Politik Militer dan Oposisi
70
Dekrit itu berisi 4 pasal guna menjinakkan militer.
18
Dengan begitu kekuasaan yang ada di tangan SCAF sejak 17 Juni itu dibatalkan, Mursi juga mengganti
kepala SCAF Jendral Tantawi untuk membuat militer menjadi relatif dalam kekuasannya. Tindak perlawanan ini justru berbalik menjadi senjata makan tuan
bagi Mursi. Hamdan Basyar secara jelas mengatakan: ”...adanya keterburu-buruan dari Mursi sendiri, Mursi buru-buru
berdemokrasi dan menghilangkan militer dalam politik. Padahal tidak semudah itu untuk membubarkan organsasi yang telah lama solid.
Membuat militer bangkit dengan berujung pada kudeta.”
19
Mursi merasa belum aman dengan nasib Dewan Konstituante yang tengah menggodok konstitusi baru, karena lembaga itu masih dapat dibubarkan oleh
Mahkamah Konstitusi dan anggotanya dapat saja dikatakan inkonstitusional lagi. Maka Mursi mengeluarkan dekrit 22 November 2012, dekrit yang berisi tujuh
pasal ini memberikan kekuasaan yang hampir tidak terbatas pada Mursi sendiri. Dekrit itu ternyata memicu protes dari rakyat banyak, kelompok liberal pun yang
tadinya sudah agak diam kembali bersuara, dan lapangan Tahreer dipadati demonstran menuntut pencabutan dekrit yang dianggap otoriter itu. Seminggu
setelah dekrit itu dikeluarkan, pada 30 November 2012 Dewan Konstituante berhasil menyepakati draft konstitusi baru tanpa kehadiran kelompok liberal.
Kemudian Mursi memutuskan untuk mengadakan referendum terhadap draft konstitusi tersebut pada 15 Desember, hasilnya rakyat menyetujui draft konstitusi
menjadi konstitusi baru Mesir. Rupanya referendum itu belum menyurutkan demonstran yang berunjuk rasa di lapangan Tahreer, bahkan mereka menolak
18
Hamdan Basyar, Pertarungan Dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki dan Israel, h. 32.
19
Wawancara Pribadi dengan Zuhairi Misrawi, Ciputat 24 April 2015.
71
referendum. kaum pengunjuk rasa mengatakan konstitusi itu dinilai hanya mencerminkan kepentingan kelompok Mursi dan tidak dibuat dengan
mempertimbangkan elemen politik lain di Mesir.
20
Melihat gejolak yang semakin menjadi-jadi, Mursi mengambil langkah untuk meredakan gejolak dengan mengadakan Dialog Nasional dengan tokoh-
tokoh nasional pada 9 Desember 2012. Hasilnya Mursi mengeluarkan dekrit lagi yang berisi pencabutan dekrit sebelumnya, setelah kurang lebih sepuluh jam
mereka bertukar pikiran. Walaupun dekrit sudah dicabut, protes terhadap Mursi terus berlanjut. Memasuki tahun 2013 pihak oposisi terus menggoyang kekuasaan
Mursi. Kelompok oposisi dan Tamarood yaitu kelompok yang terdiri dari pemuda tetap meramaikan lapangan Tahreer dengan tuntutan mundurnya Presiden Mursi.
Pada saat itu militer kembali mengambil momentum untuk mengambil alih kekuasan di Mesir dengan menyamakan tujuannya dengan rakyat, karena militer
melihat rakyat semakin banyak berdemo menuntut Mursi. Dengan sangat baik Eric A. Nordlinger menjelaskan motivasi dan cara-cara yang ditempuh militer
untuk mengkudeta, adalah: “Tidak dipungkiri para perwira militer memperhatikan masa depan
karir poilitik mereka, ini menjadi kepentingan pribadi para perwira militer. Keinginan mereka untuk mendapatkan promosi, cita-cita politik, dan
ketakutan dipecat juga menjadi faktor penting dalan kudeta. Namun seringkali faktor ini terlihat tidak secara kasat mata, karena sebelumnya
militer coba menyelaraskan sejauh mana kepentingan pribadi mereka sejalan dengan berbagai faktor pendukung lainnya, yang kemudian bisa
dipakai untuk menjalankan kudeta tanpa harus terlihat kalau kudeta ini
murni berdasarkan kepentingan sendiri.”
21
20
The Guardian, “Empat Alasan Presiden Mesir Digulingkan,” artikel diakses pada 14 November 2013 dari
http:www.tempo.coreadnews20130704115493383Empat-Alasan- Presiden-Mesir-Digulingkan
21
Eric A. Nordlinger, Militer Dalam Politik: Kudeta dan Pemerintahan, h. 92.
72
Pihak militer akan sigap mengkudeta ketika rakyat meneriakkan keburukan pemerintah, selain mosi tidak percaya rakyat dan segala kekacauan
yang terjadi selama protes, dijadikan faktor pendukung yang membuat kepentingan pribadi militer merebut kekuasaan tidak kentara. Seolah-olah militer
bersama dengan kelompok orang-orang yang merasa dirugikan pemerintah, padahal militer hanya memakai tuntutan kelompok itu agar tindakan kudeta
mereka dianggap keniscayaan dan pro terhadap rakyat. Dari segala runtutan kegagalan yang pemerintah sipil lakukan, kalangan
militer mengangap Mursi tidak sanggup lagi menanggung kekacauan tersebut. Maka pada tanggal 1 Juli 2013 pukul 16.30 waktu Mesir, militer di bawah
kendali Abdel Fattah as-Sisi memberikan ultimatum pada Mursi untuk menyelesaikan masalah politik Mesir dalam waktu 48 jam. Militer mengancam
akan mengambil langkah sendiri bila Mursi tidak menuruti tuntutan Militer. Untuk menjawab desakan militer, Mursi yang merasa dipilih oleh rakyat dan
mempunyai legitimasi kekuasaan yang kuat menolak ultimatum militer. Karena permintaan militer ini ditolak oleh Mursi, maka militer
melaksanakan ancamannya dengan pengambilalihan kekuasaan pada 3 Juli 2013 malam. Kudeta militer itu telah mengakhiri kekuasaan Mursi yang dipilih secara
demokratis. Al-Sisi menyebutlan roadmap peta jalan yang ditempuh melalui empat hal, yaitu: 1. Penangguhan Konstitusi Baru yang telah di referendum pada
Desember 2012; 2. Percepatan pemilihan presiden. Ketua Mahkamah Konstitusi ditunjuk menjadi presiden sementara sampai pemilu; 3. Pembentukan
pemerintahan koalisi nasional; 4. Pembentukan Komisi untuk mengamandemen
73
Konstitusi. Tidak jelas atas dasar kewenangan apa Jendral Al-Sisi membuat pernyataan tersebut. Bila mengacu pada konstitusi yang berlaku saat itu maka
kalangan militer tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis. Mereka adalah alat negara yang menjaga keamanan dan keselamatan negara, posisi mereka juga
di bawah Presiden yang menjadi Panglima Tertinggi Militer. Dalam kondisi tertentu presiden tidak dapat menjalankan tugas, maka pasal 153 Konstitusi Mesir
menyebutkan, bahwa yang menjalankan tugas kepresidenan sementara adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Majlis Sa’ab. Bila Dewan Perwakilan tidak ada, maka tugas kepresidenan sementara dijalankan oleh Ketua Majlis Syuro
sampai ada pemilu presiden.
22
Apapun namanya dan alasannya, kudeta adalah pengingkaran dari proses demokratisasi yang tengah tumbuh di alam kebebasan Mesir pascarevolusi 11
Februari 2011. Eric A. Nordlinger secara jelas mengatakan: “Secara sederhana, kudeta diartikan sebagai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan militer untuk merebut kekuasaan, atau aksi politik untuk menggantikan mendominasi suatu kelompok atau rejim yang menjadi
saingannya dengan rejim sendiri.”
23
Militer telah merampas proses demokrasi dan menghilangkan kesempatan Mesir untuk mengekspresikan kebebasan melalui demokrasi. Masyarakat Mesir
kembali ke titik nol dan mereka mulai berdemokrasi lagi dari awal. Semestinya di negara yang mengikuti aturan berdemokrasi, semua kalangan menjadi pengawal
terselenggaranya demokratisasi. Samuel Huntington mengatakan bahwa militer
22
Hamdan Basyar, Pertarungan Dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki dan Israel, h. 2.
23
Eric A. Nordlinger, Militer Dalam Politik: Kudeta dan Pemerintahan, h. 150.
74
yang ikut serta dalam proses politik, adalah tentara yang mengalami kemunduran ke arah pretorian.
“...kaum militer yang melakukan intervensi politik pada hakikatnya menyalahi etika militer profesionalnya. Bahkan Huntington menganggap
intervensi militer dalam politik sebagai pembusukan politik political decay
dan dianggap sebagai kemunduran ke arah tentara pretorian.”
Tentara pretorian atau tentara jenis penakluk warior dalam hal ini mewakili kelompok militer yang berkuasa, menjalankan pemerintahan, dan
menentukan keputusan-keputusan politik. Jadi, tentara akan menjadi tentara pretorian apabila mereka mengancam atau menggunakan kekuatan dan kekuasaan
mereka untuk mendominasi politik lalu menguasai pemerintahan. Tentara pretorian yang campur tangan dalam pemerintahan akan mendominasi eksekutif
sehingga terjadi pembusukan politik dan kekuasaan eksekutif menjadi tidak efektif. Kemudian rezim pemeritahan akan menjadi rezim militer karena perwira
militer sendiri yang merebut kekuasaan.
24