Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan
martabat, agama, tata susila, adat, budaya, suku, dan golongan. 3.
Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.
3
Pengharapan konsumen merupakan hal yang sangat wajar, mengingat dalam proses transaksi pembelian tersebut, konsumen telah memberikan
kompensasi dana, waktu, tenaga dan pikiran, agar tidak terjebak dalam memberikan keputusan yang salah dan berpotensi menimbulkan kerugian
4
. Terhadap iklan perumahan yang dengan sengaja memuat informasi menyesatkan
dan hal itu dilakukan untuk memperoleh keuntungan, sepantasnya dikategorikan sebagai kejahatan.
5
Kewajiban oleh pembeli telah dilakukan mengenai pembayaran dan kesanggupan pelunasannya dan kewajiban penjual telah dilakukan sampai
dengan tahap pembangunan rumah, namun ketika pembeli menempati rumah yang diperjanjikan ternyata rumah yang dijanjikan tidak bisa digunakan
selayaknya dikarenakan bangunan rumah mengalami kecacatan misalnya pada tembok, lantai dan pada atap yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan
kualitas yang perjanjikan. Dalam hal ini penjual dianggap melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajiban kesepakan bersama dalam
perjanjian jual beli. Dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman dinyatakan “Setiap orang
dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak sesuai
3
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlnidungan Konsumen, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000, h.42
4
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, h. 71
5
Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Bandung : Citra Aditya, 1999, h. 46
dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan”.
Keputusan dari konsumen untuk melakukan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunan jadi memiliki resiko yang sangat besar. Upaya perlindungan
konsumen di Indonesia tidak terbatas pada rendahnya kesadaran konsumen akan hak tetapi juga adanya perspepsi yang salah dikalangan sebagian produsen
bahwa perlindungan terhadap konsumen akan menimbulkan kerugian terhadap produsen.
6
Para konsumen merupakan golongan yang rentan dieksploitasi oleh pelaku usaha. Karena itu, diperlukan seperangkat aturan hukum untuk
meli ndungi konsumen. Yang dimaksud konsumen adalah “pengguna akhir” end
user dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
7
Pihak yang memiliki kedudukan lebih baik memiliki peluang besar untuk melakukan penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandighegen.
8
Dalam hal ini pihak developer lah sebagai pelaku usaha yang memiliki kedudukan lebih baik dengan mendraft kontrak perjanjian jual beli rumah.
Sekalipun memiliki kedudukan lebih baik pihak developer sebagai penjual juga mempunyai kewajiban terhadap pembeli, yaitu ada dua kewajiban
utama pihak penjual:
6
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum perlindungan Konsumen, h. 12
7
Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, cet IV , Bandung : Citra Aditya Bakti 2013, h. 227
8
Henry P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan Misbruik van Omstandighegen sebagai Alasan Baru untuk Pembatalan Perjanjian: Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda, Yogyakarta:
Kanisius, 1992, h.5
a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan.
b. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung
terhadap cacat yang tersembunyi.
9
Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat tersembunyi “verborgen
gebreken”,“hidden defects” dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya yang
membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli
mengetahui cacat tersebut, ia sama sekali tidak akan membeli barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.
10
Keputusan konsumen untuk membeli rumah tidak dapat dilepaskan dari adanya suatu perjanjian jual beli yang terjadi antara konsumen dengan
pengembang perumahan, dan salah satu unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian adalah dengan adanya itikad baik. Pasal 1338 ayat 3 kitab Undang-
Undang Hukum Perdata pasal me nyatakan bahwa “Suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itik ad baik”.
Seorang pembeli rumah yang menyandarkan kontrak jual beli rumah di harapan indah Bekasi dengan kepercayaan itikad baik dari pihak developer akan
membangun rumah yang diidam-idamkan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati nyatanya mendapatkan rumah yang tidak sesuai dengan perjanjian
yang tertera dalam isi kontrak, dalam hal ini konsumen yang berada dalam posisi lebih lemah jelas menjadi pihak yang dirugikan dengan kenyataan rumah
yang tidak sesuai dengan kontrak.
9
Subekti, Aneka Perjanjian, Cet Kesepuluh, Bandung: Pt Citra Aditya Bakti, 1995, h.8
10
Subekti, Aneka Perjanjian, h.19
Sehubungan dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pemasalahan perumahan yang
dalam kontraknya mengandung cacad yang tersembunyi khususnya mengenai perlindungan konsumen yang dalam hal ini menjadi pihak yang lebih lemah dan
harus dilindungi terhadap cacad tersembunyi yang berada dirumah yang dibelinya dari pihak developer.
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan
judul: PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL BELI RUMAH DI PERUMAHAN HARAPAN INDAH BEKASI