Limit Diameter Tebangan dan Siklus Tebangan

55 Sudah dapat diduga jika diameter pohon yang ditebang diturunkan maka akan lebih banyak pohon yang ditebang sementara ketersediaan pohon inti akan sangat rendah terutama untuk jenis ramin. Hal itu disebabkan pohon ramin lebih banyak terdapat pada pohon berdiameter pertengahan 30-40 cm lihat Gambar 1 dan Gambar 11. Jika ketentuan tentang penurunan batas diameter tebang diturunkan tersebut diterapkan, maka akan terjadi tebang habis ramin. Jumlah pohon dan volume pohon inti dan pohon ditebang berdasarkan hasil pemantauan PUP di areal PT. DRT dapat dilihat pada Tabel 29 dan Tabel 30. Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa jika digunakan batas diameter tebangan 40 cm up untuk jenis ramin akan dapat ditebang rata-rata 5,05 pohonha tetapi jika digunakan batas diameter tebangan 30 cm up banyaknya pohon yang ditebang adalah 10,65 pohonha. Sementara itu jumlah pohon inti jika digunakan batas tebangan 40 cm up sebanyak 3,64 pohonha turun menjadi 2,78 pohonha pada batas diameter tebangan 30 cm up. Tabel 29. Jumlah pohon dan volume pohon berdasarkan kelas diameter pada hutan primer sebelum penebangan berdasarkan data PUP PT. DRT, Riau Kelas diameter cm 10 - 29 30 up 20 - 39 40 up Kelompok jenis Nha Vha Nha Vha Nha Vha Nha Vha Ramin 2,78 1,02 10,65 22,00 3,64 3,07 5,05 16,71 Kel. Meranti 10,05 3,52 31,08 49,84 13,01 8,53 12,56 36,05 Campuran 114,70 28,25 141,29 120,62 92,38 48,26 21,62 47,85 Total 127,53 32,79 183,03 192,47 109,03 59,86 39,22 100,61 Tabel 30. Riap rata-rata diameter kelompok jenis pada hutan rawa gambut berdasarkan data PUP PT. DRT, Riau Kelas diameter cm No. Kelompok jenis 10 - 29 30 up 20 - 39 40 up 1 Ramin 0,68 0,68 0,62 0,31 2 Meranti 0,69 0,69 0,68 0,41 3 Campuran 0,61 0,61 0,61 0,60 Rata-rata 0,66 0,66 0,64 0,44 Aspek regenerasipemulihan hutan bekas tebangan dengan menggunakan rotasi tebang tetap 40 tahun pada batas diameter tebangan 40 cm up menunjukkan bahwa pohon inti berdiameter 20 cm setelah 40 tahun akan menjadi 44,8 cm dengan menggunakan riap diameter 0,62 cmtahun, sedangkan dengan menggunakan batas diameter tebangan 30 cm up pohon inti yang berdiameter 10 cm setelah 40 tahun 56 menjadi 37,2 cm menggunakan riap diameter 0,68 cmtahun. Dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa dengan rotasi tebang 40 tahun masing-masing limit diameter tebangan baik 30 cm up maupun 40 cm up pada rotasi tebang berikutnya telah siap untuk ditebang kembali. Namun sekali lagi jika batas diameter tebangan diturunkan dari 40 cm up menjadi 30 cm up maka akan lebih banyak pohon ramin ditebang, sehingga keterbukaan tajuk dan kerusakan tegakan tinggal akan semakin besar yang pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhan gulma palas Licuala spinosa, pandan Pandanus sp. dan sempayo Zalacca conferta semakin cepat, ketersediaan pohon inti untuk menjamin ketersediaan pohon pada rotasi tebang berikutnya menjadi berkurang. Di samping itu efisiensi penebangan pohon-pohon menyangkut biaya penebangan dan produksi yang diperoleh serta dampak pelestarian ramin. Dampak negatif tersebut tidak akan terjadi jika penurunan batas diameter tebangan tersebut diikuti dengan petunjuk pelaksanaanya dengan menetapkan jumlah pohon yang ditebang lebih rendah atau sama dengan jumlah pohon inti. Jumlah pohon inti paling sedikit 25 pohon per hektar dan menyebar merata. Banyaknya pohon ditebang secara proporsional berdasarkan jenis atau kelompok berdasarkan kelas diameter. Jumlah pohon inti ditetapkan sekurang-kurangnya 25 pohon per ha menyebar merata setiap hektar dengan kelas diameter pohon inti 10-29 cm.

4.1.5. Pemanenan

Karakteristik ekosistem hutan rawa gambut dibandingkan dengan ekosistem hutan lainnya sangat khas yaitu kondisi hutan rawa gambut selalu tergenang air dan kestabilan tanahnya rendah. Oleh karena itu sistem transportasi baik orang maupun barang berbeda dengan sistem transportasi di tanah kering. Sistem transportasi pada hutan rawa gambut yang paling sesuai sampai saat ini adalah menggunakan jalan rel dan lori. Pengangkutan log dari lokasi TPn ke log pond menggunakan lori dengan bantalan log. Sedangkan tenaga manusia lebih banyak terlibat dalam kegiatan penyaradan pengangkutan log dari lokasi tebangan sampai lokasi pengumpulan logTPn sejauh sekitar 500 m dan pemuatan dari TPn kedalam lori angkut. Oleh karena itu sistem pemanenan pada hutan rawa gambut sering disebut dengan pemanenan semi mekanis. Sistem pemanenan pada hutan rawa gambut seperti halnya pelaksanaan sistem silvikultur TPTI di tanah kering dimulai dari Penataan Areal Kerja PAK, Pembukaan Wilayah Hutan PWH dan Penebangan tampaknya tidak ada masalah yang berarti. Permasalahan utama yang muncul dalam pemanenan di hutan rawa gambut adalah pada sistem trasportasi. 57 Permasalahan yang terkait dengan sistem transportasi adalah 1 ketersediaan sumberdaya manusia sulit mendapatkan tenaga kerja sebagai penarik kayu, 2 efisensi kerja yang tergolong rendah keterbatasan kemampuan tenaga manusia, waktu tempuh lori dan kapasiatas angkut terbatas hambatan di jalan karena jalan lori yang tidak stabil dan 3 masalah keselamatan kerja bagi pekerja penarik kayu dan pekerja lori. Pada saat tim kajian lapangan melakukan survey lapangan di areal PT. DRT kegiatan pengangkutan sedang tidak beroperasi karena saat itu sedang dalam proses transisi antara berakhirnya kegiatan RKT 2008 menuju ke RKT 2009. Sementara kegiatan RKT 2008 telah selesai dan kegiatan RKT 2009 belum mulai. Oleh karena itu tim survey tidak mendapatkan data tentang sistem pemanenan dan pengangkutan tetapi melakukan wawancara dan pengamatan jaringan rel untuk sarana transportasi. Satu hal yang dicermati dalam sistem transportasi di areal kajian PT. DRT saat ini adalah telah digunakannya penyaradan dan pemuatan loading log kedalam lori dengan logfisher kombinasi kabel dan mesin dari Komatsu. Telah dapat diduga bahwa penggunaan logfisher tersebut telah menimbulkan kerusakan terhadap tegakan tinggal dan keterbukaan hutan akibat penebangan akan menjadi lebih besar. Demikian pula telah terjadi pemadatan tanah akibat jalan yang dilalui oleh logfisher tersebut yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman penutup dan regenerasi pohon sulit terjadi. Oleh karena itu penggunaan logfisher dalam penerapan sistem silvikultur pada hutan rawa gambut di areal PT. DRT perlu ditinjau kembali. Gambar 14. Penggunaan logfisher dalam pengangkutan kayu di IUPHHK PT. DRT, Riau.