Seks menyimpang sebagai pemicu perceraian(Analisis Putusan Nomor 1300/Pdt.G/2012/PA.Dpk)

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S .Sy)

Oleh:

AISYATURRIDHO NIM : 1111044200022

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H/2015 M


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

PEMICU PERCERAAN (ANALISIS PUTUSAN NOMOR 1300/Pdt.G/2012/PA.Dpk). Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta, 1436/2015 M.

Skripsi ini untuk mengetahui penyimpangan seksual berdasarkan putusan ini pada Pasal 19 huruf (f) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Memang kedua pasal ini tidak menyebutkan secara rinci bahwa penyimpangan seks suami dalam rumah tangga dapat dijadikan alasan dalam percerian. Pada penelitian ini penulis memilih objek penelitian di Pengadilan Agama Depok.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif dengan menggunakan Putusan dengan nomor perkara 1300/Pdt.G/2012/PA.Dpk, dimana penetapan perkara tersebut diputuskan di Pengadilan Agama Depok. Metode pengumpulan data selain diambil dari putusan perkara nomor 1300/Pdt.G/2012/PA.Dpk, serta data dari hasil wawancara hakim yang memutuskan perkara tersebut dengan menanyakan apa yang menjadi pertimbangan para hakim untuk memutuskan dan kaitannya seputar pasal yang terdapat didalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Hasil Penelitian Menyimpulkan bahwa penyimpangan seks ternyata menyebabkan ketidak harmonisan dalam membina rumah tangga sehingga menyebabkan cekcok yang terus menerus, dan ini yang menjadi alasan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Dan kedua pasal tersebut sudah cukup untuk memutus cerai hubungan suami isteri.

Kata Kunci : Perceraian, Penyimpangan Seksual

Pembimbing : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie S.Ag. M.A Daftar Pustaka : 1993 s.d 2013


(6)

v KATA PENGANTAR











Al-hamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan inayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Selanjutnya shalawat dan salam senantiasa kami persembahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar sekaligus menyempurnakan akhlak manusia melalui petunjuk illahi.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Almarhum Ayahanda Tercinta Nurhasan dan Ibunda Tercinta Nurhasanah yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan do’a tenpa kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) pada Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Bapak Arip Purkon, MA., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

vi

4. Sri Hidayati, M.Ag, dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

5. Segenap bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Prodi Al-Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

6. Seluruh staff Pengadilan AgamaDepok, khususnya Bapak Umar Faruq, S.Ag., MSI.

7. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

8. Doa dan harapan penulis panjatkan kepada kakanda Nurmiyati, Miftahuljannah, Husnul Khotimah dan adinda Ismail Hasan, Neneng Marlina yang senantiasa memberikan semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

9. Keluarga Besar Bapak H. Jamhari dan Ibu Hj. Khosiyah yang selalu memberikan dorongan semangat yang tak terhingga, dari materi mapun doa. 10.Terimakasi Tak terhingga teruntuk lelaki yang selalu setia menemani penulis

dalam menyelesaikan Skripsi, Darmawan Dzulfikar Firmansyah.

11.Terimakasih tak terhingga untuk sahabat Fraternize Candid Akfini Bifadlika Lc, Annisa Nuraddina, Anis Fachrunnisa, Fachrunnisa, Alfulailah walailah, Iim Hilmiyah, Rita Rizqiyah S.Pdi, Rifqoh Rizqiyah S.E, Shofa Nururohmah, Siti Fadliatil Latifah S.Pdi.

12.Terima kasih untuk para sahabat Putri Rahmawati S.Sy, Nabila Al-halabi S.Sy, Nadia Hasanah, Ary Firdaus S.Si Atas support dan doanya.

13.Seluruh keluarga Besar Alumni Pondok Pesantren Attqwa Pusat Putri dan Putra yang selalu memberikan support dan motivasi yang penulis tidaksebutkan namanya satu persatu.


(8)

vii

14.Terima kasih untuk teman-teman KKN BARAYA tahun 2014 atas support dan doanya.

15.Teman-teman Keluarga Besar ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM angkatan 2011yang menjadi teman seperjuangan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Penulis berharap skripsi ini dpaat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, 12 Oktober 2015


(9)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...i

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ...ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

D. Review Studi Terdahulu...6

E. Kerangka Teori ...8

F. Metode Penelitian ...10

G. Sistematika Penulisan ...12

BAB II : KONSEPSI PERCERAIAN DALAM FIKIH DAN PERUNDANGAN-UNDANGAN A. Perceraian dalam Fikih...14

B. Perceraian dalam Peraturan dan Perundang-Undangan ...21

BAB III : SEKS MENYIMPANG DALAM PERKAWINAN A. Pengertian Seks Menyimpang ...27


(10)

ix

C. Seks Menyimpang Menurut Fikih... 34

BAB IV : PUTUSAN HAKIM DAN ANALISIS HUKUM A. Dukuk Perkara...38

B. Pertimbangan Hukum dan Putusan Hakim ...40

C. Analisis Hukum...47

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...53

B. Saran...55

DAFTAR PUSTAKA ...57

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Mohon Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi ... 59

2. Surat Permohonan Data Wawancara ... 60

3. Pertanyaan Wawancara ... 61

4. Jawaban Wawancara ... 62

5. Surat Keterangan Wawancara ... 64

6. Foto Wawancara ... 65


(11)

1 A. Latar Belakang

Setiap manusia yang berada di atas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia, dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan yang telah digariskan agama, diantaranya mesti individu-individu dalam masyarakat itu saling menunaikan hak dan kewajibannya masing-masing.1

Orang-orang yang memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang sukses meniti jalan berliku tanpa mematikan api harapannya yang selalu bisa mewujudkan kebahagiaan, meskipun harus diiringi dengan penderitaan dan keresahan kebahagiaan yang dimaksud adalah sebuah kebahagiaan besar yang ada didalam kesusahan, bukan kesusahan semata. Tetapi kebahagiaan terbesar dapat juga diperoleh didalamnya. 2 Salah satu jalan untuk mencapai bahagia adalah dengan jalan perkawinan terbentuklah suatu rumah tangga. Apabila baik rumah tangga maka dengan sendirinya masyarakat akan baik pula, karena rumah tangga adalah merupakan masyarakat kecil, supaya tercapai rumah tangga yang baik hendaklah individu-individu dalam rumah tangga

1

Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989), cet. Ke-1, h. 01.

2

Ali Husain Muhammad Makki al-Amili, Perceraian Salah Siapa? : Bimbingan Islam dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, (Jakarta: Lentera, 2001), cet Ke-4, h. 120


(12)

2

yang ada pokoknya terdiri dari suami dan isteri harus saling menunaikan hak dan kewajiban masing-masing.3

Hak ialah sesuatu yang harus diterima sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah kehidupan antara suami isteri dalam setiap rumah tangga, apabila dua hal tersebut tidak seimbang niscaya akan timbullah percecokan dan perselisihan dalam rumah tangga. sebaliknya jika antara hak dan kewajiban itu seimbang atau sejalan, terwujudlah keserasian dan keharmonisan dalam rumah tangga, rasa kebahagiaan semakin terasa dan kasih sayang akan terjalin dengan baik. Sang anak menghormati orang tuanya, orang tua sayang kepada anaknya, suami menghargai isterinya dan isterinya pun menghormati suaminya dan seterusnya. Oleh karena itu antara suami isteri harus tahu dan melaksanakan hak serta kewajiban masing-masing, demikian juga sang anak harus tahu diri dan menghormati orang tuanya.4 Diantara hak suami dan isteri:

1. Suami dan istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual.

2. Haram melakukan pernikahan, artinya baik suami maupun isteri tidak boleh melakukan pernikahan dengan saudara masing-masing.

3. Dengan adanya ikatan pernikahan, kedua belah pihak saling mewarisi apabila salah seorang di antara keduanya telah meninggal meskipun belum bersetubuh.

4. Anak mempunyai nasab yang jelas.

3

Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, h. 01.

4

Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993), cet. Ke-1, h. 37.


(13)

5. Kedua pihak wajib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat melahirkan kemesrahan dalam kedamaian hidup.5

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada BAB XII Pasal 77 di sebutkan mengenai kewajiban suami isteri secara rinci adalah secara berikut:

1. Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

2. Suami-isteri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

3. Suami-isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya.

4. Suami-isteri wajib memelihara kehormatannya.

5. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.6

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia di antara makhluk-makhluk Allah lainnya. Dianugerahkan kepadanya insting untuk mempertahankan keturunan sebagai konsekuensi kemuliaan itu. Ini berarti manusia harus memperkembangkan keturunan dengan alat yang telah diperlengkapkan Tuhan kepadanya. Diantara perlengkapan ini adalah alat

5

M.A Tihami, Fiqih Munakahat; Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 154.

6


(14)

4

kelamin dan nafsu syahwat untuk saling bercinta. Dari percintaan inilah akan timbul nafsu sebagai naluri manusia sejak lahir.

Pada surat Ali Imran ayat 14 dijelaskan bahwa manusia (laki-laki) sejak lahir telah dibekali cinta syahwat (nafsu seks) terhadap wanita. Demikian pula wanita sebagai lawan jenis laki-laki tak ubahnya seperti laki-laki juga. Dia di bekali oleh Tuhan nafsu seks untuk melayani kehendak lawan jenisnya itu. Naluri seks pada wanita ini digambarkan oleh Allah dalam Al-qur’an pada surah Yusuf ayat 23, di dalam kisah Zulaikha yang jatuh cinta kepada Nabi Yusuf.

Maka sekarang menjadi jelas bahwa seks adalah kebutuhan biologis manusia yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kehidupan. Dari kenyataan ini, maka seks merupakan faktor yang amat penting untuk dipelajari agar kebutuhan seks berjalan dengan wajar. Janganlah naluri seks manusia anugerah Tuhan ini diselewengkan menurut hawa nafsu. Kalau ini terjadi, tentu insting manusia untuk mempertahankan kelangsungan keturunan tidak akan berhasil, bahkan sebaliknya akan punah. Untuk menghindari hal-hal seperti itu perlu sekali diterapkan moral agama dalam seks. Moral berarti ajaran mengenai baik baik dan buruknya tingkah laku manusia. Kalau moral agama diterapkan dalam seks, niscaya agama akan membimbing tingkah laku hubungan seks yang baik. Seks yang berjalan sesuai dengan moral agama, pasti akan berjalan dengan baik, wajar tanpa menodai harkat dan martabat manusia.7

7


(15)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pokok permasalahan dalam memahami skripsi ini tidak terlalu meluas dan tetap pada jalannya, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dalam penulis skripsi ini hanya berkisar pada gugat cerai dengan alasan seks menyimpang berdasarkan Putusan Gugat Cerai di Pengadilan Agama Depok Nomor : 1300/Pdt.G/2012/PA/Dpk.

2. Perumusan Masalah

Di dalam peraturan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tidak dinyatakan perilaku seks menyimpang menjadi sebab perceraian akan tetapi pada kenyataannya hakim Pengadilan Agama memutuskan perkara perceraian yang disebabkan seks menyimpang. Hakim memutuskan bahwa kelainan seksual pada pasal 116 point f karena dengan adanya hal tersebut ketidak harmonisan dalam rumah tangga sehingga keluarga tidak menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.

Rumusan masalah tersebut, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Apakah seks menyimpang dapat dijadikan alasan perceraian?

b. Bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara cerai gugat akibat suami memiliki perilaku seks?


(16)

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, diantaranya adalah:

a. Untuk mengetahui apakah seks menyimpang dapat dijadikan alasan faktor perceraian.

b. Untuk mengetahui pertimbangan para hakim dalam mengabulkan permohonan perkara perceraian dengan alasan seks menyimpang. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Secara praksis atau terapan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi para hakim dilingkungan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan putusan yang disebabkan oleh penyimpangan seksual.

b. Secara ilmiah, Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengembangan pemikiran Hukum Islam dan Hukum Positif bagi setiap pribadi muslim dan masyarakat luas terutama terkait perkara perceraian karena seks menyimpang sebagai alasan perceraian.

D. Review Studi Terdahulu

Pembahasan berupa skripsi tentang perceraian memang banyak dikaji, oleh karena itu penulis berusaha untuk mengangkat persoalan seks


(17)

menyimpang sebagai alasan perceraian dengan melakukan telaah terhadap putusan Pengadilan Agama.

Seperti yang sudah penulis jelaskan diatas, dalam menjalani kehidupan berumah tangga, suami istri tidak lepas dari hak dan kewajiban yang seimbang, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Demikian pula dalam melakukan perbuatan hukum keduanya mempunyai hak dan kedudukan yang sama berkaitan dengan permasalahan diatas, ada penelitian yang telah dikaji oleh penulis diantaranya:

1. Jamilah, kelainan seks pada suami sebagai pemicu terjadinya perceraian, (Analisis Putusan PA Depok Nomor: 662/Pdt.G/2008/PA.Dpk.Jawa Barat), (Skripsi s1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Dalam skripsi tersebut yang menjadi alasan perceraian adalah karena suami kelainan seks, salah satu kelainan seksnya adalah suka mengintip wanita yang sedang mandi. Yang menjadi perbedaan dengan skripsi ini adalah alasan perceraiannya, pada skripsi ini penulis membahas tentang cerai gugat istri akibat suami seks menyimpang.

2. Nasrudin Romli, Homseksual : Kritik Terhadap Pemikiran Prof. Dr. Musdah Mulia. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri jakarta, 2008).

Dalam penulisan ini penulis menemukan sub judul yang digunakan Prof. Musdah Mulia, baik yang bersifat normatif maupun rasional untuk membenarkan perilaku homoseksual sebagai kajian kritis terhadap


(18)

8

pemikiran yang dikemukakan olehnya. Perbedaan dengan skripsi yang penulis tulis adalah perilaku kelainan seks tersebut, penulis lebih mengkaji perilaku penyimpangan seksual yaitu menyukai berhubungan intim melalui dubur.

E. Kerangka Teori

Islam mengatur keluarga dengan segala perlindungan dan pertanggungan syariatnya. Islam juga mengatur hubungan lain jenis yang didasarkan pada perasaan yang tinggi, yakni pertemuan dua tubuh, dua jiwa, dua hati dan dua ruh. Dalam bahasa yang umum, pertemuan dua insan yang diikat dengan kehidupan bersama untuk menggapai keturunan yang tinggi dan menyongsong generasi baru. Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh dua orangtua secara bersama yang tidak dapat dipisahkan.

Yang pokok dalam hubungan keluarga itu adalah ketenangan, dan ketentraman. Islam mengatur hubungan ini dengan segala perlindungan yang menjamin ketentraman tersebut sehingga mencapai tingkatan taat yang tinggi. Untuk mencapai tujuan ini Islam membantu uang negara yang diberikan kepada fakir miskin. Islam mewajibkan adab yang melarang pamer perhiasan dan fitnah, agar hati menjadi tenang dan tidak tergoyahkan oleh fitnah dan perhiasan dipasar-pasar, Islam juga mewajibkan hukuman bagi berzina dan penuduh zina. Islam menjadikan sebagai tempat kehormatan dengan meminta izin antara penghuninya. Peraturan dan tata tertib rumah tangga inilah yang dapat memelihara dari segala keguncangan didasarkan pada bimbingan kasih sayang dan takwa kepada Allah.


(19)

Akan tetapi realita kehidupan manusia membuktikan banyak hal yang menjadikan rumah tangga hancur (broken home) sekalipun banyak pengarahan dan bimbingan, yakni kepada kondisi yang harus dihadapi secara praktis. Suatu kenyataan yang harus diakui dan tidak dapat diingkari ketika rumah tangga dan mempertahankannyapun suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak berdasar. Islam tidak segera mendamaikan hubungan rumah tangga dengan cara dipisahkan pada awal bencana (pertikaian). Islam justru berusaha dengan seoptimal mungkin memperkuat hubungan ini, tidak membiarkan begitu saja tanpa ada usaha.

Jikalau permasaahan cinta dan tidak cinta sudah dipindahkan kepada pembangkang dan lari menjauh, langkah awal yang ditunjukkan Islam bukan talak. Akan tetapi, harus ada langkah usaha yang dilakukan pihak lain dan pertolongan yang dilakukan oleh orang baik-baik. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam firman llah SWT Qs. An-Nisa: 35.

Jika jalan penengah tidak didapatkan hasil, permasalahannya menjadi kritis, kehidupan rumah tangga sudah tidak normal, tidak ada ketenangan dan ketentraman, dan mempertahankan rumah tangga seperti sia-sia. Pelajaran yang diterima adalah mengakhiri kehidupan rumah tangga sekalipun dibenci Islam, yakni talaq.8

Hak talak ini dapat digunakan untuk menjadi jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapi suami dalam melangsungkan situasi rukun damai dalam kehidupan rumah tangga. Rumah tangga yang dibangun melalui akad nikah

8

Abdul Aziz Muhammad Azzam. Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talaq, (Jakarta; Sinar Grafika Offset, 2009) Cet. Ke-1, h. 251.


(20)

10

harus dilandasi dengan rasa cinta kasih diantara dua pihak, sehingga apabila rasa cinta menjadi tidak ada diantara mereka dan sulit dipulihkan, tetapi yang ada kemudia hanya benci-membenci, terbukalah pintu yang memberi hak talaq ini kepada suami.9Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu

„Umar, Muhammad SAW bersabda: “Barang halal yang paling tidak disukai

oleh Allah ialah perceraian”.10

Pada skripsi ini yang berjudul “Seks Menyimpang Sebagai Pemicu Perceraian (Analisis Putusan Nomor:

1300/Pdt.G/2012/PA/Dpk.)”. Penulis akan membahas tentang perceraian

yang terjadi karena perbuatan suami melakukan sodomi terhadap istrinya dengan memasukan wortel, perceraian yang diajukan kepada istri ke Pengadilan Agama Depok.

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan 1. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yaitu berupa undang-undang yang ada kemudian membandingkannya dengan pertimbangan hakim di Pengadilan Agama dalam putusan perkara perceraian Nomor: 1300/Pdt.G/2012/PA/Dpk.

9

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Ke-1, h. 119.

10

Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet. Ke-1, h. 25.


(21)

b. Sumber dan Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen, sumber data dalam penelitian ini adalah:

1) Data primer, yaitu: Putusan dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Depok Nomor: 1300/Pdt.G/2012/PA/Dpk mengenai putusan perkara perceraian dengan alasan penyimpangan sexsual. 2) Data sekunder, yaitu: data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah Alquran, Hadis, buku-buku karangan Ilmiah, undang, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-undang Peradilan Agama, Hukum Perdata BW, Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta buku dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. 2. Teknik Penulisan

a. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara menganalisa terhadap putusan Pengadilan Agama Depok Nomor: 1300/Pdt.G/2012/PA/Dpk.

b. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah proses pengumpulan data dikumpulkan melalui beberapa tekhnik, maka data yang telah dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan diinterpretasikan untuk dapat menggali dan menjawab


(22)

12

permasalahan yang telah dirumuskan. Teknik dan analisis data yang digunakan berupa:

1) Perbandingan hukum, yaitu dengan membandingkan hasil dokumen hukum yang sah mengenai keputusan hakim dan dokumen hukum para pakar dan peneliti hukum (Content Analysis).

2) Teori penemuan hukum (Rechtsvinding). Dalam teori ini dipaparkan, dan dapat disajikan secara sistematis. Selanjutnya klafikasi data, yaitu mengelompokkan data berdasarkan masing-masing permasalahan yang telah dirumuskan yang kemudian disajikan per bab pembahasan.

Setelah pengelolahan data, selanjutnya menganalisis data dilakukan terutama pada bab IV dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas dan menganalisa isinya, kemudian menginterpretasikan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak jelas rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika pembahasan ini dibagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab dengan tujuan agar pembahasan skripsi ini tersusun dengan sistematis, maka perlu dikemukakan sistematisnya sebagai berikut:


(23)

BAB I, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang hal-hal yang mengatur bentuk dan isi skripsi, meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, serta Sistematika Penulisan.

BAB II, membahas tentang konsepsi perceraian dalam fikih dan perundang-undangan, yang berisi mengenai perceraian dalam fikih, dan perceraian dalam peraturan dan perundang-undangan.

BAB III, membahas tentang seks menyimpang dalam perkawinan, yang berisi mengenai pengertian seks menyimpang, pengaruh seks menyimpang terhadap perkawinan, dan seks menyimpang menurut fikih.

BAB IV, membahas tentang putusan hakim dan analisis hukum, yaitu mengenai kronologi perkara, pertimbangan hukum dan putusan hukum, analisis hukum.


(24)

14 BAB II

KONSEPSI PERCERAIAN DALAM FIKIH DAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Perceraian dalam Fikih

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.1

Sesuai dengan prinsipnya, perkawinan itu untuk selamanya dan dilakukan dalam rangka terciptanya keluarga bahagia. Itulah sebabnya, Nabis SAW. Mengingatkan.2

Artinya “Sesuatu yang halal yang sangat tidak disukai Allah adalah

perceraian” (HR IBNU MAJAH).

Perceraian menurut ahli fiqih disebut thalaq atau firqoh. Talak diambil dari kata قاطا artinya melepaskan, atau meninggalkan. Sedangkan dalam

istilah Syara’ talak adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya

hubungan perkawinan.4

1

Anggota Abri,Undang-Undang Pokok Perkawinan, (Bumi Aksara, 1989) Cet. Ke- 1. h. 1.

2

Syaikh Shalih Al Fauzan, Al-Mulakhos Al Fiqhiyah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006) h. 410.

3

Hassan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) cet. Ke-1 h. 318.

4


(25)

Talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan, sedangkan menurut

istilah syara’ talak adalah melepaskan ikatan perkawinan yang menggunakan kata-kata.

Yang dimaksud dengan Thalaq adalah pemutusan tali perkawinan.5 Dalam Al-munawwir kamus Arab Indonesia, Cerai adalah terjemahan dari bahasa Arab (قاطلا( yang secara bahasa artinya melepaskan ikatan.6

Walaupun perceraian itu pada prinsipnya tidak dikehendaki bahkan dibenci, dalam kehidupan rumah tangga hal itu merupakan jalan keluar yang terakhir. Talak dibolehkan karena dinamika kehidupan rumah tangga itu kadang-kadang menjurus kearah yang bertentangan dengan tujuan rumah tangga sakinah. Ini kalau dipaksa juga, niscaya akan mengakibatkan mudarat yang banyak pada rumah tangga daripada manfaatnya.7 Dalam suatu hadis

yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya juga

diriwayatkan dengan shahih dari Ali R.A, Jabir bin Abdullah R.A, Ibnu Abbas R.A, dan Aisyah R.A, yang berbunyi :

اق

رمع هاور( ح ا ن دْعب ْنم َاا قاط ا مَّسو هْيّع ها ىَّص ها ل ْوسر ل

نع هيب ا نع بيعش نب

)هدج

8

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada thalaq kecuali sesudah nikah.

5

Syaikh Hasan Ayyubi, Fikih Keluarga, Terj. M. Abdul Ghoffar, EM, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), cet. Ke-4, h. 207.

6

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997) cet. Ke-14, h. 861.

7

Hasan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Pers,2008), h. 320.

8

Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, (Semarang : C.V. asy Syifa, 1990), cet. Pertama. h. 523.


(26)

16

1. Status Hukum Perceraian

Memang tidak terdapat dalam Al-qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh melakukannya. Meskipun banyak ayat Alquran yang mengatur talak tetapi isinya hanya sekedar mengatur bila talak itu terjadi, meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan.9 Kalau mau mentalak seharusnya sewaktu istri itu berbeda dalam keadaan yang siap untuk memasuki masa iddah, seperti dalam firman Allah dalam surat At-talaq ayat 1

























Artinya : Hai Nabi bila kamu mentalaq istrimu, maka talaqlah dia sewaktu masuk kedalam iddahnya.10

Demikian pula dalam bentuk melarang, seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 232



























Artinya: Apabila kamu mentalaq istrimu dan telah habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya jika terdapat kerelaan di antara mereka dengan

cara yang ma’ruf”.

9

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 200.

10


(27)

Meskipun tidak ada ayat Al-Quran yang menyuruh atau melarang melakukan talaq yang mengandung arti hukumnya mubah, namun talak itu termasuk perbuatan yang tidak disenangi Nabi. Hal ini mengandung arti perceraian itu hukum asalnya adalah makruh. Adapun ketidak senangan Nabi kepada perceraian itu terlihat dalam hadisnya dari Ibnu Umar. Menurut riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan di sahkan oleh Hakim. Sabda Nabi :

Artinya : “Sesuatu yang halal yang sangat tidak disukai Allah adalah

perceraian” (HR. IBNU MAJAH)

Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum talak itu adalah sebagai berikut.

a) Nadab atau sunnah, yaitu daam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudaratan yang lebih banyak timbulnya.

b) Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi

perceraian dan ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada kelihatannya.

c) Wajib atau mesti dilakukan yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau

11

Hasan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Pers,2008), h. 318.


(28)

18

pula membayar kafarat sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya. Tindakan itu memudharatkan istrinya.

d) Haram talak di lakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah diganti.

2. Bentuk-bentuk Perceraian

Pengadilan Agama meninjau dari segi tatacara bentuk perceraian dibedakan menjadi dua:

a. Cerai talak

Cerai talak ialah putusnya perkawinan atas kehendak suami karena alasan tertentu dan kehendaknya itu dinyatakan dengan ucapan tertentu. Tidak dapat dikatakan dengan lisan dan juga dengan tulisan, sebab kekuatan penyampaiannya baik melalui ucapan maupun tulisan adalah sama. Perbedaannya adalah jika talak disampaikan dengan ucapan, maka talak itu diketahui setelah ucapan talak disampaikan suami. Sedangkan penyampaian talak dengan lisan diketahui setelah tulisan tersebut terbaca.

b. Cerai gugat

Cerai gugat adalah suatu gugatan yang diajukan oleh istri terhadap suami kepada pengadilan dengan alasan-alasan serta meminta pengadilan untuk membuka persidangan itu, dan perceraian atas dasar cerai gugat ini terjadi karena adanya satu putusan pengadilan.


(29)

Dalam hukum islam cerai gugat disebut dengan khulu’ berasal dari kata khal’u al shaub, artinya melepas pakaian, karena wanita adalah pakaian laki-laki dan sebaliknya laki-laki adalah pelindung

wanita. Para ahli fikih memberikan pengertian Khulu’ yaitu

perceraian dari pihak perempuan dengan tebusan yang diberikan istri kepada suami.12

Perceraian atau putusanya perkawinan itu terbagi menjadi dua, yaitu cerai hidup dan cerai mati.

1. Cerai hidup

Cerai hidup dapat terjadi karena masalah yang tidak dapat didamaikan atau karena suami atau istri murtad (keluar dari agama islam).13

Cerai hidup ini ada beberapa macam dilihat dari beberapa keadaan. Pertama, dilihat dari sah tidaknya suatu perceraian, terbagi kepada talaq sunni, thalaq bid’i.Kedua, dilihat dari kemungkinan boleh tidaknya suami kembali (rujuk) kepada istrinya, terbagi kepada talaq raj’i dan thalaq ba’in.

Dilihat dari tidak sahnya suatu perceraian :

a) Thalaq Sunni, yaitu talak yang dinyatakan suami ketika istri tidak dalam keadaan haid. Talak ini sah, dibenarkan, dan tidak melanggar sunnah Nabi, karena tidak berpengaruh

12

Hamdani, H.S.A, Risalah Nikah, Ahli Bahasa Agus Salim, h. 261.

13

Hasan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Pers,2008) h. 321.


(30)

20

pada perhitungan masa iddah, melainkan langsung memasuki masa iddah.

b) Thalaq Bid’i, yaitu talak yang dinyatakan suami ketika istri dalam keadaan haid. Talak ini bertentangan dengan Sunnah Nabi dan Haram. Dengan cara ini, hitungan masa iddah memanjang, karena setelah jatuh talak tidak dapat langsung dihitung masa iddahnya.

Dilihat dari tidak bolehnya suami kembali (rujuk) kepada istinya.

a) Talaq Raj’i, ialah talak yang memberi peluang kepada suami untuk kembali (rujuk) kepada istrinya, selama istrinya masih dalam masa iddah, tanpa melalui

pernikahan baru. Thalaq Raj’i adalah talak satu atau talak dua tanpa didahului tebusan (iwadh) dari pihak istri.

Yang dimaksud dengan rujuk adalah sebagaimana dikemukakan Al-Mahalli :

“Rujuk ialah kembali kedalam hubungan perkawinan

akibat cerai yang bukan ba’in, selama dalam iddah”

b) Talaq Ba’in, ialah talak yang tidak memberi peluang kepada suami untuk kembali (rujuk) lagi kepada istrinya, karena ia telah menjatuhkan talak tiga kepada


(31)

istrinya, sehingga jika ingin kembali kepada istrinya ia harus melalui pernikahan baru.

2. Cerai Mati

Cerai mati adalah cerai karena suami atau istri meninggal. Dengan meninggalnya suami atau istri, maka perkawinan antara keduanya terputus sendirinya. Bagi yang ditinggalkan, ia bebas untuk menikah lagi, dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Istri yang ditinggal mati suaminya boleh menikah lagi dengan pria lain setelah mengalami masa iddah selama empat bulan sepuluh hari, tetapi jika ia dalam keadaan hamil, maka ia harus menunggu (iddah), hingga melahirkan.

b) Sedangkan suami yang ditinggal mati istrinya boleh menikah lagi dengan wanita lain setelah mempertimbangkan berbagai aspek, baik aspek psikologis keluarga maupun kesiapan sebagai suami yang bertanggungjawab.

B. Perceraian dalam Peraturan dan Perundang-Undangan

Peraturan di indonesia yang mengatur perceraian adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974, menurut R. Subekti perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan keputusan hakim atau tuntutan para pihak selama perkawinan.14 Sedangkan

14


(32)

22

pengertian perceraian menurut bahasa Indonesia berasal dari suku kata cerai, dan perceraian menurut bahasa berarti perpisahan, perihal bercerai antara suami dan istri, perpecahan, menceraikan.15

Putusnya perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalam undang-undang perkawinan untuk mejelaskan perceraian atau berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang pria dengan wanita yang selama ini hidup sebagai suami istri.16 Perceraian adalah suatu pemutus hubungan dalam suatu perkawinan antara suami istri. Perceraian dapat dilakukan apabila sudah ada ikatan yang dijalani antara pria dan wanita.

Pada Bab I tentang Ketentuan Umum huruf i diterangkan, Khulu’

adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan meberikan tebusan

atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya, dengan demikian khulu’

termasuk dalam kategori cerai gugat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9/1975 yang merupakan peraturan pelaksanaan UU No. 1/1974 dalam hal teknis, yang menyangkut kompetensi wilayah pengadilan, seperti dalam cerai talak, mengalami perubahan. Hal ini tampak dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.17 Pertama, dalam PP Nomor 9/1975 gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri, maka dalam UU No. 7/1989 dan Kompilasi Hukum Islam, gugatan perceraian diajukan oleh istri (atau kuasanya). Kedua,

15

WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Indonesia, hlm. 200.

16

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta : Prenada Media, 2006), cet. Ke-1, h. 189.

17


(33)

prinsipnya pengadilan tempat mengajukan gugatan perceraian dalam PP diajukan di pengadilan yang mewilayahi tempat tergugat, maka dalam UU No. 7/1989 dan Kompilasi Hukum Islam, di Pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman penggugat. Untuk penjelasan selengkapnya diuraikan berikut.

Pasal 73 UU No. 7/1989 menyatakan :

1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.

2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman diluar negri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.18

Berikutnya diatur mengenai alat-alat bukti yang menguatkan alasan-alasan diajukan gugatan. Hanya Pasal 21 PP Nomor 9/1975 menambahkan masalah tempat mengajukan gugatan kaitannya dengan alasan-alasannya. Pasal 21

18


(34)

24

1. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b,

pelanggaran ta’lik talak, pen, diajukan kepada pengadilan ditempat

kediaman penggugat.

2. Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

3. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

Pasal 22

1. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, suami istri terus menerus dalam perselisihan, diajukan kepada pengadilan tempat kediaman tergugat.

2. Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri itu.

Adapun yang menyangkut alasan-alasan dan dukungan alat buktinya, dijelaskan dalam Pasal 74, 75, dan 76 UU No. 7/1989 dan Pasal 133, 134, dan 135 Kompilasi.

Hal-hal yang menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan antara seorang suami dengan seorang istri yang menjadi pihak-pihak terikat dalam perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 38 dinyatakan ada tiga sebab, yaitu karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan.19

19

Ahmad Khuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Pertama, h. 117.


(35)

Perceraian dapat merupakan sebab suami, sebab istri, dan sebab keputusan pengadilan, akan dijabarkan sebagai berikut :

1. Sebab yang merupakan hak suami

Ikatan perkawinan yang dibangun oleh pihak-pihak dengan dasar sukarela dalam arti bebas dari paksaan luar, termasuk pihak dari wali, orang tua ataupun penguasa. Oleh karena itu dalam kondisi tertentu bila ikatan itu tidak dapat dipertahankan, Islam membolehkan untuk memutuskan ikatannya atas dasar kemampuan pihak-pihak. Suami diberi hak untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum yang akan menjadi sebab pemutusannya. Perbuatan hukum itu disebut dengan thalaq.20

2. Sebab yang merupakan hak istri

Istri diberi hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang menjadi sebab putusnya perkawinan, perbuatan hukum tersebut adalah

Khul’un.21 Istri meminta suaminya untuk melakukan pemutusan tali ikatan perkawinan dengan cara istri menyediakan pembayaran untuk menebus dirinya kepada suaminya.

3. Sebab atas keputusan pengadilan

Sesuai dengan kedudukannya, kekuasaan atau hak pengadilan berada diluar pihak-pihak yang mengadakan akad sehingga dalam hal pemutusan hubungan ikatan perkawinan ini pengadilan tidak melakukan inisiatif. Keterlibatannya terjadi apabila salah satu pihak suami atau pihak istri mengajukan gugat atau permohonan kepada pengadilan.

20

Ahmad Khuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Pertama, h. 117-118.


(36)

26

Perceraian hanya dapat dilakukan dalam sebuah sidang dipengadilan. Apabila perceraian dilakukan bukan didalam sidang pengadilan maka perceraian itu tidak sah karena tidak ada kekuatan hukumnya yang tetap. Pada permulaan sidang di pengadilan, hakim melakukan perdamaian terhadap para pihak untuk tidak bercerai, akan tetapi apabila tidak dapat didamaikan maka sidang dilanjutkan.

Suami istri memiliki hak yang sama untuk melakukan perceraian karena pihak itu tidak melaksanakan hak dan kewajibannya dalam rumah tangga. akan tetapi perceraian itu harus dengan alasan-alasan yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam undang-undang perkawinan adalah mempersulit terjadinya perceraian. Karena tujuan dari perkawinan itu adalah membentuk keluarga bahagia yang kekal serta sejahtera.

Adapun menurut undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 39 ayat (2) dijelaskan bahwa untuk melakukan perceraian diperlukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, oleh karena itu dalam Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 pasal 19.

Subekti SH mengatakan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan satu pihak dalam perkawinan itu.22 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena thalaq atau gugatan perceraian.

Thalaq adalah hak cerai bagi suami sedangkan gugatan cerai adalah hak cerai istri dengan alasan yang telah datur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116.

22

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa, 1995), cet Ke-27, h. 42.


(37)

27 BAB III

SEKS MENYIMPANG DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Seks Menyimpang 1. Penyimpangan Seksual

Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kepuasan sesksual, dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan adalah menggunakan objek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan seks bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan dan faktor genetic.1

Penyimpangan seksual terdisi atas dua suku kata yaitu penyimpangan dan seksual. Penyimpangan berasal dari kata dasar

“simpang” yang memiliki empat pengertian. Pertama, mempunyai arti proses, yaitu cara pembuatan yang menyimpang atau menyimpangkan.

Kedua, bermakna membelok menempuh jalan. Ketiga, maksudnya tidak

menurut apa yang sudah ditentukan, tidak sesuai dengan rencana.

Keempat, menyalahi kebiasaan, menyeleweng baik dari hukum,

kebenaran, dan agama.2

1

Zamzani Sutriyanto, Diskusi Seksologi Modern, (Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2013),cet. Ke-1, h. 118.

2

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995), h. 488.


(38)

28

Kata “seksual” mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti menyinggung hal reproduksi atau perkembangan lewat penyatuan dua individu yang berbeda yang masing-masing menghasilkan sebutir telur dan sperma. Kedua, secara umum berarti menyinggung tingkah laku, perasaan, atau emosi yang bersosiasi dengan perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous, atau dengan proses perkembangbiakan.3

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Penyimpangan Seksual adalah perilaku seksual seseorang yang dianggap menyimpang atau menyalahi aturan yang sudah ditetapkan.

Definisi lain menyebutkan bahwa Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan sesksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunaan objek seks yang tidak wajar.

Rasulullah bersabda dalam hadis

ْنم نْوّْعم : ْمّسو هْيّع ها ىَّص ها لْوسر ل اق ةرْير يبا ْنع

ًةأرْما ىتا

بد ْنم

ئاس لاو دادوبا هاور( ا ر

)

Artinya : Dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda : Terlaknatlah

laki-laki yang mendatangkan istrinya pada lubang belakangnya”. (HR. Abu

Daud dan Nasaa’i).4

3

J. P Chaplin, Kamus Lengkap Biologi, terjemahan. Kartini Kartono, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-9, h. 460.

4

M. Bukhori, Hubungan Seks Menurut Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994) Cet. Ke-1, h. 54.


(39)

2. Bentuk-bentuk Penyimpangan Seksual

Ada banyak penyimpangan seksual yang terjadi dimasyarakat, berikut ini macam-macam bentuk penyimpangan seksual diantaranya: a. Inces, yaitu keinginan untuk melakukan hubungan seksual dengan

muhrim, seperti dengan ibunya, bapaknya, anaknya, atau dengan saudara kandungnya sendiri. Kasus ini banyak terjadi dimasyarakat, sering kita mendengar seorang bapak menghamili anak kandungnya sendiri, anak memperkosa ibunya, dan lain sebagainya.5

b. Necropilia, yaitu seseorang yang mencari kepuasan seksual dengan menyetubuhi mayat bahkan terkadang ia bersikap kanibal, yakni dengan melahapnya sekaligus, korban biasanya orang yang ia senangi, biasanya untuk memenuhi hasrat seksualnya orang yang ia senangi tersebut ia bunuh, kemudian mayatnya ia setubuhi.6

c. Ekshibisionsme, yaitu seseorang yang akan memperoleh kepuasan seksual dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik, dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang, kondisis seperti ini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi.

5

Menurut Para Psikolog inces adalah perilaku penyimpangan seksual dan menurut hukum islam incest adalah berhubungan dengan wanita-wanita yang diharamkan.

6

Menurut Para Psikolog inces adalah perilaku penyimpangan seksual dan menurut hukum islam incest adalah berhubungan dengan wanita-wanita yang diharamkan.


(40)

30

d. Fethisisme, pada penderita fethisisma, aktifitas seksual disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kai, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Sehingga orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan kepuasan.

e. Onani (Masturbasi), yaitu menyalurkan hasrat seksual dengan cara merangsang alat kelamin, baik dengan menggunakan tangan dan sebagainya, beberapa pakar kedokteran dan pendidikan menganggap masturbasi tidak menimbulkan efek samping yang serius bagi kesehatan, sedangkan sebagian yang lain menganggap perbuatan tersebut sangat merusak kesehatan.7

f. Pedophilia, yaitu seseorang yang baru mendapatkan kepuasan

seksual jika melakukan hubugan dengan anak-anak, hal ini sangat dilarang oleh agama.

g. Voyeurisme, yaitu berasal dari bahasa perancis yaitu Vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip lawan jenisnya yang sedang telanjang, mandi bahkan mengintip orang yang sedang berhubungan seksual.

h. Masochisme,yaitu penderita akan merasakan kenikmatan seksual jika

ia disakiti oleh pasangannya, misalnya dipukul dengan tangan, dicambuk, dan lain sebagainya atau seolah-olah dia diperkosa. Rasa sakit yang ia terima itu akan mendatangkan kenikmatan yang luar biasa baginya, bahkan lebih nikmat daripada hubungan kelamin.

7


(41)

i. Sodomi, yaitu pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenisn(homo) maupun dengan pasangan perempuan (hetero).

Artinya : Dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Allah tidak mau melihat laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau perempuan pada lubang

belakangnya”.

j. Bestiality, yaitu tindakan mencari kepuasan seksual dengan jalan berhubungan seksual dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.

k. Zoophilia, yaitu orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan.

B. Pengaruh Seks Menyimpang Terhadap Perkawinan

Dalam alquran sangat tegas dterangkan bahawa bahaya penyimpangan seksual, didalam firman-Nya Allah SWT janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk. Penyelewengan seksual, merusak kesucian dan kehormatan diri, merusak akhlak, merusak nasab, merusak hubungan kekeluargaan, menimbulkan permusuhan, memperbanyak perceraian, memperbanyak kejahatan dan para penjahat, merusak tatanan kehidupan, meruntuhkan peradaban dan mendatangkan murka Allah didunia dan di akhirat.8

8


(42)

32

Diantara murka Allah didunia adalah bencana penyakit kelamin yang memalukan, memilukan dan mematikan. Seperti penyakit Syphilis, penyakit Gonorrohea, penyakit Herpes, penyakit Cengger Ayam (kutil kemaluan) dan penyakit AIDS. Yang terakhir ini adalah penyakit mematikan yang pertama kali muncul dilima wilayah Amerika Serikat, yaitu New York, California, Florida, New Jersey dan Texas.

Sesungguhnya Islam mengajarkan umat manusia untuk tidak berbuat Isrof (berlebih-lebihan) dalam segala hal. Karena tindakan berlebihan merupakan sumber dari segala penyakit, baik lahiriah maupun rohaniah. Bisa kita ambil contoh, bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk makan dan minum, tetapi perintah tersebut mempunyai klausul agar tidak berlebih-lebihan. Karena perut yang terlalu kenyang dengan makanan minuman menurut aspek kesehatan merupakan sumber segala penyakit. Dan dari sisi agama, orang yang terlalu kenyang akan malas untuk beribadah dan tidak peka dengan kondisi sosial sekitarnya.9

Demikian halnya dengan nafsu seksual kita, yang pada hakikatnya dorongannya lebih kuat daripada nafsu kita yang lain. Bila kita perturutkan melalui jalur yang salah, maka selain berakibat dosa dan mendapat murka dari Allah SWT, juga menimbulkan berbagi macam penyakit kelamin. Oleh karena itu, Islam pun memberikan nilai ibadah bagi setiap hubungan suami isteri, hal ini sebagai upaya agar jangan sampai manusia terjatuh kedalam perbuatan dosa dalam melampiaskan kebutuhan biologisnya tersebut.

9

Lutfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (CV Pamulang, 2005), cet. Ke-1, h. 50.


(43)

Turunnya penyakit, memang adakalanya sebaga cobaan, tetapi adakalanya sebgai azab dikarenakan ulah manusia yang tidak taat kepada perintah dan larangan Allah SWT. Termasuk turunnya berbagai macam penyakit kelamin, dan terakhir dengan munculnya AIDS sebagai penyakit akibat hubungan seksual yang tidak benar yang tidak bisa disembuhkan sampai saat ini.

Berhubungan seksual melalui lubang dubur merupakan resiko penularan infeksi HIV/AIDS yang cukup besar. Berbagai penyakit kelamin yang menular yang kini dikenal di dunia kedokteran adalah :

1) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

AIDS adalah sebuah penyakit yang disebarkan oleh virus HIV (Human Immonudefeciency Virus) yang melumpuhkan sistem kekebalan tubuh untuk mempertahankan dirinya dari infeksi dan penyakit. Dan salah satu cara penularannya bukan hanya melalui jarum suntik saja, tetapi juga dengan adanya hubungan badan dan transfusi darah yang sudah tercemar virus HIV.

2) Gonorea

Penyakit ini juga ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini mudah menular akibat peradangan yang disebabkan oleh bakteri gonococcus yaitu sebuah bakteri yang membawa pada penyakit ini. Gejala gonore lebih jelas terlihat pada pria, seperti keluarnya nanah dari saluran buang air kecil yang terasa membakar, dan dampaknya pada


(44)

34

wanita apabila penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik dapat mengakibatkan kemandulan dan juga dapat menyerang sel darah putih. 3) Trikomonas

Keputihan pada wanita, biasanya penderita mengeluh rasa gatal, panas, sakit dan mengeluarkan cairan, mungkin juga diikuti rasa sakit pada perut bagian bawah.

C. Seks Menyimpang Menurut Fikih

Penyimpangan seksual adalah nafsu biologis dengan cara dan bentuk yang menyimpang dari syariat, fitrah dan akal sehat. Didalam islam pemenuhan hajat seksual hanya dilakukan terhadap dua sasaran yaitu istri dan budak. Rasulullah SAW brsabda :

Artinya : Peliharalah kemaluanmu itu kecuali dari istrimu dan budak

wanitamu. “ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad dan lain-lain, hadist shahih).

Maka menyalurkan hasrat birahi dengan selain kepada istri dan budak belian adalah penyimpangan seksual, bahkan meski dengan istri apabila keluar dari aturan syariat itu juga termasuk penyimpangan seksual. Berikut bentuk-bentuknya :

1. Onani atau Masturbasi

Onani menurut bahasa adalah mengeluarkan mani tidak dengan sewajarnya, sedangkan masturbasi (bahasa latin) adalah mengotori diri dengan tangannya.


(45)

Hukum onani ini adalah haram menurut mazhab Syafi’i, Maliki, dan Ibn Hazm. Imam Syafi’i menyatakan bahwa onani itu termasuk perbuatan melampaui batas yang disebut oleh Allah dalam Surat al-Mukminun ayat 7 dan al-Maarij ayat 31. Bagi yang bergejolak syahwatnya dan tidak mampu untuk menikah maka harus bersabar dengan cara menjaga kesucian (QS al-Nur: 33) dan sebaiknya berpuasa. (Hadist Bukhori-Muslim)

2. Menggauli Dubur Istri

Telah sepakat seluruh para Nabi dan para Ulama tentang haramnya

perbuatan ini. Rasulullah SAW bersabda “Sungguh terlaknat orang yang

mendatangi istri pada duburnyaí” (HR. Abu Daud dan Nasaa’i)10

Rasulullah juga pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak mau dari yang haq. Janganlah kalian mendatangi istri dari bagian belakangnya (dubur).

Perbuatan ini adalah termasuk perbuatan kaum Luth kecil-kecilan. (HR. Ahmad).

3. Mendatangi Istri Pada Waktu Haid

Ini adalah dosa besar melanggar firman Allah dalam Surah Albaqarah ayat 222 “ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Bila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah SWT kepadamu. Sesungguhnya Allah

10

M. Bukhori, Hubungan Seks Menurut Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, juni 1994), cet. Ke-1, h. 54.


(46)

36

menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang

mensucikan diri”. (Al-baqarah :222). Dan Rasulullah bersabda : “Siapa saja yang menyenggama istrinya yang sedang Haidh, atau menyenggami istri diduburnya atau mendatagi dukun lalu membenarkannya, sungguh ia telah kufur dengan apa yang telah diturunkan kepada Rasulullah SAW” (HR. Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, Abu daud dengan Sanad Kuat)

Meskipun dilarang agama, argumen-argumen tetap diajukan untuk mendukung dilakukannya hubungan seksual pada saat masturbasi oleh banyak pihak, kaum feminis, dan para penganjur kebebasan seksual.11 4. Perzinaan

Yaitu senggama dengan lawan jenis diluar akad nikah, perbuatan zina ini ada tiga macam:

a. Zina, yaitu suka sama suka, maka keduanya adalah pelaku dosa besar dan keji.

b. Perkosaan, yaitu hubungan seks dilakukan oleh seorang laki-laki dengan wanita dengan jalan paksaan yang biasa dilakukan dengan ancaman, maka pemerkosaan tersebut adalah keji dan bejat.

c. Pelacuran, yaitu pekerjaan menjual diri untuk mendapatkan uang atau keuntungan lainnya, inilah yang disebut protitusi yang pelakunya disebut dengan pelacur, wanita tuna susila, sundal. Lonte dan terakhir PSK (Pekerja Seks Komersil).

11

Munawar Ahmad Anees, Islam Dan Biologis, (Bandung: Mizan, 1994), cet. Ke-IV, h. 80.


(47)

Semuah perbuatan perzinaan tersebut adalah keji, kotor dan bejat. Allah SWT berfirman :

Artinya :” Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina

itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Israa: 32)

Dan manakala yang dizinahi itu adalah wanita yang seharusnya dihormati atau dimuliakan seperti mantan istri ayah maka dosanya lebih berat lagi.


(48)

38 BAB IV

PUTUSAN HAKIM DAN ANALISIS HUKUM

A. Duduk Perkara

Kasus perceraian yang terjadi di Indonesia berbagai macam alasan dan berbagai macam yang menjadi penyebab perceraian salah satunya penyimpangan seksualnyang terjadi pada salah satu pasangan hidupnya yang kemudian dengan adanya prilaku tersebut memicu terjadinya pertengkaran dan perselisihan yang berakibat perselisihan.

Alasan perceraian yang diakibatkan oleh kelainan seks cenderung sedikit di Pengadilan Agama Depok akan tetapi panitera tidak mengklarifikasikan kelainan seksual tersebut sebagai alasan yang utama dari adanya perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama kebanyakan tidak satu perkara saja yang diajukan oleh para pihak tetapi diikuti alasan-alasan lain, sehingga diambil alasan umum.1 Oleh karena itu, para hakim memasukkan bahwa kelainan seksual pasal 116 point f karena dengan adanya hal tersebut ketidak harmonisan dalam rumah tangga sehingga keluarga tidak menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah.

Kasus cerai gugat yang mengalami penyimpangan seksual dengan Nomor Perkara 1300/Pdt.G/2012/PA. Dpk yaitu :

1. Tentang para pihak

Penggugat Aspriati adalah istri sah tergugat, agama Islam, umur 39 tahun, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di Komp.

1

Wawancara Pribadi oleh Umar Faruq, S. Ag., MSI sebagai Hakim Ketua Pengadilan Agama Depok.


(49)

Hankam Kelapa II Jl. Dahlia, No. 87 Rt 07/02, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.2

Yoni Andono adalah suami sah dari penggugat, umur 40 tahun, agama islam, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di Komp. Hankam Kelapa II Jl. Dahlia, No. 87 Rt 07/02, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.

2. Tentang Posita

a. Bahwa Penggugat adalah istri sah Tergugat, yang pernikahannya dilaksanakan pada tanggal 05 Januari 1996, Kutipan Akta Nikah Nomor : 5807/60/I/1996 tertanggal 09 Januari 1996, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cimanggis Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.3

b. Bahwa selama berumah tangga antara Penggugat dan Tergugat tinggal bersama di Komp. Hankam Kelapa II Jl. Dahlia, No. 87 Rt 07/02, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat.

c. Bahwa selama berumah tangga antara Penggugat dan Tergugat sudah dikaruniai 3 orang anak yang bernama : (1) Ammar Rosyad, (2) Nailah Izza P, (3) Bilal Aji Satrio.

d. Bahwa semula rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat rukun dan harmonis, tetapi sejak bulan juni 2010 sering terjadi perselisihan terus menerus dan tergugat mengalami Penyimpangan Seksual.

2

Arsip Pengadilan Agama Depok, Putusan Perkara Nomor: 1300/Pdt.G/2012PA.Dpk.

3


(50)

40

e. Bahwa pada bulan september 2011 merupakan puncak permasalahan rumah tangga Penggugat dan Tergugat, sehingga mengakibatkan antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak lagi melakukan hubungan dan berpisah ranjang.

f. Bahwa keluarga Pengugat telah berupaya mendamaikan Penggugat dan Tergugat agar kembali rukun dalam membina rumah tangga, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

g. Bahwa dengan beberapa kejadian tersebut diatas, rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat lagi dibina dengan baik. Penggugat merasa menderita lahir batin dan sudah tidak mungkin lagi untuk meneruskan rumah tangga dengan Tergugat serta tidak ada jalan terbaik kecuali perceraian.

3. Tentang Petitum

a. Mengabulkan gugatan penggugat.

b. Menjatuhkan Talak Satu Bin Sughra Tergugat (Yoni Andono Bin Suwondo. HP) terhadap Pengugat (Aspriati Binti Wagimin) di Hadapan Sidang Pengadilan Agama Depok.

c. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.4

B. Pertimbangan dan Putusan Hakim 1. Pertimbangan Hukum

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan dari gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut diatas.

4


(51)

Menimbang, bahwa Majelis Hakim di persidangan telah berupaya menasehati Penggugat agar tetap mempertahankan keutuhan rumah tangganya, namun tidak berhasil.5

Menimbang, bahwa pokok masalah perkara ini adalah Penggugat mohon agar pengadilan menceraikan Penggugat dan Tergugat, karena sejak bulan Juni 2010 rumah tangganya sudah sering diwarnai perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, yang disebabkan Tergugat mengalami penyimpangan seksual, sering mengucapkan kata-kata kasar dan telah menjalin hubungan dengan wanita lain yang bernama Desi.

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut, ternyata Tergugat meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut untuk datang menghadap dipersidangan tidak pernah hadir dan pula tidak mengutus wakil atau kuasanya dan tidak ternyata pula kehadirannya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah menurut hukum, oleh karena itu Tergugat harus dinyatakan tidak hadir dan gugatan Penggugat dapat diperiksa dengan tanpa kehadiran tergugat.

Menimbang, bahwa dengan ketidakhadiran Tergugat tersebut, Majelis Hakim berpendapat Tergugat telah melepaskan hak jawabnya dan dapat dianggap membenarkan dalil-dalil gugatan Penggugat tersebut.

5


(52)

42

Menimbang bahwa karena perkara ini adalah perkara perceraian maka untuk menghindari adanya rekayasa perceraian, Majelis tetap membebankan wajib bukti kepada Penggugat.

Menimbang, bahwa untuk meperkuat dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan bukti surat yang diberi kode P.1 berupa Kutipan Akta Nikah, serta 2 orang saksi sebagaimana tersebut diatas.

Menimbang, bahwa dari bukti surat kode P.1 berupa foto copy yang telah dinazzegel dan telah dicocokkan dengan aslinya ternyata sesuai serta dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, sehingga bukti tersebut dinilai sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan, dengan demikian terbukti antara Penggugat dan Tergugat terikat dalam perkawinan yang sah.

Menimbang bahwa untuk memenuhi maksud ketentuan pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Penggugat telah menghadirkan dua orang dekat Penggugat atau Tergugat sebagai saksi yang menerangkan dibawah sumpahnya dan dari pengetahuan para saksi sendiri yang ternyata keterangan-keterangan tersebut saling bersesuaian, sehingga dinilai telah memenuhi syarat formil dan materiil kesaksian, dan oleh karena itu Majelis menilai keterangan dua orang saksi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan.

Menimbang, bahwa berdasarkan kesaksian dua orang saksi tersebut dengan dalil-dalil gugatan Penggugat yang dianggap telat telah diakui


(53)

oleh Tergugat (ketidakhadiran Tergugat dianggap mengakui dalil Penggugat) ternyata juga saling bersesuaian, selanjutnya Majelis Hakim telah dapat menemukan fakta-fakta mengenai keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat sebagai berikut:

a. Bahwa setidaknya sejak bulan juni 2010 dan bahkan menurut keterangan kedua saksi sejak anak pertama Penggugat dan Tergugat lahir (1996), rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah sering diwarnai perselisihan dan pertengkaran karena Tergugat sering mengucapkan kata-kata kasar kepada Penggugat, mengalami penyimpangan seksual, dan telah menjalin hubungan dengan wanita lain bernama Desi.6

b. Bahwa sejak persidangan pertama (31 juli 2012) Tergugat telah tidak pulang kerumah dan memilih tinggal di rumah orang tuanya, tidak ada komunikasi dan tidak mengirim nafkah.

c. Bahwa kedua saksi selaku keluarga dan orang dekat Penggugat sudah berusaha menasihati Penggugat namun tidak berhasil dan kini saksi sudah tidak ingin lagi menurunkan Penggugat dan Tergugat karena sudah tidak tahan melihat penderitaan Penggugat.

Menimbang, bahwa kedua saksi selaku orang dekat Penggugat sudah tidak sanggup merukunkan Penggugat dan Tergugat di samping itu Majelis telah menyaksikan sendiri betapa Penggugat sudah tidak ingin melanjutkan perkawinannya dengan Tergugat karena sudah tidak tahan atas perilaku Tergugat.

6

Putusan Perkara Cerai Gugat, Wawancara Ketua Hakim Pengadilan Agama Depok, h. 2.


(54)

44

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana di uraikan di atas, Majelis menilai telah terbukti antara penggugat dan tergugat telah terjadi perselisihan yang terus menerus setidaknya perselisihan batin yang berkepanjangan, perselisihan mana dirasa sangat prinsip bagi penggugat sehingga menyebabkan sudah tidak ada harapan lagi untuk dapat di rukunkan kembali.

Menimbang, bahwa tidak adanya harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat dapat disimpulkan dari hal-hal sebagai berikut :

1) Bahwa tergugat tidak pernah hadir di persidangan meskipun telah dua kali dipanggil untuk menghadap di persidangan, merupakan indikasi tergugat tidak ingin menyelesaikan persoalan rumah tagganya secara baik.

2) Bahwa keluarga penggugat sudah bertemu dengan keluarga tergugat namun tidak ada respon untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga penggugat dan tergugat.

3) Bahwa Majelis telah berusaha menasehati penggugat agar tetap mempertahankan rumah tangganya pada setiap persidangan, namun juga tidak membuahkan hasil.

Menimbang, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara suami istri dan bukan ikatan hukum semata, oleh karena itu jika ikatan batin tersebut sudah pecah dan sekarang penggugat sudah tidak berkeinginan lagi untuk melanjutkan perkawinannya sedangkan tergugat ternyata tidak menunjukan adanya itikad baik untuk mempertahankan


(55)

rumah tangga, maka Majelis menilai perkawinan yang seperti itu sudah tidak akan dapat memberikan ketentraman jiwa serta kebahagiaan sebagaimana yang dikehendaki Firman Allah dalam Surat Ar Ruum ayat 21 dan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, dan jika ikatan perkawinan yang seperti itu dipaksakan tetap berlanjut, patut di duga justru akan menimbulkan kemadlaratan bagi kedua belah pihak.

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, Majelis berkesimpulan telah terbukti adanya perselisihan yang terus menerus antara penggugat dan tergugat yang tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali dalam rumah tangga, sehingga gugatan penggugat dinilai telah memenuhi alasan perceraian sebagaimana maksud ketentuan pasal 39 ayat (2) huruf f Penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam.

Menimbang, bahwa oleh karena ternyata tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut tidak dapat datang menghadap, sedangkan dalil-dalil gugatan penggugat beralasan dan tidak melawan hukum, maka sesuai ketentuan pasal 125 HIR, gugatan penggugat dapat dikabulkan dengan tanpa hadirnya tergugat (verstek).

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah dipertimbangkan diatas, Majelis Hakim berpendapat gugatan penggugat


(56)

46

patut dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu ba’in sughro tergugat

atas diri penggugat.

Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan maksud pasa 84 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, Majelis Hakim perlu memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama depok untuk mengirimkan sehelai salinan putusan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama tempat perkawinan dilaksanakan, yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan Cimanggis, Kota Depok dan Kantor Urusan Agama yang mewilayahi tempat tinggal penggugat dan tergugat yakni Kantor Urusan Agama Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.

Menimbang, bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan maka berdasarkan pasal 89 ayat 1 Undang-undang No. 7 Tahun 1989, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, maka segala biaya perkara yang timbul dibebankan kepada penggugat yang besarnya akan ditetapkan dalam diktum amar putusan ini.

Mengingat segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

hukum syari’ah yang berkaitan dengan perkara ini. 2. Putusan Hakim

a. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir.


(57)

b. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek

c. Menjatuhkan talak satu Ba’in Sughro Tergugat (YONI ANDONO BIN SUWONDO HP) terhadap Penggugat dan Penggugat (ASPRIATI BINTI WAGIMIN)

d. Memerintahkan Panitera untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.

e. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp 316.000,- (tiga ratus enam belas ribu rupiah)

Demikian diputuskan dalam permusyawaratan Majelis Hakim pada hari Selasa tanggal 04 September 2012 M. Bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1433 H. Oleh Ketua Hakim Umar Faruq, S.Ag., MSI sebagai Hakim Ketua, Hj. Sucianti, S.H. dan E. Kurniati Imron, S. Ag. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga dibacakan oleh Hakim Ketua tersebut dalam persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum dengan didampingi Hakim-hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Totih RA, S.H. sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat.

C. Analisis Hukum

Dalam menganalisa tentang putusan perkara Nomor: 1300/Pdt.G/2012/PA Dpk. Penulis memandang bahwa keputusan Majelis Hakim yang berdasarkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang telah ada dikemukakan di Pengadilan Agama, pada umumnya Pengadilan mengabulkan


(58)

48

gugatan perceraian disebabkan keduanya sudah tidak dapat lagi hidup rukun, berdasarkan pertimbangan hukum yaitu sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sehingga untuk membina rumah tangga bahagia dan sakinah sebagaimana yang dikehendaki oleh pasa 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan jo pasal 3 Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam tidak tercapai, kemudian atas pertimbangan tersebut berdasarkan pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan talak yang dijatuhkan adalah talak satu bain sughra sesuai yang diatur dalam pasal 119 ayat (2) huruf c KHI.7

Dari segi pendekatan konsep, tujuan perkawinan ialah menurut perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dalam mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. Selain itu ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.

Dari definisi perkawinan menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan

7


(59)

perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah bahwa perkawinan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.8

Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapatkan pemenuhan, pemenuhan naluri itu yang antara lain adalah keperluan biologisnya. Yang dengan ini, tujuan dari pernikahan bisa terlaksana, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Imran ayat 14 yang berbunyi :























Artinya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu : Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (syurga)”. (Al-Imran: 14) Dari ayat diatas jelas bahwa kecintaan seseorangmerupakan sebuah perhiasan yang diberi Allah SWT yang dengan kecintaan tersebut, maka rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah dapat terjadi.

Dalam menjalani perkawinan suatu keluarga harus dijalani dengan konsep mawaddah wa rahmah, saling mencintai, saling mengasihi, saling memberi dan menerima, salin terbuka. Sehingga dikiyaskan dalam QS An-Nisa:21, bahwa tali perkawinan sebagai ikatan yang kuat.

8

M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Indo-Hill-co, 1990), cet. Ke-2. h. 26.


(60)

50

Terkadang, dalam menjalankan bahtera rumah tangga itu tidak selalu mulus, pasti ada kesalahfahaman, kekhilafan, dan pertentangan. Percecokan dalam menangani permasalahan keluarga ini ada pasangan yang dapat mengatasinya. Terkadang, percecokan itu perlu ada ditengah dinamika keluarga sebagai bumbu keharmonisan dan variasi rumah tangga, tentunya dalam porsi yang tidak terlalu banyak.

Seperti yang terjadi pada seorang istri yang mengeluhkan masalahnya ke Pengadilan Agama Depok tentang persoalan yang terjadi dalam rumah tangga yang dikarenakan suaminya mengalami kelainan seksual, selain itu sering terjadi percecokan yang terus menerus antara keduanya sehingga rumah tangga yang diidamkan tidak bisa hidup rukun kembali. Dengan keadaan suami yang seperti ini, istri menjadi korban karena suaminya tidak bisa dan atau tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai suami, sehingga istrinya hidup tanpa ketenangan dan kasih sayang. Dan akhirnya rumah tangga yang diidamkan seperti yang tercantum pada pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan yaitu rumah tangga yang bahagia dan kekal tidak terwujud. Dalam putusan Majelis Hakim memutuskan perkara tersebut sudah terdapat alasan-alasan yang menyebabkan putusnya perkawinan.

Mengenai penetapan putungan pengadilan dalam perkara perdata ini khususnya pada cerai gugat yang disebabkan facktor penyimpangan seksual umumnya mengandung putusan yang berupa :


(61)

2. Menjatuhkan talak satu bain sughra dari Tergugat (YONI ANDONO Bin SUWONDO HP) terhadap Penggugat (ASPRIATI Binti WAGIMIN). Di hadapan sidang Pengadilan Agama Depok.

3. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.9

Sudah kita ketahui diatas bahwa gugatan penggugat dikabulkan oleh Majelis Hakim maka kita dapat tafsirkan mengenai pertimbangan alasan majelis hakim menjatuhkan talak bain sughra dari tergugat (Yoni Andono Bin Suwondo HP) ke Penggugat (Aspriati Bin Wagimin) adalah sesuai dengan ketentuan hukum islam maka telah jelas dan jatuh talak bain sughra yakni talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan mantan suaminya meskipun dalam iddah.

Penulis setuju apa yang sudah menjadi ketetapan pertimbangan dari majelis hakim Pengadilan Agama Depok karena alasan-alasan yang sudah didalilkan oleh penggugat, maka majelis hakim pun dapat menerapkan putusan yang sudah dipertimbangkan, kemudian kita dapat menafsirkan bahwasanya gugatan yang sudah dilayangkan oleh penggugat untuk tergugat di Pengadilan Agama Depok telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai penyimpangan seksual dan perselisihan itu dan juga sudah mendengar pendapat-pendapat dari pihak penggugat saja karena pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan sampai putusan dibacakan oleh majelis hakim.

Dengan telah diperoleh suatu fakta yang berkaitan dengan duduk perkara antara penggugat dengan tergugat telah terjadi perselisihan yang tidak

9


(62)

52

mungkin lagi dirukunkan. Dinilai telah memenuhi alasan hukum baik berdasarkan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang tersebut pada pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 maupun berdasarkan ketentuan hukum islam sebagaimana tersebut pada pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim sudah tepat mendalikan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisyaratkan adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dibuktikan oleh Penggugat dipersidangan.

Dengan demikian dijatuhkan amar terhadap putusan ini berarti Pengadilan Agama Depok telah memberikan pengabulan gugatan penggugat untuk menceraikan suaminya (tergugat) dalam nomor perkara 1300/Pdt.G/2012/PA. Dpk pada hari selasa tanggal 04 September 2012 M, bertepatan dengan tanggal 17 syawwal 1433 H, oleh Umar Faruq, S.Ag., MSI sebagai Hakim Ketua, Hj. Suciati, S.H dan E. Kurniati Imron, S.Ag. masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga dibacakan oleh Hakim Ketua tersebut dalam persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum dengan didampingi Hakim-hakim Anggota tersebut.


(63)

53 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pertimbangan Majelis Hakim sudah tepat mendalikan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisyaratkan adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dibuktikan oleh Penggugat dipersidangan.

Dalam Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor: 662/Pdt.G/2008/PA.Dpk. dalam putusan tersebut memiliki permasalahan yang sama dengan Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor: 1300/Pdt.G/2012/PA.Dpk.

Berdasarkan pembahasan dan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Hakim dalam memutuskan perkara perceraian yang disebabkan penyimpangan seksual memiliki beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:

a. Pertimbangan pertama adalah bahwa antar Penggugat dan Tergugat adalah pasangan suami istri yang sah hal ini dibuktikan dengan Akta Nikah Nomor: 5807/60/I/1996, sehingga perkaranya dapat diputus di Pengadilan Agama.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)