37
2.3.3. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan.
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi
makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan dibenarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat
organoleptiknya dari sifat alami. Di samping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau
pengangkutan. Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batas penggunaan
maksimum seperti diantaranya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722MenKesPerIX988. Pemakaian Bahan Tambahan Pangan diperkenankan bila
bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut: a
Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan. b
Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan.
c Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah
pada penipuan. d
Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut dari
hal-hal yang merugikan konsumen. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan makanan ini tidak diperkenankan bila:
Universitas Sumatera Utara
38
a Menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah.
b Menipu konsumen.
c Menyebabkan penurunan nilai gizi.
d Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik
dan ekonomis
2.3.4. Bahaya Terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Pangan BTP
Adapun dampak penggunaan Bahan Tambahan Pangan terhadap kesehatan yaitu dapat menyebabkan:
1. Penggunaan formalin yang sering digunakan untuk mengawetkan Tahu, Mie
Basah dapat menyebabkan : - Kanker paru-paru
- Gangguan pada jantung - Gangguan pada alat pencernaan
- Gangguan pada ginjal, dll. 2.
Penggunaan Boraks atau Pijer dapat menyebabkan : - Gangguan pada kulit
- Gangguan pada otak - Gangguan pada hati, dll
3. Ca-benzoat : Sari buah, minuman ringan, minuman manis,
dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin.
Universitas Sumatera Utara
39
4. Ca- Na-propionat : Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur,
Alergi kulit 5.
K-asetat : Makanan asam Merusak fungsi ginjal 6.
BHA : sosis, minyak sayur, kripik kentang, pizza beku, instant teas Menyebabkan penyakit hati dan kanker.
2.4. Theory Lawrence Green Ada beberapa teori yang mencoba mengungkapkan determinan perilaku berangkat
dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Salah satu di antara teori-teori tersebut adalah teori
dari Lawrence Green 1980. Dalam teorinya Green menjelaskan bahwa, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga
faktor pokok, yaitu: 1 faktor predisposisi predisposing factors, 2 factor pendukung enabling factors, dan 3 faktor pendorong reinforcing factors. Faktor-
faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor-faktor pendukung adalah faktor-faktor
yang berupa lingkungan fisik, ada atau tidak adanya fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan sebagainya. Faktor-faktor pendorong adalah faktorfaktor yang berupa
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas-petugas yang lain yang dapat mendorong terjadinya perilaku kesehatan. Hubungan antara perilaku dan faktor-faktor
tersebut dapat digambar dalam bentuk model sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
40
Catatan :
B = perilaku PF = Faktor predisposisi predisposing factor
EF = Faktor pendukung enabling factor RF = Faktor pendorong reinforcing factor
f = fungsi
Dari model tersebut dapat diketahui bahwa perilaku manusia itu merupakan
fungsi dari faktor-faktor predisposisi, faktor-faktor pendukung, dan faktor-faktor pendorong. Perilaku seseorang atau masyarakat dalam kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi seseorang atau masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, ketersediaan fasilitas, serta sikap dan perilaku petugas
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seseorang atau masyarakat.
Dalam pembentukan perilaku manusia, pendidikan merupakan faktor yang sangat penting. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah proses penyampaian
bahan atau materi pendidikan kepada sasaran pendidikan agar tercapai perubahan perilaku. Pendidikan pada hakikatnya merupakan intervensi factor perilaku agar
B = f PF, EF, RF
Universitas Sumatera Utara
41
perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat berubah sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Karena itu pendidikan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus
diarahkan kepada ketiga faktor penentu perilaku, baik factor predisposisi, faktor pendukung, maupun faktor penguat.
Para pembuat makanan jajanan tradisional pada umumnya memiliki
pendidikan rendah. Karena pendidikannya yang rendah ini maka pengetahuannya tentang kaidah-kaidah penggunaan BTP juga rendah. Sebagai akibatnya sikap dan
perilaku yang ditunjukkannya juga tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Seperti dapat diketahui bahwa meskipun telah ada peraturan yang melarangnya,
penggunaan BTP yang berbahaya masih banyak dilakukan dalam pembuatan makanan, terutama makanan jajanan. Pemakaian bahan bahan tersebut dalam
pembuatan makanan tidak makin berkurang tetapi makin bertambah.
Universitas Sumatera Utara
42
2.5. Kerangka Konsep