7
2.1.6 Kandungan kimia
Tumbuhan kurmak mbelin kaya akan protein dan merupakan penghasil β-
carotene yang baik 3,7 - 4,2 mg100 g berat tumbuhan segar. Tumbuhan ini mengandung saponin, tanin, steroid, glikosida, kaurol, giberelin A9 dan A13,
seskiterpen laktonnya yaitu germakranolida, enhydrin, fluctuanin dan fluctuandin Ali, et al., 2013.
2.1.7 Kegunaan
Semua bagian kurmak mbelin yang berwarna hijau terutama pucuk muda, digunakan sebagai sayur di Asia Tenggara, baik mentah maupun direbus. Di
Kolkata, daun tumbuhan ini dibuat menjadi jus dan digunakan sebagai tonik yang diberikan pada penderita neuralgia dan penyakit saraf lainnya. Di Filipina,
daunnya ditumbuk dan digunakan untuk mengobati kulit yang melepuh pada penderita penyakit herpes. Daunnya sedikit pahit, digunakan sebagai
antiinflamasi, pencahar, pengobatan penyakit kulit dan cacar. Berdasarkan hasil penelitian, telah dilaporkan bahwa tumbuhan ini memiliki aktivitas antioksidan,
antimikroba, antihelmintik dan hipotensif Ali, et al., 2013; Kumar, et al., 2012.
2.2 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga banyak diantaranya digunakan dalam
bidang pengobatan Harborne, 1987.
Universitas Sumatera Utara
8 Contoh:
Gambar 2.1 Koniina 2.2.2 Flavonoida
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C
6
-C
3
- C
6
. Yang berarti, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C
6
cincin benzena tersubstitusi disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon Robinson, 1995.
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungi sampai angiospermae. Beberapa fungsi
flavonoid untuk tumbuhan ialah sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, antimikroba dan antivirus Robinson, 1995.
Contoh:
Gambar 2.2 Hesperetin 2.2.3 Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun bahasa Latin sapo berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan
yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang
Universitas Sumatera Utara
9 sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung
saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba Robinson, 1995.
Molekul saponin terdiri dari dua bagian yaitu, aglikon dan glikon. Bagian aglikon atau non-sakarida dari molekul molekul saponin disebut genin atau
sapogenin. Berdasarkan aglikonnya, Hostettman dan Marston 1995 membagi saponin menjadi 3 kelas utama yaitu:
1. Glikosida triterpenoid
2. Glikosida steroid
3. Glikosida steroid alkaloid
Contoh:
Gambar 2.3 Diosgenin 2.2.4 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Pada kenyataanya, sebagian besar tumbuhan
yang banyak tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat Harborne, 1987.
Contoh:
Gambar 2.4 Katekin
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.5 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula glikon dan senyawa lain aglikon atau genin. Umumnya glikosida
mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas
Sirait, 2007. Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan
menjadi Sirait, 2007: a.
Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan O.
Contoh:
Gambar 2.5 Dioscin
b. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
S. Contoh:
Gambar 2.6 Sinigrin
Universitas Sumatera Utara
11 c.
Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui jembatan N.
Contoh:
Gambar 2.7 Nikleosidin
d. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan C. Contoh:
Gambar 2.8 Aloin 2.2.6 Glikosida antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri dari antrakuinon. Beberapa antrakuinon merupakan zat warna penting dan yang lainnya sebagai pencahar.
Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini ialah Rubiaceae, Rhamnaceae, Polygonaceae Robinson, 1995. Contoh: Aloin.
2.2.7 Steroidtriterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur asam mevalonat diturunkan
Universitas Sumatera Utara
12 dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanpa
warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan
triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru Harborne, 1987. Triterpenoid dapat dibagi atas 4 kelompok senyawa yaitu:
1. Triterpen sebenarnya
Contoh:
Gambar 2.9
ɑ-amirin 2.
Steroid Contoh:
Gambar 2.10 Sitosterol
3. Saponin
Contoh: Diosgenin 4.
Glikosida jantung Contoh:
Gambar 2.11 Digitogenin
Universitas Sumatera Utara
13 Senyawa triterpenoid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat
yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati, dan malaria Harborne, 1987;
Robinson, 1995. Sterol adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantren. Dahulu steroid dianggap sebagai senyawa satwa digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu tetapi pada tahun-tahun terakhir ini
makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan Harborne, 1987; Robinson, 1995.
Gambar 2.12 Struktur dasar steroida dan sistem penomorannya
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas: a.
Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan. Contoh:
Gambar 2.13 Kolesterol
b. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan.
Contoh:
Gambar 2.14 Stigmasterol
Universitas Sumatera Utara
14 c.
Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi. Contoh:
Gambar 2.15 Ergosterol
d. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut.
Contoh:
Gambar 2.16 Spongesterol 2.3
Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian komponen aktif dari suatu jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan pelarut yang cocok Handa, 2008.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu terus – menerus. Remaserasi berarti dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya Depkes, 2000. 2.
Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Universitas Sumatera Utara
15 Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak, terus menerus sampai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan Depkes,
2000.
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. 2.
Digesti Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50
o
C. 3.
Sokletasi Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. 4.
Infundasi Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
bejana infus tercelup dalam penangas mendidih, temperatur terukur 96 - 98
o
C selama waktu tertentu 15 - 20 menit.
Universitas Sumatera Utara
16 5.
Dekoktasi Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama
≥30 menit dan temperatur sampai titik didih air Depkes, 2000.
2.4
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase
diam dapat berupa zat cair atau zat padat dan fase gerak dapat berupa gas atau zat cair. Jika fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi Depkes, 1995; Sastrohamidjojo, 1985.
Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari lima teknik kromatografi atau gabungan
teknik tersebut. Kelima teknik kromatografi itu adalah: kromatografi kolom KK, kromatografi kertas KKt, kromatografi lapis tipis KLT, kromatografi gas cair
KGC, dan kromatografi cair kinerja tinggi KCKT. Pemilihan teknik kromatografi sebagian bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa
yang akan dipisah Harborne, 1987.
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat
komponenanalit yang terpisah dengan penyemprotan atau pewarnaan Gandjar dan Abdul, 2012.
Lapisan pemisah, yang terdiri atas bahan berbutir-butir fase diam, ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok.
Universitas Sumatera Utara
17 Campuran yang akan dipisah, berupa larutan ditotolkan berupa bercak ataupun
pita, setelah plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok fase gerak, pemisahan terjadi selama
pengembangan, selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan Stahl, 1985.
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek 254 nm
atau gelombang panjang 366 nm, jika dengan cara itu senyawa tidak dapat dideteksi maka harus disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut
tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985.
a. Fase diam lapisan penyerap