Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Terhadap Produktivitas Jagung (Studi Kasus : Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara)

(1)

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG (Studi Kasus : Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga

Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

WAHYUNITA SITINJAK 060304013

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG (Studi Kasus : Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga

Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh :

WAHYUNITA SITINJAK 060304013

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Satia Negara Lubis M.Ec Dr. Ir. Tavi Supriana M.Si

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

ABSTRAK

WAHYUNITA SITINJAK (060304013), dengan judul penelitian ”Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Terhadap Usahatani Jagung” Studi Kasus: Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis M.Ec dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Si. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui pelaksanaan program PUAP, untuk mengetahui perbedaan produktivitas petani setelah mendapat dana PUAP, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP, untuk mengetahui upaya untuk mengatasi yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo. Daerah penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo merupakan sentra produksi usahatani jagung. Teknik pengambilan sampel dengan metode sensus. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif , rumus produktivitas dan uji t hitung. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan: Proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga sangatlah panjang dan rumit prosesnya dan syarat – syarat yang diperlukan pun sangat banyak diberikan sehingga petani di Kelurahan Tigabinanga tidak semua bisa mendapatkan dana PUAP ; Perbedaan produktivitas petani khususnya penerima PUAP tidak terlalu terlihat perbedaan yang nyata setelah diberikan dana PUAP untuk membantu usahatani jagungnya; Kurangnya kesadaran dari para petani anggota Gapoktan untuk mengembalikan dana pinjaman PUAP tersebut dikarenakan petani anggota Gapoktan beranggapan bahwa dana tersebut merupakan dana hibah dari pemerintah, sehingga tidak ada kerugian kalau dana tersebut tidak dikembalikan.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 8 Juni 1988 dari ayah Humala Sitinjak M.Div, MH dan ibu Dra. Betty Sirait. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA NEGERI 3 Pematangsiantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur PMDK. Penulis memilih program studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian.

Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Gunung Sitember Kecamatan Gunung Sitember Kabupaten Dairi sejak 30 Juni 2010 yang berakhir pada tanggal 28 Juli 2010 dan melaksanakan penelitian Skripsi di Kelurahan Tigabinanga Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo pada bulan April sampai dengan September tahun 2011.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Terhadap Usahatani

Jagung (Studi Kasus: Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara)”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua penulis Bapak Humala Sitinjak M.Div, MH dan Ibu Dra. Betty Sirait yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis

selama ini, juga kepada adeku Imman Yusuf Sitinjak, SH dan Cian Ady Simanungkalit SPd yang telah memberi dukungan kepada penulis. Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Si, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Sudi Agribisnis Departemen Agribisnis beserta semua rekan mahasiswa terutama sahabat – sahabat penulis Abang Johanes Pandiangan SP, Meta

Sianturi, Rudy Hutagalung, Chandra Butar-butar, Jan Kristo, Frediwan, Ronal Sinaga SP, Eko Ananda, Pintani Gea, Fibriana Ginting, Siti Satria Gusri, SP,


(6)

khususnya angkatan 2006 atas segala bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan selama proses penulisan skripsi sampai dengan selesai.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyususun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya, membangun demi kesempurnaan skripsi ini ke depan.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

Medan, Desember 2011


(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 7

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 9

Landasan Teori ... 14

2.2.1. Evaluasi Program PUAP ... 17

2.2.2. Penilaian Kinerja Gapoktan ... 18

2.2.3. Tujuan PUAP ... 21

Kerangka Pemikiran Operasional ... 21

Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25

Metode Penentuan Sampel ... 25

Metode Pengumpulan Data ... 26

Metode Analisis Data ... 26

Definisi dan Batasan Operasional ... 29

3.5.1. Definisi ... 29

3.5.2. Batasan operasional ... 32

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 33

Keadaan Penduduk ... 34

Sarana dan Prasarana ... 36

Karakteristik Petani Responden ... 37


(8)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Penyaluran Dana PUAP ... 41 Produktivitas Anggota Gapoktan Sebelum dan Sesudah PUAP ... 47 Masalah yang Terjadi pada Proses Penyaluran Dana PUAP ... 49 Upaya untuk Mengatasi Permasalahan yang Terjadi Pada Proses

Penyaluran Dana PUAP ... 51 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 53 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Jagung per Kecamatan di

Kabupaten Karo 2009 ... 6 2. Penggunaan Tanah di Kelurahan Tigabinanga Tahun 2010 ... 34 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan

Tigabinanga Tahun 2010 ... 35 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan

Tigabinanga Tahun 2010 ... 35 5. Sarana dan Prasarana Daerah di Kelurahan Tigabinanga Tahun 2010 36 6. Sebaran Petani Jagung Responden Berdasarkan Golongan Umur.... 37 7. Sebaran Petani Jagung Responden Berdasarkan Golongan Tingkat

Pendidikan ... 38 8. Jumlah Petani Jagung Responden Berdasarkan Kriteria Pengalaman

Berusaha Tani ... 39 9. Jumlah Petani Jagung Responden Berdasarkan Kriteria Luasan

Lahan Jagung yang Dimiliki ... 40 10. Data Hasil Penelitian ... 48


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 23 2. Peta Kecamatan Tigabinanga ... 33


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Karakteristik Petani Sampel Pada Usaha Tani Jagung di Kecamatan

Tigabinanga Tahun 2011 ... 57 Perbandingan Produktivitas Sebelum Mendapat Dana PUAP dan Sesudah Mendapatkan Dana PUAP ... 58 Penggunaan Input Produksi dan Hasil Produksi Usaha Tani Jagung

per Musim Tanam/ Petani di Kecamatan Tigabinanga Tahun 2011 ... …. 59 Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Jagung per Petani

per Musim Tanam di Kecamatan Tigabinanga Tahun 2011 ... 60 Output SPSS ... 61 Lampiran Gambar ... 62


(12)

ABSTRAK

WAHYUNITA SITINJAK (060304013), dengan judul penelitian ”Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Terhadap Usahatani Jagung” Studi Kasus: Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis M.Ec dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Si. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui pelaksanaan program PUAP, untuk mengetahui perbedaan produktivitas petani setelah mendapat dana PUAP, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP, untuk mengetahui upaya untuk mengatasi yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo. Daerah penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo merupakan sentra produksi usahatani jagung. Teknik pengambilan sampel dengan metode sensus. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif , rumus produktivitas dan uji t hitung. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan: Proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga sangatlah panjang dan rumit prosesnya dan syarat – syarat yang diperlukan pun sangat banyak diberikan sehingga petani di Kelurahan Tigabinanga tidak semua bisa mendapatkan dana PUAP ; Perbedaan produktivitas petani khususnya penerima PUAP tidak terlalu terlihat perbedaan yang nyata setelah diberikan dana PUAP untuk membantu usahatani jagungnya; Kurangnya kesadaran dari para petani anggota Gapoktan untuk mengembalikan dana pinjaman PUAP tersebut dikarenakan petani anggota Gapoktan beranggapan bahwa dana tersebut merupakan dana hibah dari pemerintah, sehingga tidak ada kerugian kalau dana tersebut tidak dikembalikan.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian (Husodo, S. dkk, 2004).

Sektor pertanian masih akan merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, penyerapan tenaga kerja, sumber produktivitas masyarakat, penyediaan pangan, penurunan kemiskinan serta peran tidak langsung dalam

penciptaan kondisi yang kondusif bagi kelangsungan pembangunan (Departemen Pertanian 2008).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4% dari jumlah tersebut berada di pedesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80% berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan di pedesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin (Departemen Pertanian, 2009a).


(14)

Pada umumnya masalah kerniskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Daerobi, dkk (2007), beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu: Pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Tidak sedikit petani yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar.

Kedua, petani mengalarni keterbatasan pada akses informasi pertanian. Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit dan petani yang tidak memperoleh keuntungan dan hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dan luar sektor petanian seperti kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya.

Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani. Ini terjadi karena masih adanya stigma atau pandangan yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah karena pilihan terakhir dikarenakan tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah pemerintah yang berpihak pada sektor industri dari pada sektor pertanian yang berdampak pada semakin menyempitnya lahan yang dimiliki oleh petani akibat konversi lahan menjadi lahan industri maupun pemukiman.


(15)

Keempat, ini paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut diantaranya adalah sebagian besar petani mengalami kekurangan modal untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistim ijon perbankan yang kurang peduli kepada petani.

Jika ditelusuri lebih jauh, permasalahan yang dihadapi dalam permodalan 'pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan, kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenamya. Kemampuan petani. dalam diakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Secara umum, usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi sedangkan kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan panen dan pasca produksi dan sampai saat ini belum berkembangnya lembaga penjamin serta belum adanya lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007).

Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut, Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan program Revitalisasi Pertanian pada tanggal 11 Juni 2005 dengan program-program antara lain: Program Peningkatan Ketahanan Pangan, Penerbangan Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani serta Pengembangan Sumberdaya dan Pemantapan Pemanfaatannya, baik di bidang


(16)

perikanan maupun kehutanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan (Anonimus, 2011a).

Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang dicanangkan Departemen Pertanian RI adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor: 545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Departemen Pertanian, 2009b).

Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program PUAP memiliki tujuan antara lain: (1) untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyedia mitra tani. (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Departemen Pertanian, 2009c).

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut telah disalurkan


(17)

sebagian besar kepada Gapoktan-Gapoktan dengan nilai Rp 1,0573 trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta. Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Hal ini dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis (Departemen Pertanian, 2010a) .

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2008, terlihat bahwa Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah sentra produksi jagung tertinggi kedua di Sumatera Utara setelah Kabupaten Simalungun, bahkan ditahun 2003 daerah ini merupakan sentra produksi tertinggi.

Kabupaten Karo sebagai sentra produksi jagung di Sumatera Utara sejak lima tahun terakhir ini produktivitasnya cenderung menurun, sementara biaya produksi yang dikeluarkan petani semakin meningkat, akibatny petani terus rugi sehingga ada petani yang tidak mau menanam jagung lagi. Untuk itu diperlukan program yang memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Dengan langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan terutama pada Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo.

Data Biro Pusat Statistik Kabupaten Karo, menunjukkan bahwa Kecamatan Tigabinanga merupakan sentra produksi jagung yang paling utama di Kabupaten Karo. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:


(18)

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Per Kecamatan di Kabupaten Karo 2009

No Kecamatan Luas Panen

(Ha)

% Produksi

(Ton)

% Produktivitas

(Ton/ Ha)

1. Barus jahe 1.250 3,24 7.500 3,07 6

2. Tiga Panah 1.280 3,22 7.936 3,24 6.2

3. Kabanjahe 1.546 3,88 8.540 3,49 5,5

4. Simpang IV 4.292 10,78 22.748 9,30 5,3

5. Payung 3.080 7,74 21.515 8,79 6,9

6. Munthe 5.365 13,48 37.996 15,54 7

7. Tigabinanga 10.300 25,88 73.950 27,37 7,1

8. Juhar 1.444 3,36 8.670 3,54 6

9. Kutabuluh 4.245 10,66 21.225 8,66 5

10. Mardinding 4.612 11,59 26.335 10,72 5,6

11. Berastagi 13 0,03 70 0,03 5,3

12. Merek 128 0,32 626 0,26 4,8

13. Laubaleng 2.250 5,56 14.616 5,98 6,4

Jumlah 39.805 100 251.727 100

Rata-rata 3,061 7,69 19,363 7,69 5,93

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2009

Tabel 1 terlihat bahwa Kecamatan Tigabinanga merupakan sentra produksi jagung di Kabupaten Karo dengan luas pertanaman yang terbesar yaitu 10.300 Ha atau 25,88% dari total luas pertanaman jagung Kabupaten Karo. Kecamatan meliputi 19 desa, dimana ada beberapa desa yang produksinya relatif besar.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan konsep di atas, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan program PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo?

2. Apakah ada perbedaan produktivitas petani setelah mendapat dana PUAP dengan sebelum mendapat dana PUAP?

3. Bagaimana permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo?


(19)

4. Bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan program PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui perbedaan produktivitas petani setelah mendapat dana PUAP. 3. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP

di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo.

4. Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan skripsi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijakan khususnya dalam program PUAP.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan tentang program PUAP terhadap peningkatan usahataninya.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil - hasil kegiatan ekonomi produktif (Departemen Pertanian, 2009d)

Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan, maka kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun ikut berubah dan dimodifikasi lagi agar lebih baik. Pada tahun 2008 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mencanangkan program baru yang diberi nama Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuh kembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang


(21)

ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja (Departemen Pertanian, 2010b).

Program PUAP dilaksanakan oleh petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani miskin di pedesaan melalui koordinasi Gapoktan sebagai lembaga yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Salah satu tujuan PUAP adalah mengatasi persoalan petani terhadap ketersediaan permodalan, akses pasar dan teknologi (Departemen Pertanian, 2010e).

Pelaksanaan untuk membangun kemandirian Gapoktan dalam pelaksanaan PUAP maka perlu didampingi oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana sesuai dengan tujuan PUAP. PUAP bertujuan untuk:

a. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;

b. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;

c. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

d. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Departemen Pertanian, 2008).

Menjadikan sektor pertanian yang handal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber daya manusia. Petani sebagai salah satu sumber daya manusia pertanian,


(22)

selama ini masih mendapatkan posisi yang belum diperhitungkan, antara lain akibat dari kemampuan dan kualitasnya yang belum baik Dimana setiap kegiatan memerlukan penilaian/ evaluasi dimana evaluasi adalah kegiatan untuk menilai efisiensi dan efektifitas suatu kegiatan dengan menggunakan indikator-indikator tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini dilakukan secara sistematik dan obyektif serta terdiri dari evaluasi sebelum kegiatan dimulai, saat kegiatan berlangsung, dan sesudah kegiatan selesai (Anonimus, 2011b).

Program PUAP dilaksanakan oleh petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani miskin di pedesaan melalui koordinasi Gapoktan sebagai lembaga yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Salah satu tujuan PUAP adalah mengatasi persoalan petani terhadap ketersediaan permodalan, akses pasar dan teknologi. PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) yang dicanangkan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi Tengah (Departemen Pertanian, 2010f).

Gapoktan diposisikan sebagai institusi yang mengkoordinasi lembaga-lembaga fungsional di bawahnya, yaitu para kelompok tani. Pemberdayaan Gapoktan tersebut berada dalam konteks penguatan kelembagaan. Untuk dapat berkembangnya sistem dan usaha agribisnis diperlukan penguatan kelembagaan baik kelembagaan petani, maupun kelembagaan usaha dan pemerintah agar dapat berfungsi sesuai dengan perannya masing-masing. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri (Anonimus, 2011c).

Tujuan utama pembentukan dan penguatan Gapoktan adalah untuk memperkuat kelembagaan petani yang ada, sehingga pembinaan pemerintah kepada petani akan


(23)

terfokus dengan sasaran yang jelas. Disini terlihat bahwa, pembentukan Gapotan bias kepada kepentingan “atas”, yaitu sebagai “kendaraan” untuk menyalurkan dan menjalankan berbagai kebijakan dari luar desa (Departemen Pertanian, 2010c).

Gapoktan sesungguhnya telah dikenal. Saat ini, Gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk untuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani. Poin utama yang ingin disampaikan adalah perlunya dihindari pengembangan kelembagaan dengan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam, karena telah memperlihatkan kegagalan (Kasmadi, 2005).

PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan serta membantu penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga pada akhimya dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan yang telah memenuhi persyaratan. Gapoktan juga didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan sebagai penyalur PUAP antara lain:

I) Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis; 2) Memiliki struktur kepengurusan yang aktif;


(24)

4) Dikukuhkan oleh bupati atau walikota.

Jumlah dana yang disalurkan ke setiap Gapoktan sebesar Rp 100 juta. Dana tersebut disalurkan kepada anggota Gapoktan guna menunjang kegiatan usahataninya. Tentunya dalam penyaluran dana tersebut terdapat beberapa prosedur yang harus dipenuhi bagi mereka yang akan memanfaatkan bantuan tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka mengantisipasi agar penyaluran dan pemanfaatan PUAP berjalan lancar, aman dan terkendali, maka dibentuk suatu tim pemantau, pembinaan dan pengendalian di tingkat propinsi dan kabupaten atau kota (Departemen Pertanian, 2010d).

Tim pusat melakukan pembinaan terhadap SDM ditingkat propinsi dan kabupaten kota dalam bentuk pelatihan. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim pembina propinsi kepada tim teknis kabupaten/kota difokuskan antara lain pada peningkatan kualitas SDM yang menangani PUAP ditingkat kabupaten atau kota; koordinasi dan pengendalian; serta mengembangkan sistem pelaporan PUAP. Selanjutnya pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim teknis kabupaten atau kota kepada tim teknis kecamatan dilakukan dalam format pelatihan peningkatan pernahaman terhadap pelaksanaan PUAP di lapangan nantinya.

Disamping melakukan pembinaan, pengendalian juga dilakukan oleh tim pusat PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke propinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian. Pelaksanaan pengendalian dari tim pembina PUAP propinsi hingga kepada tim teknis PUAP kecamatan dilakukan dengan cara pertemuan reguler dan kunjungan lapangan serta mendiskusikan permasalahan yang terjadi di lapangan (Sayaza, dkk, 2010 ).


(25)

Apabila dalam penyaluran PUAP berjalan dengan lancar dan di awasi secara optimal dan intensif sehingga pada akhirnya mencapai sasaran yang dituju yakni salah satunya adalah meningkatkan produktivitas petani maka penyaluran bantuan PUAP dapat dikatakan efektif.

2.2. Landasan Teori

Besarnya perhatian dan keyakinan pemerintah Indonesia akan pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam membangun perhatian dinegeri ini. Segala sarana dan prasarana telah disediakan, demikian pula segala kemudahan bagi petani, termasuk berbagai bentuk subsidi. Guna mencapai peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju (Mubyarto, 1984).

Proses produksi baru berjalan bila faktor-faktor produksi yang dibutuhkan tanaman dapat terpenuhi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen yaitu: tanah, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen pengolahan. Masing-masing faktor produksi mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Jika salah satu faktor produksi tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan.

Faktor produksi adalah faktor mutlak dalam proses produksi sedangkan sarana produksi adalah sarana yang dibutuhkan dalam proses produksi. Sarana produksi terdiri dari lahan, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja (Suratiyah, 2008).

Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi keluar. Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa


(26)

yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1985).

Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkn dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap didefenisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relatif pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang.

Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan (Soekartawi,1995).

Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita.

Umur tenaga kerja dipedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh karena itu penilaian terhadap upah perlu distandarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) atau hari kerja


(27)

setara pria (HKP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya.

Manajemen terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengevaluasikan suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelolah orang-orang tersebut dalam tingkatan atau tahapan proses produksi.

Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi maksimum. Dikatakan efisien harga kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga (Soekartawi,1986).

2.2.1. Evaluasi Program PUAP

Evaluasi pelaksanaan program PUAP dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tersebut telah sesuai atau berhasil berdasarkan indikator-indikator yang ada. Keberhasilan program PUAP akan memberikan dampak berupa manfaat yang optimal dan oleh karena itu evaluasi pelaksanaan program ini sangat diperlukan untuk menilai indikator-indikator keberhasilan PUAP antara lain:

Indikator keberhasilan output antara lain:

a. Tersalurkannya dana PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian; dan


(28)

b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.

Indikator keberhasilan outcome antara lain:

a. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani angota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani;

b. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha;

c. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (hulu, budidaya, dan hilir) di perdesaan; dan

d. Meningkatnya produktivitas petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.

Sedangkan indikator benefit dan impact antara lain:

a. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP;

b. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; dan

c. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan. (Departemen Pertanian, 2010b).

Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka untuk menilai keberhasilan program PUAP, akan digunakan salah satu indikator yang dianggap bisa mewakili keberhasilan program tersebut. Indikator yang dimaksud adalah menilai tingkat produktivitas. Pemilihan indikator ini dengan pertimbangan bahwa produktivitas merupakan salah satu parameter yang bisa digunakan untuk menilai tingkat


(29)

kesejahteraan seseorang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Daerobi (2007) yang menyatakan bahwa indikator kesejahteraan dapat dilihat melalui dimensi moneter yaitu produktivitas dan pengeluaran.

2.2.2. Penilaian Kinerja Gapoktan

Menurut Nazir, 2005: penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok.

Penilaian keberhasilan kinerja suatu lembaga dapat mengacu pada pencapaian sasaran dan tujuan. Parameter keberhasilan kinerja Gapoktan dapat diukur dari kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan dan mengelola dana PUAP secara efektif. Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP ditentukan oleh kemampuannya menjangkau sebanyak mungkin petani dalam hal ini anggota kelompok tani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya. Penilaian keefektifan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sisi penilaian kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya dan dari sisi persepsi anggota atau yang menerima dana bantuan PUAP.

Penilaian keefektifan penyaluran kredit (penyaluran dana PUAP) dengan melihat kinerja aktivitas dapat diketahui dengan menggunakan beberapa tolak ukur sebagai berikut :

1. Target dan Realisasi Target

Berapa persentase realisasi kredit (pinjaman dana PUAP) yang dapat tersalurkan bila dibandingkan dengan tingkat pengajuan pinjaman.


(30)

Bagaimana jangkauan kredit (pinjaman dana PUAP) terhadap masyarakat (petani), dalam artian beragamnya sektor yang menerima bantuan kredit. Semakin beragam sektor penerima kredit maka kredit semakin efektif.

3. Frekuensi Kredit (Pinjaman dana PUAP)

Jumlah pengguna (petani) yang menggunakan dana kredit pinjaman (dana PUAP). Frekuensi pinjaman ini dilihat dari banyaknya trsansaksi, dalam hal ini transaksi peminjaman dan pengembalian pinjaman.

4. Persentase Tunggakan

Persentase tunggakan ditentukan dari banyaknya jumlah tunggakan pinjaman kredit tersebut.

5. Pembentukan LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis)

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota.

Disisi lain, Departemen Pertanian, 2010e menyatakan bahwa keberhasilan dalam efektivitas penyaluran menurut penerima kredit diukur dengan melihat tanggapan kreditur terhadap persyaratan awal (mudah, sedang, berat), prosedur peminjaman (mudah, sedang, sulit), realisasi kredit (cepat, sedang, lambat), biaya administrasi (ringan, sedang, berat), tingkat bunga (ringan, sedang, berat), pelayanan dan jarak atau lokasi kreditur (dekat. sedang, jauh).

Operasional penyaluran dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan terpilih sebagai pelaksana PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggotanya. Agar mencapai hasil yang maksimal


(31)

dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Departemen Pertanian, 2010a).

2.2.3. Tujuan PUAP

Tujuan utama program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan berdasarkan pedoman umum PUAP adalah untuk :

1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;

2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani;

3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

2.3. Kerangka Pemikiran Operasional

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) sangat ditentukann pada keberhasilan pengelolaan dana tersebut oleh Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan


(32)

PUAP yaitu dengan mengukur dan menilai dampak dari program PUAP serta peranannya dalam meningkatkan produktivitas usaha pertanian hingga pada akhirnya mampu mensejahterakan para petani di perdesaan.

Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu : pertama, sebagian besar petani sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian yang berakibat terjadi ketidakadilan harga, yang diterima oleh petani. Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Keempat, yang merupakan masalah paling dasar bagi sebagian besar petani adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh setiap petani.

Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, pemerintah mencanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Bantuan dana PUAP ini disalurkan melalui Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya oleh Departemen Pertanian. Pelaksanaan program PUAP perlu dievaluasi untuk menilai apakah ada dampak yang berarti dari pemanfaatan dana bantuan tersebut. Penilaian dilakukan dengan melihat indikator keberhasilan PUAP, salah satunya dengan mengukur tingkat produktivitas anggota Gapoktan PUAP sebelum dan sesudah


(33)

Masalah

Upaya

adanya program tersebut. Selanjutnya dilihat permasalahan-permasalahan apa yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP tersebut, kemudian setelah itu dicari upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, sehingga proses penyaluran dana PUAP tahap berikutnya ataupun bantuan-bantuan pemerintah lainnya dapat berjalan dengan lancar,

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Menyatakan Pengaruh Menyatakan Perbandingan

Tingkat Produktivitas Sesudah PUAP Tingkat

Produktivitas Sebelum PUAP

Organisasi Pelaksana PUAP

GAPOKTAN

Pelaksanaan, Evaluasi Program PUAP


(34)

1.3. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka dapat diuraikan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1) Terdapat perbedaaan produktivitas jagung sebelum dan sesudah mendapatkan dana PUAP.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian adalah Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo. Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu secara sengaja, berdasarkan pra survey yang dilakukan dengan tujuan-tujuan penelitian. Desa ini diangkat menjadi daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data sekunder yang diperoleh, desa ini merupakan salah satu desa yang telah memperoleh dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dan telah mengusahakan dan mengembangkan dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk kegiatan agribisnis. Selain itu desa tersebut memiliki luas tanam dan produksi jagung relatif lebih tinggi dibanding dengan desa lain yang ada di Kecamatan Tigabinanga.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah para petani di Desa Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo yaitu pada gabungan kelompok tani (Gapoktan) Singalor Lau yang terdiri dari 20 orang petani jagung, dan telah memperoleh dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) pada tahun 2009 dan mulai direalisasikan tahun 2010.

Dalam hal ini, yang menjadi sampel dalam penelitian adalah petani anggota Gapoktan yang mendapat pinjaman dana PUAP tahap I, yaitu 20 orang petani.

Dalam hal ini penulis menggunakan metode penentuan sampel yaitu Sensus. Mengingat jumlah petani di tahap I yang relatif sedikit, sehingga semua petani yang ada dijadikan sampel dalam penelitian (Soepomo,1997).


(36)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuisioner dan wawancara langsung dengan para responden yaitu petani (anggota Gapoktan) serta kepada pengurus Gapoktan atau Poktan. Responden dalam penelitian ini akan difokuskan pada petani (anggota Gapoktan) yang telah menerima bantuan PUAP tahun 2008. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait meliputi BPS Pusat, BPS Kabupaten Karo. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari penelusuran kepustakaan, internet dan literatur lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.4. Metode Analisis Data

Hipotesis , Apakah ada perbedaan tingkat produktivitas tanaman jagung per petani yang dikembangkannya setelah mendapat dana PUAP dengan sebelum mendapat dana BLM PUAP? Dijelaskan dengan uji statistik t-hitung untuk berpasangan, dengan Formulasinya sebagai berikut :

n

d

/

hitung t

S

o

d d

=

; db = n – 1 Dimana:

o

d

d

-

= Rata-rata tingkat produktivitas setelah ada dana pinjaman - sebelum ada dana pinjaman.

Sd = Standar deviasi n = Jumlah observasi db = Derajat Bebas (Walpole, 1995)


(37)

Produktivitas usaha tani :

P= TP/ LL Dimana:

P = Produktivitas Usahatani TP = Total Produksi

LL = Luas Lahan

Penerimaan usaha tani dapat diperoleh dengan formula: TRi = Yi x Py

Dimana:

TRi = Total Penerimaan

Yi = Produksi yang diperoleh dalam usaha tani jagung Py = Harga Jagung

(Soekartawi, 1995)

Hipotesis awal yaitu menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat produktivitas sebelum dan sesudah adanya program PUAP. Sementara itu hipotesis akhir adalah

menunjukkan adanya perbedaan tingkat produktivitas sebelum dan sesudah adanya program PUAP.

Kriteria Uji :

Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, db = n-1, α = 0.05 Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel, db = n-1, α = 0.05

Penggunaan alpha sebesar 5% dalam uji statistik t-hitung sesuai dengan kebutuhan peneliti yang juga didasarkan pada pernyataan Usman, dkk (2008), bahwa dalam penelitian sosial, besarnya alpha yang digunakan dapat bernilai 1% atau 5%. Penentuan besarnya alpha tersebut tergantung kepada peneliti. Hasil pengolahan data kemudian diinterpretasikan secara deskriptif.


(38)

Identifikasi Masalah 1, Bagaimana pelaksanaan program PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo? Dianalisis secara deskriptif dengan cara menjelaskan proses-proses yang dilakukan dalam pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Data-data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan dan data-data sekunder didapat dari pihak yang bersangkutan.

Identifikasi Masalah 2, Bagaimana perbandingan tingkat produktivitas tanaman jagung sebelum mendapatkan Dana pinjaman PUAP dan setelah mendapatkan dana pinjaman PUAP?

Identifikasi Masalah 3, Bagaimana permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo? Dianalisis secara deskriptif dengan cara menjelaskan permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo. Data-data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan dan data-data sekunder didapat dari pihak yang bersangkutan.

Identifikasi Masalah 4, Bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo? Dianalisis secara deskriptif dengan cara menjelaskan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada proses penyaluran dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo. Data-data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan dan data-data sekunder didapat dari pihak yang bersangkutan.


(39)

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan atas pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa defenisi dan batasan operasional.

3.5.1. Defenisi

1. Pengembangan Usaha Agribisnis di Perdesaan yang selanjutnya disebut PUAP adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran.

2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang selanjutnya di sebut PNPM-Mandiri adalah program pemberdayaan masyakarat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja.

3. Agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain. 4. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RI (sebagaimana tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa). Dalam pelaksanaan PUAP


(40)

yang dimaksud dengan desa termasuk didalamnya adalah Kelurahan (Kota), Nagari (Sumatera Barat), Kampung (Papua dan Papua Barat).

5. Desa Miskin adalah desa yang secara ekonomis produktivitas per kapitanya per tahun berada dibawah standar minimum produktivitas per kapita nasional dan infrastruktur desa yang sangat terbatas.

6. Perdesaan adalah kawasan yang secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal (endogeneous knowledge) khususnya pertanian dan keanekaragaman hayati.

7. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang.

8. Kelompok Tani (Poktan) adalah kumpulan petani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

9. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) PUAP adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.

10. Pemberdayaan Masyarakat Pertanian adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat agribisnis sehingga secara mandiri mampu mengembangkan diri dan dalam melakukan usaha secara berkelanjutan. 11. Usaha Produktif adalah segala jenis usaha ekonomi yang dilakukan oleh

petani/kelompok tani di perdesaan dalam bidang agribisnis yang mempunyai transaksi hasil usaha harian, mingguan, bulanan, musiman maupun tahunan.


(41)

12. Penyuluh Pendamping adalah penyuluh pertanian yang ditugaskan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk mendampingi petani, kelompok tani dan Gapoktan dalam pelaksanaan PUAP.

13. Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang direkrut oleh Kementerian Pertanian untuk melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola Gapoktan dalam pengembangan PUAP.

14. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP adalah dana bantuan sosial untuk petani/kelompok tani guna pengembangan usaha agribisnis di perdesaan yang disalurkan melalui Gapoktan dalam bentuk modal usaha.

3.5.2. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011, pada gabungan kelompok tani Singalor Lau di Desa Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga , Kabupaten Karo.

2. Sampel penelitian ini adalah petani petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang dikoordinasikan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Singalor Lau yang telah menerima bantuan Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP).

3. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang dikoordinasikan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Singalor Lau yang telah menerima bantuan Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP).


(42)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Desa Tigabinanga berada di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo, dengan luas wilayah 1.100 Ha. Desa Tigabinanga terletak pada ketinggian 600 m/dpl, dengan suhu rata-rata 180C-200C. Secara administratif Desa Tigabinanga memiliki batas-batas berikut:

Sebelah Selatan : Desa Juhar

Sebelah Barat : Desa Kuta Bangun Sebelah Utara : Desa Kutabuluh Sebelah Timur : Desa Munte


(43)

Desa terletak di ibukota kecamatan dan jaraknya dari ibukota kabupaten Kabanjahe ± 34 km. Luas penggunaan tanah dan tata guna lahan Kelurahan Tigabinanga diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2. Penggunaan Tanah di Kelurahan Tigabinanga Tahun 2010

Sumber: Kantor Kepala Desa Tigabinanga 2010.

Dilihat dari Tabel 2 diatas bahwa di Kelurahan Tigabinang menunjukkan penggunaan lahan yang utama adalah untuk perladangan sekitar 844 Ha (76,72%), tanah yang belum dikelolah 23 Ha (2,09%), dan pemukiman sekitar 130 Ha (11,8%).

4.2 Keadaan Penduduk

a. Penduduk Menurut Kelompok Umur

Jumlah penduduk Kelurahan Tigabinanga sebanyak 4.094 jiwa yang tediri dari 2.029 laki-laki dan 2.065 perempuan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 998 KK. Suku yang terdapat di Kelurahan Tigabinanga ini mayoritas adalah Suku Batak Karo. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur dan mata pencarian dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

NO. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Sawah - -

2. Ladang 844 76,72

3. Tanah Wakaf 90 8,1

4. Pemukiman 130 11,8

5. Perkuburan 2 0,27

6. Bangunan Umum 4 0,34

7. Empang (Kolam) 1 0,09

8. Jalan Desa 5 0,45

9. Tanah Kosong 24 2,09


(44)

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan Tigabinanga Tahun 2010

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 0-6 380 9.28

2. 7-12 479 11,70

3. 13-15 528 12,89

4. 16-19 585 14,28

5. 20-25 700 17,09

6. 26-40 860 21,00

7. 41-55 450 10,99

8. ≥ 55 112 2,76

TOTAL 4.094 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Tigabinanga 2010

Dilihat dari Tabel 3 diatas bahwa jumlah penduduk di Kelurahan Tigabinanga menunjukkan kelompok umur yang termasuk usia produktif yaitu 13 tahun sampai 55 tahun memiliki persentase yang terbesar yaitu 76,25% dan usia non produktif sebesar 23,74%.

b. Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Mata pencarian penduduk di Kelurahan Tigabinanga bemacam- macam jenisnya, untuk mengetahui lebih jelas mengenai mata pencarian penduduk di Kelurahan Tigabinanga dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian di Kelurahan Tigabinanga Tahun 2010

No. Mata Pencarian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Petani 2.271 78,96

2. Pegawai Negeri 207 7,19

3. Wiraswasta 119 4,13

4. Pensiunan 60 2,08

5. Pertukangan 119 4,13

6. Buruh Tani 100 3,4

TOTAL 2.876 100

Dilihat dari Tabel 4 diatas bahwa di Kelurahan Tigabinanga menunjukkan lapangan usaha utama di Kelurahan Tigabinanga adalah sektor pertanian yaitu sebagai petani dengan persentase 78,96%, selebihnya sebagai buruh tani (3,4%) dan sebagian kecil sebagai pegawai negeri sipil, wiraswasta ataupun bergerak dibidang pertukangan.


(45)

4.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana akan mempercepat laju pembangunan, terkhusus untuk sarana pendidikan yang secara tidak langsung memberi pengaruh yang besar terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu daerah. Untuk sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Tigabinanga dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5. Sarana dan Prasarana Daerah di Kelurahan Tigabinanga 2010

No. Uraian Jumlah

1. Pendidikan :

- SDN/Inpres 9

- SLTP 2

- SMU 1

2. Kesehatan:

- Puskesmas 1

- BKIA 5

3. Kios Saprodi 15

4. Pasar 2

5. Kilang Pemipilan Jagung/Gudang 5

6. Kantor Kepala Desa 1

7. Kantor Camat 1

8. Kantor Koramil/Polisi 2

9. Traktor 15

Sumber: Kantor Kepala Desa Tigabinanga 2010

Tabel 5 ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana sudah cukup lengkap di Desa Tigabinanga sudah memiliki sarana pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah. Sarana kesehatan juga sudah ada yaitu puskesmas dan BKIA, di Desa Tigabinanga juga sudah terdapat kilang pemipilan jagung dan gudang sebagai sarana untuk menmpung atau menyimpan hasil produksi jagung. Kios saprodi juga terdapat di Desa Tigabinanga sebagai tempat membeli pupuk dan sarana produksi petani lainnya sehingga petani tidak terlalu jauh untuk membeli kebutuhan usahatani ke Ibukota kabupaten (Kabanjahe).


(46)

4.4 Karakteristik Petani Responden

Deskripsi karakteristik petani responden dilihat dari beberapa kriteria antara lain: usia petani, tingkat pendidikan, luas lahan dan pengalaman berusahatani.

a. Usia Petani Responden

Berdasarkan kriteria usia petani responden penerima PUAP yang berusahatani dibagi menjadi tiga kelompok angkatan kerja, yaitu kelompok usia 0 sampai 25 tahun, kemudian dari umur 26 tahun sampai 50 tahun dan dari 51 tahun sampai umur 75 tahun. Sebaran petani responden penerima PUAP dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran Petani Jagung Responden Berdasarkan Golongan Umur Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

0-25 0 0

26-50 15 75

51-75 5 25

Total 20 100

Sumber :Lampiran 1, diolah

Pada Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa para responden yang melakukan kegiatan usahatani sebanyak 75 % atau sebanyak 15 petani responden berada pada usia yang produktif yaitu pada rentang umur 26 tahun sampai 50 tahun. Namun faktor usia tidak membatasi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani. Hal ini terbukti dari adanya 5 petani responden atau sebesar 25 % yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia produktif yaitu usia 51 sampai 75 tahun, tetapi masih mampu melakukan aktivitas usahatani.

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu hal yang masih melekat pada karakteristik petani jagung pada umumnya. Tingkat sekolah dasar merupakan


(47)

pendidikan yang paling banyak ditempuh oleh petani responden. Gambaran tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Petani Jagung Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

Tidak sekolah 0 0

SD 4 20

SLTP 6 30

SLTA 10 50

Perguruan Tinggi 0 0

Total 20 100

Sumber : Lampiran 1, diolah

Berdasarkan tabel dapat dijelaskan bahwa tidak ada responden yang tidak bersekolah namun tingkat pendidikan para responden sebagian besar sampai pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Hal ini dibuktikan dengan persentase yang sekolah sampai tingkat SLTA sebesar 50 % atau sebanyak 10 petani responden. Kemudian responden yang sekolah sampai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 30 % atau sebanyak 6 petani responden. Sisanya sebesar 20 % atau sebanyak 4 petani responden sekolah hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Tidak ada responden yang pernah mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan keterbatasan biaya karena responden berasal dari keluarga yang ekonominya lemah atau miskin.

c. Pengalaman Berusahatani Petani Responden

Berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner dengan para responden penerima PUAP dapat diinformasikan bahwa dari total 20 petani responden, sebesar 40 % atau 8 petani responden mempunyai pengalaman bertani lebih dari 16 tahun. Sebesar 35 % atau 7 petani responden memiliki pengalaman bertani 11-15 tahun, sementara responden yang mempunyai pengalaman bertani 6-10 tahun sebanyak 5 orang atau 25 %. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.


(48)

Tabel 8. Jumlah Petani Jagung Responden Berdasarkan Kriteria Pengalaman Berusahatani

Lama Pengalaman Bertani (Tahun)

Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

< 5 0 0

6-10 5 25

11-15 7 35

> 16 8 40

Total 20 100

Sumber: Lampiran 1, diolah

Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani menunjukkan lamanya petani dalam berusahatani tersebut. Semakin lama pengalaman berusahatani maka dapat dikatakan petani sudah mengetahui dan sudah menguasai teknik berbudidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Namun juga tetap diperlukan pendampingan usaha berupa pembinaan, pelatihan dan konsultasi pada petugas penyuluh lapangan untuk membantu para petani menjalankan kegiatan usahataninya serta dapat membantu mengatasi permasalahan di lapangan apabila para petani tidak mampu mengatasi sendiri. Selain itu pendampingan juga dapat membantu petani dalam menyerap informasi-informasi teknologi terbaru di bidang pertanian.

d. Luas Lahan

Luas lahan jagung yang dimiliki oleh seluruh petani responden penerima PUAP merupakan lahan milik pribadi. Dari hasil wawancara melalui penyebaran kuisioner, tidak ada satu pun petani responden yang status lahannya adalah lahan sewa. Selengkapnya mengenai status lahan dan luasan lahan yang dimiliki oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 9.


(49)

Tabel 9. Jumlah Petani Jagung Responden Berdasarkan Kriteria Luasan Lahan Jagung yang Dimiliki

Luas Lahan (Ha) Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

< 0,5 0 0

0,5-2 13 65

> 2 7 35

Total 20 100

Sumber: Data Primer (2011), diolah.

Pada tabel terlihat bahwa hampir semua responden yaitu 65 % memiliki luas lahan jagung antara 0,5 sampai 2 hektar, kemudian responden petani yang memiliki luas lahan lahan sawah di atas 2 hektar sebanyak 35 % atau sebanyak 7 orang. Sementara itu tidak ada satu pun responden petani yang memiliki luas jagung dibawah 0,5 hektar. Hal ini menunjukan bahwa petani responden memiliki luas lahan yang bisa dikategorikan sedang. Apabila luas lahan yang dimiliki oleh petani lebih dari dua hektar, maka akan semakin banyak produksi jagung yang dihasilkan dan tentunya produktivitas petani pun diharapkan semakin meningkat pula.


(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pelaksanaan Penyaluran Dana PUAP

Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian yang bertujuan membantu petani dalam mengatasi masalah permodalan yaitu dengan memberikan batuan dana stimulus bagi petani untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara sub sektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

Dana PUAP senilai Rp 100.000.000,- disalurkan kepada petani melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Pada daerah penelitian di Kelurahan Tigabinanga yang mempunyai Gapoktan bernama Singalor Lau adalah merupakan salah satu Gapoktan yang telah menerima dana PUAP di tahun 2009.

Ada beberapa tahapan/proses yang harus dilalui Gapoktan untuk mendapat dana PUAP, tahapan/proses tersebut akan dijelaskan proses penyaluran dana Pelaksanaan PUAP.

PUAP memiliki beberapa tahapan (ruang lingkup kegiatan) yaitu : 1. Identifikasi dan penetapan Desa PUAP;

2. Identifikasi dan penetapan Gapoktan penerima BLM-PUAP;

3. Pelatihan bagi fasilitator, penyuluh pendamping, pengurus Gapoktan; 4. Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT (Penyelia Mitra Tani);

5. Sosialisasi Kegiatan PUAP; 6. Pendampingan;


(51)

7. Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat; 8. Pembinaan dan Pengendalian; dan

9. Evaluasi dan pelaporan.

Salah satu poin penting dalam proses pelaksanaan PUAP adalah proses penetapan desa PUAP dan penyaluran dana PUAP. Proses penetapan desa PUAP dilakukan dengan cara seleksi, yaitu dengan kriteria seleksi desa PUAP, penetapan Gapoktan/Poktan, dan Kriteria Gapoktan Penerima PUAP.

Berdasarkan kriteria seleksi desa PUAP melalui dengan dua tahapan yaitu tahapan penetapan kuota desa yang dilaksanakan di Pusat oleh Kelompok Kerja (Pokja) Identifikasi PUAP. Penetapan kuota desa dilakukan dengan mempertimbangkan: (1) data lokasi PNPM-Mandiri; (2) data Potensi Desa (Podes); (3) data desa miskin dari BPS; (4) data desa tertinggal dari Kementerian PDT; (5) Data desa lokasi program lanjutan DEPTAN antara lain : P4K, Prima Tani, P4MI, Pidra, LKM-A serta desa rawan pangan. Kuota desa yang menjadi sasaran penerima bantuan modal usaha PUAP juga memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Berdasarkan kuota desa pada setiap Kabupaten/Kota, Tim PUAP Pusat menyusun daftar calon desa PUAP.

Tahapan selanjutnya adalah seleksi desa PUAP dengan daftar calon desa PUAP dikirim oleh Tim PUAP Pusat ke Gubernur dan Bupati/Walikota, dimana daftar tersebut Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan calon desa PUAP kepada Departemen Pertanian melalui Gubernur.

Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi atas usulan desa PUAP yang diajukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dan aspirasi masyarakat. Sehingga hasil verifikasi desa


(52)

PUAP oleh Tim PUAP Pusat, selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai desa PUAP.

Berdasarkan penetapan Gapoktan/Poktan dilakukan beberapa tahapan yaitu: (a) Tim Teknis Kabupaten/Kota mengidentifikasi Gapoktan penerima dari lokasi desa PUAP yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian, (b) Gapoktan mengisi Formulir 1 sebagai data dasar untuk diajukan oleh Bupati/Walikota sebagai calon penerima PUAP, (c) Bupati/Walikota mengusulkan Gapoktan penerima PUAP kepada Tim Pusat melalui Gubernur, (d) Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi terhadap Gapoktan yang diusulkan oleh Bupati/Walikota, dan (e) Hasil verifikasi Tim PUAP Pusat terhadap Gapoktan, selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

Proses penetapan desa PUAP yang terakhir adalah Kriteria Gapoktan Penerima PUAP. Gapoktan penerima bantuan modal usaha PUAP harus berada pada desa PUAP dengan kriteria: (a) Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis, (b) Mempunyai struktur kepengurusan yang aktif, (c) Dimiliki dan dikelola oleh petani, (d) Dikukuhkan oleh Bupati/Walikota, (e) Apabila di desa tersebut tidak terdapat Gapoktan dan baru ada Poktan, maka Poktan dapat ditunjuk menjadi penerima PUAP dan untuk selanjutnya ditumbuhkan menjadi Gapoktan.

Untuk memperoleh batuan dana PUAP yaitu Gapoktan harus mengikuti proses sebagai berikut yang pertama: Penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB) dan Prosedur Penyaluran PUAP.

Penyusunan RUB memiliki kriteria yang pertama disusun oleh Gapoktan berdasarkan hasil identifikasi potensi usaha agribisnis di desa PUAP yang dilakukan oleh penyuluh pendamping. Penyusunan RUB harus memperhatikan kelayakan usaha produktif petani, yaitu : 1) budidaya di sub sektor tanaman pangan, hortikultura,


(53)

peternakan, perkebunan, 2) usaha non budidaya meliputi usaha industri rumah tangga pertanian, pemasaran skala kecil /bakulan, dan usaha lain berbasis pertanian.

Rencana Usaha Bersama (RUB) yang telah disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (Formulir 2) , dikirim bersama dokumen administrasi lainnya antara lain: (1) Berita Acara Pengukuhan Gapoktan, (2) Nomor Rekening Gapoktan, (3) Perjanjian Kerjasama, dan (4) Surat Perintah Kerja, ke Tim Pembina Propinsi untuk diajukan kepada Departemen Pertanian C.q Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.

RUB dan dokumen administrasi lainnya yang diterima Departemen Pertanian selanjutnya diteliti dan diverifikasi oleh Tim PUAP Pusat c.q. Pokja Penyaluran Dana dan satuan kerja Pusat Pembiayaan Pertanian menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) bermeterai Rp. 6000,- kepada Gapoktan sehingga Penyaluran dana BLM – PUAP dilakukan dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS) ke Rekening Gapoktan. Satuan kerja Pusat Pembiayaan Pertanian mengajukan surat Perintah Membayar (SPM-LS) dengan lampiran : (i) Keputusan Menteri Pertanian tentang penetapan Gapoktan, (ii) Berita Acara Pengukuhan Gapoktan oleh Bupati /Walikota dan (iii) Rekapitulasi RUB dengan mencantumkan.

Dengan syarat: nama dan alamat lengkap Gapoktan yang menjadi sasaran PUAP, nomor rekening Gapoktan, nama dan alamat kantor cabang bank tempat Gapoktan membuka rekening, dan rincian penggunaan dana BLM PUAP menurut usaha produktif dan kuitansi harus ditandatangani Ketua Gapoktan dan diketahui/disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan meterai Rp.6000,- (enam ribu rupiah). Penyaluran dana BLM dari KPPN ke rekening Gapoktan melalui penerbitan SP2D akan diatur lebih lanjut oleh Departemen Keuangan.


(54)

Pelaksanaan PUAP di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, ini tergolong didalam kategori yang berjalan dengan cukup baik. Seperti dalam hal penyaluran dana yang sudah berjalan dengan baik. Proses pembagian dan pencairan dana PUAP dilakukan dengan pengajuan permohonan dari petani dan ke Gapoktan dengan menyertakan surat jaminan (biasanya surat jaminan berupa surat tanah atau surat berharga lainnya).

Pencairan dana PUAP ke pengurus Gapoktan dilakukan dengan 3 tahapan pencairan sesuai dengan proses pencairan dana yang dilakukan oleh Departemen Pertanian yaitu sebanyak 3 tahapan juga. Besarnya dana yang dicairkan pada tahap I adalah sebesar 40 juta Rupiah dan tahap II sebesar 40 juta Rupiah, sedangkan tahap III, dana yang dicairkan sebesar 20 juta Rupiah. Penyaluran dana PUAP dilakukan oleh Gapoktan. Para petani pemohon haruslah terlebih dahulu mengajukan proposal peminjaman dana PUAP. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

1. Merupakan anggota Poktan/Gapoktan (masih aktif keanggotaannya). 2. Memiliki KTP dan KK

3. Memiliki lahan sendiri

4. Harus memiliki agunan atau surat jaminan (surat tanah atau surat berharga lainnya).

Jangka waktu pengembalian adalah 6 bulan setelah pencairan dana dilakukan. Dengan kata lain, setiap petani yang memperoleh dana bantuan berhak menggunakan dan tersebut selama 6 bulan dan wajib mengembalikan dan tersebut ke Gapoktan sebelum masa jatuh tempo terjadi. Petani tidak boleh meminjam kepada Gapoktan pada periode selanjutnya apabila petani belum mengembalikan dana yang telah dipinjamnya terlebih dahulu.


(55)

Dari hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan, menyatakan bahwa tingkat bunga sebesar 2% tersebut diambil berdasarkan kesepakatan antar anggota Gapoktan, mereka berpendapat dengan besar bunga sebesar 2% diharapkan tidak memberatkan para anggota Gapoktan yaitu petani, dan juga diharapkan dana PUAP tersebut dapat berputar dengan cepat, sehingga Gapoktan dapat berkembang dengan cepat.

Dalam penggunaan dana PUAP itu sendiri, para petani di Kelurahan Tigabinanga, pada umumnya menggunakan dana PUAP untuk memenuhi kebutuhan saprodi usaha tani jagung yang mereka usahakan.

5.2. Produktivitas Anggota Gapoktan Sebelum dan Setelah PUAP

Produktivitas yang digunakan dalam analisis adalah produktivitas usahatani, yaitu total penerimaan usaha dikurangi dengan total biaya pengeluaran usahatani responden. Biaya pengeluaran usahatani meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan yang jika dijumlahkan menjadi biaya total usahatani. Sedangkan produktivitas tunai usahatani merupakan pengurangan antara penerimaan tunai dengan total biaya tunai. Produktivitas rata-rata usahatani diperoleh dengan cara mengurangkan penerimaan rata-rata dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan.

Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya usahatani yakni nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan proses produksi usahatani.

Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani


(56)

untuk pembelian barang dan jasa bagi usahataninya. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani.

Biaya tunai meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan meliputi biaya sewa lahan, biaya penyusutan alat pertanian dan biaya upah tenaga kerja dalam keluarga.

Produktivitas usahatani rata-rata sebelum adanya program PUAP dihitung selama periode musim tahun 2009 sebelum responden menerima BLM-PUAP dari masing-masing Gapoktan. Sedangkan produktivitas usahatani rata-rata setelah menerima dana PUAP dihitung dari produktivitas usahatani dalam periode tahun 2010.

Tabel. 10 Data Hasil Penelitian:

Produtivitas Rata-rata N T df Sig

Produktivitas Sebelum 8668,5

20 8.260 19 0.000 Produktivitas Sesudah 7785,8

Sumber: Data Primer (2011), diolah.

Nilai t-tabel yang diperoleh adalah 1,729, sedangkan nilai t-hitung yang diperoleh sebesar │8.260│. Nilai t-hitung ini lebih besar dari nilai t-tabel (1.729). Menurut kriteria uji, jika t-hitung > t-tabel pada taraf nyata lima persen (ά=0,05) maka tolak H0. Selain dapat dilihat dari hasil pengujian t-hitung, kesimpulan juga dapat diperoleh dengan melihat nilai signifikasi dari hasil pengujian yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai signifikansi (Sig) adalah taraf signifikan. Tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, menunjukkan bahwa ada korelasi yang nyata antara produktivitas sebelum dengan produktivitas sesudah ada dana PUAP. Kesimpulan hasil pengujian diperoleh bahwa ada dampak positif terhadap produktivitas petani responden dikarenakan adanya bantuan dana PUAP, atau dengan kata lain ada


(57)

perbedaan nyata terhadap produktivitas usahatani sebelum memperoleh dana PUAP dengan setelah memperoleh dana PUAP.

5.3. Masalah yang Terjadi pada Proses Penyaluran Dana PUAP

Secara umum proses penyaluran dana PUAP tahap I di Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo berjalan dengan lancar. Namun dari hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan dan petani di desa Tigabinanga, Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, ditemukan beberapa masalah. Adapun masalah-masalah tersebut adalah:

1. Persyaratan untuk menjadi Gapoktan yang sulit dipenuhi. Untuk mendapatkan pinjaman dana dari program PUAP, para petani yang tergabung dalam kelompok tani harus menjadi anggota Gapoktan terlebih dahulu, dengan memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Adapun persyaratan tersebut adalah:

1. Anggota kelompok tani,

2. Mempunyai lahan sebagai pemilik langsung, 3. Wilayah usaha harus di naungan Gapoktan, 4. Fotocopy KTP

5. Membayar uang pangkal (buku anggota, kartu anggota) sebesar Rp 10.000,- 6. Membayar simpanan pokok sebesar Rp 10.000,-

7. Membayar simpanan wajib sebesar Rp 1.000,- per bulan, dan 8. Membawa pas photo 3x4 sebanyak dua lembar.


(1)

Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN)

Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Perdesaan. Jurnal Analisis Kebijakan

Pertanian (Maret) : 15-35.


(2)

Lampiran 1 : Karakteristik Petani Sampel Pada Usaha Tani Jagung di Kelurahan

Tigabinanga Tahun 2011

No.

Nama

Umur (Tahun)

Lama Bertani (Tahun)

Pendidikan Terakhir

Luas Lahan

(Ha)

Pinjaman

1 Julmasrita Sebayang 41 12 SLTP 0,50 2.000.000

2 Iskandar Sebayang 29 15 SLTA 0,70 2.000.000

3 Identa Sebayang 48 15 SLTP 1,00 2.000.000

4 Rasimah Br Tarigan 53 20 SLTP 0,50 2.000.000

5 M. Natsir Tarigan 58 25 SD 0,60 2.000.000

6 M. syafii Tarigan 33 10 STM 2,00 2.000.000

7 Nasruddin Tarigan 37 20 STM 3,00 2.000.000

8 Syarifuddin Tarigan 47 15 SLTA 5,00 2.000.000

9 Bersatu Tarigan 42 10 SLTP 2,50 2.000.000

10 Eri Agus Br Ginting 42 12 SLTP 4,00 2.000.000

11 Rasngena Br Karo 60 30 SD 0,70 2.000.000

12 Calon Br Karo 60 35 SD 0,60 2.000.000

13 Nurianna Br Sembiring 59 25 SD 0,50 2.000.000

14 Fery Sebayang 40 25 SLTP 1,00 2.000.000

15 Cahaya Sebayang 34 25 SLTA 1,00 2.000.000

16 Bersih Br Barus 41 10 SLTA 1,50 2.000.000

17 Joni S Meliala 39 15 SLTA 3,00 2.000.000

18 Jahidin Sebayang 30 17 SLTA 2,00 2.000.000

19 Arab Ginting 41 10 STM 2,50 2.000.000


(3)

Lampiran 2.

Produktivitas Sebelum dan Sesudah Menerima Dana PUAP di Kelurahan Tigabinanga (Kg/ha)

No.

Produktivitas Sesebelum

Menerima Dana PUAP (kg/ha)

Produktivitas Sesudah

Menerima Dana PUAP (kg/ha)

1

8.000

8.000

2

6.428

6.714

3

8.000

9.000

4

8.000

9.000

5

7.000

7.500

6

8.000

9.000

7

8.000

9.500

8

8.600

9.500

9

8.000

8.800

10

8.500

9.000

11

6.857

6.857

12

6.666

7.666

13

7.000

8.000

14

8.000

9.500

15

9.000

10.000

16

7.666

8.000

17

8.000

9.333

18

8.000

9.000

19

8.000

9.500


(4)

Lampiran 3. Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usaha Tani Jagung Per Musim Tanam di Kelurahan Tigabinanga Sesudah

Mendapat Dana PUAP Tahun 2011

No. Sampel Penanaman Penyemprotan Pemupukan Panen Pemipilan Transport Total LK

TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKLK TKLK

1 0,00 4,25 0,00 2,00 0,00 6,00 0,00 13,50 8,00 13,00 46,75

2 0,00 6,50 0,00 3,25 0,00 4,00 0,00 16,50 10,00 16,50 56,75

3 0,00 11,00 0,00 6,00 0,00 12,00 0,00 18,50 44,00 43,25 134,75

4 0,00 4,25 0,00 2,00 0,00 6,00 0,00 13,50 8,00 13,00 46,75

5 0,00 3,50 0,00 1,50 0,00 3,00 0,00 14,25 9,00 17,00 48,25

6 0,00 18,00 0,00 4,00 0,00 16,00 0,00 60,00 44,00 43,25 185,25

7 0,00 23,25 0,00 16,25 0,00 21,75 0,00 75,50 51,00 49,75 237,50

8 0,00 45,00 0,00 20,00 0,00 35,00 0,00 200,00 90,00 250,00 640,00

9 0,00 21,25 0,00 15,25 0,00 18,75 0,00 71,50 50,00 48,75 225,50

10 0,00 30,00 0,00 20,00 0,00 17,00 0,00 130,00 70,00 160,75 427,75

11 0,00 3,25 0,00 2,00 0,00 5,00 0,00 15,00 8,00 13,00 46,25

12 0,00 4,50 0,00 2,00 0,00 4,00 0,00 14,25 9,00 17,00 50,75

13 0,00 4,00 0,00 2,00 0,00 6,00 0,00 13,50 8,00 13,25 46,75

14 0,00 8,50 0,00 2,50 0,00 3,00 0,00 20,00 9,00 20,00 63,00

15 0,00 8,50 0,00 3,00 0,00 4,00 0,00 30,00 19,00 37,50 102,00

16 0,00 13,50 0,00 5,00 0,00 5,25 0,00 35,25 28,00 35,00 122,00

17 0,00 24,25 0,00 15,25 0,00 22,25 0,00 75,00 50,00 49,00 235,75

18 0,00 17,00 0,00 12,50 0,00 8,00 0,00 72,00 20,00 7,50 137,00

19 0,00 21,25 0,00 5,50 0,00 18,50 0,00 74,50 50,00 48,75 218,50

20 0,00 40,50 0,00 23,25 0,00 20,25 0,00 135,00 72,00 168,75 459,75

Jumlah 0,00 312,25 0,00 163,25 0,00 235,75 0,00 1097,75 657,00 1065,00 3531,00 Rataan 0,00 15,61 0,00 8,16 0,00 11,79 0,00 54,89 32,85 53,25 176,55


(5)

Lampiran 4.

Penggunaan Input Produksi dan Hasil Produksi Usaha Tani Jagung Per Musim Tanam di Kelurahan

Tiga Binanga Sesudah Mendapat Dana PUAP Tahun 2011

No. Sampel LL (Ha)

Bibit (Kg)

Tenaga Kerja (HKP)

PUPUK Pestisida

Produksi Urea

(Kg) TSP (Kg)

KCl (Kg)

NPK

(Kg) ZA (Kg)

Gromoxon

(Ltr) Roundup

1 0,50 10,00 46,75 100,00 0,00 50,00 50,00 50,00 2,00 1,00 4000,00

2 0,70 15,00 41,75 150,00 150,00 150,00 0,00 0,00 2,00 1,00 4700,00

3 1,00 20,00 123,75 300,00 0,00 0,00 100,00 200,00 6,00 0,00 4500,00

4 0,50 10,00 42,50 100,00 50,00 0,00 50,00 50,00 2,00 0,00 9000,00

5 0,60 11,00 48,25 120,00 0,00 50,00 60,00 0,00 2,00 1,00 4500,00

6 2,00 40,00 185,25 60,00 300,00 100,00 200,00 0,00 8,00 0,00 18000,00

7 3,00 60,00 457,75 750,00 400,00 100,00 100,00 100,00 12,00 0,00 28500,00 8 5,00 100,00 640,00 1200,00 900,00 400,00 500,00 0,00 25,00 5,00 47500,00

9 2,50 50,00 225,50 700,00 0,00 0,00 150,00 250,00 11,00 0,00 22000,00

10 4,00 80,00 427,75 850,00 200,00 200,00 400,00 500,00 16,00 0,00 36000,00

11 0,70 15,00 49,25 150,00 5,00 50,00 50,00 0,00 3,00 0,00 4800,00

12 0,60 11,00 50,72 120,00 0,00 50,00 50,00 100,00 2,00 1,00 4600,00

13 0,50 10,00 46,75 100,00 50,00 50,00 50,00 0,00 2,00 1,00 4000,00

14 1,00 20,00 66,15 300,00 300,00 100,00 50,00 0,00 4,00 0,00 9500,00

15 1,00 20,00 102,00 400,00 20,00 0,00 0,00 0,00 3,00 2,00 10000,00

16 1,50 30,00 122,00 450,00 0,00 50,00 350,00 0,00 6,00 0,00 12000,00

17 3,00 60,00 235,75 750,00 300,00 100,00 200,00 100,00 12,00 0,00 28000,00 18 2,00 40,00 137,00 700,00 0,00 100,00 100,00 300,00 10,00 0,00 18000,00 19 2,50 50,00 169,75 750,00 0,00 200,00 200,00 400,00 10,00 2,00 23750,00 20 4,50 90,00 459,75 900,00 250,00 250,00 500,00 600,00 18,00 0,00 42750,00

Jumlah 37,10 742,00 3678,37 8950,00 2925,00 2000,00 3160,00 2650,00 156,00 14,00 336100,00 Rataan 1,86 37,10 183,92 447,50 146,25 100,00 158,00 132,50 7,80 0,70 16805,00


(6)

Lampiran 5. Data Hasil Penelitian dilihat dari SPSS

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Produktivitas Sesudah (Kg/Ha) 8.6685E3 20 947.31879 211.82692

Produktivitas Sebelum (Kg/Ha) 7.7858E3 20 663.38607 148.33764

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Produktivitas Sesudah (Kg/Ha) &

Produktivitas Sebelum (Kg/Ha) 20 .882 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Produktivitas Sesudah (Kg/Ha) -