Tanggung Jawab Pengembang Developer Sebagai Pelaku Usaha

konsumennya. Pada umumnya developer yang bernaung dalam Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia REI memiliki tanggung jawab moral terhadap konsumen. Tanggung jawab moral developer ini terangkum dalam kode etik Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia yang dikenal dengan “Sapta Brata”. Adapun isi dari Sapta Brata adalahal sebagai berikut: 1. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa mentaati segala undang-undang maupun peraturan yang berlaku di Indonesia. 3. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya, senantiasa menjaga keselarasan antara kepentingan usahanya dengan kepentingan pembangunan bangsa dan negara. 4. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya, senantiasa menempatkan dirinya sebagai perusahaan swasta nasional yang bertanggung jawab, menghormati dan menghargai profesi usaha real estate dan menjunjung tinggi rasa keadilan, kebenaran dan kejujuran. 5. Anggota Real Estate dalam melaksanakan usahanya, senantiasa menjunjung tinggi ADART Real Estate Indonesia serta memegang teguh disiplin dan solidaritas organisasi. 6. Anggota Real Estate dalam melaksanakan usahanya, dengan sesama pengusaha senantiasa saling menghormati, menghargai, dan saling membantu serta menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat. 7. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya, senantiasa memberikan pelayanan pada masyarakat dengan sebaik- baiknya. 8 8 ADART Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia 47

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL

BELI RUMAH DI HARAPAN INDAH BEKASI

A. Tinjaun Umum Pejanjian

1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah salah satu sumber dari adanya perikatan, perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Perjanjian didefinsikan sebagai: ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih ”. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut. 1 Perihal prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak yang melakukan perikatan firman Allah SWT juga mengatur dalam QS Al- Maidah ayat 1: ى ْتي ا ّإ اعْأْا ة ي ب ْ ْت حأ د قعْاب ا فْ أ ا آ ي ا ا يأ اي دْيّ ا ي ح ْيغ ْ ْي ع دي ي ا ْحي ه ا إ ح ْ تْأ 1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, 2004, h. 92 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. Yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki- Nya.”QS Al- Maidah ayat 3 Pada ayat ini menjelaskan tentang keharusan memenuhi akad atau janji. Dimana dengan akad seseorang sudah terikat dengan perjanjiannya baik itu antara seseorang dengan Allah maupun antara seseorang dengan hamba-hambanya makhluk lainnya. Allah menghalalkan setiap akad yang sesuai dengan ketentuan-Nya, tetapi selain itu Allah mengharamkan segala bentuk akad yang tidak sesuai dengan syariah islam dan ketentuan Allah. Menurut Islam seorang muslim harus komitmen dengan perjanjian yang dilakukannya. Fungsi utama suatu kontrak dalam hukum positif adalah untuk memberikan kepastian tentang mengikatnya suatu perjanjian antara para pihak, sehingga prinsip-prinsip itikad baik dalam sistem hukum civil law dan promissory estoppel, 2 dalam sistem hukum common law hanya dapat diberlakukan jika perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian. 3 Dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka untuk mengikat dirinya 2 Salah satu doktrin hukum yang mencegah seseorang untuk menarik kembali janjinya 3 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, h. 20 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Sebab yang halal Empat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan kedalam dua bagian 1. Unsur subyektif, yaitu unsur pertama dan kedua yang menjadi unsur pokok yang menyangkut subyek pihak yang mengadakan perjanjian. 2. Unsur obyektif, yaitu unsur ketiga dan keempat yang menjadi unsur pokok yang langsung dengan obyek perjanjian. Unsur subyektif mencangkup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. 4 Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal dengan adanya tiga unsur dalam perjanjian: a. Unsur esensialia b. Unsur naturalia c. Unsur aksidenttalia 4 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, h. 94 Pada hakikatnya ketiga macam unsur dalam perjanjian tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur pada pasal 1320 dan Pasal 1339 B.W. Rumusan dari pasal 1339 menyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam kontrak melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang- undang”. Dalam kontrak unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu kontrak setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam dalam perjanjian yang mengandung esensialia jual beli, pasti terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Ketentuan ini tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak, karena sifat jual beli menghendaki hal yang demikian. Masyarakat tidak akan mentolelir suatu bentuk jual beli dimana penjual tidak mau menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang dijual olehnya. 5 Dalam hukum kontrak dikenal dengan lima asas penting, yaitu: 6 1. Asas kebebasan berkontrak 2. Asas konsensualisme 3. Asas pacta sunt servanda 4. Asas itikad baik 5 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, h. 89 6 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, h. 9-12