Jarir bin Atiyyah Puisi Polemik

162 meninggal dunia pada 713 di masa pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik. Farrukh, 1984: 557. Puisi al-Akhtal secara umum memiliki 5 tema, yaitu: memuji penguasa Bani Umayyah, terutama Abdul Malik bin Marwan, dan memuji orang Arab selatan orang Yaman karena mendukung pemerintah Umayyah ketika menyerang Abdullah bin Zubair; mengajukan hinaan Jarir bin Atiyyah; terhadap kaum Ansar, dan suku Qais dari wilayah Arab Utara karena menjadi pengikut Abdullah bin Zubair. Sebagian puisi al-Akhtal ada yang menggambarkan khamar dan mendeskripsikan binatang ternak terutama sapi di musim dingin.

4.2 Jarir bin Atiyyah

Nama lengkapnya adalah Jarir bin Atiyyah bin Kahfi. Ia dilahirkan di Yamamah pada 650 M dari keturunan penyair pada masa pemerintahan Usman bin Affan Farrukh, 1984: 664-667 . Ia dibesarkan dalam keluarga miskin. Ia mulai menulis puisi sejak usia muda dengan model puisi berbentuk rajaz puisi yang baitnya pendek-pendek, pada masa terjadinya saling hina antara Gassan bin Zuhail dan suku Bani Khatfi. Ia juga selalu menulis puisi yang ia tulis untuk membela diri dan membalas hinaan dari hinaan penyair lain seperti al-Farazdaq dan al-Al-Akhtal yang merendahkan martabatnya. Ia mulai mendapat hadiah ketika menulis puisi pujian untuk Yazid bin Mu’awiyah. Ketika terjadi konflik antara pemerintahan Mu’awiyah dengan Abdullah bin Zubair, Jarir berpihak kepada Zubair dan kaum Ansar. Ia memuji kaum Ansar dan menghina kaum Yaman pendukung pemerintah Mu’awiyah. Ia pindah ke kota Basrah yang saat itu menjadi pusat polemik antara penyair. Ia dipercaya untuk menjadi penyair istana mulai dari periode gubernur Hakam bin Ayyub hingga masa Hajjaj bin Yusuf. Puisi Jarir dikenal sebagai puisi yang sederhana, mudah dipahami dan memiliki gaya yang indah. Dengan puisinya, ia membalas hinaan dari Farazdak yang menuduh Jarir sebagai bangsa budak yang hitam dan bodoh dari Sudan. Sementara itu Jarir pun menghina Al- Farazdaq dengan menuduh bahwa suku Taglib yang merupakan nenek moyang Al-Farazdaq pun adalah suku yang lemah dan bodoh. Wargadinata: 2008: 294. Contoh puisi Jarir membalas hinaan al-Farazdaq: 163  ماحأ ْتع ج ب غت أ ف ا م ت مل لض ل ي  م ئ عأ نم ء ح مه ت ا ج مه ت قي ل ع  ب غت يف ل خ ن طتا ا حأ م م كأ جن ل ف  Walaupun suku Taglib mengumpulkan mimpi-mimpi di hari pertandingan,tetap saja mimpi itu tidak bisa ditimbang karena terlalu ringan  Kamu mendapatkan mereka sangat lemah menghadapi musuh-musuhnya, mereka sangat bodoh bila berhadapan dengan orang yang jujur.  Janganlah kalian mengaku suku Taglib, karena orang hitam dari sudan sungguh lebih mulia dari pada mereka. Jarir menulis puisi sebagai jawaban atas hinaan Al_Farazdaq Farrukh, 1984: 670  ب عل ، ع ، ل ي قأ ت صأ ، يل ق : ب صأ ل  ن لهأ ك ت م ، جأ ب يإ ن ل ً يح  ع أ يل ل ه ب ا هل عيط ت م ً ه  خأ تي ج حب ت ف ب ـ ـــك يب ي ع ف  ف ء شل ه ل س ش باـــ ل ع ل م  ف نم ح أ تح بأ ب عش هل ، بحل عش  Wahai Azil sebutan untuk Al-Farazdaq, kurangilah kebiasaan menghina. Akui kata-kataku sebagai kata-kata yang benar jika memang kata-kataku benar.  Tidak ingatkah kalian pada penduduk Nejd, menunggu kedatanganmu dengan penuh rindu  Telah terbit pesona Azri’at gadis cantik pada malam yang disinari bulan, tapi mustahil aku dapat memilikinya  Ku berkata pesonamu tetap membekas dihati, membuat aku merana dan penuh derita Ku bertanya dan minta kesembuhan, tapi rinduku tak kunjung usai  Ummu Hazrah telah merampas seluruh hatiku, hingga tertutup hati ini untuk mencintai semua gadis yang lain 164 Jarir pernah memuji Hajjaj bin Yusuf dan Abdul Malik bin Marwan. Dengan puisinya pula ia membalas ejekan Al-Farazdaq dan Al-Akhtal. Dan dengan puisinya pula ia meratapi istrinya yang meninggal dunia. Jarir pernah membalas ejekan al-Akhtal sebagai berikut ق ق شب غل ي ل م ح ت ا أ هأ نم م ل ، م حل ع ف يش ي ب يف م حل مه ج ح ب م ي ك ق ب م ل ب غت خ ي  Wahai orang bodoh, ada orang protes tidak akan patuh pada kebijakan pemerintah  Biarkan saja pemerintah itu berkusa, kamu tidak layak melakukan protes, karena penguasa kalian adalah Bani Syaiban.  Mereka berhasil membunuh anjing-anjing kecil kalian, dengan mudah, wahai suku Taglib, kalian tidak tak layak menghina mereka Ketika istri al-Farazdaq wafat, Jarir paling cepat menulis puisi sebagai ungkapan dukanya atas kematian itu. Hal ini membuat iri al-Farazdaq sekaligus menimbulkan rasa kekagumannya kepada kepenyairan Jarir. Ia menyebutkan beberapa bait puisi Jarir yang dianggapnya sangat bagus, melebihi puisi yang ditulisnya. Kekaguman al-Farazdaq pada kualitas puisi Jarir dalam berbagai temanya, diungkapkan sebagai berikut al-Iskandari, 1916: 177 Puisi Jarir yang paling bagus menggambarkan cinta adalah:  ح ف يف ي ل يعل ن ا ق ييحي مل مث ْ ق  هب ح ا ح ب ل نع ي ن ن ه ق خ فعضأ نه  Para wanita yang bermata indah dan bersinar telah mematikan kita dan kita tidak bisa hidup lagi  Menggetarkan semua hati hingga tak bisa bergerak lagi, padahal mereka diciptakan Tuhan sebagai insan-insan yang lemah. 165 Puisi Jarir yang paling bagus dalam tema pujian adalah: نم يخ م لأ ي ط ل بك طب ني ل عل نأ Bukankah kalian sebaik-baik penunggang kuda, paling dermawan sedunia terhadap kaum yang papa Puisi Jarir yang terbaik yang bertema patriotisme adalah: مي ت ب كي ع ْت غ ب ق م ك ل ت ح Jika Bani Tamim telah marah kepadamu, berarti seluruh manusia memarahimu. Puisi Jarir terbaik dalam tema mengejek pada perbuatan buruk adalah: ْي ن نم كن ف طل ْضغ ف ب اك ا تغ ب عك اف Pejamkan matamu, kamu orang rendahan, Bani Ka’ab dan anjing-anjing pun tak mungkin mengakuimu. Puisi Jarir yang bagus tentang kejujuran hati adalah اج ع ً يخ ك م ج أ ين لج عل بحب عل م س ل Aku sungguh menunggu kebaikanmu yang segera, jiwa ini selalu cenderung ingin menggapai sesuatu yang sangat segera Puisi ejekan yang paling keras terhadap al-Farazdaq adalah: عب م ل ْ يس أ ل مع ع بْ م ي ماس طب ْ شبأ Al-Farazdaq berkhayal dapat membunuh menjadi empat potongan, bergembiralah atas keselamatanmu, wahai orang yang akan tepotong menjadi empat Jarir juga pernah mengejek al-Akhtal dalam puisinya sebagai berikut: غ ك ب غ ني ل يع م ي ا ك يعب اش يل ن ق ن ت ع نم ن يغ ي ل ل نم تي ل م  Orang-orang yang kau cintai, kini telah pergi, air matamu yang tinggal sedikit terus menetes. 166  Setiap tetesannya berkata kepadaku: tak ada lagi manusia pujaan yang dapat meringankan bebanku  غت ل ح ل يف ل فا ل لعج  م ل ل ف ل بأ يبأ م يب ك أ نم ب غت خ ي  ي خ قشم يف ي ع نب ه يطق يل م ق س ت ش ل  Bani Taglib yang hina telah menjadikan dirinya seolah pemimpin kami  Padahal kami adalah suku Mudar, pelopor semua suku Arab. Pemimpin kalian jauh berbeda di bawah bapak-bapak kami.  Paman-paman kami adalah pembesar di Damaskus. Jika aku mau akan kujadikan kalian budak-budakku. Khalifah Abdul Malik bin Marwan mendengar puisi Jarir tersebut, berkomentar: puisi itu sejalan dengaan harapanku. Jika memungkinkan, aku berharap suku Taglib menjadi budak-budakku. Puisi Jarir yang lain menghina suku Taglib sebagai balasan atas hinaan yang diucapkan al-Farazdaq kepada Jarir:  ماحأ ْتع ج ب غت أ ف ا م ت مل لض ل ي  م ئ عأ نم ء ح مه ت ا ج مه ت قي ل ع  يف ل خ ن طتا ب غت ا حأ م م كأ جن ل ف  Walaupun suku Taglib mengumpulkan mimpi-mimpi di hari pertandingan, Tetap saja mimpi itu tidak bisa ditimbang karena terlalu ringan  Kamu mendapatkan mereka sangat lemah menghadapi musuh-musuhnya, mereka sangat bodoh bila berhadapan dengan orang yang jujur.  Janganlah kalian mengaku suku Taglib, karena orang hitam dari sudan sungguh lebih mulia dari pada mereka. Puisi Jarir yang bertema ratapan, ditulis di hari kematian istrinya. Dan ketika terjadi kematian itri al-Farazdaq puisi ini dibacakan kembali: 167 ع س ي ج ل ء يحل ا ل ي بي حل ق ل ك ي ْ ع ي ق ت ل كي ب نم مئ ل غص ق ي أ ء ن ل ث ي ا ن م ي ع ي ليل ي ت ني ل ئا ل ص بأ كي ع يطل م ن حأ تي ك أ ف ق ي س ل عم  Jika tidak merasa malu, airmataku terus berderai, aku terus berkunjung ke pusaramu.karena engkau pujaanku  Kematianmu telah menyakitkan hatiku, melemahkan kekuatanku dan membuat anak cucumu berkecil hati  Membuat sekumpulan ternak berpencaran siang dan malam  Malaikat pilihan yang suci, dan orang-orang mulia semua memanjatkan doa  Kulihat engkau sangat cantik berpakaian indah, penuh kedamaian dan ketenangan Dari uraian di atas, terlihat bahwa Jarir adalah penyair yang serba bisa. Ia menulis puisi dengan berbagai tema dan di berbagai suasana. Ia pandai memuji di saat suasana menghendaki harus memuji orang. Ia juga meratapi orang yang dicintainya ketika sang kekasih itu mendapat musibah. Ia membalas ejekan dengan ejekan yang ketika orang lain menghinanya. Ia memberi nasihat jika melihat ada keburukan dilakukan orang di hadapannya. Kata-kata yang dipilih dalam puisinya terdiri dari kata-kata yang sederhana tidak sulit dipahami, sehingga menarik hati orang yang membacanya dan mudah diingat.

4.3 al-Farazdaq