Identitas Informan Peranan Imeum Mukim Dalam Pengambilan Keputusan Sengketa Antar Masyarakat Di Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues

BAB IV PENYAJIAN DATA Metode kualitatif adalah metode yang lazim digunakan dalam penelitian ilmu sosial. Penelitian kualitatif menggunakan observasi terstruktur maupun tidak terstruktur dan interaktif komunikatif sebagai alat pengumpulan data, terutama wawancara mendalam dan peneliti menjadi instrumen utamanya. Setelah dilakukan penelitian dan melakukan pengumpulan data maka telah dikumpulkan sejumlah data, baik data primer yang diperoleh hasil wawancara dari berbagai responden dan data sekunder yang diperoleh dari hasil observasi dan dokumen milik Pemerintahan Mukim dan tinjauan sumber pustaka lainnya. Data yang dikumpulkan tersebut merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui Peranan Imeum Mukim dalam Pengambilan Keputusan Sengketa Antar Masyarakat di Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues.

A. Identitas Informan

a. Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah pihak-pihak yang menduduki jabatan dalam Pemerintahan Kecamatan Rikit Gaib, Pemerintahan Kepala Mukim, dan informan tambahan. Wawancara yang dilakukan kepada orang yang paham mengenai judul peneliti yang terkait untuk dijadikan data primer dalam penelitian ini sebanyak lima orang yang 50 Universitas Sumatera Utara akan diwawancarai. Dalam hal ini peneliti merumuskan identitas informan kedalam empat bagian yang masing-masing adalah sebagai berikut: 1 Identitas informan berdasarkan jenis kelamin Tabel : 4.1 Identitas Informan berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi orang Persentase 1 Laki-laki 5 100 Jumlah 5 100 2 Identitas informan Berdasarkan Usia Disini kita dapat melihat bagaimana variasi tingkat usia informan di Mukim Suluh Jaya kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues, dimana peneliti mengelompokkannya kedalam dua bagian dengan rentang usia antara usia 31-40 tahun,usia 41-50 tahun, Untuk lebih jelasnya, dapat kita lihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.2 Identitas Informan Berdasarkan Usia No Usia Tahun Frekuensi orang Persentase 1 2 31-40 41-50 2 3 40 60 Jumlah 5 100 Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa informan yang memiliki rentang usia lebih dari 50 tahun yang termasuk kedalam golongan orang tua paling banyak mendominasi karena lebih memahami bagaimana peranan yang dilakukan Universitas Sumatera Utara seorang Kepala Mukim terhadap jabatan yang dimiliki dan dianggap lebih memiliki banyak pengetahuan mengenai adat istiadat dan di tertuakan dapat menengahi dalam setiap masalah yang ada terdapat di mukim baik dalam hal pemahaman maupun hal yang lainnya. 3 Identitas Informan berdasarkan Jabatan Dalam penelitian ini, peneliti mencoba melihat identitas informan melalui jabatan informan dalam Pemerintahan Kecamatan, Kepala Mukim , Majelis Adat Aceh. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Identitas Informan berdasarkan Jabatan N o. Nama Jabatan 1. 2. 3. 4. 5. Drs.Bayumin Adam SE Justar Abdur Rahman H. Zainal Abidin SE.MM Camat Rikit Gaib Seketaris Camat Kepala Mukim Sekretaris Mukim Kasek MAA Gayo Lues Sistem Pemerintahan Mukim selain memiliki hubungan dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan Pemerintah Kampung sesuai dengan tugas, wewenang dan fungsinya, juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kepala Desa dan masyarakat. Sebagai suatu lembaga di yang mengawasi tujuh desa, Mukim juga bertanggungjawab terhadap apa saja yang terjadi di salah satu desa dan sebagai pihak yang mengatasi permasalahan terlebih awal dan menyelesaikan perkara sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan pengawasan tentang Kebiasaan Adat dan Adat Universitas Sumatera Utara Istiadat sesuai dengan dasar hukum Qanun No 9 Tahun 2009. Mukim memiliki peranan yang sangat berpengaruh atas pengambilan keputusan terhadap perkara yang ada dalam suatu desa yang memiliki sengketa perkara tanah, perselisihan adat istiadat, pertikaian di kampung, selisih antara warga yang semua perkara dilaporkan kepada Kepala Mukim dan diselesaikan secara adat Istiadat oleh Mukim dan selama perkara tersebut tidak dapat diselesaikan oleh Mukim dengan camat maka perkara tersebut dibawa kejalur hukum Negara dan selama permasalahan itu tidak dapat tergolong ke Pidana maka masih tetap di atasi oleh pemerintahan camat dan bawahannya. Mukim juga sebagai perantara penyampaian kepada camat untuk memberikan laporan perbulannya kepada camat. Pemerintahan Mukim sangat erat hubungannya dengan pemerintah camat karena memiliki tugas untuk membantu camat dalam pelaksanaan tugasnya yaitu melakukan pembinaan terhadap masyarakat, melaksanakan kegiatan adat istiadat, menyelesaikan sengketa, membantu penyeleggaraan pemerintah dan membantu pelaksanaan pembangunan dan hasilnya akan disampaikan ke Pemerintahan Camat dalam hasil kerja berbentuk laporan yang diberi tiap bulan. Untuk melaksanakan tugasnya dan tanggungjawab tersebut kepala Mukim berkoordinasi dengan semua elemen yang menjadi bagian dari Mukim Suluh Jaya. Dengan melakukan observasi untuk mengumpulkan data, peneliti saya juga berlangsung untuk melakukan wawancara kegiatan di Mukim Suluh Jaya selama lima hari dan melakukan wawancara dengan informan kunci Camat, Sekretaris Camat, dan informan utama Kepala Mukim dan sekretaris mukim yang menjadi objek penelitian Universitas Sumatera Utara ini, tambahan kepada Majelis Adat Aceh. Adapun tahapan dalam proses wawancara adalah sebagai berikut: a Pengumpulan dokumen tertulis tentang lokasi yang akan diteliti. Dalam hal ini Mukim Suluh Jaya, Kecamatan Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues. b Melakukan wawancara dengan informan yang tentunya memiliki wawasan tentang masalah yang diteliti. Dalam hal ini, yang menjadi Informan kunci adalah Camat, Seketaris Camat, Informan utama adalah Kepala Mukim, seketaris mukim dan Informan Tambahan adalah Majlis Adat Aceh. Tipe wawancara yang digunakan peneliti adalah terstruktur dimana sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan yang berhubungan dengan judul atau masalah yang akan diteliti. Namun dalam prosesnya sendiri, peneliti tidak menutup kemungkinan akan munculnya pertanyaan baru sehingga dapat menggali lebih dalam. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan beberapa informan.

a. Sejarah dan latar belakang mengenai terbentuknya sistem kepala Mukim

Pertama sekali peneliti bertanya kepada Camat Rikit Gaib Bapak Drs. Bayumin dengan mengajukan pertanyaan : Dapatkah Bapak jelaskan mengenai Sejarah dan latarbelakang mengenai terbentuknya sistem Kepala Mukim ? Dan beliau menjawab: ”Sejarah mencatat bahwa lembaga mukim tersebut terbentuk seiring dengan masuknya agama Islam ke Aceh. Mukim merupakan sistem pemerintahan tersendiri yang dipimpin oleh Imum Mukim. Karenanya, ia tidak tunduk pada Universitas Sumatera Utara kekuasaan di atasnya. Mukim mempunyai harta kekayaan serta sumber keuangan sendiri dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Pada masa kolonial Belanda keberadaan Imeum Mukim tetap diakui.” Kemudian peneliti bertanya kepada seketaris Camat Rikit Gaib Bapak Adam SE dengan mengajukan pertanyaan : Dapatkah Bapak jelaskan mengenai Sejarah dan latar belakang mengenai terbentuknya sistem kepala mukim ? Dan beliau menjawab: “Mengenai awal mula terbentuk sistem Kepala Mukim ini di karenakan tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat aceh yang beragama Islam dalam sebuah Mukim yang membawahi beberapa kampung dan terdapat satu mesjid pada jaman dulu jarak antar desa itu berjauhan dan untuk berurusan kecamat susah jadi dengan begitu adanya mukim sebagai tempat pengaduan kepala desa gecik yang pertama.sehingga masih berlakunya untuk sistem ini dan menjadi bagian dari sistem pemerintahan dia Aceh.” Untuk menggambarkan latar belakang mengenai terbentuknya sistem kepala Mukim ini yang lebih jelas lagi, saya mendatangi Bapak Justar selaku Kepala Mukim. Dan beliau menjawab: “Sejarah dan latar belakang mengenai sistem Kepala Mukim ini sejak dari masa kolonial Belanda sudah adanya sistem mukim ini dan sudah menjadi kebiasaan dan mendarah daging pada masyarakat mengenai sistem ini dan masih terbawa-bawa dalam masyarakat dalam hal penyelesaian masalah yang ada, dan sempat di hentikan sistem ini namun kembali berjalan lagi. Dan dikarenakan situasi wilayah antara satu kampung dengan satu kampung yang lainnya berjauhan maka untuk mempermudah kepala desa memberi laporan dan tanggapan yang cepat maka mukimlah sebagai tempat penyampaian masalah tersebut dan didalam satu mukim terdapat ada beberapa kampung.karena situasi dan jarak yang berjauhan dari tiap kampung ada, jadi mukim ini membantu kepala desa dalam mengurus tugasnya dan mengawasinya.” Selanjutnya saya mewawancarai Bapak Abdurrahman sebagai Sekretaris Mukim masih menanyakan hal yang sama dengan pertanyaan yang diatas dan beliau mengatakan : Universitas Sumatera Utara “Latar belakang terbentuknya sistem Kepala Mukim ini dikarenakan adanya kebiasaan-kebiasaan dulu dalam penyelesaian masalah sehingga masih terbawa-bawa sampai saat ini. Ini dikarenakan untuk dapat membantu camat dalam tugasnya, penugasan atau pembagian tugas yang diberikan oleh camat.” Masih mengajukan pertanyaan yang sama kepada Bapak H.Zainal Abidin SE.MM selaku kepala seketaris Majelis Adat Aceh Gayo Lues dan beliau mengatakan dalam pertanyaan yang sama : “Dilihat dari usia, Pemerintahan Mukim memang sudah sangat usang. Berdasarkan catatan sejarah, Pemerintahan Mukim telah lahir di Aceh sejak beberapa abad silam. Pertama sekali, Pemerintahan Mukim ini dicetuskan pada dinasti Sultan Iskandar Muda, itulah awal kelahiran pemerintahan mukim di Aceh. Sejak dulunya dikala Aceh masih dijajah Belanda mukim ini sudah ada sebagai pembinaan sampai pada pengembangan berbagai hal yang ada dalam mukim-mikim. Mukim senantiasa menjalankan peranannya dalam mengatur masyarakat.” b. Apa saja peranan Bapak selaku Kepala Mukim ? Untuk lebih mengetahui apa saja peran Kepala Mukim maka saya menanyakan pada Bapak Drs. Bayumin selaku camat Rikit Gaib dan beliau berkata : “Peranan Kepala Mukim tersebut sesuai dengan apa yang sudah menjadi ketentuan yang tertulis yang dapat dilakukannya, peran kepala Mukim Suluh Jaya dapat kita melihat secara garis besar berperan sebagai masyarakat adat, sebagai Lembaga Adat, sebagai jenjang Pemerintahan dan sesuai dengan pembagian tugasnya.” Saya masih melanjutkan pertanyaan ini dengan pertanyaan yang masih sama kepada Bapak Adam,SE sebagai Sekretaris Camat beliau mengatakan : “Peranan mukim itu sebagai orang penengah dalam masalah karena segala perkara yang terjadi yang berada dibawah naungan Kepala Mukim harus diketahui oleh Mukim dan diawasi oleh Kepala Mukim karena Mukim ini memilik wewenang dan berperan untuk dapat menyelesian sengketa yang terjadi di tujuh desa bagian Mukim Suluh Jaya ini. Mukim ini berperan Universitas Sumatera Utara sebagai pengambil keputusan terhadap perkara-perkara yang ada, dan perannya sudah diatur da lam Qanun.” Selanjutnya peneliti masih menanyakan kepada bapak Justar sebagai Kepala Mukim di Suluh Jaya dan dia menjelaskan : “Peranan saya selaku Kepala Mukim berperan untuk mempertanggung jawabkan permasalahan yang ada di desa Mukim Suluh Jaya dengan memberi hasil laporan tiap bulan. Lalu saya berperan sebagai pengambil keputusan dalam tiap perkara yang tergolong menjadi wewenang saya sesuai dengan Qanun No.4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim. Dan peran saya dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kampung yaitu dalam kewenangan peradilan adat Qanun Aceh No.9 Tahun 2008 untuk menyelesaikan sengketa yang ada didesa. ” Selanjutnya masih melanjutkan pertanyaan kepada seketaris Mukim Bapak Abdurrahman menanyakan hal yang sama dengan sebelumnya beliau mengatakan : “Peranan Mukim itu sudah diatur dalam qanun tersendiri Dia berperan sebagai kontribusi pembinaan sampai pada pengembangan berbagai hal yang ada dalam mukim. Mukim senantiasa menjalankan perannya dalam mengatur masyarakat yang kemudian terhadap pembangunan fungsional masyarakat, baik penididikan, agama dan, perekonomian Masyarakat mendapatkan pembinaan dari pemerintahan mukim dalam mengelola dan melaksakan berbagai hal dan dalam pengambil Keputusan sengketa juga ikut terlibat dalam pemut usan yang dia anggap bersifat akhir. ” Melanjutkan pertanyaan yang diatas maka saya menanyakan kepada Bapak Kasek Majelis Adat Aceh MAA Gayo Lues H. Zainal Abidin SE. MM beliau mengatakan : “Dalam peranan yang terdapat di Mukim ini sudah diatur dalam Qanun aceh yang tersendiri maka berdasarkan ketentuan tersebutlah mukim ini malakukan peranannya dan menduduki Jabatannya dalam melakukan tugas peran dari kepala mukim ini kalau dilihat dari pengambil keputusannya dia berperan sebagai ketua sidang dan sebagai penentu pengambilan keputusan bila dilihat dari struktur pedoman peradilan adat tingkat mukim dan sudah ada aturannya tersendiri.” Universitas Sumatera Utara c. Bagaimana cara Bapak Mengambil Keputusan dalam suatu Perkara ? Sesuai dengan apa yang menjadi peran yang didapat oleh Mukim dan bawahannya maka saya menanyakan bagaimana cara pengambilan keputusan atas permasalahanperkara yang terjadi maka saya mewawancarai Bapak Justar Kepala Mukim : “Terlebih dahulu kita melihat kasus seperti apa yang terjadi apakah tergolong pada kasus-kasus yang dapat diselesaikan ditingkat peradilan adat maka kasus itu dapat diselesaikan tanpa dibawa ke Ranah hukum formal karena bisa diselesaikan secara baik. Cara yang dilakukan dalam pengambilan keputusan yang diutamakan adalah kearifan lokal terlebih dahulu. Bila kasus tersebut tergolong pidana maka Mukim dan bawahannya dapat memberitahu pada camat dan mengarahkan kepada pihak kepolisian ditingkat kecamatan Polsek secara lisan maupun tulisan.” Peneliti masih menanyakan kepada Bapak Abdurrahman sebagai sekretaris Mukim masih menanyakan hal sama dan beliau menjawab : “Peranan Mukim dalam hal itu sangat penting karena hasil terakhir putusan ditentukan oleh Kepala Mukim untuk dapat menyelesaikan masalah yang ada karena permasalahan yang ada dilakukan dengan teknik bermusyawarah Mediasi atau Negosiasi dalam peradilan adat untuk mencapai hasil putusan yang baik dan adanya tata cara dalam penetapan keputusan.” Masih melanjutkan pertanyaan yang sama, maka pertanyaan ini saya layangkan kepada Bapak Drs. Bayumin beliau mengatakan : “Cara ataupun tahapan dalam pengambilan keputusan itu sistemnya diselesaikan terlebih dahulu dengan menggunakan sistem adat istiadat, melalui musyawarah, dan kepala Mukim diberi wewenang untuk dapat memgambil suatu keputusan tanpa harus diserahkan ke Camat namun tidak lepas dari pertanggungjawaban laporan atas hasil kerja tetap dilaporkan kepada camat dalam pelaksanaan penetapan keputusan tersebut sesuai dengan tat a cara dalam peradilan adat. ” Universitas Sumatera Utara Peneliti masih ingin menanyakan bagaimana tentang hasil putusan dalam suatu perkara yang didapat maka saya menanyakan kepada Sekretaris Mukim Bapak Adam,SE beliau menjawab : “Peran Mukim dalam pengambilan keputusan pastinya dengan cara musyawarah dan diusahakan dengan jalur cara berdamai dari kedua pihak yang bertikai dan diselesaikan dengan cara diserahkan diperadilan adat terlebih dahulu. Dalam hal ini sesuai dengan perintah qanun Aceh No.9 Tahun 2008 pasal 13 ayat 3 yang menegaskan bahwa : Aparat penegak hukum memberi kesempatan kepada keucik dan Imuem Mukim untuk menyelesaikan sengket-sengketa atau perselisihan digampong atau Mukim masing-masing. Itulah cara hasil mendapatkan keputusan dalam suatu perkara.” Melanjutkan pertanyaan kepada Bapak Kepala Seksi Majelis Adat Aceh Gayo Lues dan beliau mengatakan bahwa : “Untuk mendapatkan suatu putusan maka ada tata caranya dari peradialn adat kita bawa dulu keforum karena dalam persidangaan tidak di ambil persetujuan oleh sepihak, melainkan dari hasil yang sudah di rembukkan semulanya begitulah dalam pengambilan keputusan yang dilakukan dalam peradila adat.” d. Bagaimana Proses Menyelesaian Sengketa yang Dilakukan? Hukum adat tidak membedakan antar kasus perdata dan pidana. Namun untuk memudahkan penjelasan prosedur penanganannya, ada petimbangan-pertimbangan dan prosedur-prosedur yang perlu diterapkan jika kasus pidana sedang ditangani dan diselesaikan. Maka saya menanyakan pada Bapak Camat mengenai proses menyelesaikan sengketa yang dilakukan maka beliau menjawab bahwa: “Dalam menyelesaikan sengketa yang ada dalam prosesnya kita membuka Forum persidangan terutama dari tata letak duduk para pihak dan para pelaksana peradilan adat disusun sedemikian rupa sehingga kelihatan formil secara adat maka dengan telah ditetapkannya tata letak duduk maka dengan Universitas Sumatera Utara begitu persidangan dimulai dan dapat mengambil keputusan dari musyawarah yang sudah dilakukan. ” Melanjutkan pertanyaan dengan seketaris camat Bapak Adam SE mengajukan pertanyaan yang sama dengan begitu beliau menjawab: “Proses yang dilakukan untuk dapat menyelesaikan sengketa tersebut biasanya dibawa dalam peradilan adat dan diselesaikan secara adat dengan cara musyawarah begitulah proses yang dilakukan dalam menyelesaikannya .” Saya masih melanjutkan pertanyaan dengan Bapak justar selaku kepala mukim dan sebagai kepala sidang dalam proses penyelesaian sengketa ini dan beliau pun menjawab : “Proses penyelesaian yang kita lakukan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan maka disini kita mengambil cara penyelesaian secara damai terlebih kita mencari kesepakatan dengan bermusyawarah dalam peradilan untuk dapat menetapkan suatu ketetapan dengan menyelesaikan persengketaan yang terjadi dan sejalan dengan prosedur yang ditetapk an.” Melanjutkan pertanyaan yang sama dengan sekretaris mukim disini Bapak Abdurrahman mengatakan : “Untuk menyelesaikan perkarasengketa biasanya kita membawa keforum peradilan adat dan melakukan musyawarah dengan anggota lainnya dengan begitulah cara yang dilakukan untuk dapat menyelesaikan dengan mendapatkan hasil putusan dari musyawarah dalam peradilan dengan memberi tanggapan terhadap permasalahan yang terjadi.” Peneliti masih melakukan wawancara dengan Bapak Kepala Sekretaris Majelis Adat Aceh Kabupaten Gayo Lues beliau menjawab : “Dalam menyelesaikan sengketa yang ada sudah ada ketentuan yang diatur dalam qanun yaitu dengan membawa masalah tersebut keperadilan dalam tingkat kampung maupun tingkat Mukim dan proses penyelesaian itu ada tingkatannya dengan begitu mereka membawa kasus tersebut keperadilan adat dan menyelesaikan perkara dengan prosedu r yang ada. ” Universitas Sumatera Utara e. Dalam Hal atau Perkara Apa Saja Yang Sudah Dapat di Selesaikan Kepala Mukim ? Permasalahan yang terjadi antar kampung merupakan pertanggung jawaban yang harus di atasi dan disesaikan oleh bapak Mukim. Untuk itu kita akan mempertanyakan kepada Bapak Drs. Buyamin Camat Rikit Gaib maka beliau menjawab : “Berbicara mengenai masalah perkara yang terjadi antar kampung itu pasti ada terjadi untuk sejauh ini perkara yang diatasi itu untuk sejauh ini sudah dapat diselesaikan dengan Kepala Mukim di misalnya seperi perkara yang kemarin pernah terjadi yaitu tentang sengketa Hak milik tanah itu diselesaikan oleh Mukim dan sudah selesai, dalam menyelesaikan perkara ada tingkatan dalam penyelesaian mungkin perkara itu dapat di atasi oleh tingkat Kampung terlebih Dahulu. ” Kemudian saya masih menelusuri jawaban mengenai pertanyaan yang sama kepada Bapak Adam SE selaku sekretaris camat dan beliau pun menjawab : “Perkara yang pernah terjadi di Mukim Suluh Jaya ini pasti ada saja yang terjadi namun sebagai perkara atau kasus yang ada sudah dapat diselesaikan di tingkat kampung. Namun perkara yang tidak dapat diselesaikan tingkat kampung perkara itu dibawa ketingkat mukim dan selama saya menjabat perkara yang ada yaitu masalah perselisihan antar warga, perselisihan dalam rumah tangga, perkara tanah dan ada juga yang melakukan Khalawat dan diselesaikan semua secara peradilan adat. ” Saya melanjutkan pertanyaan kepada Bapak Mukim yaitu Bapak Justar saya menanyakan hal yang masih sama dengan yang di atas maka bapak menjawab : “Perkara yang menjadi kewenangan saya dalam peradilan adat itu sesuai dengan menurut Qanun Aceh nomor 9 tahun 2008 diantaranya perkara yang pernah terjadi dan dapat saya selesaikan selaku Kepala Mukim diantaranya : 1. Persoalan perkara Tanah 2.Perselisihan adat istiadat 3.Pertikaian yang terjadi dikampung 4.Perselisihan antar warga Universitas Sumatera Utara 5.Perselisihan dalam Rumah Tangga 6. Permasalahan KhalawatMesum Masih melanjutkan pertanyanan yang sama dengan anggota Mukim yaitu bertanya kepada Bapak Abdurrahman dan beliau mengatakan : “Masalah yang sering terjadi itu biasanya masalah pertikaian yang terjadi mengenai pertengkaran Rumah tangga yang terkadang tidak dapat diselesaikan diantar kedua belah pihak sampai perkara itu didamaikan oleh Mukim yang sebagai pihak mediasi diantara mereka. Masalah yang lain adanya persengketaan atas kepemilikan tanah yang bertikai antar masyarakat dalam mukim dan luar mukim maka ini diselesaika dengan pedoman Peradilan di Adat Aceh. ”

f. Apakah Selama ini Untuk dapat Memutuskan Suatu Perkara itu Sesuai

dengan Peraturan yang Dibuat dalam Qanun ? Mengingat segala sesuatu hal yang dilakukan dalam pengambilan keputusan haruslah memiliki kemampuan dan dasar pegangan yang kuat untuk dapat menetapkan keputusan yang tidak terlepas dari jalur ketentuannya maka peneliti menanyakan hal ini pada Camat yaitu Bapak Bayumin dan beliau pun menjawab : “Dalam pengambilan keputusan kita tidak mungkin mengambil keputusan dengan sesuka hati, karena kita juga harus melihat undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh Bab XIII tentang lembaga adat. Dan melihat peraturan yang ada didalam Qanun No. 4 Tahun 2003 tentang pemerintah mukim. Maka memutuskan itu juga dengan dasar yang sudah ada di tetapkan dan kita juga dengan cara memutuskan sesuatu itu dengan bermusyawarah dalam peradilan adat. ” Masih menanyakan yang sama saya mengajukan kembali pertanyaan yang sama dengan Bapak Adam SE dan beliau bersedia menjawab : “Suatu keputusan itu sudah harus sesuai dengan apa yang menjadi ketentuan bila tidak pasti perkara tersebut tidak dapat diselesaikan. Seperti yang sudah pernah ada keputusan sudah dilakukan dengan tepat. ” Universitas Sumatera Utara Kemudian saya masih melanjutkan pertanyaan ini kepada bapak Justar yang menjabat sebagai Kepala Mukim beliau menjawab : “Harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang tertera dari Qanun Aceh yang sudah ada ditetepkan dan berjalan sesuai dengan yang menjadi wewenang saya dan tugas saya sebagai penentu pengambilan keputusan terhadap hasil akhir maka saya juga menjalankan tugas sebagaimana yang ada dalam ketentuan seperti qanun No. 4 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggro Aceh Darussalam memberikan wewenang pada saya dan sesuai dengan proses penyelesaian perkara yang kita lakukan.” Pertanyaan yang sama masih tetap kita lanjutkan seperti yang diatas maka pertanyaan ini pun saya tanyakan pada bapak Abdurrahman yaitu seketaris Mukim dan beliau mengatakan : “Yang kita lihat seperti penyelesaian masalah yang sudah-sudah saya lihat hasil putusan itu sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan dengan bermusyawarah memutuskannya dan sesuai dengan aturan. ” Setelah menanyakan kepada seketaris mukim saya beralih bertanya kepada bapak H. Zainal Abidin SE.MM Kasek MAA Gayo Lues dan beliau menjawab : ”Dalam pengambilan keputusan yang di lakukan harus sudah sesuai, karena masalah yang lalu- lalu pernah ada sudah berdasarkan ketentuan Qanun yang sudah tertera. Dan harus sesuailah dengan ketentuan yang sudah diberlakukan jadi apabila tidak sesuai maka hal itu tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. ” g. Apakah Setiap Pendapat dalam Pengambilan Keputusan Dapat Diterima Oleh Masyarakat? Dalam keputusan yang didapat dan diberikan dapat dipastikan adanya rasa puas dan tidak puas yang dirasakan oleh pihak yang terkait untuk itu kita menanyakan mengenai hasil putusan tersebut apakah selalu dapat diterima oleh pihak yang Universitas Sumatera Utara bersangkutan maka saya menanyakan kepada Bapak Mukim yaitu Bapak Justar dan beliau mengatakan : “Pendapat maupun keputusan yang saya beri namun untuk masyarakat itu semua dalam hal kebaikkan namun walaupun demikian pasti hasil keputusan yang saya beri juga bukan hanya dari diri saya sendiri kami juga sudah memusyawarahkan jadi keputusan yang saya beri itulah yang menjadi keputusan yang t epat dan dapat di mengerti masyarakat dan diterima. ” Selanjutnya saya masih menanyakan dengan sekretaris mukim mengenai pertanyaan yang sama dengan yang diatas maka Bapak Abdurrahman menjawab : “Kalau hasil dari keputusan pasti ada prokontra, tapi masyarakat selalu terima atas apa hasil putusan kepala mukim seperti contoh permasalahan perselisihan dalam rumah tangga pasti putusan yang diberi hal baik dibawa dalam penyelesaian adat dan mereka juga dapat menerima. “ Masih memberikan pertanyaan kembali dengan orang yang sama yaitu dengan bapak Camat Rikit Gaib Drs. Bayumin beliau mengatakan : “Terima maupun tidak, itu kan merupakan hasil putusan yang diberikan kepala mukim sebagai penetap keputusan jadi, hal yang diberi juga dalam hukum positif dan kebaikan itu juga jadi masalah selesai dan diterima oleh mereka masyarakat. ” Masih memberi pertanyaan yang sama kepada seketaris Camat Bapak Adam SE dan beliau menjawab: “Biasanya dari perkara-perkara yang ada dan hasil putusan mukim itu diterima masyarakat dan bilapun tidak dapat diterima maka kami menyerahkan masalah itu pada tingkat atas yaitu pada pihak yang berwajib hukum Negara untuk dapat menyelesaikan masalahnya. Biasanya juga selalu dapat diterima. Dalam hasil putusan pendapat yang disampaikan oleh kepala mukim sudah di bawa keperadilan adat dan putusan itu pun sudah menjadi berdasarkan ketentuan yang terdapat atau tertera dalam Qanun mengenai apa yang harus di dapat oleh pihak terkait, namun hal ini masih dianggap tidak pasti. ” Universitas Sumatera Utara h. Bagaimana Strata atau Tingkatan yang Didapat Oleh Gecik dan Kepala Mukim dalam Pengambilan Peranannya ? Untuk pemabagian tugas dan dalam pengmabilan peranannya harus sama dengan ketentuan yang diapat dari tiap porsi yang sudah ditentukan maka dari itu saya ingin tahu bagaimana yang tingkatan yang didapat dalam perannya maka saya bertanya pada Bapak Justar sebagai Kepala Mukim maka beliau menjawab : “Dalam Proses penyelesaian permasalahan di kampung atau mukim terlebih dahulu permasalahan itu di selesaikan di tingkat kampung dulu bila tidak dapat diselesaikan tingkat kampung baru permasalahan itu naik ketingkat mukim sebagai penentu akhir dalam pemutusan masalah, bila juga tidak dapat diselesaikan, maka mukim memberi rekom kepada camat. Jadi strata dalam peranan itu berjalan. ” Kemudian saya bertanya kepada Bapak Abdurrahman menanyakan starta atau tingkatan dalam pengambilan keputusan dan beliau berkata: “Tingkatan yang didapat oleh gecik dan Kepala Mukim dalam perannya sesuai dengan strata yang diaturkan. Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan diputuskan oleh gecik maka masalah oleh mukim bila itu juga tidak dapat diselesaikan atau tidak diterima putusannya, dalam waktu 15 hari tidak diterima oleh warga baru dialihkan ke Camat itu juga harus sesuai dengan prosedur. “ Kemudian melanjutkan pertanyaan ini kepada bapak Camat Rikit Gaib menanyakan hal yang sama dan beliau menjawab : “Peranan yang dari setiap gecik dan mukim tidak ada salah mengambil perannya karena semua sudah terstruktur, bagaimana dengan kebiasaan- kebiasaan dan sudah mengetahui porsi dari masing-masing tugas yang mereka miliki, Adanya koordinasi di antara mereka. ” Universitas Sumatera Utara Lalu peneliti menanyakan kepada seketaris Camat Bapak Adam SE yang mengatakan bahwa tingkatan yang didapat Gecik dan Kepala Mukim dalam peranannya beliau menjawab : “Dalam tingkatan penyelesaian sengketa itu terlebih dulu diatasi oleh tingkat kampung dulu dalam tingkatan penyelesaian masalah yang ada sudah diatur dan terstruktur didalam penyelesaiannya apakah perkara ini harus dibawa pada tingkat mukim, ada tahapan yang ditetapkan. ” Melanjutkan pertanyaan yang sama kepada Bapak H. Zainal Abidin SE.MM Kasek MAA Gayo Lues beliau mengatakan : “Dalam peranan yang didapat gecik dan mukim itu berbeda dan adanya tingkatan yang didapat dan dalam pedoman peradilan adat aceh untuk menyelesaikan perkara yag ada sudah ada qanun yang menentukan bagian- bagian dan tahapan yang didapat untuk menyelesaikan perkara tersebut. Biasanya permasalahan di selesaikan tingkat mukim dulu dan bila tidak terelesaikan maka tingkat mukimlah yang melanjutkan menyelesaikan perkara tersebut dengan cara membawa keperdilan tingkat mukim. “ Universitas Sumatera Utara BAB V ANALISA DATA

A. Hasil Analisa Data