50
4.6.3 Persiapan dalam Mengambil Madu Lebah
Sebelum pengambilan madu lebah, terlebih dahulu diadakan persiapan- persiapan. Jauh sebelum madu lebah di panen, persiapan pertama adalah mensurvei
atau meninjau, pawang beserta anggotanya berjalan ke hutan untuk mencari pohon kayu tualang yang telah dihinggapi lebah. Jika pawang telah menemukan kayu
tualang yang akan di panennya beberapa bulan lagi, maka pawang akan menandai kayu atau mensyarati kayu tualang itu agar tidak lagi bisa diambil oleh pawang-
pawang lebah yang lain yang akan memanen madu juga. Peninjauan ini biasa dilakukan pada bulan februari karena pada bulan tersebut pohon-pohon mulai
berbunga. Selanjutnya jika telah tiba waktu untuk memanen madu lebah, barulah
mempersiapan alat-alat yang dibawa untuk keperluan memanen madu, alat-alat tersebut sudah dijelaskan pada sub bab di atas. Setelah waktu memanen tiba dan
peralatan sudah lengkap, maka barulah pawang dan anggotanya menuju ke hutan untuk memulai pekerjaannya.
4.6.4 Perlengkapan dalam Mengambil Madu Lebah
Dendang Lebah dalam pelaksanaannya didukung oleh perlengkapan- perlengkapan. Perlengkapan dalam hal mengambil madu ini sangat penting. Adapun
perlengkapan tersebut antara lain: 1.
Timba ember berfungsi untuk menampung dan menurunkan madu. Ember disini tidak ditentukan terbuat dari bahan apa saja, tempat untuk menampung
51 madu lebah tersebut disesuaikan dengan zamannya. Yang terpenting timba
ember tersebut tidak terdapat besi. 2.
Patin bambu yang telah diruncingkan ujungnya sebesar jari telunjuk panjangnya ± 10 cm di tancapkan di pohon tualang menyerupai anak tangga
berfungsi untuk tempat memijak kaki. 3.
Tunam batang sirih hutan yang diikat dan dibakar untuk mendapatkan bara api berfungsi untuk mengusir lebah.
4. Lampu kecil atau teplok berfungsi untuk penerangan di bawah.
5. Tali panjang berfungsi untuk mengikat timba yang berisi madu.
4.6.5 Pelaksanaan Pengambilan Madu Lebah
Jika telah tiba waktu pengambilan madu lebah maka pada tengah malam pawang beserta anggotanya akan berangkat ke hutan tempat dimana kayu Tualang itu
berada. Sesampainya disana pawang beserta anggotanya langsung bersiap-siap untuk memulai pekerjaannya. Tahap pertama, pembacaan mantra dilakukan oleh pawang
tuhe sambil menancapkan patin pada pohon tualang, patin ini ditancapkan hanya dengan tiga kali ketukan. Selanjutnya, jika sudah tinggi dan tidak bisa lagi dijangkau
oleh pawang tuhe, pawang mude mulai memanjat dan melanjutkan menancapkan patin sampai batas yang diperlukan untuk memanjat. Pawang muda memanjat
sambil membawa tunam yang sudah diberi api. Selain membawa tunam mereka juga sekaligus membawa timba dan tali. Sesudah sampai di atas atau di dahan yang
pertama, pawang muda berhenti sejenak kemudian membacakan dendang untuk menyapu lebah tersebut.
52 Menyapu lebah ini adalah pekerjaan dimana madu lebah itu akan diambil dari
sarangnya. Tunam yang sudah diberi api selanjutnya dikibas-kibaskan atau di hentakkan di sekitar dahan tempat lebah itu bersarang. Hentakan itu akan
menimbulkan bunga api si biring kuning yang berjatuhan ke tanah. Bersama dengan jatuhnya bunga api itu, lebah-lebah pun berterbangan ke bawah mengikuti
api tunam. Waktu itulah pekerjaan bagi pawang muda untuk mengambil madu lebah dari sarangnya.
Bagian sarang lebah yang berisi madu disebut “kepala lebah”, kemudian madu itu dimasukkan ke dalam timba dan tirurunkan ke bawah menggunakan tali
panjang. Di bawah timba itu akan diterima oleh tukang sambut. Pekerjaan itu dilakukan berulang kali sampai selesai. Sementara pawang tuhe bertugas di bawah
untuk berjaga-jaga dari bahaya. Jika sarang lebah di kayu tualang itu banyak dan tidak bisa diselesaikan dalam satu malam sampai menjelang subuh, maka pekerjaan
itupun dilanjutkan ke malam berikutnya. Menurut kepercayaan masyarakat Melayu Tamiang, jika pawang muda sudah
mendapat madu lebah tersebut, pawang harus membaginya sedikit dengan salah satu penunggu di sana yaitu si Raja Hutan. Menurut masyarakat Melayu Tamiang juga
jika pawang dan anggotanya telah sampai pada tempat itu maka si Raja Hutanpun sudah berada di sana, masyarakat percaya bahwa dimana ada panen madu di situlah
ada si Raja Hutan. Ia berada dekat dengan anggota kelompok itu, jaraknya kira-kira hanya 10 meter dari anggota kelompok, Raja Hutan itu tidak akan pergi sebelum
jatahnya diberikan. Oleh karena itu jika pawang muda telah mendapatkan madu maka pawang tua akan memberikan peringatan kepada pawang muda agar
53 dilemparkan sedikit kebawah untuk Raja Hutan tersebut. Masyarakat Melayu
Tamiang percaya bahwa di pohon tualang selalu dihuni oleh makhluk-makhluk halus. Maka untuk setiap tahapan pemanjat selalu diiringi dengan mantera atau
dendangdeden.
4.6.6 Makna Budaya Dalam Mengambil Madu Lebah