Pengertian Kepala Mukim Mukim sebagai Masyarakat Hukum Adat

tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. George R. Terry yang dikutip dari Sutarto, 1998 : 17

b. Pengertian Kepala Mukim

Berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2003 Kepala Mukim atau adalah Kepala Pemerintahan Mukim yang dalam kesatuan masyarakat hukum dalam Kabupaten Gayo Lues yang terdiri atas gabungan beberapa Kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Camat yang dipimpin oleh Kepala Mukim. Dalam pembagian wilayah untuk Kepala Mukim membawahi empat sampai lima desa yang dipimpin oleh kapala mukim. bertugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan Syariat Islam. Pernyataan tersebut di perkuat dengan undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 mengakui adanya otonomi yang di miliki oleh Mukim dan Gampong Desa dimana Mukim dan Gampong Desa yang bersifat administratif yang di bentuk karena pemekaran atau karena pengembayan ataupun karena alasan yang warganya pluralisme, majemuk atau heterogen maka kepada Mukim dan Gampong Desa di berikan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan sesuai dengan perkembangan masyarakat.

c. Mukim sebagai Masyarakat Hukum Adat

Secara juridis lembaga pemerintahan mukim baru diakui kembali keberadaannya sejak tahun 2001 setelah diberlakukannya Undang-Undang tentang Universitas Sumatera Utara Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam atau tepatnya pada tahun 2003 setelah diundangkannya Qanun Aceh tentang Pemerintahan Mukim. Namun Secara de facto, keberadaan mukim masih cukup eksis dan diakui di seluruh Aceh, sekalipun antara warga masyarakat Aceh terdapat beragam suku dan kultur yang berbeda. Djuned, 2003: 38 Suatu masyarakat agar dapat dikatakan sebagai masyarakat hukum adat rechtgemeinschaap, haruslah terpenuhi beberapa syarat sebagaimana sering dikemukakan oleh para ahli dan kemudian ditegaskan pula dalam peraturan perundang-undangan. Syarat dimaksud adalah: 1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban rechsgemeenschap; 2. Kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya; 3. Wilayah hukum adat yang jelas; 4. Pranata hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati; dan 5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Semua persyaratan di atas dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di gampong-gampong di Aceh. Sebagian besar warga kampung masih memiliki ikatan geneologis dengan sesamanya. Sehingga kepedulian dan kebersamaan di kampung dan juga di dalam suatu kemukiman – terutama yang bermukim bukan di perkotaan – saling keterikatan bukan hanya dikarenakan solidaritas teritorial, tetapi memang merasa sekaum seketurunan gemeenschap. Adanya perasaan bersalah atau berdosa jika tidak melayat ke rumah warga kampung yang tertimpa musibah. Begitu juga jika Universitas Sumatera Utara ada tetangga yang melakukan hajatan kerje, sejak malam hari hingga selesainya khanduri tersebut terus membantu dengan segala upaya agar acara dimaksud sukses dengan tiada kekurangan sesuatu apapun. Bahkan, seringkali pula pihak yang melakukan hajatan melimpahkan sepenuhnya penyelenggaraan khanduri tersebut pada gecik, selaku kepala kampung. Dalam kehidupan kemukiman di Aceh, masih ditemukan adanya lembaga- lembaga adat beserta perangkat penguasa adatnya. Hingga hari ini masih bisa ditemukan eksistensinya: 1. Lembaga pemerintahan mukim yang diketuai oleh Kepala Pemerintahan Mukim, yang membawahi beberapa kampung. 2. Lembaga musyawarah mukim yang dipimpin oleh sauderen terdiri dari masyarakat Mukim adalah figur yang terdiri dari tokoh-tokoh warga kemukiman anggota musyawarah kemukiman, yang bertugas dan berfungsi memberikan nasehat, saran, pertimbangan, atau pendapat kepada Kepala Mukim dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan mukim. 3. Lembaga musyawarah kampung oleh jema tue adalah para orang tua yang dianggap cerdi,pandai, pemuka masyarakat, alim, ulama, dan tokoh-tokoh adat. anggota musyawarah kampung yang bertugas dan berfungsi memberikan nasihat, saran, pertimbangan, atau pendapat kepada gecikpengulu dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan kampung. Universitas Sumatera Utara 4. Lembaga keagamaan di kampung dipimpin oleh pegawe, adalah pemimpin dan pembina bidang agama Islam, yang mengetahui hukum haram, halal, makruh dan mubah yang dianggap paham akan agama. 5. Lembaga pemerintahan kampung dipimpin oleh pengulugecik adalah Kepala kampung, yang memimpin dan mengetuai segala urusan tata kelola pemerintahan kampung. 6. Hukum Adat adalah semua aturan adat, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat Kabupaten Gayo Lues, bersifat mengikat dan menimbulkan akibat hukum. Pada masa Kerajaan Aceh hingga awal kemerdekaan, kemukiman memiliki sistem musyawarah penyelesaian sengketa. Pada masa Sultan Iskandar Muda, “perkara-perkara kecil biasanya diselesaikan oleh Gecik dengan Mukim dari perkara yang dihadapi maka keputusan di lakukan mukim dengan tanpa vonis yaitu tanpa kalah atau menang karena persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut dengan hukum kebaikan. Sejak dahulu kala gampong telah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil, pencurian kecil, perkelahian, perkara- perkara sipil yang kecil-kecil yang nilai perkaranya dapat di atasi dengan hukum kebaikan. Sekarang dengan berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Aceh telah mulai lagi dilakukan penyelesaian perkara secara adat di kampung-kampung dan bahkan sampai pada tingkat kemukiman. Kini malah sistem penyelesaian sengketa secara adat telah mendapat pengaturannya yang cukup tepat di dalam satu bab tersendiri pada Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Adat. Universitas Sumatera Utara

d. Mukim Sebagai Pemerintahan Resmi