12 2.
Imajinasi pendengaran auditory, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti mendengar sendiri apa yang dikemukakan penyair.
3. Imajinasi articulatory, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti
mendengar bunyi-bunyi dengan artikulasi-artikulasi tertentu pada bagian mulut waktu kita membaca sajak itu seakan-akan kita melihat gerakan-gerakan mulut
membunyikannya, sehingga ikut bagian-bagian mulut kita dengan sendirinya.
4. Imajinasi penciuman olfatory, dengan membaca atau mendengar kata-kata
tertentu kita seperti mencium bau sesuatu. 5.
Imajinasi pencicipan gustatory, dengan membaca atau mendengar kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu kita seperti mencicipi suatu benda yang
menimbulkan rasa asin, pahit, asam dan sebagainya.
6. Imajinasi rasa kulit tachtual,yang menyebabkan kita seperti merasakan di
bagian kulit badan kita. 7.
Imajinas gerakan tubuh kinaestetik, dengan membaca atau mendengar kata- kata atau kalimat-kalimat dalam puisi melalui gerakan tubh atau otot
menyebabkan kita merasakan atau melihat gerakan badan atau otot-otot tubuh itu.
8. Imajinasi organik, yakni imajinasi badan yang menyebabkan kita seperti melihat
atau merasakan badan yang capai, lesu, loyo, ngantuk, lapar, lemas, mual, pusing dan
sebagainya Sayuti dan Situmorang dalam Maslinda, 2000: 15-16.
3. Kata Konkrit
Kata konkrit digunakan untuk membangkitkan imajinasi daya khayal pembaca. Maksudnya ialah bahwa bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Kata yang diperkonkrit juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang. Jika seorang penyair mahir memperkonkrit kata-
kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh secara batin
kedalam puisinya. Dengan kata yang kongkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair Waluyo, 1991:81
13
4. Gaya Bahasa bahasa kiasan
Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan
penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna
lambang. Pengiasan disebut juga simile atau persamaan, karena membandingkan atau
menyamakan sesuatu hal dengan hal lain. Dalam pelambangan sesuatu hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Tujuan pengunaan kiasan ialah untuk
menciptakan efek lebih kaya , lebih efektif, lebih sugesti dalam bahasa puisi. Gaya bahasa atau majas merupakan komponen yang sangat penting bagi seorang penyair
untuk mewujudkan maksud dari puisinya, sehingga gaya bahasa mampu nenambah daya ungkap atau daya pikat dari puisi tersebut.
Ada beberapa macam gaya bahasa bahasa kiasan 1.
Metafora yaitu kiasa langsung dimana benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungakapan itu langsung berupa kiasan.
2. Perbandingan yaitu kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau
simile, karena benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasannya dan digunakan kata-kata perbandingan yaitu membandingkan
sesuatu dengan yang lain.
3. Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai
keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap dianggap sebagai manusia atau persona, atau di “personofikasi”kan.
Hal ini digunakan untuk memperjelas pengga,baran peristiwa dalam keadaan itu.
4. Hiperbola adalah kiasan yang yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu
melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapat perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
5. Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau
menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian. Terbagi atas part pro toto menyebutkan sebagian untuk keseluruhan dan totem pro parte
menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian.
14 6.
Ironi adalah kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran . ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunakan kata-
kata yang keras dan kasar untuk menyindir dan mengkritik. Jika ironi harus mengatakan kebalikan dari apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan
sarkasme sebaliknya. Tetap ketiganya mempunyai maksud yang sama, yakni memberikan kritik atau sindiran Waluyo, 1991: 84-86.
Struktur batin puisi yang meliputi:
1. Tema