55
Lampiran 6. lanjutan
Kadar sari yang larut dalam air rata – rata =
19,49 + 20,01 + 22,38 3
= 20,63
c. Perhitungan hasil penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
1. Kadar sari yang larut dalam etanol I
Berat Cawan = 46,792 g
Berat Cawan + Berat Sari = 46,977 g
Berat Sampel = 5,051 g
Berat sari = 0,185 g
Kadar sari yang larut dalam etanol =
0,185 5,051
x
100 20
x
100 = 18,31
2. Kadar sari yang larut dalam etanol II
Berat Cawan = 45,113g
Berat Cawan + Berat Sari = 45,287g
Berat Sampel = 5,046 g
Berat sari = 0,174 g
Kadar sari yang larut dalam etanol =
0.174 5,046
x
100 20
x
100 = 17,24
3. Kadar sari yang larut dalam etanol III
Berat Cawan = 45,284g
Berat Cawan + Berat Sari = 45,447g
Berat Sampel = 5,040 g
Berat sari = 0.163 g
Kadar sari yang larut dalam etanol
=
berat sari berat simplisia
x
100 20
x
100
Universitas Sumatera Utara
56
Lampiran 6. lanjutan
Kadar sari yang larut dalam etanol =
0,163 5,040
x
100 20
x
100 = 16,17
Kadar sari yang larut dalam etanol rata-rata =
18,31 + 17,24 + 16,17 3
= 17,24
d. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total
1. Sampel I Berat simplisia
= 2,028 g Berat abu
= 0,311g Kadar abu total
=
0,311 2,028
x
100 = 15,33
2. Sampel II Berat simplisia
= 2,022 g Berat abu
= 0,268g Kadar abu total
=
0,268 2,022
x
100 = 13,25
3.Sampel III Berat simplisia
= 2,020 g Berat abu
= 0,288g Kadar abu total
=
0,288 2,020
x
100 = 14,26
Kadar abu total
=
berat abu berat simplisia
x
100
Universitas Sumatera Utara
57
Lampiran 6. lanjutan
Kadar abu total rata-rata =
15,33+13,25+14,26 3
= 14,28
e. Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam
1. Sampel I Berat simplisia
= 2,028 g Berat abu
= 0,013g Kadar abu tidak larut asam =
0,013 2,028
x
100 = 0,64
2. Sampel II Berat simplisia
= 2,022 g Berat abu
= 0,009g Kadar abu tidak larut asam =
0,009 2,022
x
100 = 0,44
3.Sampel III Berat simplisia
= 2,020 g Berat abu
= 0,011g Kadar abu tidak larut asam =
0,011 2,020
x
100 = 0,54
Kadar abu tidak larut asam rata-rata =
0,64 + 0.44 + 0,54 3
= 0,54 Kadar abu tidak larut dalam asam
=
berat abu berat simplisia
x
100
Universitas Sumatera Utara
58 dicuci dengan metanol dingin
spektrofotometri UV dan IR
Lampiran 7. Bagan kromatografi kolom
Eluat 68 vial Fraksi n-heksana
dikromatografi kolom: fase gerak: n-heksana:etilasetat landaian
fase diam: silika gel 60 H
dikromatografi lapis tipis: fase gerak: n-heksana:etilasetat 70:30
fase diam: silika gel F
254
dikerok
diuapkan
KLT 2 arah Isolat
Rf
=
0,57 Tiga noda
Noda 1 biru hijau
Noda 2 kuning
Noda 3 hijau
Residu Filtrat
Isolat
Spektrum Isolat murni
satu noda Fraksi 1
1 - 17 Fraksi 2
18 - 21 Fraksi 3
22 - 26 Fraksi 4
27 - 34 Fraksi 5
35 - 57 Fraksi 6
58 - 61 Fraksi 7
62 - 64 Fraksi 8
65 - 68 di KLT Preparatif
Universitas Sumatera Utara
59
Lampiran 8. Kromatogram dan harga Rf dari fraksi n-heksana herba kurmak
belin
100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50
Keterangan: fase diam: silika gel F
254
, fase gerak: n-heksana-etilasetat, penampak bercak: Liebermann-Burchard, tp:titik penotolan,
bp:batas pengembangan. bp
tp
Universitas Sumatera Utara
60
Lampiran 8. lanjutan
No. Perbandingan fase gerak
Rf Warna noda
1. 100:0
0,01 0,11
0,21 hijau
biru merah ungu
2. 90:10
0,08 0,24
0,53 hijau
biru merah ungu
3. 80:20
0,19 0,38
0,44 0,89
hijau biru
merah ungu merah ungu
4. 70:30
0,50 0,59
0,69 0,83
0,99 hijau
hijau biru
merah ungu merah ungu
5. 60:30
0,55 0,65
0,99 hijau
biru merah ungu
6. 50:50
0,75 0,83
0,99 hijau
biru merah ungu
Universitas Sumatera Utara
61
Lampiran 9. Kromatogram KLT hasil kromatografi kolom dari ekstrak
n-heksana herba kurmak mbelin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Universitas Sumatera Utara
62
Lampiran 9. lanjutan
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Universitas Sumatera Utara
63
Lampiran 9. lanjutan
No. Eluat
Rf Warna noda
1. Fraksi 1 vial 1 - 17
0,90 merah pucat
2. Fraksi 2 vial 18 - 21
0,80 hijau
3. Fraksi 3 vial 22 - 26
0,69 0,80
merah muda hijau
4. Fraksi 4 vial 27 - 34
0,56 0,69
0,80 biru
merah muda hijau
5. Fraksi 5 vial 35 - 57
0,41 0,53
0,78 biru
hijau biru
6. Fraksi 6 vial 58 - 61
0,28 0,41
0,53 0,78
biru muda biru
hijau biru
7. Fraksi 7 vial 62 - 64
0,28 0,41
0,53 biru muda
biru hijau
8. Fraksi 8 vial 65 - 68
0,28 0,41
biru muda biru
Universitas Sumatera Utara
64
Lampiran 10. Kromatogram hasil KLT preparatif dari F4
Keterangan: F4 vial 27 - 34, fase diam: silika gel F
254
, fase gerak: n-heksana : etilasetat 70 : 30, penampak bercak: Liebermann-Burchard,
tp:titik penotolan, bp:batas pengembangan.
bp
tp
Universitas Sumatera Utara
65
Lampiran 11. Kromatogram hasil KLT dua arah dari isolat murni
Keterangan: Fase diam: silika gel F
254
, penampak bercak: Liebermann–Burchard, tp:titik pentotolan, A1:arah pengembangan pertama, A2:arah pengembangan
kedua.
Harga Rf KLT dua arah isolat
No. Fase Gerak
Harga Rf
1. n-heksana-etilasetat 70:30
0,57 2.
Toluen-etilasetat 90:10 0,30
A1
A2 tp
Universitas Sumatera Utara
66
Lampiran 12. Spektrum UV isolat murni herba kurmak mbelin
Universitas Sumatera Utara
67
Lampiran 13. Spektrum IR isolat murni dari herba kurmak mbelin
Lampiran 23.Perhitunganhasilpenetapankadar
Universitas Sumatera Utara
42
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M, R., Mustahsan, B., Syed, M,M., dan Al, E. 2013. Enydra fluctuans Lour: A Review. Research J.Pharm and Tech. 69: 927-929.
Anonim. 2010. Enydra fluctuans Loureiro. [Diakses Juni 2014], Diambil dari: http:www.globinmed.comenydra-fluctuans-loureiro.html.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Halaman 3-5, 21.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 299-305, 321-327, 333-
337.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1-11.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical Sciences. 553: 262-263.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 323, 353-361.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2012. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 156-157, 333.
Gritter, R.J., Bobbit, J., dan Schwarting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerjemah: Kokasih Padmawinata. Edisi 2. Bandung: ITB. Halaman
107-146.
Grover, V.K., Ramesh, B., dan Bedi, S. 2007. Steroid Therapy – Current Indications in Practice. Indian Journal of Anaesthesia. 515: 389-393.
Handa, S., Suman, P.S.K., Gennaro, L., Dev, D.R.. 2008. Extraction Technologies For Medicinal And Aromatic Plants. Italy: International
Centre For Science and High Technology. Halaman 22.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kokasih Padmawinata, dan Iwang Sooediro.
Edisi 2. Bandung: ITB. Halaman 102-103, 147-149, 234.
Hostettmann, K., Hostettmann, M., dan Marston, A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif: Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam. Penerjemah:
Kokasih Padmawinata. Bandung: ITB. Halaman 9-12, 33-34.
Universitas Sumatera Utara
43 Hostettmann, K., dan Marston. 1995. Saponins. New York: Cambridge
University Press. Halaman 2. Kumar, S., Patro, V.J., Dinda, S., dan Nayak, D.P. 2012. Hepatoprotective
Activity of Enydra fluctuans Lour. Parts Against CCl
4
Induced Hepatotoxicity in Rats. International Journal of Research in Ayurveda
Pharmacy. 36: 893.
Kuri, S., Mustahsan, B., Masud, R., dan Zannatul, N. 2014. Phytochemical and In Vitro Biological Investigations of Methanolic Extracts of Enhydra
fluctuans Lour. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine. 44: 299- 305.
Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoid dan Steroid. Skripsi. Medan: Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Lestari, P. 2010. Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Senyawa TriterpenoidaSteroida dari Herba Suruhan Peperomiae pellucidae
herba. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Nigam, A. dan Archana, A. 2008. Lab Manual in Biochemistry, Immunology and Biotechnology. New Delhi: McGraw-Hill. Halaman 166.
Nurhidayah., Minarti., Anugrah, P., Imran. 2013. Uji Aktivitas Senyawa Turunan Terpenoid, Steroid dan Fenolik dari Ekstrak Jaringan Kayu
Batang Tumbuhan Ndokulo Kleinhovia hospita L. terhadap Pertumbuhan Sel Kanker Leukimia P-388. Kendari: Fakultas MIPA
Universitas Halu Oleo. Halaman 1.
Pasaribu, E.M. 2011. Isolasi Senyawa Flavonoida dari Kulit Batang Tumbuhan Mangga Mangivera indica L. Skripsi. Medan: Fakultas MIPA
Universitas Sumatera Utara.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Kokasih Padmawinata. Bandung: ITB. Halaman 123-157, 191.
Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 51.
Saleh, C. 2008. Isolasi dan Penentuan Struktur Senyawa Steroid dari Akar Tumbuhan Cendana Santalum album Linn. Disertasi. Medan: Fakultas
MIPA Universitas Sumatera Utara.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty. Halaman 1-28, 160-162.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: ITB. Halaman 158.
Universitas Sumatera Utara
44 Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik.
Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB. Hal. 3-18.
Uddin, S.B. 2013. Bangladesh Ethnobotany Online Database. [Diakses Juni 2014], Diambil dari: http:www.ebbd.infoenhydra-fluctuans.html.
World Health Organization. 2011. Quality Control Methods For Herbal Materials. Switzerland: WHO. Halaman 33-35.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, pemeriksaan
karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak etanol, fraksinasi ekstrak etanol, kromatografi lapis tipis KLT, kromatografi kolom,
KLT preparatif, KLT dua arah dan karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan
Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat-alat yang Digunakan