Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai manusia yang hidup di masa sekarang, relasi kita dengan barang-barang konsumsi tidak dapat dipungkiri. Kapanpun dan dimanapun, di jalan raya, bandara, stadion olahraga, bahkan dalam rumah kita sendiri konsumsi hadir sebagai solusi bagi seluruh permasalahan Soedjatmiko Haryanto, 2007:13. Konsumtif biasanya menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi atau memiliki suatu barang secara berlebihan yang sebenarnya kurang diperlukan atau bukan menjadi kebutuhan pokok Ahmad Hikamuddin, 2013. Perilaku konsumtif menurut Ujang Sumarwan 2011: 5 adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa yang ada. Sedangkan menurut Lubis Sumartono, 2002: 117 perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Perilaku konsumtif juga diartikan sebagai perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling 2 mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik Triyaningsih, 2011, 172- 177. Adapun menurut Sari dalam Imam Hoyri Shohibullana 2014: 2 menggambarkan perilaku konsumtif sebagai adanya ketegangan antara kebutuhan dan keinginan manusia. Perilaku konsumtif adalah perilaku yang suka membelanjakan uang dalam jumlah yang besar. Perilaku konsumtif menimbulkan dampak positif dan negatif baik yang dirasakan konsumen itu sendiri maupun pihak lain Bambang Prishardoyo, 2005: 48 Menurut penjelasan beberapa sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk mengkonsumsi barang- barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan karena adanya keinginan yang tidak rasional untuk mencapai kepuasanyang maksimal. Perilaku konsumen dimaknai sebagai proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya Ristiyanti dan John Ihalauw Prasetijo, 2005:15. Konsumerisme merupakan sikap atau perilaku suka membeli barang untuk mendapatkan prestise atau gengsi tertentu, tanpa memperhatikan kegunaannya. Perilaku seperti ini lebih mendahulukan pemenuhan keinginan dengan gaya hidup mewah daripada pemenuhan kebutuhan pokok Y. Sri Pujiastuti Suparno Tamtomo, 2007: 123. Di dalam masyarakat Indonesia muncul kebutuhan-kebutuhan semu yang kemudian membuat masyarakat senang menikmati dan mengambil apa 3 saja, daya kritis masyarakat menjadi semakin pudar serta gemar mempercepat proses dan menyukai hal-hal yang berbau instan dan cepat. Ketiga hal tersebut yang menandai konsumerisme Soedjatmiko Haryanto, 2007: 8. Masyarakat perkotaan cenderung melakukan sifat-sifat konsumerisme akibat berbagai tawaran baik melalui media massa, media elektronik seperti televisi, radio, internet maupun berbagai barang yang ditawarkan di pusat perbelanjaan dan pusat-pusat modern. Perilaku-perilaku yang mengikuti trend, dan tuntutan sosial cenderung menimbulkan pola konsumsi yang berlebihan. Fashion selalu berubah, perkembangan fashion akan selalu berjalan Hemphill Suk 2009: 5. Sehingga hal tersebut akan terus menuntut rasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya, dan mendorong untuk selalu mengkonsumsinya karena takut ketinggalan. Akibatnya seseorang tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli produk fashion. Mereka cenderung membeli produk fashion yang mereka inginkan, bukan yang mereka butuhkan, secara berlebihan dan tidak wajar, ini dapat digambarkan sebagai perilaku konsumtif. Berbelanja dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa, akan tetapi apabila dilakukan secara berlebihan dan mengidentifikasikan sebagai suatu perilaku yang merugikan Schiffman, G.L,. Kanuk, L.L, 2011: 4. Sumardjo dalam Ajeng Kania 2007 mengatakan gaya berpikir dan perilaku orang konsumtif ibarat benalu, suka mengisap daya hidup orang lain. Mereka cenderung bersifat boros, tidak bisa berhemat, dan kerjanya suka menghabiskan. Hal tersebut bertolak belakang dengan karakter manusia produktif yang suka berhemat, pekerja keras, dan menghasilkan sesuatu. 4 Raymond Tambunan 2001 menyatakan bahwa seseorang yang kerap membelanjakan uang lebih besar dari penghasilan, dapat dipastikan akan terperosok dalam jeratan hutang. Menurut beberapa paparan dari berbagai sumber di atas ketika berbelanja, orang yang berpola hidup konsumtif umumnya sulit mengendalikan keinginan untuk membeli. Begitu pula perilaku konsumtif terjadi pada siswa SMA, perilaku konsumtif ini cenderung mengarah kepada hal negatif. Siswa yang berperilaku konsumtif cenderung bersikap menuntut dan meminta, karena perilaku konsumtif sendiri bertentangan dengan perilaku produktif yang mengandalkan potensi diri. Siswa yang produktif akan mampu berkreasi dan berinovasi, dan mampu menciptakan sesuatu untuk orang lain sehingga cenderung bersikap tangguh dan mandiri. Sumartono 2002: 11 mengatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Menurut Santrock 2003: 26 masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun. Ciri-ciri remaja bersifat ingin tahu, mencoba, dan bereksperimen. Remaja sangat memperhatikan badannya sendiri. Ia senang berdandan dan berkaca berjam-jam. Rasa kesetiakawanan dengan kelompok sebayanya tumbuh kuat Martono, 2008: 69. Menurut Loudon Bitta Sintiche Ariesny Parma, 2007: 31 remaja merupakan kelompok yang berorientasi konsumtif karena remaja suka mencoba hal-hal yang baru, tidak realistis dan cenderung boros. 5 Menurut Erick Erickson Rita Eka Izzaty.,dkk, 2008: 153 hal tersebut merupakan salah satu bentuk usaha untuk mencari jati diri mereka yang sesungguhnya. Selain itu, menurut Raymond Tambunan 2001 kelompok usia remaja biasanya memiliki karakteristik mudah terbujuk, suka ikut-ikutan teman, mudah tertarik pada fashion, tidak realistis, tidak hemat, dan impulsif. Hal ini didukung dari cara berpikir remaja yang idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrty hypokrit: kepura-puraan dan kesadaran diri akan konformis Rita Eka Izzaty, dkk., 2008:153. Beberapa pendapat tersebut menyatakan bahwa remaja rentan terpengaruh oleh sifat konsumtif karena ada keinginan untuk selalu tampil menarik dengan mengikuti trend fashion yang sedang berlaku. Perilaku konsumtif yang dilakukan oleh remaja sebenarnya tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial remaja dalam berinteraksi dengan kelompoknya. Seseorang membutuhkan pengakuan dari orang lain terhadap faktor psikologis internal yang melekat pada dirinya, seperti kebutuhan untuk dihormati, kebutuhan untuk disegani, kebutuhan untuk dipatuhi. Kebutuhan tersebut meluas untuk memiliki posisi tertentu di masyarakat Mulyadi Nitisusastro, 2012:49. Lingkungan sosial yang dimaksud adalah lingkungan dimana para remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman-temannya salah satunya lingkungan sekolah Papalia, D E., dkk, 2002: 267. Laursen 2005: 137 menandaskan bahwa teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pada masa-masa remaja. Penegasan Laursen dapat dipahami karena pada kenyataannya remaja dalam masyarakat modern seperti sekarang ini menghabiskan sebagian besar 6 waktunya bersama dengan teman sebaya mereka . Adapun menurut Rita Eka Izzaty dkk., 2008: 152 perkembangan fisik dan psikoseksual, masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik yang khas pada remaja laki- laki dan perempuan yang berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya peergroup daripada orangtua satu keluarga. Teman sebaya peers adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama Santrock, 2003: 219. Remaja belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses menyatukan diri ke dalam aktivitas teman sebaya yang dilakukan. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian paling besar dalam kehidupannya. Penelitian yang dilakukan Buhrmester Santrock, 2004: 414 menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan remaja dengan teman sebaya meningkat secara drastis. Anak-anak menghabiskan semakin banyak waktu dalam interaksi teman sebaya pada pertengahan masa anak-anak serta masa remaja Santrock, 2003:220. Suatu penelitian menyebutkan anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya 10 dari satu hari pada usia 2 tahun, 20 pada usia 4 tahun dan lebih dari 40 pada usia 7 sampai 11 tahun Barker Wright dalam Santrock, 2003: 220. Di usia remaja, interaksi sosial yang dilakukan lebih kompleks. Remaja merasa dirinya harus masuk ke dalam suatu kelompok, tempat dia belajar rasa percaya diri dan merasa memiliki tempat dalam kelompok tersebut Taufiq Rohman Dhohiri, 2007:16. Dalam interaksi soaial remaja 7 dengan teman sebaya, keputusan yang menentukan merupakan hasil perbincangan antar mereka. Teman dan unsur-unsur sosial lainnya akan memuji beberapa bentuk perilaku tertentu dan membatasi maupun menghukum perilaku lainnya Singgih D. Gunarsa Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, 2008: 214. Nilai-nilai dan norma-norma yang muncul dalam interaksi akan mengatur tingkah laku, menambah penguasaan diri atas munculnya perilaku yang dapat diterima lingkungannya. Interaksi yang sukses dengan teman sebaya memerlukan komunikasi dan ketrampilan yang khusus, seperti memperkasai interaksi, memelihara hubungan, dan menyelesaikan konflik Sri Esti W. D., 2006: 79. Adanya hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif didukung oleh hasil penelitian Zumita Hanafie 2014, mengenai hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif siswa kelas X SMAN 4 Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara konformitas dengan perilaku konsumtif remaja terhadap produk distro. Hal ini ditunjukkan koefisien korelasi r sebesar 0,383 dan p = 0.000 p 0.05, artinya semakin tinggi konformitas, maka semakin tinggi perilaku konsumtif remaja terhadap produk distro. Sebaliknya, semakin rendah konformitas yang dimiki siswa sebagai remaja maka semakin rendah pula perilaku konsumtif terhadap produk distro. Penelitian Zumita 2014 juga didukung oleh Rinata 2010 yang melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat pendidikan dan lingkungan sosial dengan perilaku konsumtif masyarakat desa Tumpuk Kepuh, Kabupaten Blitar. Berdasarkan uji hipotesis pada variabel lingkungan 8 sosial interaksi sosial sebesar 5,391 1,665, artinya semakin tinggi tingkat interaksi sosial masyarakat, semakin mudahnya masyarakat dalam mengakses informasi, komunikasi, serta transportasi maka akan menjadi cenderung berperilaku konsumtif. Perbedaan penelitian Rinata 2010 dengan penelitian yang dilakukan fokus pada variabel interaksi teman sebaya. Penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Farida Aryani 2014 tentang Peran Peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja di SMA Negeri 7 Kota Bandung bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja ditunjukan dalam lima aspek yaitu sebagai sarana mencapai kekompakan peergroup, syarat untuk diterima dalam peergroup, memberikan penilaian bagi penempilan remaja, memberi pengetahuan baru mengenai suatu produk dan sifat dominasi untuk memberikan pengaruh. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat beberapa hal yang mendorong siswa masuk dalam peergroup. Kebiasaan remaja bersama teman sebayanya ternyata dapat membentuk gaya hidup konsumtif. Dari ketiga penelitian sebelumnya terlihat bahwa faktor interaksi teman sebaya ada hubungannya dengan perilaku konsumtif remaja. Pada penelitian Zumita Hanafie 2014 variable konformitas berkaitan dengan variabel interaksi yang akan diteliti karena konformitas merupakan bentuk interaksi itu yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat di mana dia tinggal Juju Maryati, Kun 9 Suryawati, 2001:121. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rinata 2010 dengan variabel lingkungan sosial berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Menurut Jonny Purba 2005: 16 kesinambungan kehidupan dalam lingkungan sosial tercipta karena keberhasilan interaksi-interaksi manusia dengan lingkungan. Sehingga dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dijadikan acuan untuk meneliti hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif, peneliti lebih memfokuskan pada variabel interaksi teman sebaya di lingkungan remaja. Berdasarkan latar belakang dan ulasan di atas, didukung dengan fenomena-fenomena serta fakta-fakta yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai adanya kecenderungan perilaku konsumtif remaja, maka pada penelitian ini akan mengambil remaja yang bersekolah di SMAN 6 Yogyakarta. Observasi telah dilakukan di SMAN 6 Yogyakarta pada tanggal 17 Maret 2015, yang berlokasi di Jl.C.Simanjuntak No.2, Yogyakarta. Latar belakang peneliti memilih sekolah ini karena letak sekolah yang berada di pusat kota dapat menggambarkan gaya hidup remaja di perkotaan. Menurut hasil wawancara guru BK SMAN 6 Yogyakarta keadaan ekonomi orang tua murid menunjukkan ekonomi dengan kelas menengah keatas. Beliau juga menuturkan hanya ada 11 murid yang mendapatkan beasiswa KMS, sedangkan rata-rata uang saku siswa berkisar dari 600.000 – 1.500.000 per 10 bulan, dengan data yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi siswa tergolong tinggi. Siswa mengatakan uang saku mereka sebagian besar dihabiskan untuk jajan, nongkrong, membeli perlengkapan sekolah, mengikuti fashion dan membeli gadget, hanya sedikit sisanya untuk ditabung. Ditinjau dari aspek- aspek perilaku konsumtif menurut Hidayati Sumartono, 2002 yaitu : motivasi, pengalaman dan proses belajar, kepribadian dan konsep diri, kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial, kelompok referensi, dan keluarga dapat disimpulkan bahwa hampir rata-rata siswa tersebut berperilaku konsumtif, ditunjukkan dari gaya hidup siswa yang selalu mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, terutama trend gadget yang sedang berkembang. Rata-rata siswa yang sering berganti-ganti aksesoris dan perlengkapan sekolah yang dipakai, jajan di sekolah yang berlebihan, bahkan menurut pengakuan guru BK siswanya lebih memilih jajan di KFC dibandingkan kantin yang disediakan sekolah. Berdasarkan data yang didapat di SMAN 6 Yogyakarta, interaksi antar teman sebaya yang menciptakan suatu kelompok-kelompok yang terjadi di sekolah tidak didasarkan atas status sosial ekonomi ataupun kepemilikan barang yang dimiliki, namun klik antar siswa tetap timbul karena sesuai dengan karakteristik remaja. Walaupun klik atas dasar status ekonomi tidak terjadi namun siswa mengaku apabila ada temannya yang tidak memiliki barang-barang yang sedang trend maka mereka akan disindir, budaya ikut- ikutan teman dengan kepemilikan barangnya juga terjadi di sekolah ini. Menurut keterangan siswa tersebut menunjukan di SMA ini interaksi teman 11 sebaya ada kaitannya dengan perilaku konsumtif. Dan diperkuat dengan bukti bahwa banyak siswa yang menggunakan barang-barang branded yang harga terbilang cukup mahal. Mereka mengikuti gaya bergaul sesuai dengan tingkat ekonomi mereka, dan saling menunjukkan penampilan yang dipandang sesuai dengan standar ekonomi mereka. Guru BK mengatakan tidak ada penyimpangan yang dilakukan siswa dalam memenuhi keinginannya untuk memiliki suatu barang tertentu karena faktor ekonomi siswa yang telah terpenuhi, namun beberapa tahun lalu memang kasus pencurian karena siswa ingin memiliki laptop milik pernah terjadi di sekolah ini. Berdasarkan uraian di atas terdapat kecenderungan siswa yang berperilaku konsumtif sebagai upaya penerimaan lingkungan sosialnya, sehingga berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui hubungan interaksi teman sebaya terhadap perilaku konsumtif di SMAN 6 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL KELOMPOK TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF REMAJA (Studi pada Siswa-Siswi Kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung)

1 7 2

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL KELOMPOK TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF REMAJA (Studi pada Siswa-Siswi Kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung)

2 4 2

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI SMAN 2 NGAWI Hubungan Interaksi Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Di SMAN 2 Ngawi.

0 2 11

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI SMAN 2 Hubungan Interaksi Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Di SMAN 2 Ngawi.

1 4 17

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU PACARAN PADA REMAJA Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dengan Perilaku Pacaran Pada Remaja.

0 2 18

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Hubungan antara interaksi teman sebaya dengan Perilaku merokok pada remaja.

1 5 11

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DANKONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri.

0 1 15

PENDAHULUAN Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri.

0 0 9

PENGARUH INTERAKSI TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN INTERNET PADA SISWA KELAS XI DI SMK N 2 YOGYAKARTA.

3 9 139

i HUBUNGAN PERGAULAN TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PADA SISWA KELAS XI IPS DI SMA N 1 SEMIN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Pergaulan Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja pada Siswa Kelas XI IPS di SMA N 1 Semin Gun

0 0 15