Teori Pemaknaan Reception Theory S. Hall

70 Seperti yang kita ketahui, bahwa semenjak berkembangya media sosial seperti facebook, twitter, youtube yang dapat berkomunikasi dan penggunanya dapat berbagi data tulisan, gambar, dan video membuat fungsi media sosial ini juga dapat sebagai media dalam ranah politik. Hal inilah yang dijadikan oleh negara – negara di Timur Tengah saat Arab Spring untuk memudahkan mereka melakukan revolusi dan menjatuhkan pemerintahan yang otoriter, seperti yang terjadi di negara Tunisia dan negara Mesir. Setelah revolusi terjadi pada tahun 2011 di negara Tunisia dan negara Mesir, apakah media sosial ini masih berpengaruh dalam perubahan dan pembentukan budaya di Timur Tengah Pasca Arab Spring? LANDASAN TEORI A. Ruang Publik Public Sphere J. Habermas Dalam tulisan J. Habermas yang berjudul The Structure Transformation of the Public Sphere 1962, ruang publik Public Sphere adalah ruang di mana setiap individu dapat masuk dan dan turut serta dalam percakapan tanpa tekanan dari pihak lain. Ruang publik menurut J. Habermas terdiri dari organ-organ informasi dan perdebatan politik, seperti surat kabar, jurnal, dan intitusi diskusi politik seperti media sosial twitter, facebook yang juga digunakan oleh warga negara Tunisia dan warga negara Mesir untuk melakukan revolusi. Ruang Publik ini berfungsi untuk diskusi kritis, terbuka bagi semua orang. Menurut J. Habermas, warga privat private people berkumpul untuk membentuk sebuah publik, kemu dian ‘nalar publik’ tersebut akan bekerja sebagai pengawas terhadap kekuasaan negara Arismundar. 2008. Hal inilah yang juga dilakukan oleh warga negara Tunisia dan Mesir, membuat diskusi kritis untuk mengawasi, beropini, dan menentukan langkah – langkah strategi untuk menjatuhkan rezim penguasa mereka. Pengekangan yang dilakukan oleh pemerintah Tunisia dan Mesir terhadap warga negaranya dalam berpendapat, mengakibatkan mereka mengalihkan kepada media sosial.

B. Teori Pemaknaan Reception Theory S. Hall

Teori pemaknaan Reception Theory oleh S. Hall, merupakan teori yang mengacu kepada makna, produksi, dan pengalaman khalayak dalam berinteraksi dengan teks media. Teori ini berfokus pada proses decoding, interpretasi, serta pemahan inti dari konsep analisis reception. Menurut S. Hall, makna yang dimaksudkan dan yang diartikan dalam sebuah pesan bisa terdapat perbedaan. Kode yang digunakan atau disandi encode dan yang disandi balik decode tidak selamanya berbentuk simetris. Derajat simetri dalam teori ini dimaksudkan 71 sebagai derajat pemahaman serta kesalahpahaman dalam pertukaran pesan dalam proses komunikasi-tergantung pada relasi ekuivalen simetri atau tidak yang terbentuk pada encoder dan decoder jika dipersonifikasikan menjadi pembuat pesan dan penerima pesan Dinanti, 2010. Ketika khalayak menyandi balik decoding dalam suatu komunikasi, maka terdapat tiga posisi hipotekal, yaitu: - domain – hegemonic position, terjadi ketika tanpa sengaja khayalak memaknai pesan yang terkonotasi. Dalam komunikasi transparan posisi ini ideal, setiap individu bertindak terhadap sebuah kode sesuai apa yang dirasakan mendominasi untuk memiliki kekuatan lebih kepada kode lainya. - negotiated position, terjadi ketika khalayak sudah mampu menerima ideologi yang dominan dan akan bergerak untuk menindaklanjutinya dengan beberapa pengecualian - oppositional position, terjadi ketika khalayak menerima dan mengerti. Ini terjadi ketika khalayak memiliki sudut pandang yang kritis terhadap pesan yang disampaikan oleh media dan kemudian mengartikannya sendiri. METODE PENELITIAN Penelitian ini berfokus pada data-data media sosial, yaitu facebook khususnya menyoroti akun I Wacth_Tunisia, dan facebook khususnya akun Egyption Revolution. Data penelitian yang dianalisis bersumber dari sharing at wall serta comment yang dilakukan oleh follower akun facebook. Dalam menganalisis menggunakan konsep Reception Theory S. Hall, sedangkan untuk melihat ruang publik yang terdapat di dalam akun facebook penulis akan menggunakan teori Public Sphere J. Habermas. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh Media Sosial Pada Saat Arab Spring di Tunisia dan Mesir Media sosial merupakan salah satu media yang berperan dan berpengaruh dalam revolusi Arab Spring yang terjadi di Timur Tengah. Media sosial seperti twitter, facebook, dan youtube dijadikan oleh warga negara Tunisia, Mesir dan negara Timur Tengah lainnya sebagai ruang publik untuk menjatuhkan rezim penguasa mereka yang otoriter. Mereka menjadikan media sosial sebagai ‘aktivitas politik online’. Menurut istilah ‘aktivitas politik 72 online’ adalah kegiatan yang mengandalkan internet atau berbasiskan internet dalam melakukan gerakan politik. Kegiatan ini bertujuan untuk mendokumentasikan atau menyebarkan peristiwa – peristiwa yang terjadi yang kemudian disebarkan secara luas ke media – media internasional Octaviani, p. 3. 2014. Salah satu ‘aktivitas politik online’ terjadi di Timur Tengah atau yang lebih dikenal dengan Arab Spring, pertama dimulai oleh masyarakat Tunisia. Masyarakat Tunisia menjadikan media sosial twitter, dan facebook untuk menggalang aksi protes atas kebiadaban pemerintah yang telah mengintimidasi salah seorang warganya yaitu yang bernama Mohamed Bouazazi. Bouazazi diperlakuakan dengan tidak baik oleh aparat polisi ketika dia berdagang. Kiosnya dirusak dan dia dipermalukan oleh seorang polisi wanita. Bouazazi tidak menerima perlakuan ini dan akhirnya memprotes tindakan tersebut dengan cara membakar dirinya. Melihat keberanian yang dilakukan oleh Bouazazi membuat masyarakat Tunisia bersimpati, dan marah dengan kebiadaban pemerintah, sehingga masyarakat Tunisia menyebarkan peristiwa ini media sosial di twitter dengan hashtag sidibouzid, bouazizi dan kemudian berubah menjadi tunisia dan melakukan protes yang berakhir dengan jatuhnya pemerintahan presiden Ben Ali. Keberhasilan ini menjadi pemicu negara – negara di Timur Tengah lainnya, salah satunya adalah negara Mesir. Masyarakat Mesir yang juga menggunakan media sosial sebagai ‘aktivitas politik online’ seperti halnya negara Tunisia. Masyarakat Mesir marah dan geram melihat pemerintah mereka yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya, yang terlihat pada pembunuhan Khaled Said oleh aparat polisi. Akibatnya masyarakat Mesir juga menggalang aksi protes di facebook yang bernama WAAKS We are all Khaled Said dan kemudian terjun ke jalan untuk melakukan aksi protes, serta berhasil menjatuhkan pemerintahan presiden Hosni Mubarak Octaviani, p. 4. 2014. Klimaks banyaknya penggunaan media sosial terjadi ketika pemerintah melakukan pemutusan internet blackout yang dilakukan oleh pemerintah Tunisia maupun pemerintah Mesir. Pemutusan internet ini dilakukan oleh kedua pemerintah dikarenakan media sosial menjadi komunikasi massal yang dapat memobilisasi masyarakat untuk melakukan unjuk rasa dan turun ke jalan melakukan gerakan, sehingga dapat menyebabkan kericuhan Octaviani, p. 6. 2014. Tindakan pemutusan internet blackout yang dilakukan oleh pemerintah Tunisia dan pemerintah Mesir tidak mengurangi dan melemahkan kegiatan politik masyarakat di dunia maya, faktanya tindakan ini semakin memperbanyak massa dan 73 membuat masyarakat untuk melakukan berbagai cara agar ruang publik mereka di media sosial tetap terlaksana. Seperti yang terjadi di Mesir. Ketika pemerintah Mesir melakukan pemutusan internet blackout, kecuali ISP Noor Data Networks yang melayani pertukaran bursa saham Mesir, beberapa aktivis berusaha melanjutkan kegiatan dengan membobol lewat proxy – proxy untuk kembali online. Hal berkebalikan dengan apa yang diinginkan pemerintah Mesir untuk melakukan pemutusan internet. Akibatnya massa lebih banyak dan pemutusann internet blackout ini merupakan salah satu faktor berakhirnya rezim Hosni Mobarak. Secara keseluruhan dari pemaparan di atas dapat terlihat bahwa, peranan media salah satunya adalah media sosial sangat berpengaruh di dalam revolusi Arab Spring, terutama negara Tunisia dan negara Mesir. Penggunaan media sosial dijadikan sebagai ruang publik untuk melakukan ‘aktivitas politik online’ yang bertujuan untuk meningkatkan massa dan menjatuhkan pemerintahan. Jika dilihat dari data, penggunaan internet pun meningkat di negara Tunisia dan Mesir, yaitu 3,6 juta di Tunisia berdasarkan Statistic Internet World Stats, dan 7 juta di Mesir survey yang dilakukan oleh Dubai School of Government pada saat revolusi terjadi.

2. Facebook sebagai ruang publik di Tunisia