. W2b. 102-110hal. 15 Setelah mengikuti ibadah di Rumah Persantian, bu Ani merasa bahwa ternyata selama ini ia salah. Ia merasa sebagai orang Batak tidak seharusnya ia me-rajakan Raja lain selain Sisingamaraja, karena Sisingamaraja pun adalah anak Allah. Mennurutnya, tidak ada jalan lain kepada Allah bagi orang Batak selain melalui Raja Sisingamaraja. “Karena merasa aku...merasa aku salah. Karena raja kita ini adalah anak Allah. Karena ini Sisisngamaraja mampu nya dia memohon kepada Tuhan, kepada Maha Pencipta. Dan kenapa kita, saya Batak, kok jadi raja orang yang saya rajakan. Kenapa gak rajaku? yang dirajakan. ... Raja kita juga anak Allah kok. Dia panggil Sang Pencipta itu Bapa. Dia juga bilang gak ada jalan selain melalui aku. Sama siapa dibilangnya itu semua? Ya sama bangsanya, bangsa Batak kita.” S. W1b. 238-258hal. 6 Bu Ani pergi ke Rumah Persantian sebanyak dua kali bersama dengan bu Wati dan ia merasa tertarik untuk menjadi seorang parmalim. Setelah melihat sendiri bagaimana parmalim beribadah, bu Ani ingin menganut ugamo Malim. Universitas Sumatera Utara 144 “ Dua kali saya datang dan saya tertarik. menjadi parmalim” S. W1b. 217-219hal. 5 Walaupun pada saati itu bu Ani sudah merasa tertarik untuk menjadi seorang parmalim, masih ada beberapa hal yang mengganjal dalam benak bu Ani. Pertama, status ugamo Malim yang pada saat itu masih belum diakui oleh pemerintah merupakan salah satu ganjalan tersebut. Bu Ani mengkhawatirkan bagaimana nanti anak-anaknya akan sekolah, jika agama yang dianut mereka tidak diakui oleh pemerintah. “Aku agak susah menjadi Parmalim, ceritanya karna gak terdaftar di pemerintah. Aku pikir kek mana anakku nanti sekolah. Kek mana aku gini. Haa...” S. W1b. 369-374hal. 9 “Terutama yang saya tahu memang Ugamo Malim ini... Parmalim ini tidak terdaftar di negara. Belum disahkan. Gak semua manusia yang tau. Arti kata gak sah itu di pemerintahan. Gimana nanti anak saya nanti sekolah masih begini belum sah. Gitu lah. Memang ada pikiran.” S. W2b. 156-165hal. 16 “Trus kedua, gimana sih nanti anak-anak masih sekolah.” S. W3b. 96-97hal. 23 Bu Ani memikirkan pendapat orang-orang jika mereka mengetahui bahwa bu Ani telah menjadi seorang parmalim. Bu Ani takut orang-orang di sekitarnya, termasuk keluarganya, akan mencela tindakannya tersebut. Itu semua karena parmalim masih dianggap sebagai sebuah aliran animisme. Universitas Sumatera Utara 145 “Satu, keluarga. Apa sih nanti kata keluarga sama kami, iya kan ... Mungkin ada nanti ejek- ejekan orang sama saya nanya, „Kenapa kamu masuk ugamo gini?” S. W3b. 93-95hal. 23; S. W2b. 171-174hal. 16-17 “Tiga, karna dibilang Parmalim ini diejek-ejek, iya kan.” S. W3b. 98-99hal. 23 Masalah-masalah yang mungkin akan muncul jika bu Ani menjadi seorang parmalim membuatnya bimbang dalam mengambil keputusan. Namun, dalam hatinya ia tidak ingin terus menganut agama Kristen. Baginya, semua aliran Kristen misalnya HKI, KKBP dan GKPS sama saja. Mereka tetap me-rajakan Tuhan Yesus. Bu Ani ingin be-rajan Raja Batak, yaitu Sisingamaraja. Baginya, kalo rajanya bisa memberi segala-galanya, ia tidak perlu menyembah raja orang lain. “Dulu kan aku pikir udah enggak benar lagi Kristen ini. Ke sana pun Kristen juga, ke sini pun Kristen juga. Istilahnya GKI pun Kristen. Ini pun Kristen. Sama- sama Kristen itu kan?” S. W4b. 543-550hal. 38 “Samanya Kristen. Sama aja Kristen dia. Sama aja Jesus raja dia. Ahh begitu ... Sama Kristen itu juga. Sama percaya sama Yesus. Ajaran Yesus yang diikutinya. Jadi kalo saya kan bukan ajaran Yesus lagi yang saya ikuti. Ajaran Raja Saya, Raja Batak. Sisingamaraja. Ajaran dia lah yang saya ikuti. Bukan ajaran raja Nazareth. Nahh... Cuman saya berpedoman kalo saya Batak. Harus be-Ra ja sama Raja saya. Titik. Kar‟na Raja saya itu bukan salah, malah benar. Kenapa malah Raja kita kita tinggalkan? Kenapa Raja orang jadi kita sanjung-sanjung? Sementara Raja kita ini bisa memberi segala- galanya kalo memang kita percaya. Kar‟na dia adalah suruhan Tuhan. Apapun yang dia minta pada Tuhan, kalo memang aku benar, pasti Dia berikan. Ya kenapa sama Raja orang saya? Itulah keyakinan saya.” S. W6b. 578-580hal. 66; S. W6b. 585-612hal. 67 Universitas Sumatera Utara 146 Bu Ani merasa ia akan mengalami dampak negatif jika ia tidak menjadi parmalim. Bu Ani merasa bahwa dirinya salah jika ia telah mengetahui ajaran Sisingamaraja, namun ia tetap tidak me-rajakan Sisingamaraja. Ia merasa bahwa hal itu benar-benar keliru. “Ohh. Kar‟na saya sudah mengetahui. Saya sudah mengetahui ajaran itu, atau Rajaku itu. Masa saya udah mengetahui, saya tetap enggak mempercayai Dia? Salah saya. Betul-batul saya salah. Kecuali saya tidak mengetahui Dia. Kita Rajai Raja yang lain sebagai Raja kita. Enggak salah kita.” S. W6b. 633-643hal. 68 “Salah saya, saya sudah mengenal benar-benar, saya salah gak balek saya ke kampung saya. Arti kata gak balek saya tu bona ni pasogit, bona ni pinasa. Arti kata bona pinasa, inilah asal kita. Bataklah memang Batak kita, harus kita mengikuti raja kita.” S. W5b. 69-77hal. 40 Pada saat bu Ani sedang mempertimbangkan keputusan terbaik yang akan diambilnya, suami bu Ani menceritakan bahwa ia mengalami mimpi yang aneh. Dalam mimpi tersebut bu Ani dan suaminya bersusah payah mendaki sebuah bukit yang sangat terjal. Pada puncak bukit tersebut terdapat tempat yang sangat indah, di mana semua orang yang dapat mencapai tempat tersebut akan sangat bahagia. Suami bu Ani mengatakan bahwa pada saat itu ia dan bu Ani sudah hampir menyerah mendaki bukit tersebut karena terjalnya jalan yang mereka lalalui. Pada saat mereka akan menyerah, datanglah seorang kakek yang mengatakan supaya mereka tidak menyerah. Kakek tersebut mengatakan bahwa inilah jalan parmalim. Jalan parmalim memang merupakan jalan yang sulit. Namun, jika mereka sanggup menghadapinya, mereka akan bisa mencapai tempat Universitas Sumatera Utara 147 yang sangat indah tersebut. Mendengar mimpi suaminya tersebut, bu Ani pun langsung menyimpulkan bahwa mimpi terseut merupakan mimpi yang diberikan Tuhan kepada mereka. Ia merasa Tuhan sendiri telah menunjukkan jalan yang terbaik baginya. Ia pun memutuskan untuk menjadi seorang parmalim. “Trus bermimpilah bapak anak-anak. Itulah ku rasa kar‟na belum bulat hatiku waktu itu. Dia mimpi kami lagi mendaki sebuah bukit yang sangat sulit lah jalannya itu. Di puncak bukit itu adalah tempat yang sangat indah. Orang- orang di situ bahagia lah semua. Kar‟na susahnya jalan ke puncak bukit itu, udah mau menyerah lah kami. Lalu datanglah opung yang bilang kalo memang inilah jalan parmalim, susah. Tapi inilah jalan mau ke tempat yang di puncak itu. Dengar mimpinya tersebut langsunglah ku pikir inilah ini. Inilah jalan yang ditunjukkan Tuhan sama saya” S. W3b. 107-126hal. 23 “Begitu saya dengar mimpinya, aku mimpi ini udah satu gambaran ini. Saya bilang udah, ba lik lah kita ke ugamo Malim.” S. W1b. 384-388hal. 9 Bu Ani memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan untuk menimbang- nimbang pilihan yang ada dan memutuskan menjadi seorang parmalim. Pada saat ia telah memutuskan untuk menjadi seorang parmalim, itu bu Ani pergi ke Rumah Persantian bersama dengan suaminya untuk menemui pimpinan parmalim di kota Medan, yang disebut Ulu Punguan. “Kami jumpain lah ulu ni punguan, mau mendaftarkan diri lah gitu.” S. W1b. 315-317hal. 7 “Enggak. Waktu itu Cuma inang sama amang aja.” S. W1b. 320-321hal. 8 Universitas Sumatera Utara 148 Pada saat bertemu dengan Ulu Punguan, bu Ani dan suaminya menyampaikan keinginan mereka untuk menjadi seorang parmalim. Mendengar maksud bu Ani tersebut, Ulu Punguan meminta bu Ani untuk mempertimbangkan lagi tindakannya tersebut, karena ugamo Malim adalah ugamo yang selalu diejek oleh orang-orang. Namun, bu Ani tetap bersikeras untuk menjadi seorang parmalim. “Kami bilang lah kami mau mengikuti ugamo Batak. Datanglah Ulu Punguan mengatakan kan, “Pikir-pikir dulu. Karena ugamo kami ini ugamo yang diejek- ejek. Masa‟ klian meninggalkan agama kalian yang begitu besar buat masuk ke ugamo kami.” Tapi kami bilang lah kalo sudah bulat pikiran kami. Kami harus balik.” S. W1b. 323-334hal. 8 Melihat keseriusan bu Ani, ulu punguan pun menerima bu Ani berserta dengan keluarganya menjadi seorang parmalim. Pada saat itu bu Ani diminta untuk membawa anak-anaknya saat itu juga. Dalam ugamo Malim, jika seseorang ingin menjadi parmalim maka seluruh anggota keluarganya harus ikut menjadi parmalim, termasuk anak-anaknya yang belum menikah. Mereka pun pergi menjemput anak mereka, walaupun pada saat itu anak-anaknya sedang berada di sekolah dan di tempat kerjanya. Pada saat itu bu Ani yakin bahwa keputusannya tersebut sudah benar, sehingga ia langsung memanggil anak-anaknya saat diminta ulu ni punguan. “Trus kami langsung diterima. Tapi kami disuruh bawa anak-anak kami. Padahal waktu itu anak-anak kami udah pigi kerja sama pigi sekolah. Ya kami panggil lah...” S. W1b. 339-344hal. 8 Universitas Sumatera Utara 149 “Saya yakin aja. Jadi saya panggil aja mereka ntah dari mana-mana. Ada yang dari sekolah. Ya 1 jam itu saya kumpulkan mereka semua.” S. W6b. 470-474hal. 64 Bu Ani mengatakan bahwa jika ada anaknya yang tidak ingin menjadi parmalim, maka ia akan tetap memaksa bagaimanapun caranya. Ia mengatakan bahwa awalnya anaknya yang paling tua tidak ingin menjadi parmalim. Namun, bu Ani tetap memaksanya. Baginya, jika seorang anak belum menikah, maka orangtua masih memiliki kendali penuh atas anak tersebut. Bu Ani mengatakan bahwa alasan ia memaksa anak-anaknya menjadi parmalim adalah karena syarat untuk menjadi parmalim adalah seluruh keluarganya harus ikut menjadi parmalim. Jika ada anaknya yang sudah menikah dan ingin berpindah ke agama lain, maka hal tersebut tidak menjadi masalah bagi bu Ani. Namun, akhirnya semua anaknya bersedia untuk disahkan menjadi parmalim. bu Ani merasa bahwa semua itu bisa terjadi karena Roh Tuhan telah datang ke hati anak-anak bu Ani sehingga mereka mau disahkan menjadi parmalim. “Iya. Iya. Itu juga iya. Kar‟na syaratnya kan satu keluarga harus ikut parmalim.” S. W6b. 547-549hal. 66 “Ya kita harus paksa. Kar‟na mereka belum berumah tangga. Harus satu kendali di rumah. Kar‟na anak masih dalam kendali kita kalo mereka belum menikah. H arus bisa kita paksa.” S. W6b. 450-457hal. 64 Universitas Sumatera Utara 150 “Kalo itu ya terserah dia. Terserah dia yang penting sudah kita nasehati dia. Tapi selagi dia masih tanggung jawab saya; kalo belum menikah itu berarti dia masih tanggung jawab saya; harus saya paksa.” S. W6b. 519-527hal. 65 “Ya dia memang betul udah dewasa. Udah berpikir dia mana yang paling benar di hati dia walopun dia belum menikah. Ya selama saya masih orangtuanya saya bertanggung jawab sama dia. Tetap saya akan memaksa dia untuk suatu kepercayaan .” S. W6b. 533-542hal. 66 “Iya, belum terbuka. Karena belum terikut hatinya kami terangkan balek lah. Baru mengerti lah dia. Saya tanya apakah ada yang salah Kau lihat watu kita beribadah? Dia bilang tidak ada. Ku bilang kalo memang enggak ada kenapa kau susah? Baru dia mau.” S. W6b. 483-492hal. 64-65 Setelah menjadi seorang parmalim, bu Ani mengatakan bahwa ia tidak langsung memberitahukan keluarga dan orang-orang di sekitarnya bahwa ia telah menjadi seorang parmalim. Ia mengatakan bahwa menurutnya ia tidak perlu memberitahukan orang-orang bahwa ia telah menjadi seorang parmalim. “Gak ada mreka yang tahu... Gak musti keluarga saya tau. Yang penting keluarga kita ini. Kita kan udah satu keluarga ini. Orangtua saya, kakak saya atau abang saya gak p erlu tahu.” S. W1b. 406hal. 9; S. W1b. 415-420hal. 10 Bu Ani tetap mengikuti kegiatan punguan kumpulan marganya setelah ia menjadi seorang parmalim, walaupun di dalam acara itu dilakukan ibadah menurut tata cara agama Kristen. Menurut bu Ani ia perlu tetap mengikuti kegiatan tersebut karena ia merupakan bagian dari kelompok tersebut berdasarkan marganya. Bagi bu Ani, perubahan keyakinannya bukanlah penghalang baginya untuk tetap aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Universitas Sumatera Utara 151 “Saya itu kalo pigi partangiangan marga acara kumpulan marga diam pada saat menyanyi. Yang penting saya ikut marga itu. Lain lah kalo partangiangan Gereja. Ini partangiangan marga tetap ibadah kan dengan cara Kristen? ... Ahh... Jadi setiap partangiangan kan ibadah. Jadi saya ikut partangiangan ini, saya tinggal ikut aja. Ya saya gak nyanyi. Ya saya ikut bukan karna unsur agama saya ikut ke situ, karena unsur keluarga.” S. W1b. 439-447hal. 10; S. W1b. 449-456hal. 10-11 Bu Ani mengatakan bahwa awalnya orang-orang di sekitarnya mempertanyakan perubahan tingkah laku yang ditunjukkannya, terlebih saat ia mengikuti ibadah marga yang disebut partangiangan. Mereka merasa heran melihat bu Ani tidak lagi menyanyi saat partangiangan. “Jadi kan kalo kami ugamo Malim gak ada istilah menyanyi-menyanyi... Nah... Saya itu kalo pigi partangiangan marga acara kumpulan marga saya diam ajapada saat menyanyi. Yang penting saya ikut marga itu. Lain lah kalo partangiangan gereja. Ini partangiangan marga tetap ibadah kan dengan cara Kristen? ... Ahh... Jadi setiap partangiangan kan ibadah. Jadi saya ikut partangiangan ini, saya tinggal ikut aja... Jadi bertanya anggota kumpulan, Kenapa begini?” S. W1b. 435-437hal. 10; S. W1b. 439-447hal. 10; S. W1b. 449- 458hal. 10-11 Para anggota kumpulan marga juga merasa heran karena melihat bu Ani tidak pernah lagi memakan daging babi atau daging anjing. Padahal kedua jenis makanan tersebut selalu tersedia di setiap partangiangan marga. Mereka pun bertanya kepada bu Ani kenapa bu Ani tiba-tiba tidak mau memakan makanan tersebut. Universitas Sumatera Utara 152 “Atau makan lagi satu. Kan setiap partangiangan kan buat makan. Setiap makan kan ada „itu‟ makanan yang diharamkan dalam ugamo Malim, seperti daging babi dan anjing. Ya saya gak makan. Bertanya-tanya mereka. “Kau kenapa gitu? Kok tiba-tiba kau gak makan itu?” S. W1b. 460-469hal. 11 Bu Ani menjawab pertanyaan para anggota punguan marga dengan jujur. Ia mengatakan bahwa dia bukan penganut agama Kristen lagi, melainkan penganut ugamo Malim. Sejak saat itulah orang-orang mengetahui bahwa bu Ani telah menjadi seorang parmalim. “‟Ya saya ini bukan Kristen lagi. Saya sudah Parmalim. Saya sudah ikut ugamo opung kita.‟ Ditanya orang itu, „Jadi gak Kristen kau?‟ Saya jawab enggak. Ya udah dari itu mereka tau sampe seka rang.” S. W1b. 470-476hal. 11 Ternyata apa yang selama ini ditakutkan bu Ani menjadi kenyataan. Anggota punguan marga memberikan respon negatif terhadap keputusan Bu Ani yang menjadi seorang parmalim. Umpan balik negatif yang paling dirasakan oleh bu Ani berasal dari anggota punguan marga yang diikuti oelh bu Ani. Mereka mengeluarkan bu Ani dari keanggotaan punguan dengan alasan bahwa bu Ani bukan penganut agama Kristen lagi.. “Dan ternyata betul Betulnya dugaan-dugaan tadi, dari tetangga ataupun dari pamili, memang betul Cacian, hinaan ... ada ... Dan bahkan saya dikeluarkan dari marga...marga saya sendiri, Marpaung. Karena saya sudah ikut ugamo nenek moyang saya, dikeluarkan saya karna gak Kristen.” S. W2b. 183-196hal 17 Universitas Sumatera Utara 153 Bu Ani pun merasa perlakuan para anggota punguan marganya tidak adil. Ia mengatakan pada mereka bahwa bukan agama yang menjadi syarat keanggotaan punguan tersebut, melainkan marga yang dimiliki oleh anggotanya, yang menandakan bahwa mereka adalah satu keluarga. Jika mereka menyuruh bu Ani keluar, berarti mereka tidak menganggap bu Ani sebagai boru Marpaung. Bu Ani pun keluar dari punguan marga tersebut. “Sementara bukan karna agama kita masuk ke punguan marga. Di mana sih kasih mereka itu? Masa saya dikeluarkan karena agama saya lain? Bukan karna agama masuk punguan.” S. W2b. 196-202hal. 17 “Saya bilang saya masuk ke sini bukan karna agama. Berarti kalian gak menganggap saya boru Marpaung. Ya udah, keluar saya dari punguan.” S. W2b. 205-211hal. 17 Bu Ani tidak hany menerima respon negatif dari anggota punguan marga yang diikutinya. Anggota STM Serikat Tolong Menolong yang diikuti oleh bu Ani pun memberikan respon yang sama terhadap keputusan bu Ani. Para anggota STM juga mengeluarkan bu Ani dari keanggotaan mereka. “Di STM juga mengeraskan suara ... Dikeluarkan kami dari STM di sini mengeraskan suara. Dikeluarkan.” S. W2b. 215hal. 17; S. W2 b. 225-227hal. 17 “Datang ke rumah anggota STM memecat kami meninggikan suara.” S. W2b. 241-245hal. 18 Universitas Sumatera Utara 154 Para anggota STM mengatakan kepada bu Ani bahwa alasan mereka mengeluarkan bu Ani dari STM karena agama bu Ani tidak sama lagi dengan mereka. Mereka mengatakan karena bu Ani telah menjadi parmalim, mereka tidak bisa lagi bernyanyi di rumah bu Ani. Bagi mereka, hanya orang Kristen saja yang bisa menjadi anggota STM. Mereka pun mengubah anggaran dasar STM dengan menyatakan bahwa hanya orang Kristen saja yang bisa menjadi anggota STM. Bu Ani tidak menerima perlakuan mereka. Bu Ani merasa bahwa ia adalah salah satu pendukung pembuatan STM tersebut dan ia telah mengeluarkan banyak uang untuk kelompok tersebut. “Udah saya pendukung pembuatan STM, banyak uang saya keluar di situ, akhirnya saya dikeluarkan dari situ. Memang begitulah kita. Memang dicaci, dihina, diejek, disisihkan.” S. W3b. 184-190hal. 25 “Katanya karna kami gak satu itu lagi. Gak bisa bernyanyi di rumah klian. Itulah istilahnya orang itu mengatakan. Dan gak bisa lagi...gak satu lagi kita. Hanya Kristen yang bisa masuk katanya. Dirobah mereka lah anggaran dasar. Sesudah masuk kami menjadi Parmalim dirobahlah anggaran dasar jadi hanya Kristen yang boleh masuk STM.” S. W2b. 227-240hal. 18 Bu Ani mengatakan kepada para anggota STM tersebut bahwa mereka dan Tuhan yang tahu, apakah yang telah mereka lakukan padanya benar. Ia mengatakan bahwa baginya tidak apa-apa jika orang-orang menyisihkannya, asalkan bukan Tuhan yang menyisihkannya. Bu Ani percaya bahwa Tuhan akan melindunginya. Universitas Sumatera Utara 155 “Saya bilang sama mereka, „Kalian lah yang tahu sama Tuhan. Benar kah smua yang klen lakukan itu, klen lah yang tahu sama Tuhan. Tapi aku percaya Tuhan akan melindungi kami.‟” S. W2b. 245-251hal. 18 “Asal jangan Tuhan yang menyisihkan kita. Manusia-manusia gak perlu. Yang penting kita tidak pernah berbuat salah pada mereka. Tuhan akan melihat.” S. W3b. 190-195hal. 25 Bu Ani mengatakan bahwa ia tidak malu diperlakukan seperti itu, karena ia tidak merasa apa yang dilakukannya salah. Ia mengatakan bahwa walaupun diperlakukan seperti itu, ia tetap datang ke acara atau pesta jika diundang oleh mereka. Bu Ani pun mempertanyakan kasih yang selama ini selalu diajarkan di dalam agama Kristen. Ia pun mengecam orang-orang Batak yang beragama Kristen sebagai orang-orang munafik. “Aku gak malu. Gak malu saya karna saya bukan berkelakuan yang salah. Tapi walaupun gitu, kalo ada pesta diundang saya, ya saya ikut.” S. W2b. 252-256hal. 18 “Saya bilang sama mreka mana kasih klian. Itulah munafiknya yang Batak yang agama Kristen. Ya memang munafik lah.” S. W2b. 264-268hal. 18-19 Bu Ani menerima perlakuan yang tidak menyenangkan bukan hanya dari orang-orang di sekelilingnya, namun juga dari anggota keluarganya sendiri, yaitu Pak Adi yang merupakan adik kandungnya. Bu Ani mengatakan bawa adiknya tidak suka melihatnya menjadi seorang parmalim. Adiknya bahkan tidak mau datang ke acara pernikahan anak bu Ani pada saat itu. Pak Adi mengatakan untuk Universitas Sumatera Utara 156 apa datang melihat acara seperti itu, karena ia tidak tahu apa Tuhan apa yang akan sidebut dalam acara tersebut. “Ohhh...satu pernah adek saya sendiri. Kayak gak sor dia melihat saya sesudah saya jadi Parmalim ... Dulu anak saya menikah di Pekanbaru, dia gak mau melihat pemberkatannya. Itulah kejamnya. Padahal kan anakku kan anak dia, anak dia anakku. Katanya ngapain diliat-liat itu. Gak tahu kita apa yang disebut-sebut, dipanggil- panggil di situ.” S. W2b. 305-308hal. 19; S. W2b. 314-322hal. 20 Lama-kelamaan sikap mereka pun berubah. Menurut bu Ani, mereka sepertinya menyesali perbuatan mereka. Adik bu Ani mulai mengubah sikapnya kepada bu Ani karena bu Ani mau membantunya saat ia sedang kesulitan. Ia pun saat ini sudah sering diundang ke acara mereka. Bu Ani selalu memenuhi undangan mereka jika tidak ada halangan. “Tapi makin lama saya lihat menyesal juga mreka itu.” S. W2b. 269-271hal. 19 “Tetapi makin dilihat sifat saya, atau mencoba-coba dia pak Adi sama saya, saya gak tahu lah ya. Dicoba minta tolong sama saya, saya mau...nah mulailah dia berubah sifatnya.” S. W2b. 308-313hal. 19 “Sekarang udah enggak lagi. Sekarang enggak ada lagi. Orang aku udah enggak masuk lagi sama mereka kok. Kalo pas pesta, saya tetap diundang dan saya tetap ikut. Itu kan pesta. Lain sama kepercayaan. Namanya kita bermasyarakat kan.”…“Enggak ada perasaan saya enggak enak waalapun dulu mereka membenci saya. Enak tetap. Kalau jumpa ya kami bagus cerita. Ada pesta dia saya bisa ikut ya ikut.” S. W6b. 955-963hal. 75; S. W2b. 968-973hal. 75 Universitas Sumatera Utara 157 Setelah menjadi seorang parmalim, bu Ani merasakan adanya perubahan- perubahan yang terjadi di dalam hidupnya. Ia merasa menjadi lebih takut melakukan tindakan yang salah. Ia menjadi lebih takut berbohong dan berbicara kotor kepada orang lain karena baginya perbuatan tersebut merupakan dosa. Bahkan, mengambil tanaman tetangga tanpa izin pun sudah tidak berani dilakukan oleh bu Ani. Ia merasa bahwa Malaikat-Malaikat Tuan lebih dekat menjaga bu Ani. “Pokoknya lebih apa lah saya di sini...lebih takut. Takut berbuat...salah. Bohong aja saya takut. Maaf cakap ya. Bilang cakap kotor aja saya takut. Karna bagi di riku cakap kotor aja udah dosa.” S. W1b. 486-492hal. 11 “Dulunya saya waktu di Kristen masih mau saya ... adalah tanaman orang atau apa tetangga... aku ambillah. Sekarang gak mau lagi saya. Sesudah saya balik ke mari menjadi Parmalim, saya pelajari patik itu, rupanya gitu pun gak boleh. Harus permisi kita, baru kita ambe makan. Tanpa saya minta gak mau saya ambil itu. Itulah saya udah merasa benar di sini jalan saya.” S. W2b. 277-290hal. 19 “Ya karna saya merasa sudah lebih dekat kepadaNya. Rasanya langsung dilihat saya. Tahu saya bahwa malaikat-malaikat-Nya itu melihat saya. Begitu perasaan saya. Kalo dulunya saya bukan seperti itu. Masih mau saya bohong-bohong, masih mau saya misalnya kalo orang belanja ada kembalian lebih, saya diamkan. Menurut saya itu gak mencuri. Tapi sejak saya masuk ugamo ini, saya makin merasa takut. Saya rasa itu ujian kalo memang datang sama saya kejadian yang seperti itu. Karena kalo salah kita, langsung ada ingat-ingat dari Yang Maha Kuasa. Entah keseleo lah kaki, atau apa. Tegoran ada...saya rasa menekankan kalimat. Jadi begitu lah saya sejak jadi Parmalim. Jadi semakin takut saya. Saya rasa terus dekat itu, gak jauh rasanya Tuhan itu bagi saya. Karna banyak malaikat-malaikat Tuhan yang disuruh untuk menjaga parmalim. Dan saya berharap roh saya nanti hidup di kerajaan Allah. S. W3b.39-73hal. 22 Saat ini bu Ani bu Ani sudah merasa yakin bahwa ugamo Malim adalah jalan yang tepat baginya. Bu Ani meyakini bahwa pada akhirnya nanti, Raja Universitas Sumatera Utara 158 Sisingamaraja akan menjaga pintu Surga, begitu juga dengan Yesus. Orang Batak harus menghadapi Sisingamaraja. Lalu manusia tersebut akan ditanya agama yang dianutnya. Jika ia parmalim, maka ia akan diizinkan masuk. Jika seorang Batak beragama Kristen, ia akan disuruh menghadap Yesus. Namun, Yesus tidak menerima orang yang bersuku Batak, dan akan menyuruh manusia tersebut mengahadap Raja Sisingamaraja. Begitu seterusnya hingga akhirnya manusia tersebut tidak dapat masuk ke dalam Surga. Bu Ani menggambarkan Surga itu sebagai tempat yang indah, dimana orang-orang yang dapat masuk ke dalam dapat bersenang-senang sampai selama-lamanya. Bagi yang tidak menjalankan perintah Tuhan, ia akan tersisksa selama-lamanya. “Karena saya rasa sudah tepat jalan saya. Bahwa saya itu orang Batak dan saya itu ikut ugamo Batak, ugamo Malim. Saya sudah merasa tepat di tempat saya.” S. W2b. 11-16hal. 21 “Kar‟na Rajaku ini nanti penjaga pintu Surga. Sama, Yesus pun nanti penjaga pintu bagi yang dirajai-nya. Bagi suku Dia. Itulah maksudnya. Kar‟na Rajaku ini nanti penjaga pintu Surga. Sama, Yesus pun nanti penjaga pintu bagi yang dirajai-nya. Bagi suku Dia. Itulah maksudnya. Bagi bangsanya. Kar‟na Dia Raja yang diutus Tuhan sama bangsa Israel. Pada Sisingamaraja udah diutus Tuhan mengajarkan ajaran Tuhan sama bangsa Batak. Kalo orang Batak harus melewati pintu yang dijaganya. Jadi kalo ditanya agama kita dan bukan ugamo Malim enggak bisa kita masuk ke Sorga. Kalo misalnya dia Kristen nanti disuruh menghadap Yesus. Tapi Yesus itu kan menjaga pintu buat orang Israel aja. Jadi tinggal lah dia enggak bisa masuk ke Surga.” S. W6b. 788-810hal. 71 “Karna Dialah Sisingamaraja nanti ini memegang pintu, bagi bangso Batak. Yesus lah memegang pintu bagi bangsa Israel. Begitulah keyakinan saya. Dan yang lain-lain, raja dialah memegang pintu, supaya sampe kepada pengadilan. Merekalah yang mengadili nanti.” S. W6b. 190-199hal. 43 Universitas Sumatera Utara 159 “Pokonya bersenang-senanglah di sana. Bersenang-senanglah bagi orang yang percaya, dan bagi orang yang melakukan kehendak Tuhan. Baik yang tidak, ya tersiksalah dia selama- selamanya.” S. W6b. 819-826hal. 72

3. Analisis Proses Pengambilan Keputusan bu Ani