Value Stream Mapping Stopwatch Time Study

penyortiran produk. Pemindahan, penyimpanan, perhitungan dan penyortiran produk tidak memberi nilai tambah pada produk tersebut, tetapi merupakan biaya, dan biaya yang dikeluarkan tanpa memberikan nilai tambah pada produk merupakan pemborosan. Pandangan JIT adalah jangan membuang-buang waktu dengan menyortir bagian-bagian baik dari yang jelek atau bagian-bagian yang memenuhi syarat dari yang tidak memenuhi syarat, tetapi pergunakanlah waktu itu untuk mencegah memproduksi bagian-bagian yang jelek atau tidak memenuhi syarat tersebut. Dengan kata lain; Kerjakanlah Secara Benar Sejak Awal Do It Right The First Time

3.3. Value Stream Mapping

Value Stream Mappng adalah alat lean manufacturing yang berasal dari Toyota Production Sistem. Value stream mapping dikenal sebagai pemetaan aliran bahan dan informasi. 4 Alat pemetaan ini menggunakan teknik lean manufacturing untuk menganalisis dan mengevaluasi proses kerja tertentu dalam proses manufaktur. Alat ini digunakan untuk mengidentifikasi, menunjukkan dan mengurangi waste. Langkah value stream mapping terdiri dari 5 tahap, yaitu : 1. Mengidentifikasi masalah 2. Membuat aliran value stream mapping aktual. 3. Mengevaluasi pemetaan aktual untuk mengidentifikasi masalah 4 Rong, Yiming. Value Stream Mapping for Lean Manufacturing Implementation. 2007. University of Science Technology. Huazhong Universitas Sumatera Utara 4. Membuat pemetaan perbaikan value stream mapping 5. Implementasi metode perbaikan yang diperoleh. Contoh dari penggunaan value stream mapping tentang peramalan permintaan konsumen dengan menggunakan aplikasi dan kondisi actual dapat dilihat pada Gambar 3.2. Gambar 3.2. Value Steam Mapping

3.4. Line Balancing

Lini perakitan dapat diartikan sebagai sekelompok pekerja dan tau mesin- mesin yang melakukan serangkaian tugas untuk menghasilkan sebuah produk rakitan. 5 Tugas-tugas ini sering kali memiliki batasan preseden, misalnya untuk merakit baut ke dalam lubang yang dibor, haruslah terlebih dahulu membentuk lubang yang sesuai untuk baut tersebut. Perencanaan dari kapasitas lini perakitan ini membutuhkan ketentuan dari lini yang terstruktur seperti jumlah pekerja atau mesin 5 John H. Blackstone. Capacity Management. America : South-Western Publishing,1989 h.213-216 Universitas Sumatera Utara dan tugas masing-masing yang harus dikerjakan. Masalah ini biasanya diselesaikan dengan penyeimbangan lintasan Blackstone, 1989. Ketentuan untuk menyeimbangkan lintasan adalah sebagai berikut : 1. Jika ada volume keluaran yang cukup, biaya proses dan perakitan menjadi rendah karena tingginya tingkat utilitas dari gedung, peralatan dan proses. 2. Pengendalian persediaan dari bahan mentah dan komponen-komponen lainnya rendah karena input diperlukan hanya untuk satu buah produk. 3. Jadwal produksi lebih sederhana karena hanya satu buah produk yang dirakit. 4. Hasil volume produk dan efisiensi pekerja yang tinggi ketika serangkaian tugas dikerjakan sesuai dengan waktu yang ditentukan. 5. Biaya material handling yang rendah karena penggunaan konveyor yang luas dan mekanisme otomatis lainnya. 6. Biaya pengawasan dan pengendalian yang rendah karena pekerjaan merupakan kegiatan yang repetitive dan dapat berjalan secara natural dengan hasil proses yang seragam. 7.

3.4.1. Definisi Line Balancing

Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja mesin dan peralatan yang dipergunakan dalam proses pembuatan produk. 6 Line Balancing Lintasan Perakitan biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani 6 Ginting Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Edisi Pertama Graha Ilmu, Yogyakarta. h. 205-218 Universitas Sumatera Utara oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat. Adapun tujuan utama dalam menyusun Line Balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap staiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian kerja ini disebut production line balancing, assembly line balancing atau hanya line balancing. Penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai pada proses perakitan pun harus dilakukan. Demikian juga di dalam membeli dan merancang mesin-mesin yang memiliki kapasitas yang diperlukan. Selain itu penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai baik itu dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin secara terputus-putus, dan lain-lain perlu dilakukan. Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dengan berbagai alat akan mengerjakan elemen kerja ketika unit produk melewati stasiun kerjanya. Jadi dalam proses pengerjaan suatu produk, semua atau hamper semua stasiun kerja terlibat dan item yang mengalami pengerjaan akan bertambah lengkap pada setiap stasiun yang dilaluinya. Universitas Sumatera Utara Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masing- masing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Dimana waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan untuk melalukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line, sehingga seluruh work center atau stasiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur float time terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada work center berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan waktu menganggur. Efisiensi lintasan, nilai dari smoothing index, dan balance delay pada metode ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : EL = x 100 SI = D = x 100 Universitas Sumatera Utara Dimana : EL : Efisiensi Lintasan SI : Smoothing Index D : Balance Delay Si : Waktu masing-masing stasiun n : Jumlah tenaga kerja Sm : Waktu paling maksimum dalam lintasan Pada line balancing, tidak mudah untuk mereduksi menjadi model atau algoritma yang sederhana karena terlalu banyak fleksibilitas dan variabilitas dari faktor manusianya. Hal ini disebabkan karena karyawan pada lintasan produksi menjalankan satu atau beberapa mesin dengan melakukan pekerjaan lain seperti melihat prosedur kerja yang belum selesai dikerjakan, memeriksa tool diantara siklus mesin, menangani setup mesin dan inspeksi pekerjaan, meninggalkan tugas untuk tugas khusus, melewati atau bermalas-malasan, tetap berada pada pekerjaan mereka atau bepergian, memperbaiki peralatan yang rusak dan menyarankan perbaikan para ahli, memindahkan material atau hanya duduk menunggu pengangkut material untuk mengangkatnya. Sehingga dengan kondisi yang demikian keseimbangan pada lintasan produksi tidak terjadi. Maka yang perlu dilakukan adalah supervisor dan work group nya yaitu memperbaikinya dan mengulanginya sesering mungkin sebagaimana tingkat permintaan berubah. Masalah line balancing telah memberikan perhatian yang cukup besar mungkin melebihi assembly line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan solusi yang tepat untuk asumsi-asumsi yang telah diberikan. Teknik lain dirancang untuk menghasilkan perkiraan solusi berdasarkan pertimbangan yang praktis. Perhatian Universitas Sumatera Utara utama adalah tidak harus memperoleh keseimbangan yang sempurna tetapi untuk memperoleh tata letak dan aliran yang optimal sehubungan dengan operasi produksi lainnya. Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala utama yaitu, precedence constraint dan zoning constraint.

3.4.1.1. Precedence Constraint

Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa alternative. Dalam proses perakitan ada dua kondisi yang pada umumnya terjadi, yaitu : 1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur pemilihan untuk menentukan prioritas. 2. Apabila satu komponen telah dipilih untuk dirakit maka urutan untuk merakit komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk pengerjaan komponen-komponen. Diagram precedence dapat disusun menggunakan 2 simbol dasar, yaitu : 1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung di dalamnya. Elemen akan diberi nomorhuruf berurutan untuk menyatakan identifikasi. Elemen simbol diagram precedence dapat dilihat pada Gambar 3.3. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.3. Elemen Simbol 2. Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol lainnya. Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor panah harus mendahului elemen pada kepala panah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4. Gambar 3.4. Hubungan Antar Simbol

3.4.1.2. Zoning Constraint

Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab bisa menyebabkan percikankonseling api maka tidak dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat disatukan. Sebaliknya, zoning constraint yang positif menghendaki 3 2 1 Universitas Sumatera Utara pengelompokan elemen-elemen kerja pada 1 stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan itu mahal.

3.4.2. Masalah Line Balancing

Masalah pada lintasan produksi akan kelihatan pada proses perakitan jika dibandingkan dengan proses pabrikasi. Dalam pabrikasi part-part biasanya membutuhkan mesin-mesin berat dengan waktu siklus yang panjang. Bila beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan dalam seri-seri, maka akan sangat sulit untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin, yang pada akhirnya akan menghasilkan rendahnya penggunaan kapasitas. Gerakan kontinu lebih dapat dicapai dengan operasi perakitan yang dilakukan secara manual jika operasi-operasi tersebut dapat dibagi-bagi menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil dengan waktu yang sangat pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan tugas-tugas tersebut, semakin tinggi pula derajat keseimbangan yang dapat dicapai. Pengelompokan tugas-tugas yang akan dihasilkan pada lintasan produksi yang seimbang membutuhkan informasi tentang waktu pelaksanaan tugas, kebutuhan precedence tingkat ketergantungan yang menentukan urutan yang fisible, dan tingkat output atau waktu siklus yang diinginkan. Bentuk utama masalah lintasan produksi ditunjukkan pada Gambar 3.5. Universitas Sumatera Utara LINTASAN PRODUKSI Waktu pengerjaan tugas Kebutuhan precedence Output rate Pengelompokan tugas-tugas dalam stasiun dengan kapasitas ataupun output rate yang sama INPUT OUTPUT Tujuan : Memaksimalkan penggunaan kapasitas keseluruhan Gambar 3.5. Gambar Elemen-elemen Utama dari Masalah Lintasan Produksi

3.4.2.1. Pendefeinisian Masalah Line Balancing

Dalam lintasan perakitan produksi sebuah produk biasanya ada sejumlah k elemen kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama t k k = 1,2,3,…..,k dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit sebuah produk adalah : = k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram precedence. Gambar berikut menunjukkan salah satu betuk diagram precedence. Simbol di dalam lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen. Elemen kerja i merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja i dikerjakan lebih dulu sebelum elemen j. Contoh penggambaran precedence diagram dapat dilihat pada Gambar 3.6 Universitas Sumatera Utara U1 U11 U10 U8 U6 U9 U7 U5 U4 U3 U2 Gambar 3.6. Gambar Precedence Diagram Apabila ada sejumlah elemen Q unit yang akan disassembly selama periode waktu t, maka waktu siklus C secara matematis diurutkan sebagai C = t Q. Dan juga seandainya n menyatakan jumlah stasiun kerja di lintas perakitan dan Pi i=1,2,3,..n menyatakan waktu stasiun yaitu jumlah dari waktu yang ditugaskan pada stasiun i untuk masing-masing unit, maka : = Tujuan dasar daripada penyeimbangan lintasan perakitan adalah untuk menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara dimana batasan precedence tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal, yaitu : Min dimana c ≥ p i i = 1,2,3,….,n Maka minimisasi permasamaan di atas sana dengan minimisasi jumlah stasiun untuk waktu siklus atau keduanya, tergantung mana yang akan memberikan hasil yang lebih baik. Penyeimbangan lintasan perakitan mempunyai kombinasi yang Universitas Sumatera Utara sangat kompleks dengan sejumlah penyelesaian, baik yang eksak maupun yang heuristic. Diantaranya adalah metode Helgeson dan Birnie, Killbridge dan Wester region approach, metode 0-1 zero one, metode Burgess dan metode TOA sistem.

3.4.3. Rangked Positional Weight

Untuk menyeimbangkan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Salah satu metode tersebut adalah dengan pendekatan analitis metode Rangked Positional Weight. Metode ini biasanya disebut juga dengan metode Helgeson and Birnie. Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut. Penggunaan precedence diagram dalam metode RPW dapat dilihat pada Gambar 3.7. a e c d b 6 3 4 2 9 Gambar 3.7. Diagram Precedence untuk menerangkan metode RPW Dari diagram precedence di atas, bobot setiap elemen dapat dihitung : Universitas Sumatera Utara Untuk elemen a = a + b + c + d + e = 24 Untuk elemen b = b + c + e = 16 Untuk elemen c = c + e = 13 Untuk elemen d = d + e = 11 Untuk elemen e = e = 9 Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap hubungan bernilai -1,0,1. Hubungan precedence yang bernilai +1 jika elemen yang hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau dihubungkan dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada hubungan. Matriks precedence Gambar 3.7. dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Matriks Precedence dari Gambar 3.7. Elemen Kerja a b c d e a 1 1 1 1 b -1 1 1 c -1 -1 1 d -1 1 e -1 -1 -1 -1 Dari matriks precedence, bobot setiap elemen diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan untuk elemen tersebut dengan elemen yang bernilai +1 pada masing-masing baris. Sebagai contoh diambil perhitungan bobot elemen B pada Tabel 3.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.2. Perhitungan Bobot Elemen B Elemen Kerja a b c d e b -1 1 1 Personal Weight 3 + 4 + 9 = 16 Terlihat bahwa masing-masing elemen mempunyai bobot dan elemen yang mempunyai bobot yang paling besar menempati rank 1, bobot yang terbesar berikutnya menempati rank 2, dan begitu seterusnya sampai semua elemen didaftar. Apabila ada elemen yang bobotnya sama bisa diurut sesuai dengan urutannya di dalam daftar. Penugasan elemen-elemen terhadap stasiun kerja mengikuti langkah-langkah berikut: a. Elemen yang mempunyai bobot tertinggi rank 1 ditempatkan pada stasiun 1. b. Dihitung selisih antara waktu siklus dengan waktu elemen a yang telah ditetapkan T = C – a 1 . c. Kemudian pilih elemen dengan bobot terbesar berikutnya dan dilakukan pemeriksaan terhadap: i. Precedence, hanya elemen yang semua pendahulunya sudah ditempatkan boleh bergabung. ii. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil atau sama dengan stasiun yang masih tersedia. Universitas Sumatera Utara iii. Langkah 2 dan 3 diulang sampai T = 0 atau tidak ada kemungkinan untuk menugaskan elemen lagi pada stasiun kerja karena waktu T lebih kecil dari waktu masing-masing elemen yang belum ditugaskan. iv. Stasiun kerja yang kedua kemudian dimulai dari elemen yang belum ditugaskan yang bobotnya paling besar. v. Langkah 2, 3, 4, dan 5 dilanjutkan sampai semua elemen telah dikelompokkan dalam satu stasiun kerja.

3.5. Stopwatch Time Study

Pekerjaan dengan menggunakan pengukuran jam henti merupakan pengukuran secara objektif karena ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan bukan sekedar estimasi secara subjektif. 7 Metode ini baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang. Dari hasil teori statistik tentang peta kendali yang biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas di pabrik atau tempat lain. Batas-batas kendali yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Sekelompok data dikatakan seragam bila berada diantara kedua batas kendali yaitu in control dan out of control. Data in control adalah data yang berada pada batas kendali atas dan batas kendali bawah. Sedangkan data out of control adalah data yang berada di luar batas kendali atas dan batas kendali bawah. 7 Ralph M.Barnes. Motion and Time Study Design and Measurement of Work. Seventh Edition. New York : John Wiley Sons, 1980 Universitas Sumatera Utara Dalam penggunaan peta kontrol, data yang diharapkan dari hasil pengamatan akan ditetapkan dalam sebuah peta kontrol yang memiliki batasan kendali sebagai berikut : 1. Batas Kendali Atas BKA = + k.S 2. Batas Kendali Bawah BKB = - k.S Keterangan : k = harga indeks yang besarnya tergantung tingkat kepercayaan S = Simpangan Baku Simpangan baku dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : S = Keterangan : = Rata-rata data Xn = Data ke-n n = Banyak data

3.6. Pengujian Kecukupan Data