HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMA N 6 YOGYAKARTA.
i
HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMAN 6 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Andin Kharisma Wijayanti NIM 11104244049
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v MOTTO
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini akan membuat kalian tidak
meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian”.(HR. Muslim)
Sesungguhnya pemborosan-pemborosan itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya
(Q.S Al-Isro - 27)
Rezeki yang selama ini kita nikmati hanyalah titipan dari Allah yang harus kita jaga dan pelihara. Janganlah takabur karena Allah dapat menariknya kembali
(6)
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis sembahkan kepada:
Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu memberikan segalanya yang terbaik untukku dan yang menjadikanku terus bersyukur.
Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta. Agama, Nusa dan Bangsa
(7)
vii
HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMA N 6 YOGYAKARTA
Oleh
Andin Kharisma Wijayanti 11104244049
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 6 Yogyakarta, DIY, dengan sampel yang diteliti sejumlah 104 siswa. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportional random sampling. Alat pengumpulan data berupa skala interaksi teman sebaya dan skala perilaku konsumtif. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi dengan expert
judgement, sedangkan reliabilitas dengan menggunakan formula Alpha Cronbach
dengan nilai koefisien 0.868 pada skala interaksi teman sebaya dan 0.917 pada skala perilaku konsumtif. Analisi data menggunakan teknik analisis korelasi dengan program SPSS 22.00 for Windows.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0.494 dan p = 0.000 (p < 0.05), artinya semakin tinggi interaksi teman sebaya maka semakin tinggi pula perilaku konsumtif. Sebaliknya, semakin rendah interaksi teman sebaya, maka semakin rendah pula perilaku konsumtif. Sumbangan efektif interaksi teman sebaya pada perilaku konsumtif ialah sebesar 24,4%, yang berarti masih ada sumbangan sebesar 75,6% berasal dari faktor lain. Kata Kunci: interaksi teman sebaya, perilaku konsumtif
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan limpahan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi bejudul “Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Konsumtif pada Siswa Kelas XI SMA N 6 Yogyakarta“.
Sebagai ungkapan syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerjasama yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memfasilitasi kebutuhan akademik selama penulis menjalani masa studi.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi.
4. Ibu Eva Imania Eliasa, M, Pd. Selau dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis selama menyusun skripsi.
5. Seluruh dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UNY atas ilmu yang bermanfaat selama penulis menyelesaikan studi.
6. Kepala sekolah SMA N 6 Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 7. Bapak Agus dan Ibu Dini, S. Pd. selaku guru BK SMA N 6 Yogyakarta atas
kerjasama dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian.
8. Seluruh guru, Staff TU, dan siswa kelas XI SMA N 6 Yogyakarta atas kerjasama dan bantuannya.
9. Kedua orangtuaku tercinta, Bp. Agus Budiono dan Ib. Baidah yang tiada henti selalu memberikan dukungan moril maupun materil. Semoga Allah SWT senantiasa selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan dunia- akhirat.
10. Kurniawan Saputra atas perhatian yang diberikan, selalu memberi dukungan dan menjadi tempat berkeluh kesah ternyaman.
(9)
(10)
x DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL... i
PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 11
C.Batasan Masalah ... 12
D.Rumusan Masalah ... 12
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Tentang Remaja………... 14
1. Pengertian Remaja... 14
2. Rentang Usia Remaja... ... 15
3. Aspek Perkembangan Remaja... 16
4. Ciri-ciri Remaja ... 18
5. Tugas-tugas Perkembangan Remaja... ... 21
B.Kajian Tentang Konsumtif………... 21
1. Pengertian Konsumtif... 21
2. Jenis-jenis Perilaku Konsumtif... ... 23
3. Faktor-faktor yang Mempengarhi Perilaku Konsumtif... 25
4. Aspek- Aspek Perilaku Konsumtif... ... 29
5. Indikator Perilaku Konsumtif... 30
C.Kajian Tentang Interaksi Teman Sebaya ……… 32
1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya... 32
2. Ciri-ciri Interaksi Teman Sebaya... 36
3. Faktor-faktor Interaksi Teman Sebaya... 37
4. Bentuk-bentuk Hubungan Interaksi Teman Sebaya... 40
(11)
xi
6. Fungsi Interaksi Teman Sebaya... 41
7. Jenis Interaksi Teman Sebaya... 42
D.Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Konsumtif……… 43
E. Hipotesis Penelitian... 46
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 47
B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 47
C.Subjek Penelitian ... 48
D.Variabel Penelitian ... 52
E. Definisi Operasional ... 53
F. Teknik Pengumpulan Data ... 54
G.Instrumen Penelitian ... 55
H.Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 58
I. Teknik Analisis Data ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian... 63
B.Deskripsi Data Penelitian ... 64
C.Analisi Data ... ... 68
D.Pembahasan... 73
E. Keterbatasan Penelitian... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 79
B.Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 83
(12)
xii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Distribusi Populasi Penelitian... 49
Tabel 2. Hasil Perhitungan Sampel Masing-masing Kelas... 52
Tabel 3. Kisi-kisi Skala Interaksi Teman Sebaya... 56
Tabel 4. Kisi-kisi Skala Perilaku Konsumtif ... 57
Tabel 5. Uraian Jumlah Subjek Penelitian... 63
Tabel 6. Hasil Analisis Deskripsi Matematik... 65
Tabel 7. Distribusi Kecenderungan Variabel Interaksi Teman Sebaya... 66
Tabel 8. Distribusi Kecenderungan Variabel Perilaku Konsumtif... 67
Tabel 10. Hasil Uji Linearitas... 69
Tabel 9. Hasil Analisi Uji Normalitas Skala Interaksi Teman Sebaya dan Skala Perilaku Konsumtif... 70
Tabel 11. Hasil Uji Korelasi... 71
(13)
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Hipotesis Penelitian Variabel Interaksi Teman Sebaya
dengan Perilaku konsumtif... 46 Gambar 2. Nomogram Harry King... 51 Gambar 3. Grafik Kecenderungan Variabel Interaksi Teman Sebaya.... 71 Gambar 4. Grafik Kecenderungan Variabel Perilaku Konsumtif... 72
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Perhitungan Pengambilan Sampel Nomogram Harry King... 87
Lampiran 2. Perhitungan Validitas Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 89
Perhitungan Validitas Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 90
Lampiran 3. Perhitungan Reliabilitas Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 91
Lampiran 4. Kuisioner Siswa... 93
Lampiran 5. Hasil Tabulasi Data Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 100 Lampiran 6. Perhitungan Kategorisasi Setiap Variabel... 110
Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif Data Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsmtif... 111
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas... 112
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Analisis Korelasi... 113
(15)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sebagai manusia yang hidup di masa sekarang, relasi kita dengan barang-barang konsumsi tidak dapat dipungkiri. Kapanpun dan dimanapun, di jalan raya, bandara, stadion olahraga, bahkan dalam rumah kita sendiri konsumsi hadir sebagai solusi bagi seluruh permasalahan (Soedjatmiko Haryanto, 2007:13). Konsumtif biasanya menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi atau memiliki suatu barang secara berlebihan yang sebenarnya kurang diperlukan atau bukan menjadi kebutuhan pokok (Ahmad Hikamuddin, 2013).
Perilaku konsumtif menurut Ujang Sumarwan (2011: 5) adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa yang ada. Sedangkan menurut Lubis (Sumartono, 2002: 117) perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Perilaku konsumtif juga diartikan sebagai perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling
(16)
2
mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik (Triyaningsih, 2011, 172- 177).
Adapun menurut Sari dalam Imam Hoyri Shohibullana (2014: 2) menggambarkan perilaku konsumtif sebagai adanya ketegangan antara kebutuhan dan keinginan manusia. Perilaku konsumtif adalah perilaku yang suka membelanjakan uang dalam jumlah yang besar. Perilaku konsumtif menimbulkan dampak positif dan negatif baik yang dirasakan konsumen itu sendiri maupun pihak lain (Bambang Prishardoyo, 2005: 48)
Menurut penjelasan beberapa sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan karena adanya keinginan yang tidak rasional untuk mencapai kepuasanyang maksimal.
Perilaku konsumen dimaknai sebagai proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya (Ristiyanti dan John Ihalauw Prasetijo, 2005:15). Konsumerisme merupakan sikap atau perilaku suka membeli barang untuk mendapatkan prestise atau gengsi tertentu, tanpa memperhatikan kegunaannya. Perilaku seperti ini lebih mendahulukan pemenuhan keinginan dengan gaya hidup mewah daripada pemenuhan kebutuhan pokok (Y. Sri Pujiastuti & Suparno Tamtomo, 2007: 123).
Di dalam masyarakat Indonesia muncul kebutuhan-kebutuhan semu yang kemudian membuat masyarakat senang menikmati dan mengambil apa
(17)
3
saja, daya kritis masyarakat menjadi semakin pudar serta gemar mempercepat proses dan menyukai hal-hal yang berbau instan dan cepat. Ketiga hal tersebut yang menandai konsumerisme (Soedjatmiko Haryanto, 2007: 8). Masyarakat perkotaan cenderung melakukan sifat-sifat konsumerisme akibat berbagai tawaran baik melalui media massa, media elektronik seperti televisi, radio, internet maupun berbagai barang yang ditawarkan di pusat perbelanjaan dan pusat-pusat modern.
Perilaku-perilaku yang mengikuti trend, dan tuntutan sosial cenderung menimbulkan pola konsumsi yang berlebihan. Fashion selalu berubah, perkembangan fashion akan selalu berjalan (Hemphill & Suk 2009: 5). Sehingga hal tersebut akan terus menuntut rasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya, dan mendorong untuk selalu mengkonsumsinya karena takut ketinggalan. Akibatnya seseorang tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli produk fashion. Mereka cenderung membeli produk fashion yang mereka inginkan, bukan yang mereka butuhkan, secara berlebihan dan tidak wajar, ini dapat digambarkan sebagai perilaku konsumtif. Berbelanja dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa, akan tetapi apabila dilakukan secara berlebihan dan mengidentifikasikan sebagai suatu perilaku yang merugikan (Schiffman, G.L,.& Kanuk, L.L, 2011: 4).
Sumardjo dalam Ajeng Kania (2007) mengatakan gaya berpikir dan perilaku orang konsumtif ibarat benalu, suka mengisap daya hidup orang lain. Mereka cenderung bersifat boros, tidak bisa berhemat, dan kerjanya suka menghabiskan. Hal tersebut bertolak belakang dengan karakter manusia produktif yang suka berhemat, pekerja keras, dan menghasilkan sesuatu.
(18)
4
Raymond Tambunan (2001) menyatakan bahwa seseorang yang kerap membelanjakan uang lebih besar dari penghasilan, dapat dipastikan akan terperosok dalam jeratan hutang. Menurut beberapa paparan dari berbagai sumber di atas ketika berbelanja, orang yang berpola hidup konsumtif umumnya sulit mengendalikan keinginan untuk membeli. Begitu pula perilaku konsumtif terjadi pada siswa SMA, perilaku konsumtif ini cenderung mengarah kepada hal negatif. Siswa yang berperilaku konsumtif cenderung bersikap menuntut dan meminta, karena perilaku konsumtif sendiri bertentangan dengan perilaku produktif yang mengandalkan potensi diri. Siswa yang produktif akan mampu berkreasi dan berinovasi, dan mampu menciptakan sesuatu untuk orang lain sehingga cenderung bersikap tangguh dan mandiri.
Sumartono (2002: 11) mengatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Menurut Santrock (2003: 26) masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun. Ciri-ciri remaja bersifat ingin tahu, mencoba, dan bereksperimen. Remaja sangat memperhatikan badannya sendiri. Ia senang berdandan dan berkaca berjam-jam. Rasa kesetiakawanan dengan kelompok sebayanya tumbuh kuat (Martono, 2008: 69).
Menurut Loudon & Bitta (Sintiche Ariesny Parma, 2007: 31) remaja merupakan kelompok yang berorientasi konsumtif karena remaja suka mencoba hal-hal yang baru, tidak realistis dan cenderung boros.
(19)
5
Menurut Erick Erickson (Rita Eka Izzaty.,dkk, 2008: 153) hal tersebut merupakan salah satu bentuk usaha untuk mencari jati diri mereka yang sesungguhnya. Selain itu, menurut Raymond Tambunan (2001) kelompok usia remaja biasanya memiliki karakteristik mudah terbujuk, suka ikut-ikutan teman, mudah tertarik pada fashion, tidak realistis, tidak hemat, dan impulsif. Hal ini didukung dari cara berpikir remaja yang idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrty (hypokrit: kepura-puraan) dan kesadaran diri akan konformis (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008:153). Beberapa pendapat tersebut menyatakan bahwa remaja rentan terpengaruh oleh sifat konsumtif karena ada keinginan untuk selalu tampil menarik dengan mengikuti trend fashion yang sedang berlaku.
Perilaku konsumtif yang dilakukan oleh remaja sebenarnya tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial remaja dalam berinteraksi dengan kelompoknya. Seseorang membutuhkan pengakuan dari orang lain terhadap faktor psikologis internal yang melekat pada dirinya, seperti kebutuhan untuk dihormati, kebutuhan untuk disegani, kebutuhan untuk dipatuhi. Kebutuhan tersebut meluas untuk memiliki posisi tertentu di masyarakat (Mulyadi Nitisusastro, 2012:49). Lingkungan sosial yang dimaksud adalah lingkungan dimana para remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman-temannya salah satunya lingkungan sekolah (Papalia, D E., dkk, 2002: 267).
Laursen (2005: 137) menandaskan bahwa teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pada masa-masa remaja. Penegasan Laursen dapat dipahami karena pada kenyataannya remaja dalam masyarakat modern seperti sekarang ini menghabiskan sebagian besar
(20)
6
waktunya bersama dengan teman sebaya mereka . Adapun menurut Rita Eka Izzaty dkk., (2008: 152) perkembangan fisik dan psikoseksual, masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik yang khas pada remaja laki-laki dan perempuan yang berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya
(peergroup) daripada orangtua satu keluarga.
Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003: 219). Remaja belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses menyatukan diri ke dalam aktivitas teman sebaya yang dilakukan. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian paling besar dalam kehidupannya. Penelitian yang dilakukan Buhrmester (Santrock, 2004: 414) menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan remaja dengan teman sebaya meningkat secara drastis. Anak-anak menghabiskan semakin banyak waktu dalam interaksi teman sebaya pada pertengahan masa anak-anak serta masa remaja (Santrock, 2003:220). Suatu penelitian menyebutkan anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya 10% dari satu hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun dan lebih dari 40% pada usia 7 sampai 11 tahun (Barker & Wright dalam Santrock, 2003: 220).
Di usia remaja, interaksi sosial yang dilakukan lebih kompleks. Remaja merasa dirinya harus masuk ke dalam suatu kelompok, tempat dia belajar rasa percaya diri dan merasa memiliki tempat dalam kelompok tersebut (Taufiq Rohman Dhohiri, 2007:16). Dalam interaksi soaial remaja
(21)
7
dengan teman sebaya, keputusan yang menentukan merupakan hasil perbincangan antar mereka. Teman dan unsur-unsur sosial lainnya akan memuji beberapa bentuk perilaku tertentu dan membatasi maupun menghukum perilaku lainnya (Singgih D. Gunarsa & Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, 2008: 214). Nilai-nilai dan norma-norma yang muncul dalam interaksi akan mengatur tingkah laku, menambah penguasaan diri atas munculnya perilaku yang dapat diterima lingkungannya. Interaksi yang sukses dengan teman sebaya memerlukan komunikasi dan ketrampilan yang khusus, seperti memperkasai interaksi, memelihara hubungan, dan menyelesaikan konflik (Sri Esti W. D., 2006: 79).
Adanya hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif didukung oleh hasil penelitian Zumita Hanafie (2014), mengenai hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif siswa kelas X SMAN 4 Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara konformitas dengan perilaku konsumtif remaja terhadap produk distro. Hal ini ditunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,383 dan p = 0.000 (p < 0.05), artinya semakin tinggi konformitas, maka semakin tinggi perilaku konsumtif remaja terhadap produk distro. Sebaliknya, semakin rendah konformitas yang dimiki siswa sebagai remaja maka semakin rendah pula perilaku konsumtif terhadap produk distro.
Penelitian Zumita (2014) juga didukung oleh Rinata (2010) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat pendidikan dan lingkungan sosial dengan perilaku konsumtif masyarakat desa Tumpuk Kepuh, Kabupaten Blitar. Berdasarkan uji hipotesis pada variabel lingkungan
(22)
8
sosial (interaksi sosial) sebesar 5,391 > 1,665, artinya semakin tinggi tingkat interaksi sosial masyarakat, semakin mudahnya masyarakat dalam mengakses informasi, komunikasi, serta transportasi maka akan menjadi cenderung berperilaku konsumtif. Perbedaan penelitian Rinata (2010) dengan penelitian yang dilakukan fokus pada variabel interaksi teman sebaya.
Penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Farida Aryani (2014) tentang Peran Peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja di SMA Negeri 7 Kota Bandung bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja ditunjukan dalam lima aspek yaitu sebagai sarana mencapai kekompakan peergroup, syarat untuk diterima dalam
peergroup, memberikan penilaian bagi penempilan remaja, memberi
pengetahuan baru mengenai suatu produk dan sifat dominasi untuk memberikan pengaruh. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat beberapa hal yang mendorong siswa masuk dalam peergroup. Kebiasaan remaja bersama teman sebayanya ternyata dapat membentuk gaya hidup konsumtif.
Dari ketiga penelitian sebelumnya terlihat bahwa faktor interaksi teman sebaya ada hubungannya dengan perilaku konsumtif remaja. Pada penelitian Zumita Hanafie (2014) variable konformitas berkaitan dengan variabel interaksi yang akan diteliti karena konformitas merupakan bentuk interaksi itu yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat di mana dia tinggal (Juju Maryati, Kun &
(23)
9
Suryawati, 2001:121). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rinata (2010) dengan variabel lingkungan sosial berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Menurut Jonny Purba (2005: 16) kesinambungan kehidupan dalam lingkungan sosial tercipta karena keberhasilan interaksi-interaksi manusia dengan lingkungan. Sehingga dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dijadikan acuan untuk meneliti hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif, peneliti lebih memfokuskan pada variabel interaksi teman sebaya di lingkungan remaja.
Berdasarkan latar belakang dan ulasan di atas, didukung dengan fenomena-fenomena serta fakta-fakta yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai adanya kecenderungan perilaku konsumtif remaja, maka pada penelitian ini akan mengambil remaja yang bersekolah di SMAN 6 Yogyakarta. Observasi telah dilakukan di SMAN 6 Yogyakarta pada tanggal 17 Maret 2015, yang berlokasi di Jl.C.Simanjuntak No.2, Yogyakarta. Latar belakang peneliti memilih sekolah ini karena letak sekolah yang berada di pusat kota dapat menggambarkan gaya hidup remaja di perkotaan. Menurut hasil wawancara guru BK SMAN 6 Yogyakarta keadaan ekonomi orang tua murid menunjukkan ekonomi dengan kelas menengah keatas. Beliau juga menuturkan hanya ada 11 murid yang mendapatkan beasiswa KMS, sedangkan rata-rata uang saku siswa berkisar dari 600.000 – 1.500.000 per
(24)
10
bulan, dengan data yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi siswa tergolong tinggi.
Siswa mengatakan uang saku mereka sebagian besar dihabiskan untuk jajan, nongkrong, membeli perlengkapan sekolah, mengikuti fashion dan membeli gadget, hanya sedikit sisanya untuk ditabung. Ditinjau dari aspek-aspek perilaku konsumtif menurut Hidayati (Sumartono, 2002) yaitu : motivasi, pengalaman dan proses belajar, kepribadian dan konsep diri, kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial, kelompok referensi, dan keluarga dapat disimpulkan bahwa hampir rata-rata siswa tersebut berperilaku konsumtif, ditunjukkan dari gaya hidup siswa yang selalu mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, terutama trend gadget yang sedang berkembang. Rata-rata siswa yang sering berganti-ganti aksesoris dan perlengkapan sekolah yang dipakai, jajan di sekolah yang berlebihan, bahkan menurut pengakuan guru BK siswanya lebih memilih jajan di KFC dibandingkan kantin yang disediakan sekolah.
Berdasarkan data yang didapat di SMAN 6 Yogyakarta, interaksi antar teman sebaya yang menciptakan suatu kelompok-kelompok yang terjadi di sekolah tidak didasarkan atas status sosial ekonomi ataupun kepemilikan barang yang dimiliki, namun klik antar siswa tetap timbul karena sesuai dengan karakteristik remaja. Walaupun klik atas dasar status ekonomi tidak terjadi namun siswa mengaku apabila ada temannya yang tidak memiliki barang-barang yang sedang trend maka mereka akan disindir, budaya ikut-ikutan teman dengan kepemilikan barangnya juga terjadi di sekolah ini. Menurut keterangan siswa tersebut menunjukan di SMA ini interaksi teman
(25)
11
sebaya ada kaitannya dengan perilaku konsumtif. Dan diperkuat dengan bukti bahwa banyak siswa yang menggunakan barang-barang branded yang harga terbilang cukup mahal.
Mereka mengikuti gaya bergaul sesuai dengan tingkat ekonomi mereka, dan saling menunjukkan penampilan yang dipandang sesuai dengan standar ekonomi mereka. Guru BK mengatakan tidak ada penyimpangan yang dilakukan siswa dalam memenuhi keinginannya untuk memiliki suatu barang tertentu karena faktor ekonomi siswa yang telah terpenuhi, namun beberapa tahun lalu memang kasus pencurian karena siswa ingin memiliki laptop milik pernah terjadi di sekolah ini. Berdasarkan uraian di atas terdapat kecenderungan siswa yang berperilaku konsumtif sebagai upaya penerimaan lingkungan sosialnya, sehingga berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui hubungan interaksi teman sebaya terhadap perilaku konsumtif di SMAN 6 Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar Belakang tersebut diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :
1. Perkembangan teknologi dan informasi berdampak pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat, salah satunya budaya konsumerisme masyarakat.
2. Perilaku konsumtif remaja dapat menimbulkan efek negatif bagi remaja.
(26)
12
3. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh kelompoknya sehingga remaja berusaha menjadi sama dengan kelompoknya tersebut.
4. Ketika remaja bergaul dengan teman sebayanya, banyak pengaruh dari teman sebaya yang dapat mempengaruhi perilaku remaja.
5. Belum diketahui hubungan interaksi teman sebya dengan perilaku konsumtif di kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka peneliti membatasi pada belum diketahuinya hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif di kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang dipaparkan diatas, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif di kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.
E. Tujuan Penelitian
Bedasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif di kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.
(27)
13 F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang memperkaya kajian teori dan riset bimbingan dan konseling terhadap mahasiswa khususnya tentang interaksi teman sebaya dan perilaku konsumtif siswa serta dapat dijadikan bahan pertimbangann pada penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada orang tua pada khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai fenomena negatif yang dihasilkan dari perilaku konsumtif pada remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan konselor dapat memahami adanya hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif siswa, sehingga dapat memaksimalkan pemberian layanan dan pemberian bantuan bagi para siswa.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru BK atau bahkan bagi orang tua murid dalam mengarahkan anak-anak mereka yang berada dalam fase remaja. Pengarahan ini memiliki maksud agar remaja terhindar dari perilaku konsumtif yang disebabkan oleh interaksi teman sebaya ke dalam perilaku positif yang lebih bermanfaat.
(28)
14 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori Remaja
1. Pengertian Remaja
Kata remaja diterjemahkan dari kata dalam bahasa Inggris adolescene atau adolecere (bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. Dalam pemakaiannya istilah remaja dengan adolecen disamakan. Adolescene maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Hurlock (Rita Eka Izzaty dkk., 2008: 124) menyatakan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan berakhir di enam belas tahun atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum.
Santrock (2007: 20) mengartikan masa remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio- emosional. Larson (Santrock, 2007: 20) menyatakan bahwa tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang berada di periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang mengalami
(29)
15
perubahan-perubahan, yaitu perubahan biologis, kognitif dan sosio- emosional, untuk mempersiapkan masa dewasa.
2. Rentang Usia Remaja
Monks, F.J. (2006: 263-264) menjelaskan bahwa masa remaja terjadi pada kisaran usia 12 hingga 21 tahun dan pada usia 10 – 12 tahunmerupakan masa pra-remaja. Dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Usia 10-12 tahun : masa pra-remaja atau pra-pubertas b. Usia 12- 15 tahun : masa remaja awal atau masa pubertas c. Usia 15- 18 tahun : masa remaja pertengahan
d. Usia 18- 21 tahun : masa remaja akhir
Sedangkan menurut Glimer (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2000: 73) menyebutkan masa adolesence terdiri atas tiga kurun waktu, yaitu:
a. Preadolosen dalam kurun waktu 10- 13 tahun
b. Adolosen awal dalam kurun waktu 13- 17 tahun
c. Adolosen akhir dalam kurun waktu 18- 21 tahun
Demikian juga menurut Wukeringlon (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2000: 73) mengatakan remaja terdiri dari dua fase yang disebut :
a. Preadolesence, berkisar usia 12- 15 tahun
(30)
16
Pendapat yang dipaparkan beberapa tokoh diatas memang berbeda-beda rentang waktunya namun dpat disimpulkan bahwa rentang usia remaja berkisar dari 12 tahun samapi 21 tahun, dan dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tahap yaitu tahap remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir.
3. Aspek Perkembangan Remaja
a. Perkembangan Fisik dan Psikososial
Masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Perrtumbuhan perkembangan fisik pada akhir masa remaja menunjukkan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi percepatan pertumbuhan sehingga pada masa ini sering ada beberapa istilah untuk pertumbuhan fisik remaja: The Onset of Pubertal Growth Spurt (masa krisis dari perkembangan biologis) serta The Maximum Growth Age, berupa: Perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi, dan berat badan, proporsi muka dan badan (Rita Eka dkk., 2008:127).
Adanya pecepatan pertumbuhan remaja berimplikasi pada perkembangan spikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya (peer group) daripada orangtua atau keluarga. Disamping itu juga remaja pada waktu itu diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab sebagai orang dewasa, namun
(31)
17
karena belum memiliki pengalaman sebagai orang dewasa, sehingga sering mengalami kegagalan (Rita Eka dkk., 2008:127). b. Perkembangan Kognitif Remaja
Menurut Piaget (Rita Eka Izzaty 2008 : 34) Perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf serta adaptasi pada lingkungan sekitar. Piaget menggunakan 5 istilah untuk menggambarkan dinamika perkembangan kognitif yaitu :
1) Skema, merupakan pola berpikir yang orang gunakan untuk mengatasi situasi tertentu di lingkungan, sehingga manusia belajar dari apa yang mereka lihat.
2) Adaptasi, adalah proses menyesuaikan pikiran dengan memasukkan informasi baru ke dalam pemikiran individu. 3) Asimilasi, berarti memperoleh informasi baru dan
memasukkannya ke dalamm skema sekarang sebagai respon dari rangsangan lingkungan yang baru.
4) Akomodasi, meliputi penyesuaian pada informasi baru dengan menciptakan skema baru ketika skema lama tidak berhasil. Selama dinamika akomodasi, manusia dapat menyusun pemahamannya tentang dunia secara berbeda, dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
5) Equilibration, diartikan sebagai kompensasi terhadap gangguan
eksternal. Perkembangan intelektual berperan penting untuk menciptakan struktur kognitif yang lebih baik.
(32)
18 c. Perkembangan Emosi
Pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai & topan (strom and stress) Heightened Emotionally, yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak. Meningginya emosi terutama terutama karena remaja mendapat terjangan sosial dan menghadapi kondisi baru, karena selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Kepekaan emosi yang meningkat sering diwujudkan dalam bentuk remaja lekas marah, suka menyendiri dan adanya kebiasaan nervous, seperti gelisah, cemas dan sentimen, mengigit kuku dan garuk-garuk kepala (Rita Eka dkk., 2008: 135).
4. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja, seperti masa-masa sebelumnya memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelum dan sesudahnya Hurlock (Rita Eka Izzaty dkk., 2008: 124) menjelaskan ciri-ciri tersebut sebagai berikut:
a. Masa remaja sebagai periode penting, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku dan akibat jangka panjangnya, juga akibat fisik dan akibat psikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perekembangan mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.
(33)
19
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.
c. Masa remaja sebagai masa perubahan, selama masa remaja terjadi perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Menurut Hurlock, ada 4 macam perubahan yaitu: meningginya emosi; perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan; berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap abivalen terhadap setiap perubahan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, pada masa ini meraka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti pada masa sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk menunjukkan siapa diri dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.
e. Usia bermasalah, karena pada masa remaja pemecahan masalah sudah tidak seperti masa sebelumnya yang dibantu oleh orangtua dan gurunya. Setelah remaja masalah yang dihadapi akan diselesaikan secara mandiri, mereka menolak bantuan dari orangtua dan guru lagi.
(34)
20
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan. Karean pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik atau bersifat negatif. Stereotip demikian mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya, dengan demikian menjadikan remaja sulit melakukan peralihan menuju masa dewasa. Pandangan ini juga sering menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang dewasa.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja cenderung memandangn dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya, lebih-lebih cita-citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila diinginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berpikir rasional remja memandang diri dan orang lain semakin realistik.
h. Masa remja sebagai ambang masa dewasa, menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat-obatan dll, yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang diinginkan.
(35)
21
5. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan masa remaja yang haru dilalui dalam masa itu, menurut Havighurst (Rita Eka dkk., 2008: 126), adalah sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
e. Mempersiapkan karier ekonomi.
f. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegnagan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
B. Kajian Teori Konsumtif 1. Pengertian Konsumtif
Perilaku konsumtif menurut Ujang Sumarwan (2011: 5) adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses spsikologis yang terus mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa yang ada.
Sciffman & Kanuk (dalam Ujang Sumarwan, 2011: 4) mengatakan individu berperilaku konsumtif karena individu
(36)
22
(konsumen) dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau subyektif seperti status, harga diri, perasaan cinta dan lain sebagainya. Konsumen yang dipengaruhi oleh motif emosional tidak mempertimbangkan apakah barang yang dibelinya sesuai dengan standar atau kualitas yang diharapkannya.
Raymond Tambunan (2001) mendefinisikan kata konsumtif (kata sifat), sering diartikan sama dengan konsumerisme. Perilaku konsumtif secara khusus memiliki arti keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasanyang maksimal.
Sumartono (2002: 11) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah tidak rasional lagi. Secara pragmatis perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Artinya belum habis sebuah produk yang dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dan merek lainnya. Atau dapat disebutkan, membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang memakai barang tersebut.
Anggasari (Sumartono, 2002: 118) mengatakan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. (Sumartono, 2002: 188) Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan
(37)
23
segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesengangan semata.
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan perilaku konsumtif adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan karena adanya keinginan yang tidak rasional untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
2. Jenis-jenis Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan antara berbagai merek, menurut Kotler, Gary., Philip & Armstrong (2008: 177-179) dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Perilaku membeli yang kompleks
Merupakan perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi yang bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli, dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan merek yang lain. Pembeli ini akan melalui proses belajar, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produknya, lalu sikap, dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan masak-masak.
(38)
24
b. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
Perilaku membeli yang semacam ini terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Dalam hal ini setelah pembelian konsumen mungkin mengalamiketidakcocokan pasca pembelian (merasa tidak nyaman setelah membeli) ketika mereka menemukan kelemaham-kelemahan tertentu dari merek yang ia beli ataupun karena mendengar hal-hal bagus mengenai merek barang lain yang tidak mereka beli. Namun konsumen akan tetap menyenangi pilihan tersebut karena faktor pemasaran yang menarik.
c. Perilaku membeli karena kebiasaan
Perilaku ini terjadi ketika keterlibatan konsumen terhadap barang yang akan dibeli cenderung rendah dan tidak memperhatikan merek barang yang akan dibeli. Dalam kaus-kasus semaam ini, perilaku konsumen tidak melewati urutan keyakinan, sikap, perilaku yang biasa dilakukan oleh konsumen. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai suatu merek, tidak mengevaluasi mere-merek tersebut, dan tidak mengambil keputusan yang berarti terhadap merek barang yang akan dibeli. Pengaruh media seperti televisi dan majalah sangat bepengaruh dalam hal ini sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan membeli hanya berdasarkan iklan media masa yang bisa dilihat.
(39)
25
d. Perilaku membeli yang mencari variabel
Pelanggan menjalankan perilaku membeli yang mencari variasi berada dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti, dan sering berganti merek. Konssumen mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Penggantian merek terjadi demi variasi dan bukan untuk kepuasan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis perilaku konsumsi atau perilaku membeli antara lain adalah perilaku membeli yang kompleks, yang mengurangi ketidakcocokan, karena kebiasaan dan yang mencari variasi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002: 100) secara kondisional munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh tiga hal yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi proses belajar, kepribadian dan konsep diri.
1) Motivasi dan Harga Diri
Motivasi merupakan pendorong perilaku seorang yang didasari oleh dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperolrh keputusan, sedangkan harga diri berpengaruh pada perilaku membeli, dimana motif
(40)
26
pembelian berkaitan dengan perasaan atau emosi individu seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan.
2) Pengamatan dan Proses Belajar
Sebelum seseorang mengambil suatu keputusan untuk membeli suatu produk, ia akan mendasarkan keputusannya pada pengamatan yang dilakukan atas produk tersebut. Pengamatan adalah suatu proses dimana manusia menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Proses belaja pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen ingin menganggapi dan memperoleh suatu keputusan, atau sebaliknya, tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik, sehingga konsumen dalam proses pembeliannya selalu mempelajari sesuatu.
3) Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola sifat individu yang dpaat menentukan tanggapan dan cara untuk bertingkah laku. Terutama sebagaimana tingkah lakunya dapat dijelaskan oleh orang lain dengan cara yang cukup konsisten. Sedangkan konsep diri dapat menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek, image penjual atau tujuan pengiklanan. Konsep diri tidak dibatasi keinginan fisik tetapi termasuk juga hal-hal lain seperti kekuatan kejujuran, rasa humor, keadilan, kejahatan, dan sebagainya.
(41)
27 b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok- kelompok sosial dan referensi serta keluarga.
1) Kebudayaan
Lina dan Rosyid (Sumartono, 2002: 103) mengatakan kebudayaan yang tercermin dalam cara hidup, kebiasaan dan tindakan dalam permintaan bermacam-macam barang di pasar sangat mempengaruhi perilaku konsumen. Kebhinekaan kebudayaan dalam suatu daerah, banyaknya kelompok etnik akan membentuk pasar dan perilaku yang berbeda-beda, bahkan pengaruh kebudayaan yang kuat terhadap perilaku membeli telah dibuktikan oleh Loudon (Sumartono, 2002: 103) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa perilaku membeli dapat diramalkan dari nilai-nilai budaya yang dipegang oleh konsumen.
2) Kelas Sosial
Zaltman (Sumartono, 2002: 104) berpendapat bahwa sebuah kelas sosial merupakan suatu kelompok orang-orang yang memiliki tingkat-tingkat prestise, kekuasaan, dan kekayaan yang sama, dan memiliki sejumlah keyakinan, sikap, dan nilai-nilai yang berhubungan dengannya, dalam pemikiran dan perilaku mereka. Kelas sosial dapat menimbulkan pengaruh penting atas pola pembelian, atau pembelian-pelian produk.
(42)
28 3) Kelompok-kelompok Sosial
Interaksi sesesorang di dalam kelompok sosial akan berpengaruh langsung pada pendapat dan seleranya, sehingga akan mempengaruhi pemilihan produk atau merek barang. 4) Kelompok Referensi
Kelompok referensi lebih kuat pengaruhnya pada seseorang karena akan membentuk kepribadian dan perilakunya. Kelompok ini sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.
5) Keluarga
Keluarga merupakan sebuah lembaga sosial penting, maka dapat dikatakan bahwa keluarga seorang individu merupakan sebuah kelompok referensi penting. Keluarga dicirikan oleh adanya interaksi tatap muka yang frekuen, antara angggota keluarga masing-masing bereaksi.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa banyak hal yang mempengaruhi individu berperilaku konsumtif, diantaranya faktor dari dalam maupun dari luar individu. Faktor dari dalam diri individu yaitu: motivasi, pengamatan, kepribadian, dan konsep diri serta sikap. Sedangkan faktor dari luar individu yaitu: kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial, kelompok referensi dan keluarga. Faktor-faktror tersebut merupakan kesatuan yang memberi pengaruh terhadap tingkat konsumtif individu.
(43)
29 4. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif
Aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Hidayati (2001), antara lain:
a. Impulsif
Sikap konsumtif terjadi semata-mata karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba atau keinginan sesaat. Dilakukan tanpa terlebih dahulu membuat perencanaan, pertimbangan, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan bersifat emosional.
b. Pemborosan
Salah satu indikator perilaku konsumtif yang paling menonjol pada aspek ini adalah berlebih-lebihan, selain itu menjelaskan perilaku konsumtif sebagai perilaku membeli yang menghamburkan banyak dana sehingga menimbulkan pemborosan.
c. Mencari kesenangan (pleasure seeking)
Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli sesuatu yang dilakukan hanya karena semata-mata untuk mencari kesenangan.
d. Mencari kepuasan (satisfaction seeking)
Perilaku konsumtif didasari pada keinginan untuk selalu lebih dari pada yang lain, selalu tidak ada kepuasan dan usaha untuk memperoleh pengakuan serta biasanya diikuti dengan rasa bersaing yang tinggi.
(44)
30
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah impulsif, pemborosan, mencari kesengangan (pleasure seeking) dan mencari kepuasan (satisfaction seeking).
5. Indikator Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002: 119) indikator perilaku konsumtif adalah: a. Membeli produk karena iming-iming hadiah
Individu membeli suatu karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut.
b. Membeli produk karena kemasannya menarik
Suatu barang yang dikemas dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik membuat individu termotivasi untuk membeli barang tersebut hanya karena kemasannya rapi dan menarik.
c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi
Individu membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri, karena individu memiliki keinginan membeli yang tinggi untuk selalu terlihat menarik dan berbeda bagi orang lain. d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar
manfaat atau kegunaannya)
Individu cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah untuk menandakan adanya kehidupan yang mewah.
(45)
31
Suatu produk dapat memberikan simbol status sifat eksklusif kepada penggunanya dengan barang yang mahal dan hal tersebut memberikan kesan bahwa individu tersebut berasal dari kelas sosial yang tinggi.
f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankannya
Individu cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk penggunaan segala sesuatu yang digunakan oleh tokoh idolanya, sehingga individu cenderung memakai dan mencoba produk yang dipakai dan diiklankan oleh tokoh idolanya tersebut.
g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi
Individu sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya dengan iklan bahwa produk tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda)
Individu cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk yang sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulakan bahwa indikator perlaku konsumtif yaitu: Membeli produk karena iming-iming hadiah, Membeli produk karena kemasannya menarik, Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi,
(46)
32
Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankannya, Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).
C. Kajian Teori Interaksi Teman Sebaya 1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya
a. Pengertian Interaksi
Chaplin (2006: 71) mengatakan bahwa interaksi adalah satu pertalian sosial antara individu sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Homans (Muhammad Ali & Mohammad Asrori, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans (Muhammad Ali & Mohammad Asrori, 2004: 87) tersebut mengartikan bahwa suatu tundakan yang dilakukan oleh individu dalam interaksi merupakan suatu tundakan stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
(47)
33
Thibaut dan Kelley (Muhammad Ali & Mohammad Asrori, 2004: 87) mengemukakan bahwa interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama. Mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Pendapat Thibaut dan Kelley ini menjelaskan tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.
Menurut Shaw (Ali & Asrori, 2004:87) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain.
Monks, F.J. (2006: 187) mengemukakan bahwa interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan sahabat. Hubungan ini memiliki sifat-sifat yaitu saling pengertian, saling membantu, saling percaya, saling menghargai dan menerima. Interaksi teman sebaya merupakan bentuk hubungan sosial yang terjadi diantara siswa. Ketika berinteraksi timbul reaksi sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di kalangan siswa. Reaksi tersebutlah yang menyebabkan seorang siswa menjadi tambah luas pengetahuan dan sekaligus menjadi pengalaman bagi dirinya di masa yang akan datang. Jika siswa memiliki teman yang suka
(48)
34
belanja maka dia akan mengikuti dan melakukan seperti temannya tersebut.
Menurut Soerjono Soekanto (2007: 100) seseorang dalam memberikan reaksi atas perbuatan atau tindakan orang lain, mempunyai kecenderungan untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, serta masing-masing orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi perilaku satu sama lain.
b. Pengertian Teman Sebaya
Teman Sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Remaja akan menerima umpan balik dari teman sebaya mengenai kemampuan-kemampuan mereka dan belajar tentang apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama baiknya atau bahkan lebih buruk dari apa yang dilakukan remaja lain (Santrock, 2003:55). Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memiki yang penting dalam situasi sekolah. Kelompok teman sebaya juga merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar yang berkaitan dengan kerja dan prestasi yang dibentuk. Di sekolah, remaja biasanya menghabiskan waktu bersama-sama paling sedikit enam jam setiap harinya (Santrock,2007: 232-270).
(49)
35
Horrock dan Benimoff (Arif Muhammad Ammar, 2014: 10) kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata kawula muda yang menyiapkan panggung dimana mereka dapat menguji, merumuskan, dan memperbaiki konsep dirinya. Dalam kelompok inilah mereka dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan tidak dapat memaksakan dunia dewasa yang ingin dihindarinya. Chaplin (2006: 89) mengatakan bahwa teman sebaya atau peer adalah teman seusia, sesama, baik secara sah maupun tidak. Sedangkan kelompok teman sebaya atau peer group adalah suatu kelompok dimana anak mengasosiasikan dirinya.
Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa teman sebaya adalah individu dengan tingkat usia yang sama, membentuk kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dalam suatu kontak sosial.
c. Pengertian Interaksi Teman Sebaya
Interaksi teman sebaya adalah kedekatan hubungan pergaulan kelompok teman sebaya serta hubungan antar individu atau anggota kelompok yang mencakup keterbukaan, kerjasama, dan frekuensi hubungan Partowisastro (Ahmad Asrori, 2009: 35).
Pierre (Ahmad Asrori, 2009: 35) menjelaskan bahwa interaksi teman sebaya adalah hubungan individu pada suatu kelompok kecil dengan rata-rata usia yang hampir sama/ sepadan. Masing-masing individu mempunyai tingkatan kemampuan yang berbeda-beda. Mereka menggambarkan beberapa cara yanng
(50)
36
berbeda untuk memahami satu sama lainnya dengan bertukar pendapat.
David, Roger dan Spencer (Ahmad Asrori, 2009:35) menyatakan bahwa interaksi teman sebaya sebagi suatu pengorganisasian individu pada kelompok kecil yang mempunyai kemampuan bereda-beda dimana individu tersebut mempunyai tujuan yang sama.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa interkasi teman sebaya adalah suatu hubungan sosial antarindividu yang mempunyai tingkatan usia yang hampir sama, serta di dalamnya terdapat keterbukaan, tujuan yang sama, kerjasama serta frekuensi hubungan dan individu yang bersangkutan akan saling mempengaruhi.
2. Ciri-ciri Interaksi Teman Sebaya
Widradini (Ahmad Asrori, 2009: 36) menjelaskan bahwa dalam interaksi teman sebaya terdapat perubahan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Minat yang beraneka ragam dan tidak tetap kepada minat yang lebih sedikit macamnya dan mendalam.
b. Tingkah laku yang ribut dan damai, banyak berbicara dan adu keberanian kepada tingkah laku yang lebih tenang dan lebih teratur. c. Penyesuaian diri kepada orang banyak ke penyesuaian diri kepada
(51)
37
d. Memandang status keluarganya sebagi sesuatu hal yang tidak penting dalam hal menentukan teman-temannya kepada hal yang memperhatikan pengaruh status ekonomi dari keluarga untuk menentukan pilihan teman.
e. Kencan-kencan yang kadang-kadang diadakan dengan teman-teman yang berganti kepada kencan-kencan dengan sahabat karib yang tetap.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Teman Sebaya Monk’s dan Blair (Ahmad Asrori, 2009: 38) ada beberapa faktor yang cenderung menimbulkan munculnya interaksi teman sebaya pada remaja, yaitu:
a. Umur, konformitas semakin besar dengan bertambahnya usia, teurutama terjadi pada usia 15 tahun atau belasan tahun.
b. Keadaan sekeliling, kepekaan pengaruh dari teman sebaya laki-laki lebih besar dari pada perempuan.
c. Kepribadian ekstrovet, anak-anak yang tergolong ekstrovet lebih cenderung mempunyai konformitas dari pada anak introvet.
d. Jenis kelamin, kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman lebih besar dari pada ank perempuan.
e. Besarnya kelompok, pengaruh kelompok menjadi semakin besar bila besarnya kelompok bertambah.
f. Keinginan untuk mempunyai status, adanya suatu dorongan untuk memiliki status, kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya
(52)
38
interaksi diantara teman sebayanya. Individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat dari dunia orang dewasa.
g. Interaksi orang tua, suasana di rumah yang tidak menyenangkan dan adanya tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.
h. Pendidikan, pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam interaksi teman sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan pengetahuan luas yang akan mendukung dalam pergaulannya.
Teman Sebaya merupakan suatu kenyataan adanya anak yang diterima ataupun ditolak oleh teman sebayanya. Hasman (2006: 23) mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan diterima atau ditolaknya seorang anak dalam berinteraksi dengan teman sebayanya, yaitu:
1) Faktor-faktor yang menyebabkan anak diterima oleh teman sebayanya meliputi:
a) Penampilan (performance) dan perbuatan antara lain berperilaku baik dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
b) Kemampuan berpikir anatara lain mempunyai inisiatif atau ide-ide yang positif dan selalu mementingkan kepentingan kelompok.
c) Sikap, sifat dan perasaan antara lain bersikap sopan, peduli terhadap orang lain, penyabar dan tidak egosentis.
(53)
39
d) Pribadi antara lain bertanggung jawab dan dapat menjalankan pekerjaan dengan baik, menanti peraturan-peraturan kelompok, dan mampu menyesuaikan diri dalam berbagi situasi dan pergaulan sosial.
2) Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang ditolak oleh teman sebayanya, meliputi:
a) Penampilan (performance) dan perbuatan antara lain sering menentang, pemalu, dan senang menyendiri.
b) Kemampuan berpikir antara lain malas.
c) Sikap dan sifat antara lain egosentris, suka melanggar peraturan dan suka menguasai anak lain.
d) Ciri lain antara lain faktor rumah yang terlalu jauh dengan teman-teman sebayanya.
Peneriamaan atau penolakan dalam kelompok teman sebaya meiliki arti penting bagi seorang anak atau remaja yaitu mempunyai pengaruh kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan anak. Seorang anak akan merasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh kelompoknya jika diterima dalam kelompok sebayanya, begitupun sebaliknya bagi anak yang ditolak oleh kelompoknya akan menimbulkan rasa kecewa akibat penolakan dan pengabaian tersebut.
(54)
40
4. Bentuk-bentuk Hubungan Interaksi Teman Sebaya
Santrock (2007: 270) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk hubungan teman sebaya adalah sebagai berikut:
a. Perubahan individual, perubahan individual ini mempunyai fungsi kebersamaan, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, keakraban dan perhatian.
b. Kerumunan (crowd), kerumunan merupakan bentuk interaksi teman sebaya yang terbesar, mereka bertemu karena memuat tujuan yang sama dlam suatu aktivitas.
c. Klik (cliquers), jumlah yang lebih kecil, melibatkan keakraban yang lebih besar diantara anggota yang lebih kohesif dari pada kerumunan. Klik mempunyai ukuran yang lebih besar dan tingkat keakraban yang lebih rendah dari persahabatan.
5. Aspek –aspek Interaksi Teman Sebaya
Partowisastro (Ahmad Asrori, 2009: 42) merumuskan aspek-aspek interaksi teman sebaya sebagai berikut :
a. Keterbukaan individu dalam kelompok, yaitu keterbukaan individu terhadap kelompok dan penerimaan kehadiran individu dalam kelompoknya.
b. Kerjasama individu dalam kelompok, yaitu keterlibatan individu dalam kegiatan kelompoknya dan mau memberikan ide bagi kemajuan kelompoknya serta saling berbicara dalam hubungan yang erat.
(55)
41
c. Frekuensi hubungan individu dalam kelompok, yaitu intensitas individu dalam bertemu anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan dekat.
6. Fungsi Interaksi Teman Sebaya
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dari kelompok kawan sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya (Santrock, 2003: 55). Anak cenderung untuk mengikuti pendapat dari kelompoknya dan menganggap bahwa kelompok itu selalu benar. Kecendurungan untuk bergabung dengan teman sebayanya didorong oleh keinginan untuk mandiri, melalui hubungan teman sebaya anak berfikir, mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima bahkan menolak pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya.
Umar Tirtarahardja (2005: 182) menyebutkan fungsi teman sebaya sebagai berikut:
a. Mengajarkan berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
(56)
42
c. Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dlam kehidupan masyarakat orang dewasa.
d. Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuatan otoritas.
e. Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan baik.
f. Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan (pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu).
g. Memperluas cakrawala pengetahuan anak sehingga ia menjadi orang yang lebih komplek.
7. Jenis Interaksi Teman Sebaya
Anak cenderung melepaskan diri dari ketergantungan terhadap keluarga membuat anak mulai memasuki lingkungan sosial masyarajat yang lebih luas. Anak akan memilih lingkungan yang sesuai dengan kehendaknya dan mulai membentuk suatu kelompok yang memiliki karakteristik anggota yang sama.
Sejalan dengan paparan diatas Hurlock, Elizabeth (2004: 289) membagi kelompok teman sebaya ke dalam beberapa jenis dan karakteristiknya, yaitu:
1) Teman Dekat adalah orang yang memuaskan kebutuhan anak akan teman melalui keberadaannya di lingkungan. Anak dapat mengamati dan mendengarkan mereka tetapi tidak memiliki
(57)
43
interaksi langsung dengan mereka. Mereka bisa terdiri atas berbagai usia dan jenis kelamin.
2) Teman Bermain adalah orang yang melakukan aktivitas yang menyenangkan dengan anak. Mereka bisa terdiri atas berbagai usia dan jenis kelamin yang sama, serta mempunyai minat yang sama. 3) Sahabat adalah orang yang dengannya anak tidak hanya dapat
bermain tetapi justru berkomunikasi melalui pertukaran ide, dan rasa percaya, permintaan nasihat dan kritik. Anak yang mempunyai usia, jenis kelamin dan taraf perkembangan sama lebih dipilih sebagai sahabat.
D. Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Konsumtif Remaja adalah individu yang berada di periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang mengalami perubahan-perubahan, yaitu perubahan biologis, kognitif dan sosio- emosional, untuk mempersiapkan masa dewasa. Masa remaja memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelumnya dan sesudahnya. Ciri dari individu pada masa remaja adalah masa mencari jati diri, yaitu dimana mereka menginginkan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan teman-temannya (Rita Eka Izzaty dkk., 2008: 24). Pada masa mencari jati diri tersebut remaja masih dalam situasi labil dan mudah terpengaruh teman-temannya, ini disebabkan karena remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungannya sehingga dia berusaha menjadi bagian dari lingkungan tersebut. Kebutuhan untuk diakui eksistensinya
(58)
44
tersebut menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai macam atribut yang sedang trend. Mulai dari membelanjakan uangnya untuk membeli, makanan, minuman, pakaian, elektronik, menonton film dan sebagainya. Hal inilah yang menjerumuskan remaja untuk berperilaku konsumtif.
Konsumtif merupakan perilaku dimana timbulnya keinginan untuk membeli barang-barang yang kurang diperlukan untuk memenuhi kepuasan pribadi. Perilaku konsumtif sangat erat kaitanya dengan remaja karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Kecederungan remaja berperilaku konsumtif terkait dengan ciri-ciri perkembangan remaja juga didukung oleh interaksi yang terjadi antara teman-teman sebayanya.
Interaksi yang terjadi dalam kelompok remaja tersebut adalah sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga, dan memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dan mempelajari apakah yang mereka lakukan kurang baik, sama baik atau lebih baik. Dengan begitu, ketika berinteraksi dengan teman sebayanya, remaja dengan remaja lain dapat saling mempengaruhi perilaku satu sama lain. Ketika remaja masuk ke dalam interaksi yang menilai suatu produk atau merek tertentu berharga menurut kelompoknya, remaja akan cenderung mengikuti pendapat dari kelompoknya. Remaja menganggap bahwa kelompok itu selalu benar
(59)
45
karena ia hanya mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompok tersebut.
Hubungan perilaku konsumtif siswa dengan interkasi teman sebaya dapat dianalisi melalui faktor perilaku konsumtif yang berkaitan dengan faktor interaksi teman sebaya. Faktor motivasi dan harga diri berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi interaksi teman sebaya, salah satunya adalah keinginan untuk mempunyai status. Motivasi merupakan perilaku individu yang dilandasi oleh dorongan keinginan yang digunakan untuk mengambil keputusan. Pada faktor interaksi teman sebaya keinginan yang muncul adalah keinginan untuk mencapai status dalam kelompok teman sebaya tersebut. Sedangkan kaitannya dengan harga diri adalah keinginan untuk mencapai status di dalam kelompok ditujukan untuk mendapatkan harga diri.
Faktor kedua dari perilaku konsumtif yang berhubungan dengan faktor interaksi teman sebaya yaitu pengalaman dan proses belajar dengan keadaan sekeliling. Sebelum siswa mengambil keputusan untuk membeli sesuatu, siswa akan mendasarkan keputusanya pada pengalaman dan proses belajar yang ia dapatkan dari keadaan sekitar yaitu lingkungannya. Pengalaman dan Proses belajar akan ia dapatkan bila siswa tersebut melakukan interaksi dengan teman sebaya di lingkungan sekitarnya.
Hubungan faktor perilaku konsumtif yaitu kebudayaan dengan interaksi teman sebaya adalah pada dasarnya kebudayaan masyarakat timbul karena adanya interaksi. Kebudayaan akan lahir, tumbuh dan berkembang karena ada interaksi dalam suatu lingkungan kelompok.
(60)
46
Budaya yang timbul ini tercermin dalam cara hidup, kebiasaan dan tindakan dalam permintaan barang di pasar yang mempengaruhi perilaku konsumtif siswa. Begitu juga dengan faktor eksternal perilaku konsumtif lainnya yaitu: kelas sosial, kelompok-kelompok sosial, kelompok referensi, keluarga pada dasarnya tercipta karena adanya interaksi yang berlangsung antara individu ataupun kelompok. Interaksi seseorang di dalam kelompok akan langsung berpengaruh pada pendapat dan seleranya, sehingga akan mempengaruhi perilaku konsumtif siswa.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan perilaku remaja dapat dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi diantara teman sebayanya. Begitu juga dengan perilaku konsumtif pada remaja dapat dikuatkan oleh interaksi dalam kelompok teman sebaya.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penjelasan teori-teori yang tersbut di atas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan Interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif siswa kelas XI Sman 6 Yogyakarta.
Gambar 1. Hipotesis Penelitian Variabel Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku konsumtif
X
Y
Keterangan:
X : Interaksi Teman Sebaya Y : Perilaku Konsumtif : Arah hubungan
(61)
47 BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan kuantitatif. Hal tersebut berdasarkan anggapan bahwa semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah dalam bentuk angka yang memungkinkan digunakan teknik analisis statistik (Suharsimi Arikunto, 2010: 10). Penelitian kuantitatif ini secara spesifik lebih diarahk1an kepada penggunaan metode korelasional. Suharsimi Arikunto (2010: 4) menjelaskan penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukakan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada.
Penelitian korelasi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah variabel bebas (independent variabel) yaitu interaksi teman sebaya dan variabel terikat (dependent variabel) yaitu perilaku konsumtif.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 6 Yogyakarta yang beralamat di Jalan C. Simanjuntak No. 2, Yogyakarta. Latar belakang peneliti memilih sekolah ini karena lokasi sekolah yang berada di tengah kota dimana terdapat banyak pusat perbelanjaan di sekitar sekolah yang memicu siswa untuk berperilaku konsumtif. Sepanjang informasi yang diterima belum
(62)
48
ada yang melakukan penelitian serupa di tempat ini. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada bulan September.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian menurut Amirin (dalam Muhammad Idrus, 2010: 120) merupakan seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan. Menurut Muhammad Idrus (2010: 121) subjek penelitian adalah individu, benda atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Jadi subjek penelitian adalah seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan atau sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.
1. Populasi
Sugiyono mengemukakan bahwa (2014: 80) populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 6 Yogyakarta yang berjumlah 190.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kelas XI SMAN 6 Yogyakarta Tahun ajaran 2015/2016 yang
(63)
49
berjumlah 190. Peneliti menjadikan kelas XI sebagai populasi penelitian karena sesuai dengan tahap perkembangan masa remaja.
Tabel 1. Distribusi Populasi Penelitian
2. Sampel
Suharsimi Arikunto (2010: 174) berpendapat bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2014: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pemilihan sampel menggunakan jumlah populasi 190.
Pengambilan jumlah sampel menggunakan teknik sampling. Menurut Sugiyono (2014: 81) teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Sugiyono (2014: 81) menyatakan bahwa terdapat berbagai macam teknik sampling yaitu probability sampling
dan non probability sampling. Penentuan subyek penelitian ini karena
yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kelas yang terbagi No Kelas Populasi Jumlah Siswa
1 XI A 25
2 XI B 25
3 XI C 25
4 XI D 25
5 XI E 25
6 XI F 25
7 XI G 20
8 XI H 20
(64)
50
beberapa kelas dan tidak mungkin seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
Penelitian ini menggunakan penentuan sampel dengan
proporsional random sampling. Teknik pengambilan sampel proporsi
atau sampel imbangan ini dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan teknik sampel bersrata atau sampel wilayah. Pengambiln subjek dari tiap strata atau wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing strata atau wilayah.
Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan nomogram Harry King, dalam nomogram Harry King jumlah populasi maksimum 2000 dengan taraf kesalahan yang bervariasi, mulai 0,3 sampai dengan 15% dan faktor pengali yang disesuaikan dengan taraf kesalahan yang ditentukan. Dalam nomogram terlihat untuk confident interval (interval kepercayaan) 80% faktor pengali =0,780; untuk 85% faktor pengalinya =0,785; untuk 95% faktor pengalinya =1,195 dan untuk 99% faktor pengalinya =1,573.
(65)
51
Gambar 2. Nomogram Harry King
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 190 orang, bila tingkat kepercayaan yang dikehendaki adalah 95% maka jumlah sampel yang akan diambil adalah:
n = 190 x (63%) = 120 Keterangan:
*Angka 63% didapat dari nomograf dengan menarik garis lurus melewati angka 190 dengan taraf kesalahan 5%
(66)
52
Berdasarkan perhitungan menggunakan nomogram Harry King jumlah populasi yang berjumlah 190 dengan kesalahan 5% maka jumlah sampelnya 120. Karena populasi diambil dari 8 kelas maka akan dihitung sampel masing-masing kelas dengan cara berikut ini : 120/190 x 25 = 15, 73 x 6 = 94, 73
120/190 x 20 = 12, 63 x 2 = 25, 26
Jumlah total sampelnya adalah 94, 73 + 25, 26 = 119,9 yang dibulatkan menjadi 120 siswa.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Sampel masing-masing kelas
D. Variabel Penelitian
Sugiyono (2010: 61) merumuskan variabel penelitian adalah obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
No Kelas Populasi Jumlah Siswa Sampel
1 XI IPA 1 25 15,73~16
2 XI IPA 2 25 15,73~16
3 XI IPA 3 25 15,73~16
4 XI IPA 4 25 15,73~16
5 XI IPA 5 25 15,73~16
6 XI IPA 6 25 15,73~16
7 XI IPS 1 20 12,63~13
8 XI IPS 2 20 12,63~13
(67)
53 1. Variabel Bebas (Independent)
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,
atencedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas.
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2007: 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi teman sebaya.
2. Variabel Terikat
Variabel ini sering disebut sebagai output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007: 39). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku konsumtif.
E. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional adalah sebagai berikut: a. Interaksi Teman Sebaya
Interkasi teman sebaya adalah suatu hubungan sosial antar individu yang mempunyai tingkatan usia yang hampir sama, serta di dalamnya terdapat keterbukaan, tujuan yang sama, kerjasama serta frekuensi hubungan dan individu yang bersangkutan akan saling mempengaruhi.
(68)
54 b. Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan karena adanya keinginan yang tidak rasional untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
F. Teknik Pengumpulan Data
Suharsimi Arikunto (2010: 192) menjelaskan bahwa metode pengumpulan data sebagai cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, sedangkan data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka. Suharsimi Arikunto (2010: 193) menyebutkan jenis-jenis metode atau instrumen pengumpulan data yaitu tes, angket (questionares), wawancara (interview), observasi, skala bertingkat (rating scale), dan dokumentasi.
Pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode skala. Skala yang digunakan dalam penelitian bertujuan untuk mengungkap adakah hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif. Instrumen penelitian meminta responden untuk menjawab suatu pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban yang tergantung dari data penelitian yang diperlukan peneliti. Penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban yakni Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
(69)
55 G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti, dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2010: 92). Penyusunan instrumen berdasarkan pada definisi operasional yang selanjutnya dijabarkan kedalam butir-butir pernyataan. Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala interkasi teman sebaya dan skala perilaku konsumtif.
1. Skala Interaksi Teman Sebaya
Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa besar interaksi teman sebaya pada siswa. Skala interaksi teman sebaya digunakan untuk mengukur tingkat interaksi teman sebaya pada sampel penelitian, dan disusun berdasarkan aspek interaksi teman sebaya
Skala Interaksi teman sebaya ini disusun berdasarkan definisi operasional mencakup aspek-aspek interaksi teman sebaya yang dikemukakan Partowisatro (Ahmad Asrori, 2009: 42) yaitu aspek keterbukaan individu dalam kelompok, kerjasama individu dalam kegiatan kelompok dan frekuensi individu dalam kelompok. Kisi-kisi skala interaksi teman sebaya sebagai berikut :
(1)
112 Lampiran 8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ITS PK
N 104 104
Normal Parametersa,b Mean 101,5288 81,7115 Std.
Deviation 6,97423 10,19963 Most Extreme
Differences
Absolute ,067 ,084 Positive ,066 ,081 Negative -,067 -,084
Test Statistic ,067 ,084
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d ,069c a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
(2)
113 Lampiran 9. Hasil Perhitungan Analisis Korelasi
Correlations
ITS PK
ITS Pearson
Correlation 1 ,494
**
Sig. (2-tailed) ,000
N 104 104
PK Pearson
Correlation ,494
** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 104 104
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
PK * ITS ,494 ,244 ,690 ,477
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent PK * ITS 104 100,0% 0 0,0% 104 100,0%
(3)
114
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Analisis Korelasional
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean
Square F Sig. PK *
ITS
Between Groups
(Combined) 5108,525 24 212,855 2,999 ,000 Linearity 2618,390 1 2618,390 36,893 ,000 Deviation from
Linearity 2490,134 23 108,267 1,525 ,087 Within Groups 5606,821 79 70,972
(4)
(5)
(6)